PENGARUH PENGALAMAN PEMASARAN TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN DI BURGERMAN SURABAYA.

(1)

LOYALITAS PELANGGAN DI BURGERMAN SURABAYA

Yang diajukan

0512O1O229/ FE / EM APRISTA YUWANITA

Telah diseminarkan dan di setujui untuk menyusun skripsi oleh :

Pembimbing Utama

Yuniningsih,SE,MSI Tanggal : ………..

Mengetahui

Ketua Jurusan Manajemen

NIP. 030 191 295 Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS


(2)

LOYALITAS PELANGGAN DI BURGERMAN SURABAYA

Yang diajukan

0512O1O229/ FE / EM APRISTA YUWANITA

Disetujui untuk ujian lisan oleh :

Pembimbing Utama

Yuniningsih,SE,MSI Tanggal : ………..

Mengetahui

Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

NIP. 030 194 137 Drs. Ec. Saiful Anwar, MSI


(3)

LOYALITAS PELANGGAN DI BURGERMAN SURABAYA

Yang diajukan

0512O1O229/ FE / EM APRISTA YUWANITA

Telah disetujui untuk diseminarkan oleh :

Pembimbing Utama

Yuniningsih,SE,MSI Tanggal : ………..

Mengetahui

Ketua Jurusan Manajemen

NIP. 030 191 295 Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS


(4)

SURABAYA

Yang diajukan

0512O1O229/ FE / EM APRISTA YUWANITA

Telah dipertahankan di hadapan dan diterima oleh tim penguji skripsi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal : 26 Maret 2010

Pembimbing Utama: Tim Penguji:

Ketua

Yuniningsih, SE, MSI Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS

Sekretaris,

Dra. Ec. Tri Kartika Pertiwi, MSI Anggota

Yuniningsih, SE, MSI Mengetahui,

Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

NIP. 030 202 389


(5)

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Pengalaman Pemasaran Terhadap Loyalitas Pelanggan di Burgerman Surabaya”. Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen, pada Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini tidak akan terselesaikan tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP., Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin N, MM., Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS., Ketua Program Studi Manajemen Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Ibu Yuniningsih, SE, MSI., Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingannya, pengarahan dan ilmu kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh staf Dosen Fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan ilmunya.


(6)

menyelesaikan skripsi.

7. Semua pihak yang telah membantu dan tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, terima kasih.

Akhirnya kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun akan penulis terima dengan senang hati demi sempurnanya skripsi ini.

Surabaya, Maret 2010


(7)

iii

KATA PENGANTAR ……… i

DAFTAR ISI ………... iii

DAFTAR TABEL ………... vii

DAFTAR GAMBAR ……….. ix

DAFTAR LAMPIRAN ………... x

ABSTRAKSI ……… xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ……….. 1

1.2. Perumusan Masalah ………. 8

1.3. Tujuan Penelitian ………. 8

1.4. Manfaat Penelitian ………... 9

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Penelitian Terdahulu ………... 10

2.2. Landasan Teori ……….. 11

2.2.1. Pemasaran ……….. 11

2.2.1.1. Pengertian Pemasaran ………. 11

2.2.1.2. Pengertian Manajemen Pemasaran ………. 12

2.2.1.3. Pengertian Konsep Pemasaran ……… 14


(8)

iv

2.2.2.2. Karakteristik Pengalaman Pemasaran ………. 22

2.2.2.3. Manfaat Pengalaman Pemasaran ……… 24

2.2.2.4. Perlunya Pengalaman Pemasaran ………... 25

2.2.3. Loyalitas Pelanggan ……….. 30

2.2.3.1. Pengertian Loyalitas Pelanggan ……….. 30

2.2.4. Pengaruh Pengalaman Pemasaran terhadap Loyalitas Pelanggan …. 35 2.3. Kerangka Konseptual ……… 38

2.4. Hipotesis ……… 39

BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ……… 40

3.1.1. Devinisi Operasional Variabel ……….. 40

3.1.2. Pengukuran Variabel ………. 45

3.2. Teknik Penentuan Sampel ……… 46

3.3. Teknik Pengumpulan Data ………... 48

3.3.1. Jenis Data ……….. 48

3.3.2. Sumber Data ……….. 48

3.3.3. Pengumpulan Data ………. 48

3.4. Teknik Analisis Data dan Uji Hipotesis ……… 49

3.4.1. Teknik Analisis Data ……….. 49


(9)

v

3.4.2.3. Uji Validitas ………. 59

3.4.2.4. Evaluasi Normalitas ………. 59

3.4.2.5. Evaluasi Outlers ………... 60

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian ……….. 61

4.1.1. Sejarah Singkat Obyek Penelitian ……….. 61

4.1.2. Gambaran Umum Obyek Penelitian ……….. 62

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ………... 65

4.2.1. Deskripsi Variabel Panca Indra ………. 65

4.2.2. Deskripsi Variabel Rasa ………. 68

4.2.3. Deskripsi Variabel Perbuatan ……… 70

4.2.4. Deskripsi Variabel Pikiran ………. 72

4.2.5. Deskripsi Variabel Menceritakan ………... 73

4.2.6. Deskripsi Variabel Loyalitas Pelanggan ……… 75

4.3. Deskripsi Hasil Analisis dan Uji Hipotesis ………. 76

4.3.1. Asumsi Model ……… 76

4.3.1.1. Uji Outliers Multivariate ………. 76

4.3.1.2. Uji Reliability Consistency Internal ……… 77

4.3.1.3. Uji Validitas Standardize Factor Loading dan Construct Dengan Confirmatory Faktor Analysis ………... 79


(10)

vi

4.3.2. Analisis Model One-Step Approach to SEM ……... 84 4.3.3. Pengujian Hipotesis Kausalitas ………... 88 4.4. Pembahasan ………... 89

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ………... 91

5.2. Saran ………... 91

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

Oleh :

Aprista Yuwanita

Abstraksi

Burgermen merupakan usaha di bidang jasa yang menjual makanan burger dalam bentuk nyata dan memberikan layanan serta fasilitas kepada pelanggan. Untuk mengatasi persaingan yang ketat pihak burgerman harus mempunyai sesuatu yang khusus dalam memasarkan produknya dengan menggunakan pengalaman pemasaran. Dalam melaksanakan pengalaman pemasaran Burgerman melibatkan sisi emosi pelanggan agar merasa nyaman selama mereka membeli makanan burger ditempat itu. Dengan adanya keterlibatan sisi emosi pelanggan dalam melakukan pembelian makanan burger, maka para pelanggan akan mendapatkan pengalaman menarik selama mereka membeli produk di Burgerman. Pengalaman menarik yang di dapat pelanggan tersebut sangat mendukung pelanggan untuk menjadi loyal. Tujuan dari penelitian ini adalah pengaruh pengalaman pemasaran terhadap loyalitas pelanggan di Burgerman Surabaya.

Model yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modeling (SEM), dengan menggunakan satu variabel bebas yaitu pengalaman pemasaran (X1) dan satu variabel terikat yaitu loyalitas pelanggan (Y). Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh pengalaman pemasaran terhadap loyalitas pelanggan dilakukan pembahasan mengenai hasil penelitian yang diperoleh, ditemukan hasil bahwa pengalaman pemasaran berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan di Burgerman Surabaya.

Keyword : Pengalaman Pemasaran, Loyalitas Pelanggan


(12)

(13)

1 1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam kondisi persaingan yang semakin ketat, setiap perusahaan harus mampu bertahan hidup, bahkan harus dapat terus berkembang. Salah satu hal yang perlu dilakukan dan diperhatikan oleh setiap perusahaan adalah mempertahankan pelanggan yang telah ada dan terus mengharap pelanggan-pelanggan potensial baru agar tidak berpaling ke produk lain.

Loyalitas pelanggan terhadap produk merupakan konsep yang sangat penting khususnya pada kondisi tingkat persaingan yang sangat ketat dengan pertumbuhan yang rendah. Pada kondisi demikian loyalitas pelanggan sangat dibutuhkan agar perusahaan dapat bertahan hidup. Di samping itu, upaya mempertahankan loyalitas pelanggan ini merupakan upaya strategis yang lebih efektif dibandingkan dengan upaya menarik pelanggan baru.

