Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN

Pada bab ini memuat tentang 1 latar belakang, 2 rumusan masalah, 3 tujuan penelitian, 4 manfaat penelitian, 5 definisi operasional, dan 6 spesifikasi produk.

1.1 Latar Belakang Penelitian

Usaha pemerintah dalam perkembangan pendidikan di Indonesia merupakan salah satu upaya dalam memperbaiki mutu pendidikan nasional. Perbaikan mutu pendidikan nasional oleh pemerintah salah satunya adalah dengan membuat kebijakan-kebijakan dengan mengamandemen Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 31 tentang pendidikan, yang memperjelas dalam perluasan, dan pemerataan kesempatan pendidikan, dengan kewajiban rakyat mengikuti pendidikan dasar dan kewajiban pemerintah untuk membiayainya dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan nasional secara langsung akan meningkatkan sumber daya manusia Indonesia. Selain kebijakan pemerintah, guru memiliki peran yang sangat penting dalam memajukan pendidikan karena guru merupakan subjek yang berperan langsung dalam melaksanakan pembelajaran bersama siswa. Menurut Munib 2009:139 pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh manusia agar dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran. Pada hakikatnya pendidikan adalah hak dasar bagi setiap warga negara untuk mendapatkannya. Setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang baik, tak terkecuali bagi siswa berkebutuhan khusus. Untuk siswa berkebutuhan khusus, pemerintah menyediakan pendidikan inklusi di mana siswa yang berkebutuhan khusus dapat bersekolah dengan siswa yang tidak berkebutuhan khusus lainnya. Siswa dengan tingkat kebutuhan khusus tinggi sudah disediakan Sekolah Luar Biasa yang disediakan pemerintah khusus bagi siswa penyandang disabilitas. Meskipun demikian tidak jarang di sekolah reguler ditemukan siswa dengan Attention Deficit and Hiperactivity Disorder ADHD. Wiramihardja 2005:2 menyebutkan jika ADHD merupakan istilah tentang suatu kondisi medis yang disahkan secara internasional mencakup disfungsi otak, di mana individu mengalami kesulitan dalam mengendalikan impuls, menghambat perilaku, dan tidak mendukung rentang perhatian mereka. Siswa dengan ADHD dengan perilaku yang dimilikinya tidak jarang orang memandangnya sebagai suatu masalah perilaku dan bukan suatu gangguan medis. Menurut Barkley dan Qian dkk dalam Friend dan Bursuck 2015:498, anak ADHD mengalami kegagalan dalam mengembangkan kesulitan fungsi eksekusi , yaitu kemampuan untuk melaksanakan aktivitas mental yang membantu sebagian besar orang untuk mengatur perilaku mereka. Hal ini menjadikan siswa dengan ADHD mengalami masalah akademis dan sosial. Dipertegas dengan pernyataan dari Chrisna 2014:11 yang mengungkapkan bahwa anak yang menderita gangguan ADHD dapat mengalami berbagai kesulitan belajar, berperilaku, bersosialisasi, dan kesulitan-kesulitan lain yang berkaitan. Ketidak mampuan dalam mengontrol perilaku berakibat dalam masalah sosial anak. Menurut Paternotte dan Bitelaar 2013:13, anak ADHD meskipun memiliki intelegensi normal ataupun tinggi, tetapi ia masih mempunyai juga masalah dalam pelajaran membaca dan berhitung. Hal ini terjadi karena kurangnya konsentrasi dan minat belajar yang menjadikan siswa tersebut tidak dapat menyerap materi secara keseluruhan sehingga tidak heran jika siswa dengan ADHD mendapatkan nilai lebih rendah dibandingkan teman-teman yang lainnya. Menurut Chrisna 2014:66 bantuan yang dapat dilakukan guru untuk siswa dengan ADHD yaitu mengevaluasi kebutuhan masing-masing siswa dan