Landasan Teori TINJAUAN KEPUSTAKAAN

12 memahami pelanggan sedemikian rupa sehingga produk atau jasa itu cocok dengan pelanggan dan selanjutnya menjadi dirinya sendiri. Idealnya, pemasaran hendaknya menghasilkan seorang pelanggan yang siap untuk membeli. Semua yang dibutuhkan selanjutnya adalah menyediakan produk atau jasa itu. Pemasaran umumnya dipandang sebagai tugas untuk menciptakan, memperkenalkan dan menyerahkan barang dan jasa kepada konsumen dan perusahaan Sunarto, 2003:3. Definisi sosial menunjukkan peran yang dimainkan oleh pemasaran di masyarakat. Seorang pemasar mengatakan bahwa peran pemasaran adalah ”menghasilkan standar hidup yang lebih tinggi”. 2.2.1.2.Pengertian Manajemen Pemasaran Telah banyak para ahli yang mengemukakan definisi tentang pemasaran, walaupun kelihatan agak berbeda, tetapi sebenarnya mempunyai arti yang sama. Perbedaan ini disebutkan mereka dengan meninjau pasar dari segi yang berbeda-beda. Marketing berasal dari kata market yang berarti pasar, dan pasar disini bukan dalam arti pengertian kongkret, tetapi juga ditunjukkan pada pengertian abstrak. Banyak definisi yang diberikan para ahli, namun pada umumnya semua berpendapat bahwa kegiatan atau aktivitas merketing bukan hanya sekedar menjual barang atau jasa, melainkan mempunyai pengertian yang lebih luas. 13 William J. Shultz 1961 dalam Alma 2000; 86, memberikan definisi: Marketing manajement is the planning, direction and control of the entire marketing activity of a firm or division of a firm, yang artinya manajemen pemasaran adalah merencanakan, pengarahan dan pengawasan seluruh kegiatan pemasaran perusahaan ataupun bagian dari perusahaan. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa arti dari manajemen pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan yang saling berhubungan dari unsur-unsur pemasaran dengan sasaran saling memenuhi kebutuhan dan keinginan dari pasar yang ditunjang dengan harga yang memuaskan serta didistribusikan yang efektif. Dalam usaha memasarkan hasil produk secara maksimal perusahaan harus memperhatikan pula faktor-faktor yang ada diluar perusahaan, yang meliputi; konsumen, persaingan dan lingkungan. Hal ini diluar faktor yang dapat dikuasai oleh perusahaan seperti merek sebuah produk, harga, dan promosi yang dilakukan oleh perusahaan, ketentuan ini dapat menciptakan loyalitas konsumen terhadap produk perusahaan dan komitmen yang timbul dari pembelian sebelumnya, sehingga konsumen akan merasa puas, kemudian akan melakukan pembelian secara berulang-ulang. Selain itu manfaat tersebut perusahaan juga mampu mengetahui perkembangan barang atau produk yang dibuatnya. Dengan demikian perusahaan harus mampu mengetahui 14 bagaimana para konsumen memilih suatu produk yang mungkin memberikan kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut. 2.2.1.3.Konsep Pemasaran Setiap fungsi manajemen memberikan kontribusi tertentu pada saat penyusuanan konsep pemasaran yang berbeda. Pemasaran merupakan fungsi yang memiliki kontak paling besar dengan lingkungan eksternal, padahal perusahaan hanya memiliki kendali yang terbatas terhadap lingkungan eksternal. Oleh karena itu pemasar memainkan peranan dalam pengembangan strategi konsep pemasaran. Tjiptono 2000: 126 menyatakan bahwa dalam peranan strategi, pemasaran mencakup setiap usaha untuk mencapai kesesuaian antara perusahaan dengan lingkungannya dalam rangka mencari pemecahan atas masalah penentuan dua pertimbangan pokok. Pertama, bisnis apa yang digeluti perusahaan pada saat ini dan jenis bisnis apa yang dapat dimasuki di masa mendatang. Kedua, bagaimana bisnis yang telah dipilih tersebut dapat dijalankan dengan sukses dalam lingkungan yang kompetitif atas dasar perspestif produk, harga, promosi, dan distribusi bauran pemasaran untuk melayani pangsa pasar. Ada banyak implikasi dari aspek rasional dan emosioanal konsumen bagi konsep pemasaran. Di dalam pemasaran yang di ibaratkan sebagai suatu medan tempur bagi para produsen, dan para pedagang, maka perlu ditetapkan konsep, bagaimana cara memenangkan peperangan tersebut. 