Untuk dapat menarik pelanggan baru saat ini banyak perusahaan yang menggunakan pendekatan Experiential Marketing dimana pendekatan ini bukan hanya menjual produk yang bagus tetapi juga membuat pelanggan merasakan emosi yang mendalam dengan produk yang dijual. Sehingga menimbulkan kesan dan terjadi hubungan emosi yang mendalam dengan produk yang di jual.


(14)

Experiental Marketing merupakan sebuah pendekatan untuk memberikan informasi yang lebih dari sekedar informasi mengenai sebuah produk atau jasa. Experiantal Marketing dimulai dari respon yang diberikan oleh pelanggan terhadap suatu produk dalam bentuk pengalaman sehingga pembeli terjadi pembelian terhadap produk atau jasa tersebut. Pemasaran dengan menggunakan Experiental Marketing merupakan perkembangan dari teori yang telah ada, dengan cara memberikan pengalaman yang menyentuh sisi emosi pelanggan terhadap produk yang ditawarkan oleh produsen.

Dorongan untuk menjadi yang terunik dengan memberikan sentuhan Experiental (pengalaman yang mengesankan) dalam setiap proses pemasaran semakin menguat. Hal tersebut tidak mudah karena situasi persaingan produk yang semakin kompetitif dan pilihan media untuk beriklan yang semakin luas, mendorong para pemasar untuk mencari inovasi baru agar dapat menghasilkan produk yang unik dan tidak dapat ditiru oleh pesaing sehingga lebih baik mengadakan pendekatan sensori pelanggan pada rasio pelanggan.

Sensori yang terdapat dalam sense, feel, think, act, relate diyakini akan lebih efektif bagi pelanggan (Schmmit, 2006), karena sensorik yang terdapat dalam sense, feel, think, act, relate dapat memberikan pengalaman jiwa yang luar biasa. Pelanggan tidak hanya tertarik pada fungsi produk dan jasa, melainkan lebih dalam lagi, yaitu pengalaman jiwa yang masuk kedalam produk atau jasa tersebut. Diferensiasi seperti ini yang akan membuat produk keluar dari commodity zone, yang mampu membuat


(15)

pelanggan rela membayar lebih mahal dengan senang hati dan tanpa merasa terpaksa. Pengalaman-pengalaman ini yang akan menjadi penentu kunci bagi loyalitas pelanggan.

Demikian juga dibidang usaha makanan siap saji yang juga ikut berkembang. Burgerman merupakan salah satu perusahaan yang menyediakan makanan siap saji. Hidangan utama di Burgerman adalah Hamburger, namun mereka juga menyajikan minuman ringan, kentang goreng dan hidangan lainnya yang di sesuaikan dengan lidah orang Indonesia. Guna memberikan pendekatan Experiential Marketing yang berbeda kepada konsumen, pihak Burgerman menyediakan berbagai fasilitas layanan yang lebih diantaranya yaitu delivery service dan waifi zone. Pihak Burgerman juga meluncurkan inovasi produk makanan baru yang diantaranya yaitu Crispy chiken dan chiken-mu. Agar para konsumen tidak pindah ke produk makanan siap saji lainnya.

Masalah yang dihadapi oleh Bugerman adalah terjadinya ketidakstabilan penjualan yang cenderung menurun dan sering banyaknya jumlah komplain dalam pembelian, maka akan disajikan data penjualan sebagai berikut :

Tabel 1.1. berikut ini hasil data penjualan di Burgerman dalam 1 tahun terakhir dan target perbulan dalam persentase realisasi penjualan, Mulai bulan Januari – Desember 2009, sebagai berikut :


(16)

Tabel 1.1

Data Penjualan dan target perbulan dalam persentase realisasi penjualan Di Burgerman Surabaya

Periode Januari – Desember 2009

Periode Penjualan Target Penjualan % realisasi (rupiah) Perbulan Penjualan

Jan 2009 22.734.800 22.000.000 103,34 % Feb 2009 18.986.500 22.000.000 86,30 %

Mar 2009 21.829.000 22.000.000 99,22 % Apr 2009 19.441.500 22.000.000 88,37 % Mei 2009 22.356.500 22.000.000 101,62 % Jun 2009 20.501.900 22.000.000 93,19 % Jul 2009 19.684.300 22.000.000 89,47 % Agu 2009 19.555.800 22.000.000 88,89 % Sep 2009 19.419.400 22.000.000 88,27 % Okt 2009 19.249.500 22.000.000 87,50 % Nov 2009 19.194.800 22.000.000 87,25 % Des 2009 18.214.300 22.000.000 82,79 %

Sumber : Marketing Manajer Burgerman, Tahun 2009.

Berdasarkan table 1.1, dapat di ketahui bahwa selama 1 tahun terakhir dari bulan Januari – Desember 2009 telah terjadi ketidakstabilan pada penjualan yang cenderung mengalami penurunan di burgerman surabaya, dimulai pada bulan januari 2009 dengan penjualan 22.734.800 persentase realisasi penjualan sebesar 103,34 %, pada bulan Febuari 2009 telah mengalami penurunan penjualan 18.986.500 persentase realisasi penjualan sebesar 86,30 %, pada bulan Maret 2009 telah mengalami penurunan penjualan 21.829.000 persentase realisasi penjualan sebesar 99,22 %,


(17)

pada bulan April 2009 telah mengalami penurunan penjualan 19.441.500 persentase realisasi penjualan sebesar 88,37 %, pada tahun Mei 2009 telah mengalami peningkatan penjualan 22.356.500 persentase realisasi penjualan sebesar 101,62 %, pada bulan Juni 2009 telah mengalami penurunan penjualan 20.501.900 persentase realisasi penjualan sebesar 93,19 %, pada bulan Juli 2009 telah mengalami penurunan penjualan 19.684.300 persentase realisasi penjualan 89,47 %, pada bulan Agustus 2009 telah mengalami penurunan penjualan 19.555.800 persentase realisasi penjuaaln sebesar 88,89 %, pada bulan September 2009 telah mengalami penurunan 19.419.400 persentase realisasi penjualan sebesar 88,27 %, pada bulan Oktober 2009 telah mengalami penurunan 19.249.500 persentase realisasi penjualan sebesar 87,50 %, pada bulan November 2009 telah mengalami penurunan 19.194.800 persentase realisasi penjualan sebesar 87,25 %, dan pada bulan Desember 2009 telah mengalami penurunan 18.214.300 persentase realisasi penjualan sebesar 82,79 %.

Tabel 1.2. berikut ini akan disajikan data jumlah komplain pelanggan di Burgerman dalam 1 tahun terakhir, mulai Januari – Desember 2009, adalah sebagai berikut :


(18)

Tabel 1.2

Jumlah Komplain Pelanggan Di Burgerman Surabaya Periode Januari – Desember 2009

Periode Jumlah (orang) Jan 2009 23 orang Feb 2009 18 orang Mar 2009 22 orang Apr 2009 19 orang Mei 2009 20 orang Jun 2009 25 orang Jul 2009 30 orang Agu 2009 36 orang Sep 2009 42 orang Okt 2009 45 orang Nov 2009 52 orang Des 2009 55 orang

Sumber : Marketing Manajer Burgerman, Tahun 2009.

Berdasarkan tabel 1.2, dapat diketahui bahwa selama 1 tahun terakhir dari bulan Januari – Desember 2009 telah terjadi kecenderungan kenaikan jumlah komplain pelanggan di Burgerman dari 23 orang menjadi 55 orang.

Terjadinya ketidakstabilan penjualan yang cenderung menurun dengan jumlah komplain pelanggan semakin naik dan Banyak hal yang menjadi penyebabnya, salah satunya adalah pelayanaan Burgerman pada pelanggan kurang bagus, kurang kering dalam memasak daging burger, proses pemesanan hidangan datangnya lama, kurang luasnya tempat parkir sehingga banyak pelanggan kurang nyaman, letak lokasi Burgerman kurang


(19)

strategis di karenakan berada di dalam perumahan, dan tempat duduk pengunjung antara tempat duduk satu dengan yang lainnya saling berdekatan.