kekuatan, kemudian membangun strategi yang dapat membantu siswa dengan ADHD untuk fokus, menyelesaikan tugasnya, dan belajar untuk memaksimalkan kemampuan mereka. Peneliti telah melakukan wawancara sebagai data awal dalam penelitian ini. Berdasarkan wawancara dengan wali kelas II SD N Sarikarya Ibu A pada tanggal 16 November 2016, di sekolah tersebut ada seorang siswa dengan ADHD yang sekarang berada di kelas II tahun ajaran 20162017 bernama Z. Ibu A mengungkapkan pada saat pembelajaran siswa tersebut sering berkeliling kelas dan mengganggu temannya. Karena sering keluar kelas ketika pembelajaran, sehingga guru harus mengunci pintu tapi siswa tersebut keluar melalui jendela. Ibu A sebagai wali kelas mengungkapkan jika beliau masih kesulitan dalam menangani perilaku siswa tersebut dengan baik. Dalam wawancara, Ibu A mengungkapkan bahwa Z belum bisa berhitung penjumlahan dan pengurangan. Penjumlahan dan pengurangan di SD sudah mulai dipelajari siswa di bangku kelas I. Observasi yang peneliti lakukan dalam pembelajaran matematika, pada saat teman yang lainnya berdoa, Z berkeliling kelas dan mengganggu teman- temannya. Pada saat diberi tugas dari guru, Z tidak mengerjakan dan tidak selesai menuliskan soal. Selain itu pembelajaran di kelas juga tidak didukung dengan alat peraga maupun media pembelajaran yang dapat menarik perhatian Z. Dari hasil wawancara dengan guru kelas II, diketahui jika guru belum pernah mengajarkan penjumlahan dan pengurangan dengan alat peraga. Selain itu, guru juga meminta peneliti mendesain alat peraga untuk mengajarkan penjumlahan dan penguranan pada siswa dengan ADHD. Menurut Runtukahu dan Kandou 2014: 105 dan 111 jika dalam mengajarkan konsep penjumlahan dan pengurangan harus diperkenalkan dengan pengalaman konkret. Dalam Sastradiradja 1971: 1-3 penggunaan alat peraga dalam pembelajaran salah satunya berfungsi untuk menjadikan belajar lebih konkret nyata. Berdasarkan analisis permasalahan yang ada, peneliti mencoba untuk mengembangkan alat peraga berupa papan penjumlahan dan pengurangan yang diharapkan dapat membantu siswa dengan ADHD dalam belajar penjumlahan dan pengurangan. Pengembangan alat peraga ini menggunakan prinsip pada alat peraga montessori. Alat peraga montessori memiliki ciri menarik, bergradasi, kontekstual, kemandirian dan memiliki kendali kesalahan. Selain itu, peneliti juga menggunakan gambar tokoh dalam serial animasi Upin dan Ipin sebagai gambar dalam kartu, hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan siswa dengan ADHD yang mengatakan jika ia suka dengan serial animasi tersebut. Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran bertujuan untuk mendorong keinginan siswa dengan ADHD untuk tertarik dalam belajar penjumlahan dan pengurangan. Selain sebagai upaya untuk melakukan terapi yaitu dengan tujuan untuk meningkatkan konsentrasi siswa dengan ADHD, penggunaan alat peraga tersebut dapat mempermudah siswa dengan ADHD dalam memahami penjumlahan dan pengurangan. Menurut Chrisna salah satu teknik dalam mengajar siswa dengan ADHD, saat mengajar gunakan alat peraga, grafik, dan alat bantu visual lain 2013:70. Alat peraga selain sebagai cara untuk menarik perhatian siswa, salah satu fungsi utamanya adalah untuk mengubah materi yang abstrak menjadi konkret. Selain itu, pembelajaran menggunakan alat peraga dapat mengoptimalkan fungsi seluruh panca indra siswa untuk meningkatkan efektifitas dalam belajar dengan cara mendengar, melihat, meraba, dan menggunakan pikirannya secara logis dan realistis.

1.2 Rumusan Masalah