15 2.2.1.4.Strategi Pemasaran Startegi pemasaran merupakan alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran yang dipergunakan untuk melayani pasar sasaran. Strategi pemasaran memberi arah dalam kaitannya dengan variabel-variabel seperti segmentasi pasar, identifikasi pasar sasaran, positioning, elemen bauran pemasaran. Strategi pemasaram merupakan cara yang akan ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai kinerjanya dengan memusatkan perhatian pada konsumen, pesaing dan tujuan perusahaan. Alma 2000:157 menyatakan bahwa strategi perusahaan adalah pola keputusan yang menentukan dan mengukapkan sasaran, masksud kebijaksanaan utama dan merencanakan untuk pencapapaian tujuan serta merinci jangkauan bisnis yang dikejar oleh perusahaan. Penentuan strategi dapat dilakkan dengan membuat tiga macam keputusan yaitu : konsumen mana yang akan dituju, kepuasan seperti apa yang diinginkan konsumen tersebut dan marketing mix bauran pemasaran seperti apa yang akan dipakai untuk memberikan kepuasan kepada konsumen tersebut. 16

2.2.2. Pengalaman Pemasaran Experiental Marketing

2.2.2.1.Pengertian Pengalaman Pemasaran Experiental Marketing Schmitt 1999 dalam Andreani 2007: 2 Experiential marketing merupakan sebuah pendekatan untuk memberikan informasi yang lebih dari sekedar informasi mengenai sebuah produk atau jasa. Ada beberapa teori mengenai experiential marketing yang antara lain : 1. Experiential marketing is a new approach for the branding and information age. It deals with customer experiences and is quite different from traditional forms of marketing, which focus on functional features and benefits of products. Kutipan di atas menyatakan bahwa experiential marketing merupakan sebuah pendekatan baru untuk memberikan informasi mengenai merek dan produk. Hal ini terkait erat dengan pengalaman pelanggan dan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus pada fungsi dan keuntungan sebuah produk. 2. . … experiential marketing defined as a fusion of non-traditional modern marketing practices integrated to enhance a consumers personal and emotional association with a brand,. Inti kutipan itu experiential marketing merupakan perpaduan praktek antara pemasaran non tradisional yang terintegrasi untuk meningkatkan pengalaman pribadi dan emosional yang berkaitan dengan merek. 17 3. Importantly, the idea of experiential marketing reflects a right brain bias because it is about fulfilling consumers’ aspirations to experience certain feelings – comfort and pleasure on one hand, and avoidance of discomfort and displeasure on the other. Kutipan ini menyatakan bahwa inti experiential marketing sangat penting dalam merefleksikan adanya bias dari otak kanan karena menyangkut aspirasi pelanggan untuk memperoleh pengalaman yang berkaitan dengan perasaan tertentu – kenyamanan dan kesenangan di satu pihak dan penolakan atas ketidaknyaman dan ketidaksenangan di lain pihak. Dari definisi-definisi tersebut dapat dikatakan experiential marketing merujuk pada pengalaman nyata pelanggan terhadap brandproductservice untuk meningkatkan penjualan sales dan brand image awareness. Experiential marketing adalah lebih dari sekedar memberikan informasi dan peluang pada pelanggan untuk memperoleh pengalaman atas keuntungan yang didapat dari produk atau jasa itu sendiri tetapi juga membangkitkan emosi dan perasaan yang berdampak terhadap pemasaran, khususnya penjualan. Secara rinci Schmitt 1999 dalam Andreani 2007:2 mengatakan bahwa pengalaman yang didapat pelanggan menyangkut lima dimensi Pengalaman Pemasaran Experiential Marketing terdiri dari : 1. Panca indra Sense Panca indra berkaitan dengan gaya styles dan simbol-simbol verbal dan visual yang mampu menciptakan keutuhan sebuah kesan. Untuk 18 menciptakan kesan yang kuat, baik melalui iklan, packaging ataupun website , seorang pemasar perlu memilih warna yang tepat sejalan dengan company profile. Pilihan warna ini harus menarik untuk membangkitkan perhatian pelanggannya. Sebagai contoh warna kuning atau merah biasanya lebih baik daripada biru atau abu-abu. Meskipun kedua warna terakhir ini merupakan warna yang umum dalam sebuah perusahaan karena merupakan simbol daerah yang ‘aman’, tetapi warna ini bukanlah warna yang sangat baik untuk menarik perhatian pelanggan. Pemilihan warna harus sesuai dengan kriteria dan image perusahaan. Selain itu pilihan gaya styles yang tepat juga tak kalah pentingnya. Perpaduan antara bentuk, warna dan elemen-elemen yang lain membentuk berbagai macam gaya styles antara lain minimalis, ornamentalis, dinamis dan statis. Sebagai contoh adanya hotel dengan bermacam gaya. Business hotel tentunya berbeda dengan resort hotel dari pemilihan warna, lokasi, furniture maupun gaya arsitekturnya. Menurut Schmitt dalam Kustini 2007 Panca Indra sense di ukur oleh 6 indikator : 1. Bentuk produk. 