Pembelajaran Kontekstual KAJIAN PUSTAKA

D. Pembelajaran Kontekstual

Menurut Komalasari 2011, pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara, dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya. Pembelajaran kontekstual didasari oleh filosofi konstruktivisme. Menurut Glaserfeld dalam Komalasari, 2011, konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi bentukan kita sendiri. Glaserfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan realitas. Menurut Marpaung 2001, filsafat konstruktivisme adalah suatu filsafat ilmu pengetahuan yang bertanya tentang apa pengetahuan itu, bagaimana pengetahuan itu diperoleh manusia, mengapa pengetahuan itu perlu. Menurut konstruktivisme, pengetahuan adalah konstruksibentukan dari seseorang yang mengetahui. Bagaimana seseorang mengkonstruksi pengetahuannya itu sangat mempengaruhi kualitas pengetahuan yang dia miliki. Itu berarti kualitas pengetahuan seseorang tentang sesuatu bisa berbeda bahkan bisa sangat berbeda dari pengetahuan orang lain. Jadi, pengetahuan itu bukan representasi gambaran dari realitas, bahkan sesuatu yang objektif sama untuk semua orang pada tempat, waktu dan keadaan yang berbeda, bukan sesuatu yang sudah ada di luar sana yang tinggal ditemukan discovery saja dan dimasukkan dalam pikiran. Pengetahuan tentang objek, fenomena, informasi yang sama bisa dianggap berbeda satu sama lain. Hal ini karena skema kognitif setiap orang berbeda. Skema kognitif itu dibentuk dari pengalaman seseorang. Pengalaman yang berbeda membentuk skema kognitif yang berbeda, sehingga caranya seseorang melihat sesuatu juga berbeda. Menurut Piaget dalam Marpaung, 2001, skema kognitif itu dibangun melalui proses adaptasi yang meliputi dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah suatu proses merestrukturisasi informasi yang baru agar dapat diterima dalam skema kognitif yang sudah ada. Akomodasi adalah suatu proses merestrukturisasi skema kognitif yang sudah dimiliki agar dapat menerima informasi yang baru. Pengetahuan merupakan konstruksi dari mereka yang mengetahui, oleh karena itu seseorang yang belajar untuk mengetahui sesuatu harus aktif, tidak menerima secara pasif karena pengetahuan itu tidak dapat ditransfer dari mereka yang mengetahui ke mereka yang sedang belajar. Yang dimaksud dengan aktif di sini adalah aktif berbuat dan aktif berpikir. Ada tiga modus yang dapat digunakan dalam berbuat dan berpikir yaitu enaktif, ikonik dan simbolik. Menurut Bruner dalam Suwarsono, 2002, enaktif adalah tahap pembelajaran suatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari seacara aktif dengan menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan situasi yang nyata. Ikonik adalah pengetahuan direpresentasikan diwujudkan dalam bentuk bayangan visual visual imagery seperti gambar atau diagram yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif. Simbolik adalah pengetahuan direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak abstract symbols, yaitu simbol-simbol yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik simbol-simbol verbal misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat, lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain. Hakikat pengetahuan menurut Piaget dalam Sanjaya, 2013 adalah pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia nyata belaka, akan tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan seseorang. Seseorang membentuk skema, kategori, konsep dan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk pengetahuan. Dengan demikian, pengetahuan bukanlah tentang dunia lepas dari pengamat, melainkan merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksi dari pengalaman atau dunia sejauh dialaminya. Para konstuktivis pecaya bahwa pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang guru ke kepala orang lain siswa. Siswa sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman mereka. Menurut Glaserfeld dalam Komalasari, 2011, dalam proses konstruksi diperlukan beberapa kemampuan sebagai berikut: 1 kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman; 2 kemampuan membandingkan, mengambil keputusan justifikasi mengenai persamaan dan perbedaan; dan 3 kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada yang lain. Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman sangat penting karena pengetahuan dibentuk berdasarkan interaksi dengan pengalaman-pengalaman tersebut. Kemampuan membandingkan sangat penting untuk dapat menarik sifat yang lebih umum dari pengalaman- pengalaman khusus serta melihat kesamaan dan perbedaannya untuk dapat membuat klasifikasi dan membangun suatu pengetahuan. Kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada yang lain karena kadang seseorang lebih menyukai pengalaman tertentu daripada yang lain, maka muncullah soal nilai dari pengalaman yang kita peroleh. Dengan demikian, konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi manusia. Manusia mengonstruksi pengetahuan mereka melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungan mereka. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu dapat berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai.

E. Pemecahan Masalah