Menurut Schmitt (1999) dalam Kustini (2007 :44) Experiential Marketing (pengalaman pemasaran) merupakan sebuah pendekatan untuk memberikan informasi yang lebih dari sekedar informasi mengenai sebuah produk dan jasa. Experiential marketing di mulai dari respon yang diberikan oleh pelanggan terhadap suatu produk dalam bentuk pengalaman sehingga pembeli terjadi pembelian terhadap produk dan jasa tersebut. Experiential marketing menurut Andreani (2007:2) hanya lebih sekedar memberikan informasi dan peluang pada pelanggan untuk memperoleh pengalaman atas keuntungan yang didapat dari produk atau jasa itu sendiri tetapi juga membangkitkan emosi dan perasaan yang berdampak terhadap pemasaran, khususnya penjualan. Sedangkan Customer loyalty (loyalitas pelanggan) menurut Griffin (1995 :31) Pelanggan yang melakukan pembelian secara berulang-ulang pada perusahaan atau badan usaha yang sama.

Hubungan pengalaman pemasaran (experiential marketing) terhadap loyalitas pelanggan (customer loyalty) seperti yang dinyatakan Schmitt (1999) dalam Kustini (2007 :44) bahwa loyalitas merupakan tujuan dari experiential marketing (pengalaman pemasaran). Untuk mempertahankan loyalitas tersebut badan usaha tidak hanya dapat menyadarkan pada kepuasan yang dirasakan pelanggan, tetapi lebih dari itu bahwa pengalaman dan kepercayaan merupakan perantara kunci dalam membangun loyalitas.


(20)

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang Experiential Marketing (pengalaman pemasaran) yang dilakukan oleh Burgerman. Judul yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

“Pengaruh Pengalaman Pemasaran Terhadap Loyalitas Pelanggan Di Burgerman Surabaya”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di kemukakan di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

“Apakah pengalaman pemasaran berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan di Burgerman Surabaya ?”.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah penelitian maka tujuan dari penelitian ini adalah :

“Untuk menganalisis pengaruh pengalaman pemasaran terhadap loyalitas pelanggan di Burgerman Surabaya”.


(21)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a) Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat dipergunakan bagi peneliti yang akan datang sebagai bahan acuan atau pertimbangan dalam penelitiannya agar dapat lebih baik dari penelitian yang telah ada sebelumnya.

b) Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini dapat di pergunakan oleh perusahaan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan perusahaan yang berkaitan dengan produknya dan loyalitas pelanggan.

c) Bagi Lembaga

Hasil penelitian ini dapat menambah referensi perbendaharaan buku dari penelitian yang ada di perpustakaan dan juga dapat di jadiakan sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya.


(22)

10

2.1. Penelitian Terdahulu A. Kustini (2007)

Penelitian terdahulu yang relevan dengan judul penelitian “penerapan Experiential Marketing”. Experiential Marketing adalah upaya pemasaran yang menggunakan peristiwa pribadi yang terjadi sebagai tanggapan atas beberapa jenis stimulus sebagai penghubung antara produk dengan pelanggan untuk menciptakan pengalaman melalui panca indra (sense), menciptakan pengalaman efektif (feel), menciptakan pengalaman berpikir secara kreatif (think), menciptakan pengalaman pelanggan yang berhubungan dengan tubuh secara fisik dengan perilaku dan gaya hidup (act), menciptakan pengalaman yang terhubung dengan keadaan sosial dan gaya hidup (relate).

Dapat disimpulkan Experiential Marketing berpengaruh positif terhadap customer loyalty di boutique roti bread talk Plaza Surabaya. Hal ini berarti jika sense, feel, think, act, dan relate dari pelanggan boutique roti bread talk juga tinggi, maka kepuasan pelanggan di boutique bread talk Plaza Surabaya juga tinggi.


(23)

B. Fransisca Adreani (2007)

Penelitian terdahulu yang relevan dengan judul penelitian “Experiential Marketing”. Experiential Marketing memberikan peluang pada pelanggan untuk memperoleh serangkaian pengalaman atas merek, produk dan jasa yang memberikan cukup informasi untuk melakukan keputusan pembelian.

Dapat disimpulkan Experiential Marketing itu bertujuan untuk memberikan peluang atau kesempatan pada pelanggan untuk memperoleh pengalaman yang melibatkan perasaan, emosional dan rasional pelanggan yang berkaitan dengan produk dan jasa.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Pemasaran

2.2.1.1.Pengertian Pemasaran

Pemasaran adalah proses sosial yang didalamnya individu dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. (Sunarto, 2003:6)

Definisi manajerial, pemasaran sering digambarkan sebagai ”Seni menjual produk”. Menurut Peter Drucker, ahli teori manajemen mengatakan bahwa orang dapat mengasumsikan bahwa akan selalu ada kebutuhan akan penjualan. Akan tetapi, tujuan pemasaran bukan untuk memperluas penjualan. Tujuan pemasaran adalah untuk mengetahui dan


(24)

memahami pelanggan sedemikian rupa sehingga produk atau jasa itu cocok dengan pelanggan dan selanjutnya menjadi dirinya sendiri. Idealnya, pemasaran hendaknya menghasilkan seorang pelanggan yang siap untuk membeli. Semua yang dibutuhkan selanjutnya adalah menyediakan produk atau jasa itu.

Pemasaran umumnya dipandang sebagai tugas untuk menciptakan, memperkenalkan dan menyerahkan barang dan jasa kepada konsumen dan perusahaan (Sunarto, 2003:3). Definisi sosial menunjukkan peran yang dimainkan oleh pemasaran di masyarakat. Seorang pemasar mengatakan bahwa peran pemasaran adalah ”menghasilkan standar hidup yang lebih tinggi”.

2.2.1.2.Pengertian Manajemen Pemasaran

Telah banyak para ahli yang mengemukakan definisi tentang pemasaran, walaupun kelihatan agak berbeda, tetapi sebenarnya mempunyai arti yang sama. Perbedaan ini disebutkan mereka dengan meninjau pasar dari segi yang berbeda-beda.

Marketing berasal dari kata market yang berarti pasar, dan pasar disini bukan dalam arti pengertian kongkret, tetapi juga ditunjukkan pada pengertian abstrak. Banyak definisi yang diberikan para ahli, namun pada umumnya semua berpendapat bahwa kegiatan atau aktivitas merketing bukan hanya sekedar menjual barang atau jasa, melainkan mempunyai pengertian yang lebih luas.


(25)

William J. Shultz (1961) dalam Alma (2000; 86), memberikan definisi: Marketing manajement is the planning, direction and control of the entire marketing activity of a firm or division of a firm, yang artinya manajemen pemasaran adalah merencanakan, pengarahan dan pengawasan seluruh kegiatan pemasaran perusahaan ataupun bagian dari perusahaan.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa arti dari manajemen pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan yang saling berhubungan dari unsur-unsur pemasaran dengan sasaran saling memenuhi kebutuhan dan keinginan dari pasar yang ditunjang dengan harga yang memuaskan serta didistribusikan yang efektif.

Dalam usaha memasarkan hasil produk secara maksimal perusahaan harus memperhatikan pula faktor-faktor yang ada diluar perusahaan, yang meliputi; konsumen, persaingan dan lingkungan. Hal ini diluar faktor yang dapat dikuasai oleh perusahaan seperti merek sebuah produk, harga, dan promosi yang dilakukan oleh perusahaan, ketentuan ini dapat menciptakan loyalitas konsumen terhadap produk perusahaan dan komitmen yang timbul dari pembelian sebelumnya, sehingga konsumen akan merasa puas, kemudian akan melakukan pembelian secara berulang-ulang. Selain itu manfaat tersebut perusahaan juga mampu mengetahui perkembangan barang atau produk yang dibuatnya. Dengan demikian perusahaan harus mampu mengetahui


(26)

bagaimana para konsumen memilih suatu produk yang mungkin memberikan kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut.