2. Aroma produk. 3. Rasa produk. 4. Penataan letak produk. 5. Musik yang di perdengarkan. 6. Pencahayaan ruangan. 19 2. Rasa Feel Perasaan di sini sangatlah berbeda dengan kesan sensorik karena hal ini berkaitan dengan suasana hati dan emosi jiwa seseorang. Ini bukan sekedar menyangkut keindahan, tetapi suasana hati dan emosi jiwa yang mampu membangkitkan kebahagiaan atau bahkan kesedihan. Perusahaan Hallmark adalah contohnya. Pada saat menjelang Natal, Hallmark meluncurkan iklan TV yang menceritakan tentang seorang anak laki-laki yang hampir tidak dapat pulang berkumpul dengan keluarganya di hari Natal karena kendala salju yang tebal. Dia akhirnya dapat mewujudkan keinginannya pada saat adik laki-lakinya mulai menyanyikan Christmas Carols sehingga seluruh keluarga merasa bahagia dapat berkumpul bersama. Hallmark mampu menyampaikan ‘feel’ Natal sebagai momen untuk berbagi kasih bersama seluruh anggota keluarga. Menurut Schmitt dalam Kustini 2007 Rasa feel di ukur oleh 3 indikator : 1. Image produk. 2. Konsep produk. 3. Kesan produk. 20 3. Pikiran Think Dengan berpikir think dapat merangsang kemampuan intelektual dan kreativitas seseorang. Sebagai contoh, perusahaan komputer Apple melakukan kampanye iklan komputer yang tidak umum. Iklan ini tidak menampilkan adanya komputer tetapi menampilkan tokoh-tokoh heroik abad 20 mulai dari Einstein hingga John Lennon. Hal ini dilakukan Apple untuk memperbaiki kinerja pemasarannya disamping untuk menarik pelanggannya agar berpikir lebih luas dan berbeda mengenai perusahaan dan produknya. Contoh lainnya adalah Benetton yang menampilkan serangkaian iklan foto jurnalistik yang berupa foto- foto sederetan orang yang meninggal. Iklan ini terlalu mengejutkan. Oleh karena itu pemasar perlu berhati-hati dalam melakukan pendekatan ‘Think’ dan tidak terlalu provokatif serta berlebihan karena dapat merugikan. Dengan membuat pelanggan berpikir beda hal ini akan berakibat mereka mengambil posisi yang berbeda pula. Kadangkala posisi yang diambil ini bertentangan dengan harapan pemasar. Menurut schmitt dalam Kustini 2007 Perikiran think di ukur oleh 3 indikator : 1. Keadaan ruangan. 2. Layanan karyawan, misalnya penjaga kasir dan cleaning service. 3. Inovasi baru nama produk. 21 4. Perbuatan Act Perbuatan Act berkaitan dengan perilaku yang nyata dan gaya hidup seseorang. Hal ini berhubungan dengan bagaimana membuat orang berbuat sesuatu dan mengekspresikan gaya hidupnya. Riset pasar menunjukkan banyak orang membeli Volkswagen Beetle sebagai mobil kedua setelah BMW atau Lexus. Mereka mempunyai gaya hidup tertentu; mereka ingin mengendarai mobil yang lebih enak untuk dikendarai daripada mobil pertama mereka yang lebih profesional. Jadi ‘Act’ di sini meliputi perilaku yang nyata atau gaya hidup yang lebih luas. Ada berbagai cara untuk mengkomunikasikan ‘Act’. Dalam Web pemasar dapat menggunakan flash animations; di TV dengan iklan pendek. Sedangkan di lingkungan sosial dapat dilakukan dengan gambar hidup yang dapat bergerak dengan cepat. Media cetak bukanlah pilihan yang baik untuk ini. Pemilihan sarananya harus hati- hati dan tepat sehingga dapat membangkitkan pengalaman yang diinginkan. Menurut Schmitt dalam Kustini 2007 Perbuatan Act di ukur oleh 3 indikator : 1. Sistem pembayaran. 2. Pengambilan dan pemilihan produk. 3. Layanan lebih, misalnya wifi zone dan delivery service. 