2.2.1.3.Konsep Pemasaran

Setiap fungsi manajemen memberikan kontribusi tertentu pada saat penyusuanan konsep pemasaran yang berbeda. Pemasaran merupakan fungsi yang memiliki kontak paling besar dengan lingkungan eksternal, padahal perusahaan hanya memiliki kendali yang terbatas terhadap lingkungan eksternal. Oleh karena itu pemasar memainkan peranan dalam pengembangan strategi konsep pemasaran.

Tjiptono (2000: 126) menyatakan bahwa dalam peranan strategi, pemasaran mencakup setiap usaha untuk mencapai kesesuaian antara perusahaan dengan lingkungannya dalam rangka mencari pemecahan atas masalah penentuan dua pertimbangan pokok. Pertama, bisnis apa yang digeluti perusahaan pada saat ini dan jenis bisnis apa yang dapat dimasuki di masa mendatang. Kedua, bagaimana bisnis yang telah dipilih tersebut dapat dijalankan dengan sukses dalam lingkungan yang kompetitif atas dasar perspestif produk, harga, promosi, dan distribusi (bauran pemasaran) untuk melayani pangsa pasar. Ada banyak implikasi dari aspek rasional dan emosioanal konsumen bagi konsep pemasaran.

Di dalam pemasaran yang di ibaratkan sebagai suatu medan tempur bagi para produsen, dan para pedagang, maka perlu ditetapkan konsep, bagaimana cara memenangkan peperangan tersebut.


(27)

2.2.1.4.Strategi Pemasaran

Startegi pemasaran merupakan alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran yang dipergunakan untuk melayani pasar sasaran.

Strategi pemasaran memberi arah dalam kaitannya dengan variabel-variabel seperti segmentasi pasar, identifikasi pasar sasaran, positioning, elemen bauran pemasaran. Strategi pemasaram merupakan cara yang akan ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai kinerjanya dengan memusatkan perhatian pada konsumen, pesaing dan tujuan perusahaan.

Alma (2000:157) menyatakan bahwa strategi perusahaan adalah pola keputusan yang menentukan dan mengukapkan sasaran, masksud kebijaksanaan utama dan merencanakan untuk pencapapaian tujuan serta merinci jangkauan bisnis yang dikejar oleh perusahaan.

Penentuan strategi dapat dilakkan dengan membuat tiga macam keputusan yaitu : konsumen mana yang akan dituju, kepuasan seperti apa yang diinginkan konsumen tersebut dan marketing mix (bauran pemasaran) seperti apa yang akan dipakai untuk memberikan kepuasan kepada konsumen tersebut.


(28)

2.2.2. Pengalaman Pemasaran (Experiental Marketing)

2.2.2.1.Pengertian Pengalaman Pemasaran (Experiental Marketing)

Schmitt (1999) dalam Andreani (2007: 2) Experiential marketing merupakan sebuah pendekatan untuk memberikan informasi yang lebih dari sekedar informasi mengenai sebuah produk atau jasa. Ada beberapa teori mengenai experiential marketing yang antara lain :

1. Experiential marketing is a new approach for the branding and information age. It deals with customer experiences and is quite different from traditional forms of marketing, which focus on functional features and benefits of products. Kutipan di atas menyatakan bahwa experiential marketing merupakan sebuah pendekatan baru untuk memberikan informasi mengenai merek dan produk. Hal ini terkait erat dengan pengalaman pelanggan dan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus pada fungsi dan keuntungan sebuah produk.

2. . … experiential marketing defined as "a fusion of non-traditional modern marketing practices integrated to enhance a consumer's personal and emotional association with a brand,". Inti kutipan itu experiential marketing merupakan perpaduan praktek antara pemasaran non tradisional yang

terintegrasi untuk meningkatkan pengalaman pribadi dan emosional yang berkaitan dengan merek.


(29)

3. Importantly, the idea of experiential marketing reflects a right brain bias because it is about fulfilling consumers’ aspirations to experience certain feelings – comfort and pleasure on one hand, and avoidance of discomfort and displeasure on the other. Kutipan ini menyatakan bahwa inti experiential marketing sangat penting dalam merefleksikan adanya bias dari otak kanan karena menyangkut aspirasi pelanggan untuk memperoleh pengalaman yang berkaitan dengan perasaan tertentu – kenyamanan dan kesenangan di satu pihak dan penolakan atas ketidaknyaman dan ketidaksenangan di lain pihak.

Dari definisi-definisi tersebut dapat dikatakan experiential marketing merujuk pada pengalaman nyata pelanggan terhadap brand/product/service untuk meningkatkan penjualan/ sales dan brand image/ awareness. Experiential marketing adalah lebih dari sekedar memberikan informasi dan peluang pada pelanggan untuk memperoleh pengalaman atas keuntungan yang didapat dari produk atau jasa itu sendiri tetapi juga membangkitkan emosi dan perasaan yang berdampak terhadap pemasaran, khususnya penjualan.

Secara rinci Schmitt (1999) dalam Andreani (2007:2) mengatakan bahwa pengalaman yang didapat pelanggan menyangkut lima dimensi Pengalaman Pemasaran (Experiential Marketing) terdiri dari :

1. Panca indra (Sense)

Panca indra berkaitan dengan gaya (styles) dan simbol-simbol verbal dan visual yang mampu menciptakan keutuhan sebuah kesan. Untuk


(30)

menciptakan kesan yang kuat, baik melalui iklan, packaging ataupun website, seorang pemasar perlu memilih warna yang tepat sejalan dengan company profile. Pilihan warna ini harus menarik untuk membangkitkan perhatian pelanggannya. Sebagai contoh warna kuning atau merah biasanya lebih baik daripada biru atau abu-abu. Meskipun kedua warna terakhir ini merupakan warna yang umum dalam sebuah perusahaan karena merupakan simbol daerah yang ‘aman’, tetapi warna ini bukanlah warna yang sangat baik untuk menarik perhatian pelanggan. Pemilihan warna harus sesuai dengan kriteria dan image perusahaan. Selain itu pilihan gaya (styles) yang tepat juga tak kalah pentingnya. Perpaduan antara bentuk, warna dan elemen-elemen yang lain membentuk berbagai macam gaya (styles) antara lain minimalis, ornamentalis, dinamis dan statis. Sebagai contoh adanya hotel dengan bermacam gaya. Business hotel tentunya berbeda dengan resort hotel dari pemilihan warna, lokasi, furniture maupun gaya arsitekturnya. Menurut Schmitt dalam Kustini (2007) Panca Indra (sense) di ukur oleh 6 indikator :

1. Bentuk produk. 2. Aroma produk. 3. Rasa produk.

4. Penataan letak produk. 5. Musik yang di perdengarkan. 6. Pencahayaan ruangan.


(31)

2. Rasa (Feel)

Perasaan di sini sangatlah berbeda dengan kesan sensorik karena hal ini berkaitan dengan suasana hati dan emosi jiwa seseorang. Ini bukan sekedar menyangkut keindahan, tetapi suasana hati dan emosi jiwa yang mampu membangkitkan kebahagiaan atau bahkan kesedihan. Perusahaan Hallmark adalah contohnya. Pada saat menjelang Natal, Hallmark meluncurkan iklan TV yang menceritakan tentang seorang anak laki-laki yang hampir tidak dapat pulang berkumpul dengan keluarganya di hari Natal karena kendala salju yang tebal. Dia akhirnya dapat mewujudkan keinginannya pada saat adik laki-lakinya mulai menyanyikan Christmas Carols sehingga seluruh keluarga merasa bahagia dapat berkumpul bersama. Hallmark mampu menyampaikan ‘feel’ Natal sebagai momen untuk berbagi kasih bersama seluruh anggota keluarga.