22 5. Menceritakan Relate Menceritakan Relate berkaitan dengan budaya seseorang dan kelompok referensinya yang dapat menciptakan identitas sosial. Seorang pemasar harus mampu menciptakan identitas sosial generasi, kebangsaan, etnis bagi pelanggannya dengan produk atau jasa yang ditawarkan. Pemasar dapat menggunakan simbol budaya dalam kampanye iklan dan desain Web yang mampu mengidentifikasikan kelompok pelanggan tertentu. Harley-Davidson merupakan contoh kampanye ‘Relate’ yang mampu menarik beribu-ribu pengendara motor besar di Amerika dalam rally di penjuru negara itu. Pelanggannya kebanyakan mempunyai tattoo berupa logo Harley- Davidson di lengan atau bahkan di seluruh tubuhnya. Mereka menunjukkan kelompok referensi tertentu dengan apa yang dimilikinya. Menurut Schmitt dalam Kustini 2007 Menceritakan Relate di ukur oleh 2 indikator : 1. Menceritakan pengalaman ke orang lain. 2. Memberikan rekomendasi ke orang lain. 2.2.2.2.Karakteristik Pengalaman Pemasaran Experiental Marketing Menurut Schmmit 1999 Kustini 2007:47 dalam Experiental Marketing berbeda dari pemasaran tradisional yang memusatkan pada fitur dan manfaat empat cara utama, yaitu: 23 1. Fokus pada pengalaman pertama Berbeda dengan pemasaran tradisional, experiental marketing berfokus pada pengalaman pelanggan. Pengalaman yang terjadi sebagai akibat pertemuan, menjalani, atau melewati situasi tertentu. Pengalaman memberikan nilai-nilai indrawi, emosional, kogntiif, perilaku dan relasional yang menggantikan nilai-nilai fungsional. 2. Menguji situasi konsumsi Pemasar eksperensial menciptakan sinergi untuk dapat meningkatkan pengalaman konumsi. Pelanggan tidak hanya mengevaluasi suatu produk sebagai produk yang berdiri sendiri dan juga tidak hanya mengenalisis tampilan dan fungsi saja, melainkan pelanggan lebih menginginkan suatu produk yang sesuai dengan situasi dan pengalaman pada saat mengkonsumsi produk tersebut. 3. Mengenali aspek rasional dan emosional sebagai pemicu dari konsumsi Jangan memberlakukan pelanggan hanya sebagai pembuat keputusan yang rasional, pelangan ingin dihibur, dirangsang, dipengaruhi secara emosional dan ditantang secara kreatif. 4. Metode dan perangkat bersifat elektrik Metode dan perangkat untuk mengukur pengalaman seseorang tidak bersifat elektrik, yaitu tidak hanya terbatas pada satu metode saja, melainkan memilih metode dan perangkat yang sesuai tergantung dari 24 obyek yang diukur. Jadi bersifat lebih pada kustomisasi untuk setiap situasi dari pada menggunakan suatu standart yang sama. 2.2.2.3.Manfaat Pengalaman Pemasaran Experiential Marketing Fokus perhatian utama experiental marketing adalah diutamakan pada tanggapan panca indera, pengaruh, cognitive experience, tindakan dan hubungan. Oleh karena itu pemasar badan usaha harus dapat menciptakan experiental brands yang dapat menghubungkan dengan kehidupan yang nyata pelanggan. experiental marketing dapat dimanfaatkan secara efektif apabila diterapkan pada situasi tertentu. Schmmit 1999 dalam Kustini 2007:47, menunjukkan beberapa manfaat yang dapat diterima dan dirasakan apabila badan usaha menerapkan experiental marketing. Manfaat tersebut antara lain: 1. Untuk membangkitkan kembali merek yang sedang merosot 2. Untuk membedakan satu produk dengan produk pesaing 3. Untuk menciptakan citra dan identitas sebuah badan usaha 4. Untuk mempromosikan inovasi 5. Untuk memperkenalkan percobaan, pembelian dan yang paling penting adalah konsumsi loyal. Selain itu menurut Schmitt badan usaha banyak yang menerapkan experiental marketing untuk salah satu tujuan berikut ini Kustini, 2007:48: 25 a. Untuk mengembangkan produk baru sehingga dapat menyediakan produk yang variatif b. Untuk dapat berkomunikasi dengan pelanggan c. Untuk meningkatkan hubungan dalam penjualan d. Untuk mendesain tempat retail e. Untuk membangun web-site 2.2.2.4.Perlunya Pengalaman Pertama Experiental Marketing Zarem 2000 dalam Andreani 2007:3 mengutip pernyataan Sanders, Direktur Yahoo, yang menyatakan bahwa pengalaman merupakan dasar perekonomian baru untuk semua industri. Sebagai contoh industri penerbangan berkompetisi menawarkan harga yang kompetitif dan keselamatan yang tinggi. Mereka berusaha menawarkan pengalaman terbang flying experience sebagai senjata bersaingnya. Lebih lanjut Sanders menyatakan bahwa saat ini adalah masanya ‘experience’ economy . Tanpa mempedulikan produk atau jasa yang dijual, seorang pemasar perlu memberikan pengalaman yang tak terlupakan bagi pelanggan karena hal inilah yang sangat mereka hargai. Lippman dalam Andreani 2007:3, president of corporate sales and marketing Emap USA, tidak sependapat dengan Sanders. Menurut Lippman, pengalaman ini bukan merupakan hal yang baru karena konsep pemasaran seperti ini sudah dilakukan sejak jaman