Menurut Schmitt dalam Kustini (2007) Rasa (feel) di ukur oleh 3 indikator :

1. Image produk. 2. Konsep produk. 3. Kesan produk.


(32)

3. Pikiran (Think)

Dengan berpikir (think) dapat merangsang kemampuan intelektual dan kreativitas seseorang. Sebagai contoh, perusahaan komputer Apple melakukan kampanye iklan komputer yang tidak umum. Iklan ini tidak menampilkan adanya komputer tetapi menampilkan tokoh-tokoh heroik abad 20 mulai dari Einstein hingga John Lennon. Hal ini dilakukan Apple untuk memperbaiki kinerja pemasarannya disamping untuk menarik pelanggannya agar berpikir lebih luas dan berbeda mengenai perusahaan dan produknya. Contoh lainnya adalah Benetton yang menampilkan serangkaian iklan foto jurnalistik yang berupa foto-foto sederetan orang yang meninggal. Iklan ini terlalu mengejutkan. Oleh karena itu pemasar perlu berhati-hati dalam melakukan pendekatan ‘Think’ dan tidak terlalu provokatif serta berlebihan karena dapat merugikan. Dengan membuat pelanggan berpikir beda hal ini akan berakibat mereka mengambil posisi yang berbeda pula. Kadangkala posisi yang diambil ini bertentangan dengan harapan pemasar.

Menurut schmitt dalam Kustini (2007) Perikiran (think) di ukur oleh 3 indikator :

1. Keadaan ruangan.

2. Layanan karyawan, misalnya penjaga kasir dan cleaning service. 3. Inovasi baru nama produk.


(33)

4. Perbuatan (Act)

Perbuatan (Act) berkaitan dengan perilaku yang nyata dan gaya hidup seseorang. Hal ini berhubungan dengan bagaimana membuat orang berbuat sesuatu dan mengekspresikan gaya hidupnya. Riset pasar menunjukkan banyak orang membeli Volkswagen Beetle sebagai mobil kedua setelah BMW atau Lexus. Mereka mempunyai gaya hidup tertentu; mereka ingin mengendarai mobil yang lebih enak untuk dikendarai daripada mobil pertama mereka yang lebih profesional. Jadi ‘Act’ di sini meliputi perilaku yang nyata atau gaya hidup yang lebih luas. Ada berbagai cara untuk mengkomunikasikan ‘Act’. Dalam Web pemasar dapat menggunakan flash animations; di TV dengan iklan pendek. Sedangkan di lingkungan sosial dapat dilakukan dengan gambar hidup yang dapat bergerak dengan cepat. Media cetak bukanlah pilihan yang baik untuk ini. Pemilihan sarananya harus hati-hati dan tepat sehingga dapat membangkitkan pengalaman yang diinginkan.

Menurut Schmitt dalam Kustini (2007) Perbuatan (Act) di ukur oleh 3 indikator :

1. Sistem pembayaran.

2. Pengambilan dan pemilihan produk.


(34)

5. Menceritakan (Relate)

Menceritakan (Relate) berkaitan dengan budaya seseorang dan kelompok referensinya yang dapat menciptakan identitas sosial. Seorang pemasar harus mampu menciptakan identitas sosial (generasi, kebangsaan, etnis) bagi pelanggannya dengan produk atau jasa yang ditawarkan. Pemasar dapat menggunakan simbol budaya dalam kampanye iklan dan desain Web yang mampu mengidentifikasikan kelompok pelanggan tertentu. Harley-Davidson merupakan contoh kampanye ‘Relate’ yang mampu menarik beribu-ribu pengendara motor besar di Amerika dalam rally di penjuru negara itu. Pelanggannya kebanyakan mempunyai tattoo berupa logo Harley-Davidson di lengan atau bahkan di seluruh tubuhnya. Mereka menunjukkan kelompok referensi tertentu dengan apa yang dimilikinya.

Menurut Schmitt dalam Kustini (2007) Menceritakan (Relate) di ukur oleh 2 indikator :

1. Menceritakan pengalaman ke orang lain. 2. Memberikan rekomendasi ke orang lain.

2.2.2.2.Karakteristik Pengalaman Pemasaran (Experiental Marketing)

Menurut Schmmit (1999) Kustini (2007:47) dalam Experiental Marketing berbeda dari pemasaran tradisional yang memusatkan pada fitur dan manfaat empat cara utama, yaitu:


(35)

1. Fokus pada pengalaman pertama

Berbeda dengan pemasaran tradisional, experiental marketing berfokus pada pengalaman pelanggan. Pengalaman yang terjadi sebagai akibat pertemuan, menjalani, atau melewati situasi tertentu. Pengalaman memberikan nilai-nilai indrawi, emosional, kogntiif, perilaku dan relasional yang menggantikan nilai-nilai fungsional.

2. Menguji situasi konsumsi

Pemasar eksperensial menciptakan sinergi untuk dapat meningkatkan pengalaman konumsi. Pelanggan tidak hanya mengevaluasi suatu produk sebagai produk yang berdiri sendiri dan juga tidak hanya mengenalisis tampilan dan fungsi saja, melainkan pelanggan lebih menginginkan suatu produk yang sesuai dengan situasi dan pengalaman pada saat mengkonsumsi produk tersebut.

3. Mengenali aspek rasional dan emosional sebagai pemicu dari konsumsi

Jangan memberlakukan pelanggan hanya sebagai pembuat keputusan yang rasional, pelangan ingin dihibur, dirangsang, dipengaruhi secara emosional dan ditantang secara kreatif.

4. Metode dan perangkat bersifat elektrik

Metode dan perangkat untuk mengukur pengalaman seseorang tidak bersifat elektrik, yaitu tidak hanya terbatas pada satu metode saja, melainkan memilih metode dan perangkat yang sesuai tergantung dari


(36)

obyek yang diukur. Jadi bersifat lebih pada kustomisasi untuk setiap situasi dari pada menggunakan suatu standart yang sama.

2.2.2.3.Manfaat Pengalaman Pemasaran (Experiential Marketing)

Fokus perhatian utama experiental marketing adalah diutamakan pada tanggapan panca indera, pengaruh, cognitive experience, tindakan dan hubungan. Oleh karena itu pemasar badan usaha harus dapat menciptakan experiental brands yang dapat menghubungkan dengan kehidupan yang nyata pelanggan. experiental marketing dapat dimanfaatkan secara efektif apabila diterapkan pada situasi tertentu. Schmmit (1999) dalam Kustini (2007:47), menunjukkan beberapa manfaat yang dapat diterima dan dirasakan apabila badan usaha menerapkan experiental marketing. Manfaat tersebut antara lain:

1. Untuk membangkitkan kembali merek yang sedang merosot 2. Untuk membedakan satu produk dengan produk pesaing 3. Untuk menciptakan citra dan identitas sebuah badan usaha 4. Untuk mempromosikan inovasi

5. Untuk memperkenalkan percobaan, pembelian dan yang paling penting adalah konsumsi loyal.

Selain itu menurut Schmitt badan usaha banyak yang menerapkan experiental marketing untuk salah satu tujuan berikut ini (Kustini, 2007:48):


(37)

a. Untuk mengembangkan produk baru sehingga dapat menyediakan produk yang variatif

b. Untuk dapat berkomunikasi dengan pelanggan c. Untuk meningkatkan hubungan dalam penjualan d. Untuk mendesain tempat retail

e. Untuk membangun web-site

2.2.2.4.Perlunya Pengalaman Pertama (Experiental Marketing)

Zarem (2000) dalam Andreani (2007:3) mengutip pernyataan Sanders, Direktur Yahoo, yang menyatakan bahwa pengalaman merupakan dasar perekonomian baru untuk semua industri. Sebagai contoh industri penerbangan berkompetisi menawarkan harga yang kompetitif dan keselamatan yang tinggi. Mereka berusaha menawarkan pengalaman terbang (flying experience) sebagai senjata bersaingnya. Lebih lanjut Sanders menyatakan bahwa saat ini adalah masanya ‘experience’ economy. Tanpa mempedulikan produk atau jasa yang dijual, seorang pemasar perlu memberikan pengalaman yang tak terlupakan bagi pelanggan karena hal inilah yang sangat mereka hargai.

Lippman dalam Andreani (2007:3), president of corporate sales and marketing Emap USA, tidak sependapat dengan Sanders. Menurut Lippman, pengalaman ini bukan merupakan hal yang baru karena konsep pemasaran seperti ini sudah dilakukan sejak jaman dahulu. Yang membedakan adalah cara-cara memasarkan produk dan jasa. Sekarang ini


(38)

pemasar menggunakan internet dan TV kabel, yang belum tersedia bertahun-tahun lalu. Lippman tidak menyangkal akan efektifitas konsep ini karena menurut beliau konsepnya tetap sama tetapi kemasannya atau caranya saja yang berbeda.