dahulu. Yang membedakan adalah cara-cara memasarkan produk dan jasa. Sekarang ini 26 pemasar menggunakan internet dan TV kabel, yang belum tersedia bertahun-tahun lalu. Lippman tidak menyangkal akan efektifitas konsep ini karena menurut beliau konsepnya tetap sama tetapi kemasannya atau caranya saja yang berbeda. Menurut Wong 2005 dalam Andreani 2007:3, pengalaman merupakan sebuah alat yang membedakan produk atau jasa. Tidak dapat disangkal bahwa dengan semakin berkembangnya teknologi produk dan jasa maka penciptaan product differentiation sangatlah sulit, bahkan kadang kala tidak mungkin dilakukan. Dengan kematangan sebuah produk maka kompetisi menjadi sangat ketat karena para kompetitor menawarkan core product dengan fungsi dan fitur yang sama. Oleh karena itu hanya ada sedikit perbedaan yang bisa diciptakan. Lalu apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal ini? Menurut Wong 2005 dalam Andreani 2007:3 ada 2 pilihan yang dapat disiasati : Differentiate on how well you do it i.e., compete on operational quality or differentiate on how and where you do it. Kutipan itu artinya membedakan dengan cara sebaik mungkin yang bisa dilakukan pemasar misalnya bersaing dalam memperbaiki kinerja dan kualitas operasional atau membedakan dengan cara bagaimana dan di mana pemasar melakukannya. Sebagai contoh dengan teknologi yang canggih, pemasar dapat memberikan kemudahan checkout bagi pelanggannya,memberikan pelanggan kesempatan untuk melakukan sendiri dengan caranya sendiri atau dengan proses-proses inovatif lainnya. 27 Seringkali product differentiation tergantung pada hal-hal yang bersifat subyektif dan estetik sejalan dengan usaha pemasar untuk membangkitkan ikatan emosi pelanggannya. Sekarang ini pelanggan menganggap fungsi, fitur, kualitas produk serta brand image yang positif sebagai hal yang biasa atau umum. Oleh karena itu pemasar seharusnya tidak hanya melakukan promosi saja tetapi juga harus mampu merealisasikan janji-janjinya secara operasional dan nyata sehingga merek produk dapat tertanam dalam benak konsumen brand awareness dengan memberikan kejutan-kejutan emosional dan membangkitkan suasana jiwa mereka dengan pengalaman yang unik. Experiential marketing juga digunakan sebagai sarana untuk membangun brand equity. Brand equity mencakup interaksi gaya hidup pelanggan yang tidak dapat dipisahkan. Pemasar perlu mengkomunikasikan asosiasi, minat, gaya hidup dari produk dan jasa yang dijual dalam kontek sosial yang luas serta dalam ikatan emosi yang kuat. Menurut Widdis 2001 dalam Andreani 2007:3 hal ini dapat dilakukan melalui public relations, special events, sponsorship promotions atau advertising iklan. Internet juga dapat mengkomunikasikan semua ini dan menciptakan pengalaman yang tak terlupakan. Selain itu point of sale displays dapat menyampaikan pesan atas pengalaman yang ingin dikomunikasikan. Jika disampaikan secara tepat, pemasar dapat membidik pelanggan yang lebih setia brand loyalty dengan point-of-sale ini. Lebih lanjut Zarem 2000 dalam Andreani 2007:3 juga mengutip Sanders yang 28 menyatakan experiential marketing dapat dilakukan secara on line, menggunakan streaming media-audio, video, live events, seminar dan interview. Sebagai tambahan Kotler Keller 2006 dalam Andreani 2007:3 mengutip pernyataan Schmitt bahwa pengalaman pelanggan dapat dilakukan melalui experience providers sarana atau alat yang memberikanmenyediakan pengalaman bagi pelanggan antara lain : 1. Communications: iklan, public relations, laporan tahunan, brosur, newsletters dan magalogs. 2. Visual verbal identity: nama merek, logo, signage, kendaraan sebagai transportasi. 3. Product presense: desain produk, packaging, point-of-sale displays. 4. Co-branding: event marketing, sponsorships, alliances partnership kemitraan, licencing hak paten, iklan di TV atau bioskop. 5. Environments: retail and public spaces, trade booths, corporate buildings, interior kantor dan pabrik. 6. Web sites and electronic media: situs perusahaan, situs produk dan jasa, CD-ROMs, automated emails, online advertising, intranets. 7. People: salespeople, customer service representtatives, technical supportrepair providers layanan perbaikan, company spokepersons, CEOs dan eksekutif terkait. Menurut Irwin Greenberg 2003 dalam Andreani 2007:3, disamping perkembangannya yang sangat cepat experiential marketing 29 menghadapi beberapa tantangan, utamanya terkait dengan ukuran keberhasilannya measurement. Tetapi Hazlett menanggapi bahwa meskipun terlalu dini untuk mengharapkan ukuran hasil yang dicapai, para pemasar tidak akan menunggu untuk ini karena mereka membenarkan menyetujui apa yang telah dibuktikan oleh sebuah riset: Pelanggan tidak mampu membedakan perbedaan diantara produk-produk. Perkembangan teknologi menghasilkan banyak persamaan diantara produk-produk itu. Perubahan yang ditawarkan customer service menimbulkan efek yang sama bagi pelanggannya. Meskipun demikian keefektifan experiential marketing telah dibuktikan oleh Bigham berdasarkan riset yang dilakukannya terhadap 14 kategori produk dan jasa. 11 diantara 14 pelanggan mengatakan bahwa mereka lebih suka memperoleh pengalaman pribadi atau mendengarnya dari orang yang mereka kenal atas produk atau jasa yang baru. Hal ini bertentangan dengan strategi yang dilakukan melalui TV, radio. media cetak, surat dan internet. Oleh karena itu metode pemasaran harus inovatif dan mengikuti perkembangan jaman karena experiential marketing menawarkan strategi yang berharga bagi sebuah merek untuk membidik targetnya. Riset itu juga membuktikan bahwa experiential marketing secara keseluruhan sangat efektif dalam mempengaruhi brand perception persepsi atas sebuah merek dan purchasing decisions keputusan pembelian, meskipun ini tidak terlalu banyak dimanfaatkan. 30 Jadi dengan experiential marketing, pemasar diharapkan dapat menggunakan berbagai pilihan strategi yang sesuai sesuai dengan tujuan yang diharapkan, baik itu untuk mencapai brand awareness, brand perception, brand equity ataupun brand loyalty. Experiential marketing memberikan peluang pada pelanggan untuk memperoleh serangkaian pengalaman atas merek, produk dan jasa yang memberikan cukup informasi untuk melakukan keputusan pembelian. Aspek emosional dan rasional adalah beberapa aspek yang hendak dibidik pemasar melalui program ini dan seringkali kedua aspek ini memberikan efek yang luar biasa dalam pemasaran.

2.2.3. Loyalitas Pelanggan Customer Loyalty

2.2.3.1.Pengertian Loyalitas Pelanggan Customer Loyalty Customer Loyalty loyalitas pelanggan merupakan dorongan yang sangat penting untuk menciptakan penjualan. Pelanggan akan menjadi loyal kalau pelanggan memandang perusahaan itu sebagai perusahaan yang baik. Di mata pelanggan, suatu perusahaan yang baik itu bila pelanggan melakukan pembelian pertama dari perusahaan dan setelah pembelian pertama, pelanggan akan punya keinginan untuk melakukan pembelian berikutnya. Definisi Loyalitas pelanggan menurut Griffin 1995 dalam Kustini 2007 :51 adalah “A customer is he or she exhibist purchase difined as non random purchase by dicision making unit. In addation, the trem loyalty is 31 condition of some duration and require that the act purchase accour no less than two times”. Seorang pelanggan dapat dikatakan setia atau loyal apabila pelanggan tersebut menunjukkan perilaku pembelian secara teratur yang dilakukan oleh para pembuat keputusan. Pelanggan yang setia menurut Griffin 1995 dalam Kustini 2007 :51 adalah sebagai berikut : “A loyal customer is one who makes regular repeat purchase, purchase across product and service lines, refers others, and demonstrates and immunity to the pull of competition”. Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa seorang pelanggan yang setia adalah pelanggan yang melakukan pembelian yang berulang-ulang pada perusahaan atau badan usaha yang sama, membeli lini produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan atau badan usaha yang sama, memberitahukan kepada orang lain kepuasan-kepuasan yang didapatdari perusahaan dan menunjukkan kekebalan terhadap tawaran dari perusahaan atau badan usaha pesaing. Pada awal perkembangannya loyalitas sering dikaitkan dengan perilaku. Pelanggan dapat dimanifestasikan dalam bentuk perilaku, misalnya mengatakan hal yang baik atau merekomendasikan suatu produk atau jasa kepada orang lain. Swastha 2000:73 memberikan pengertian yang sama atas loyalitas merek dengan loyalitas pelanggan. Memang benar bahwa loyalitas merek mencerminkan loyalitas pelanggan terhadap merek 32 tertentu, tetapi apabila pelanggan dimengerti sama dengan konsumen, maka loyalitas pelanggan lebih luas cakupannya dari loyalitas merek, karenaloyalitas terhadap merek, loyalitas terhadap produk, loyalitas terhadap kemasan dan loyalitas terhadap toko. Kesetiaan pelanggan dapat dijabarkan dalam bentuk sebagai berikut : 1. Sikap dan perilaku berkelanjutan mempersembahkan karya produk dan pelayanan bermutu terbaik demi kepuasan pelanggan. 