Menurut Wong (2005) dalam Andreani (2007:3), pengalaman merupakan sebuah alat yang membedakan produk atau jasa. Tidak dapat disangkal bahwa dengan semakin berkembangnya teknologi produk dan jasa maka penciptaan product differentiation sangatlah sulit, bahkan kadang kala tidak mungkin dilakukan. Dengan kematangan sebuah produk maka kompetisi menjadi sangat ketat karena para kompetitor menawarkan core product dengan fungsi dan fitur yang sama. Oleh karena itu hanya ada sedikit perbedaan yang bisa diciptakan.

Lalu apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal ini? Menurut Wong (2005) dalam Andreani (2007:3) ada 2 pilihan yang dapat disiasati : Differentiate on how well you do it (i.e., compete on operational quality) or differentiate on how and where you do it. Kutipan itu artinya membedakan dengan cara sebaik mungkin yang bisa dilakukan pemasar (misalnya bersaing dalam memperbaiki kinerja dan kualitas operasional) atau membedakan dengan cara bagaimana dan di mana pemasar melakukannya. Sebagai contoh dengan teknologi yang canggih, pemasar dapat memberikan kemudahan checkout bagi pelanggannya,memberikan pelanggan kesempatan untuk melakukan sendiri dengan caranya sendiri atau dengan proses-proses inovatif lainnya.


(39)

Seringkali product differentiation tergantung pada hal-hal yang bersifat subyektif dan estetik sejalan dengan usaha pemasar untuk membangkitkan ikatan emosi pelanggannya. Sekarang ini pelanggan menganggap fungsi, fitur, kualitas produk serta brand image yang positif sebagai hal yang biasa atau umum. Oleh karena itu pemasar seharusnya tidak hanya melakukan promosi saja tetapi juga harus mampu merealisasikan janji-janjinya secara operasional dan nyata sehingga merek produk dapat tertanam dalam benak konsumen (brand awareness) dengan memberikan kejutan-kejutan emosional dan membangkitkan suasana jiwa mereka dengan pengalaman yang unik.

Experiential marketing juga digunakan sebagai sarana untuk membangun brand equity. Brand equity mencakup interaksi gaya hidup pelanggan yang tidak dapat dipisahkan. Pemasar perlu mengkomunikasikan asosiasi, minat, gaya hidup dari produk dan jasa yang dijual dalam kontek sosial yang luas serta dalam ikatan emosi yang kuat. Menurut Widdis (2001) dalam Andreani (2007:3) hal ini dapat dilakukan melalui public relations, special events, sponsorship promotions atau advertising (iklan). Internet juga dapat mengkomunikasikan semua ini dan menciptakan pengalaman yang tak terlupakan. Selain itu point of sale displays dapat menyampaikan pesan atas pengalaman yang ingin dikomunikasikan. Jika disampaikan secara tepat, pemasar dapat membidik pelanggan yang lebih setia (brand loyalty) dengan point-of-sale ini. Lebih lanjut Zarem (2000) dalam Andreani (2007:3) juga mengutip Sanders yang


(40)

menyatakan experiential marketing dapat dilakukan secara on line, menggunakan streaming media-audio, video, live events, seminar dan interview.

Sebagai tambahan Kotler & Keller (2006) dalam Andreani (2007:3) mengutip pernyataan Schmitt bahwa pengalaman pelanggan dapat dilakukan melalui experience providers (sarana atau alat yang memberikan/menyediakan pengalaman bagi pelanggan) antara lain :

1. Communications: iklan, public relations, laporan tahunan, brosur, newsletters dan magalogs.

2. Visual/ verbal identity: nama merek, logo, signage, kendaraan sebagai transportasi.

3. Product presense: desain produk, packaging, point-of-sale displays. 4. Co-branding: event marketing, sponsorships, alliances & partnership

(kemitraan), licencing (hak paten), iklan di TV atau bioskop. 5. Environments: retail and public spaces, trade booths, corporate

buildings, interior kantor dan pabrik.

6. Web sites and electronic media: situs perusahaan, situs produk dan jasa, CD-ROMs, automated emails, online advertising, intranets. 7. People: salespeople, customer service representtatives, technical

support/repair providers (layanan perbaikan), company spokepersons, CEOs dan eksekutif terkait.

Menurut Irwin& Greenberg (2003) dalam Andreani (2007:3), disamping perkembangannya yang sangat cepat experiential marketing


(41)

menghadapi beberapa tantangan, utamanya terkait dengan ukuran keberhasilannya (measurement). Tetapi Hazlett menanggapi bahwa meskipun terlalu dini untuk mengharapkan ukuran hasil yang dicapai, para pemasar tidak akan menunggu untuk ini karena mereka membenarkan/ menyetujui apa yang telah dibuktikan oleh sebuah riset: Pelanggan tidak mampu membedakan perbedaan diantara produk-produk. Perkembangan teknologi menghasilkan banyak persamaan diantara produk-produk itu. Perubahan yang ditawarkan customer service menimbulkan efek yang sama bagi pelanggannya.

Meskipun demikian keefektifan experiential marketing telah dibuktikan oleh Bigham berdasarkan riset yang dilakukannya terhadap 14 kategori produk dan jasa. 11 diantara 14 pelanggan mengatakan bahwa mereka lebih suka memperoleh pengalaman pribadi atau mendengarnya dari orang yang mereka kenal atas produk atau jasa yang baru. Hal ini bertentangan dengan strategi yang dilakukan melalui TV, radio. media cetak, surat dan internet. Oleh karena itu metode pemasaran harus inovatif dan mengikuti perkembangan jaman karena experiential marketing menawarkan strategi yang berharga bagi sebuah merek untuk membidik targetnya. Riset itu juga membuktikan bahwa experiential marketing secara keseluruhan sangat efektif dalam mempengaruhi brand perception (persepsi atas sebuah merek) dan purchasing decisions (keputusan pembelian), meskipun ini tidak terlalu banyak dimanfaatkan.


(42)

Jadi dengan experiential marketing, pemasar diharapkan dapat menggunakan berbagai pilihan strategi yang sesuai sesuai dengan tujuan yang diharapkan, baik itu untuk mencapai brand awareness, brand perception, brand equity ataupun brand loyalty. Experiential marketing memberikan peluang pada pelanggan untuk memperoleh serangkaian pengalaman atas merek, produk dan jasa yang memberikan cukup informasi untuk melakukan keputusan pembelian.

Aspek emosional dan rasional adalah beberapa aspek yang hendak dibidik pemasar melalui program ini dan seringkali kedua aspek ini memberikan efek yang luar biasa dalam pemasaran.

2.2.3. Loyalitas Pelanggan (Customer Loyalty)

2.2.3.1.Pengertian Loyalitas Pelanggan (Customer Loyalty)

Customer Loyalty (loyalitas pelanggan) merupakan dorongan yang sangat penting untuk menciptakan penjualan. Pelanggan akan menjadi loyal kalau pelanggan memandang perusahaan itu sebagai perusahaan yang baik. Di mata pelanggan, suatu perusahaan yang baik itu bila pelanggan melakukan pembelian pertama dari perusahaan dan setelah pembelian pertama, pelanggan akan punya keinginan untuk melakukan pembelian berikutnya.

Definisi Loyalitas pelanggan menurut Griffin (1995) dalam Kustini (2007 :51) adalah “A customer is he or she exhibist purchase difined as non random purchase by dicision making unit. In addation, the trem loyalty is


(43)

condition of some duration and require that the act purchase accour no less than two times”.

Seorang pelanggan dapat dikatakan setia atau loyal apabila pelanggan tersebut menunjukkan perilaku pembelian secara teratur yang dilakukan oleh para pembuat keputusan.

Pelanggan yang setia menurut Griffin (1995) dalam Kustini (2007 :51) adalah sebagai berikut : “A loyal customer is one who makes regular repeat purchase, purchase across product and service lines, refers others, and demonstrates and immunity to the pull of competition”.

Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa seorang pelanggan yang setia adalah pelanggan yang melakukan pembelian yang berulang-ulang pada perusahaan atau badan usaha yang sama, membeli lini produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan atau badan usaha yang sama, memberitahukan kepada orang lain kepuasan-kepuasan yang didapatdari perusahaan dan menunjukkan kekebalan terhadap tawaran dari perusahaan atau badan usaha pesaing.

Pada awal perkembangannya loyalitas sering dikaitkan dengan perilaku. Pelanggan dapat dimanifestasikan dalam bentuk perilaku, misalnya mengatakan hal yang baik atau merekomendasikan suatu produk atau jasa kepada orang lain. Swastha (2000:73) memberikan pengertian yang sama atas loyalitas merek dengan loyalitas pelanggan. Memang benar bahwa loyalitas merek mencerminkan loyalitas pelanggan terhadap merek


(44)

tertentu, tetapi apabila pelanggan dimengerti sama dengan konsumen, maka loyalitas pelanggan lebih luas cakupannya dari loyalitas merek, karenaloyalitas terhadap merek, loyalitas terhadap produk, loyalitas terhadap kemasan dan loyalitas terhadap toko.

Kesetiaan pelanggan dapat dijabarkan dalam bentuk sebagai berikut : 1. Sikap dan perilaku berkelanjutan mempersembahkan karya produk dan

pelayanan bermutu terbaik demi kepuasan pelanggan.

2. Fleksibelitas menyesuaikan mutu produk dengan kebituhan pelanggan yang nyata.

3. Antusias menyambut dan memperhatikan costumer complaint bukan menghindarinya.

4. Berupaya tulus memperhatikan kepentingan kesetiaan pelanggan sebagai insan manusia.

5. Kesadaran bahwa semua itu harus didukung suasana kepuasan pekerja.

Tjiptono (1997:24) menyatakan bahwa terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat diantaranya :

1. hubungan antara pelanggan dan pelanggannya menjadi harmonis.

2. memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, serta terbentuknya rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang dapat menguntungkan bagi perusahaan.

Selain itu Tjiptono (1997:36) mengemukakan bahwa terdapat dua variabel utama yang menentukan kepuasan pelanggan, yaitu expectations


(45)

dan perceived performance. Apabila perceived performance melebihi expectations maka pelanggan akan puas, tetapi sebaliknya bila perceived performance lebih rendah bila dibandingkan dengan expectations maka pelanggan akan merasa tidak puas. Selanjutnya karena tingkat kepuasan tersebut akan dapat menimbulkan loyalitas pelanggan, maka loyalitas sebagai variabel yang disebabkan oleh suatu kombinasi dari kepuasan, rintangan, pengalihan (switcing barrier) pemasok dan keluhan.

Bagi perusahaan, salah satu faktor penentu kesuksesan dalam menciptakan kesetiaan para pelanggan adalah kepuasan terhadap kualitas yang diberikan. Dengan demikian, kualitas produk yang baik akan menciptakan, mempertahankan kepuasan serta menjadi konsumen yang loyal. Karakteristik konsumen yang loyal salah satunya adalah selalu melakukan pembelian ulang secara terus-menerus.

Pelanggan adalah orang biasa membeli pada suatu badan usaha secara tetap, hal ini dapat diciptakan dengan adanya suatu interaksi pada tiap frekuensi kesempatan selama satu periode waktu tertentu, yang dibangun secara kuat dan berulang-ulang. Tanpa adanya jalinan yang kuat maka orang tersebut tidak bisa dikatakan seorang pelanggan tapi hanyalah seorang pembeli biasa.

Menurut Mowen (2001: 108) kesetiaan merek dapat di definisikan sebagai suatu keadaan dimana konsumen memiliki sikap yang positif terhadap suatu merek, yang memiliki komitmen terhadap suatu merek


(46)

tersebut dan berniat untuk melakukan pembelian ulang terhadap produk dengan merek tertentu dimasa yang akan datang.

Kesetiaan adalah kesediaan dari pelanggan untuk melakukan pembelian produk atau layanan hanya pada satu badan usaha. Seorang pelanggan dapat dikatakan setia jika orang itu melakukan pembeliaan secara berulang pada badan usaha yang sama, membeli melalui line produk dan jasa yang ditawarkan oleh badan usaha yang sama, memberitahukan kepada orang lain kepuasan-kepuasan yang didapat dari suatu badan usaha dan menunjukkan kekebalan terhadap tawaran badan usaha pesaing.

Maka dari itu kepuasan pelanggan dapat dijelaskan sebagai berikut: kesetiaan seseorang yang biasa melakukan pembelian pada suatu badan usaha secara tetap, yang ditunjukkan oleh ciri-ciri sebagai berikut: melakukan pembelian berulang-ulang pada suatu badan usaha, memiliki kekebalan terhadap tawaran badan usaha pesaing dan merekomendasikan badan usaha kepada orang lain.

Untuk dapat memenangkan persaingan hal terpenting yang harus dilakukan adalah memuaskan Pelanggan. Perusahaan yang dapat menjaga agar konsumennya puas akan lebih mudah umtuk mempertahankan bahkan mengembangkan usahanya karena konsumennya lebih setia, sehingga kosumen kerap melakukan pembelian berulang dan rela membayar lebih.

Kesetiaan pelanggan menceminkan komitmen psikologis atau suatu komitmen untuk membeli kembali secara konsisten suatu barang atau


(47)

jasa dimasa yang akan datang. Kesetiaan tidak terbentuk dengan sendirinya dan dalam waktu yang singkat tetapi memerlukan suatu proses belajar dan pengalaman dari pelanggan itu sendiri.

2.2.4. Pengaruh Pengalaman Pemasaran Terhadap Loyalitas Pelanggan

Menurut Schmitt (1999) dalam Kustini (2007 :44), Pengalaman Pemasaran (Experiential Marketing) merupakan sebuah pendekatan untuk memberikan informasi yang lebih dari sekedar informasi mengenai sebuah produk atau jasa. Pengalaman Pemasaran (Experiential Marketing) dimulai dari respon yang diberikan oleh pelanggan terhadap suatu produk dalam bentuk pengalaman sehingga pembeli terjadi pembelian terhadap produk atau jasa tersebut. Dalam arti apabila pengalaman yang diterima oleh pelanggan selama mereka membeli produk terbentuk dengan baik, maka akan menimbulkan kesan yang mendalam yang membuat pelanggan loyal terhadap produk tersebut.

Schmitt dan Wheeler (2002) dalam Hendra Adhi Baskara (2006), mengkaitkan antara brandied customer experience (macam-macam pengalaman pelanggan) dengan loyalitas pelanggan. Experiential Marketing merupakan teknik pemasaran yang di dalam pelaksanaannya lebih menggunakan unsur pengalaman, emosi dan situasi pelanggan. Schmitt dan Wheeler beragumentasi bahwa pengalaman pelanggan dimulai dengan pengalaman acak (random experience) yang meningkat menjadi pengalaman yang dapat di duga (predictable experience) karena


(48)

adanya konsistensi dan internasional, meningkat lagi menhadi brandied customer experience karena adanya konsistensi, internasional, diferensiasi, dan bernilai (vaulable), dan akhirnya meningkat menjadi loyalitas pelanggan (costomer loyalty).

Konsep Experiential Marketing menciptakan pengalaman yang berharga dalam diri pelanggan sehingga timbul rangsangan yang dapat menciptakan sikap secara affective maupun cognitive. Dalam konsep Experiential Marketing sikap yang terbentuk pertama kali dalam diri pelanggan adalah sikap secara affective karena dalam konsep ini seorang pelanggan akan di sentuh secara sisi emosi terlebih dahulu melalui pengalaman – pengalaman yang mereka dapatkan pada saat mereka melakukan pembelian dan setelah melakukan pembelian kemudian akan terbentuklah kepercayaan terhadap produk yang merupakan bagian dari sikap cognitive.