2. Fleksibelitas menyesuaikan mutu produk dengan kebituhan pelanggan yang nyata. 3. Antusias menyambut dan memperhatikan costumer complaint bukan menghindarinya. 4. Berupaya tulus memperhatikan kepentingan kesetiaan pelanggan sebagai insan manusia. 5. Kesadaran bahwa semua itu harus didukung suasana kepuasan pekerja. Tjiptono 1997:24 menyatakan bahwa terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat diantaranya : 1. hubungan antara pelanggan dan pelanggannya menjadi harmonis. 2. memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, serta terbentuknya rekomendasi dari mulut ke mulut word of mouth yang dapat menguntungkan bagi perusahaan. Selain itu Tjiptono 1997:36 mengemukakan bahwa terdapat dua variabel utama yang menentukan kepuasan pelanggan, yaitu expectations 33 dan perceived performance. Apabila perceived performance melebihi expectations maka pelanggan akan puas, tetapi sebaliknya bila perceived performance lebih rendah bila dibandingkan dengan expectations maka pelanggan akan merasa tidak puas. Selanjutnya karena tingkat kepuasan tersebut akan dapat menimbulkan loyalitas pelanggan, maka loyalitas sebagai variabel yang disebabkan oleh suatu kombinasi dari kepuasan, rintangan, pengalihan switcing barrier pemasok dan keluhan. Bagi perusahaan, salah satu faktor penentu kesuksesan dalam menciptakan kesetiaan para pelanggan adalah kepuasan terhadap kualitas yang diberikan. Dengan demikian, kualitas produk yang baik akan menciptakan, mempertahankan kepuasan serta menjadi konsumen yang loyal. Karakteristik konsumen yang loyal salah satunya adalah selalu melakukan pembelian ulang secara terus-menerus. Pelanggan adalah orang biasa membeli pada suatu badan usaha secara tetap, hal ini dapat diciptakan dengan adanya suatu interaksi pada tiap frekuensi kesempatan selama satu periode waktu tertentu, yang dibangun secara kuat dan berulang-ulang. Tanpa adanya jalinan yang kuat maka orang tersebut tidak bisa dikatakan seorang pelanggan tapi hanyalah seorang pembeli biasa. Menurut Mowen 2001: 108 kesetiaan merek dapat di definisikan sebagai suatu keadaan dimana konsumen memiliki sikap yang positif terhadap suatu merek, yang memiliki komitmen terhadap suatu merek 34 tersebut dan berniat untuk melakukan pembelian ulang terhadap produk dengan merek tertentu dimasa yang akan datang. Kesetiaan adalah kesediaan dari pelanggan untuk melakukan pembelian produk atau layanan hanya pada satu badan usaha. Seorang pelanggan dapat dikatakan setia jika orang itu melakukan pembeliaan secara berulang pada badan usaha yang sama, membeli melalui line produk dan jasa yang ditawarkan oleh badan usaha yang sama, memberitahukan kepada orang lain kepuasan-kepuasan yang didapat dari suatu badan usaha dan menunjukkan kekebalan terhadap tawaran badan usaha pesaing. Maka dari itu kepuasan pelanggan dapat dijelaskan sebagai berikut: kesetiaan seseorang yang biasa melakukan pembelian pada suatu badan usaha secara tetap, yang ditunjukkan oleh ciri-ciri sebagai berikut: melakukan pembelian berulang-ulang pada suatu badan usaha, memiliki kekebalan terhadap tawaran badan usaha pesaing dan merekomendasikan badan usaha kepada orang lain. Untuk dapat memenangkan persaingan hal terpenting yang harus dilakukan adalah memuaskan Pelanggan. Perusahaan yang dapat menjaga agar konsumennya puas akan lebih mudah umtuk mempertahankan bahkan mengembangkan usahanya karena konsumennya lebih setia, sehingga kosumen kerap melakukan pembelian berulang dan rela membayar lebih. Kesetiaan pelanggan menceminkan komitmen psikologis atau suatu komitmen untuk membeli kembali secara konsisten suatu barang atau 35 jasa dimasa yang akan datang. Kesetiaan tidak terbentuk dengan sendirinya dan dalam waktu yang singkat tetapi memerlukan suatu proses belajar dan pengalaman dari pelanggan itu sendiri.

2.2.4. Pengaruh Pengalaman Pemasaran Terhadap Loyalitas Pelanggan

Menurut Schmitt 1999 dalam Kustini 2007 :44, Pengalaman Pemasaran Experiential Marketing merupakan sebuah pendekatan untuk memberikan informasi yang lebih dari sekedar informasi mengenai sebuah produk atau jasa. Pengalaman Pemasaran Experiential Marketing dimulai dari respon yang diberikan oleh pelanggan terhadap suatu produk dalam bentuk pengalaman sehingga pembeli terjadi pembelian terhadap produk atau jasa tersebut. Dalam arti apabila pengalaman yang diterima oleh pelanggan selama mereka membeli produk terbentuk dengan baik, maka akan menimbulkan kesan yang mendalam yang membuat pelanggan loyal terhadap produk tersebut. Schmitt dan Wheeler 2002 dalam Hendra Adhi Baskara 2006, mengkaitkan antara brandied customer experience macam-macam pengalaman pelanggan dengan loyalitas pelanggan. Experiential Marketing merupakan teknik pemasaran yang di dalam pelaksanaannya lebih menggunakan unsur pengalaman, emosi dan situasi pelanggan. Schmitt dan Wheeler beragumentasi bahwa pengalaman pelanggan dimulai dengan pengalaman acak random experience yang meningkat menjadi pengalaman yang dapat di duga predictable experience karena 36 adanya konsistensi dan internasional, meningkat lagi menhadi brandied customer experience karena adanya konsistensi, internasional, diferensiasi, dan bernilai vaulable, dan akhirnya meningkat menjadi loyalitas pelanggan costomer loyalty. Konsep Experiential Marketing menciptakan pengalaman yang berharga dalam diri pelanggan sehingga timbul rangsangan yang dapat menciptakan sikap secara affective maupun cognitive. Dalam konsep Experiential Marketing sikap yang terbentuk pertama kali dalam diri pelanggan adalah sikap secara affective karena dalam konsep ini seorang pelanggan akan di sentuh secara sisi emosi terlebih dahulu melalui pengalaman – pengalaman yang mereka dapatkan pada saat mereka melakukan pembelian dan setelah melakukan pembelian kemudian akan terbentuklah kepercayaan terhadap produk yang merupakan bagian dari sikap cognitive. Dalam konsep Experiential Marketing akan ada suatu pembentukan sikap dalam diri pelanggan yang berawal dari pengenalan produk yang di sertai dengan pengalaman yang di dapatkan, pelanggan secara emosi akan mendapatkan emosi atau perasaan terhadap produk tersebut sehingga pelanggan akan mengalami suatu konflik dalam dirinya mengenai suatu produk yang akan di konsumsinya tersebut. Kemudian pelanggan tersebut akan melakukan evaluasi terhadap produk tersebut dengan cara dapat berupa perbandingan produk tersebut dengan peroduk lainnya, setelah melakukan evaluasi maka pelanggan akan mendapatkan 37 pilihan produk yang cocok dengan dirinya sehingga akan terbentuk suatau sikap dalam diri pelanggan terhadap produk tersebut. Loyalitas merupakan tujuan dari Experiential Marketing yang bersifat positif. Untuk mempertahankan loyalitas tersebut badan usaha tidak hanya dapat menyandarkan pada kepuasan yang dirasakan pelanggan, tetapi lebih dari itu bahwa pengalaman dan kepercayaan merupakan perantara kunci dalam membangun loyalitas. Kustini, 2007:51 Dapat disimpulkan bahwa konsep Experiential Marketing yang diterapkan perusahaan atau badan usaha, maka kenaikan angka penjualan dalam strategi pemasaran tersebut dapat dikatakan berhasil. Tetapi terlebih dahulu bila konsep experiential marketing tersebut dapat membuat pelanggan berulang – ulang membeli produk dan akan menimbulkan kesan yang mendalam dan membuat para pelanggan itu akan loyal terhadap produk tersebut. 38

2.3. Kerangka Konseptual

Tetap Membeli Produk yang Sama Y 1 Kebal terhadap Tawaran perusahaan Pesaing Y 3 Puas terhadap Layanan dan Kualitas Y 2 Customer Loyalty Y Experiental Marketing X Rasa Produk X 1.3 Aroma Produk X 1.2 Bentuk Produk X 1.1 Pencahayaan Ruangan X 1.6 Musik yang diperdengarkan X 1.5 Penataan Letak Produk X 1.4 Kesan Produk X 2.3 Konsep Produk X 2.2 Image Produk X 2.1 Feel X 2 Layanan Lebih X 3.3 Pengambilan dan Pemilihan Produk X 3.2 Sistem Pembayaran X 3.1 Act X 3 Sense X 1 Relate X 5 Memberikan Rekomendasi ke Orang Lain X 5.2 Menceritakan Pengalaman ke Orang lain X 5.1 Inovasi baru nama produk X 4.3 Layanan Karyawan X 4.2 Keadaan Ruangan X 4.1 Think X 4 39

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah diungkapkan pada bab sebelumnya, maka hipotesis pada penelitian ini adalah: “Diduga terdapat pengaruh positif antara Pengalaman Pemasaran terhadap Loyalitas Pelanggan di Burgerman Surabaya”.