Dalam konsep Experiential Marketing akan ada suatu pembentukan sikap dalam diri pelanggan yang berawal dari pengenalan produk yang di sertai dengan pengalaman yang di dapatkan, pelanggan secara emosi akan mendapatkan emosi atau perasaan terhadap produk tersebut sehingga pelanggan akan mengalami suatu konflik dalam dirinya mengenai suatu produk yang akan di konsumsinya tersebut. Kemudian pelanggan tersebut akan melakukan evaluasi terhadap produk tersebut dengan cara dapat berupa perbandingan produk tersebut dengan peroduk lainnya, setelah melakukan evaluasi maka pelanggan akan mendapatkan


(49)

pilihan produk yang cocok dengan dirinya sehingga akan terbentuk suatau sikap dalam diri pelanggan terhadap produk tersebut.

Loyalitas merupakan tujuan dari Experiential Marketing yang bersifat positif. Untuk mempertahankan loyalitas tersebut badan usaha tidak hanya dapat menyandarkan pada kepuasan yang dirasakan pelanggan, tetapi lebih dari itu bahwa pengalaman dan kepercayaan merupakan perantara kunci dalam membangun loyalitas. (Kustini, 2007:51)

Dapat disimpulkan bahwa konsep Experiential Marketing yang diterapkan perusahaan atau badan usaha, maka kenaikan angka penjualan dalam strategi pemasaran tersebut dapat dikatakan berhasil. Tetapi terlebih dahulu bila konsep experiential marketing tersebut dapat membuat pelanggan berulang – ulang membeli produk dan akan menimbulkan kesan yang mendalam dan membuat para pelanggan itu akan loyal terhadap produk tersebut.


(50)

2.3. Kerangka Konseptual

Tetap Membeli Produk yang Sama

(Y1)

Kebal terhadap Tawaran perusahaan Pesaing

(Y3)

Puas terhadap Layanan dan Kualitas

(Y2)

Customer Loyalty

(Y)

Experiental Marketing

(X)

Rasa Produk (X1.3)

Aroma Produk (X1.2)

Bentuk Produk (X1.1)

Pencahayaan Ruangan (X1.6)

Musik yang diperdengarkan (X1.5)

Penataan Letak Produk (X1.4)

Kesan Produk (X2.3)

Konsep Produk (X2.2)

Image Produk (X2.1)

Feel (X2)

Layanan Lebih (X3.3)

Pengambilan dan Pemilihan Produk

(X3.2)

Sistem Pembayaran (X3.1)

Act (X3)

Sense (X1)

Relate (X5)

Memberikan Rekomendasi ke Orang Lain

(X5.2)

Menceritakan Pengalaman ke Orang lain

(X5.1)

Inovasi baru nama produk (X4.3)

Layanan Karyawan (X4.2)

Keadaan Ruangan (X4.1)

Think (X4)


(51)

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah diungkapkan pada bab sebelumnya, maka hipotesis pada penelitian ini adalah:

“Diduga terdapat pengaruh positif antara Pengalaman Pemasaran terhadap Loyalitas Pelanggan di Burgerman Surabaya”.


(52)

40

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.1.1 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional menurut Nazir (1999:152) adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstrak dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau variabel tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini akan menggunakan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dari penelitian ini adalah Pengalaman Pemasarn (Experiental Marketing) (X) diduga berpengaruh terhadap varabel terikat yaitu Loyalitas pelanggan (Customer loyalty) (Y).

Variabel beserta definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah : A. Pengalaman Pemasaran (Experiental Marketing) (X), merupakan sebuah

pendekatan untuk memberikan informasi yang lebih dari sekedar informasi mengenai sebuah produk atau jasa.

Menurut Schmitt (1999) dalam Andreani (2007 :2) mengatakan bahwa pengalaman yang di dapat pelanggan menyangkut lima dimensi pengalaman pemasaran (experiential marketing) terdiri dari :


(53)

1. Panca indera (Sense) (X1

Panca indera (sense) yaitu panca indera yang didapatkan pelanggan melalui pengalamannya pada saat mencium aroma, melihat bentuknya, menikmati rasa, mendengarkan musik dan berkaitan dengan gaya (styles) dan simbol-simbol verbal dan visual yang mampu menciptakan keutuhan sebuah kesan yang diberiakn Burgerman.

Menurut Schmitt dalam Kustini (2007) panca indera (sense) diukur oleh 6 indikator :

)

a. Bentuk Produk (X1.1

Merupakan berbagai macam bentuk produk yang tersedia di Burgerman.

)

b. Aroma Produk (X1.2

Merupakan produk makanan yang dapat dirasakan dan di cium baunya melalui aroma.

)

c. Rasa Produk (X1.3

Merupakan tingkat kelezatan produk makanan yang dapat dirasakan melalui rasa.

)

d. Penataan letak produk (X1.4

Merupakan kombinasi penataan makanan yang disajikan )

e. Musik yang didengarkan (X1.5

Merupakan backsound suara yang dipedengarkan dari restoran tersebut. )

f. Pencahayaan Ruangan (X1.6

Merupakan tingkat penerangan cahaya yang ada di restoran. )


(54)

2. Rasa (Feel) (X2

Merupakan perasaan yang berkaitan dengan suasana hati dan emosi jiwa seseorang.

Menurut Schmitt dalam Kustini (2007) rasa (feel) diukur oleh 3 indikator :

)

a. Image Produk(X2.1

Merupakan citra dari produk yang tersedia di Burgerman. b. Konsep Produk (X

)

2.2)

Merupakan konsep dari inovasi produk yang disediakan sebagai peningkatan pelayanan kepada pelanggan.

c. Kesan Produk (X2.3

3. Perbuatan (Act) (X )

Merupakan tingkat perhatian pelanggan terhadap produk makanan yang tersedia.

3

Berkaitan dengan perilaku yang nyata dan gaya hidup seseorang. Hal ini berhubungan dengan bagaimana membuat orang berbuat sesuatu dan mengekspresikan gaya hidupnya dan pelanggan bertindak apabila mereka sudah tertarik dan penasaran dengan apa yang mereka lihat. Tindakan itu akan dijadikan atau dimanfaatkan untuk memberikan pengalaman dengan tujuan dapat merubah perilaku.


(55)

Menurut Schmitt dalam Kustini (2007) Perbuatan (Act) diukur oleh 3 indikator :

a. Sistem Pembayaran (X3.1

Merupakan tata cara pembayaran terhadap makanan yang telah dipesan.

)

b. Pengambilan dan Pemilihan Produk (X3.2

Merupakan tingkat kemudahan pelanggan dalam memilih produk yang akan dipesan.

)

c. Layanan Lebih (X3.3

Merupakan tingkat pelayanan yang lebih dengan memberikan fasilitas wifi zone di Burgerman.

)

4. Pikiran (Think) (X4

Dengan berpikir (think) dapat merangsang kemampuan intelektual dan kreativitas seseorang.

Menurut Schmitt dalam Kustini (2007) Pikiran (think) diukur oleh 3 indikator :

)

a. Keadaan Ruangan (X4.1

Merupakan keadaan ruangan restoran tersebut sebagai tempat pelanggan mencoba makanan yang sudah dipesan.

)

b. Layanan Karyawan (X4.2

Merupakan bentuk pelayanan karyawan guna memberikan rasa nyaman kepada pelanggan.


(56)

c. Inovasi baru nama produk (X4.3

Merupakan suatu bentuk dari ide baru terhadap suatu produk yang baru di promosikan.

)

5. Menceritakan (Relate) (X5

Berkaitan dengan budaya seseorang dan kelompok referensinya yang dapat menciptakan identitas sosial atau apabila pelanggan sudah percaya terhadap produk Burgerman maka pelanggan akan meceritakan pengalaman yang didapat dari membeli produk kepada lingkungannya dan memberi rekomendasi pada orang lain untuk membeli produk itu.

Menurut Schmitt dalam Kustini (2007) Menceritakan (relate) diukur oleh 2 indikator :

)

a. Menceritakan pengalaman ke orang lain (X5.1

Merupakan perilaku pelanggan menceritakan mengenai pengalamannya setelah mengkonsumsi makanan yang tersedia di Burgerman.

)

b. Memberikan rekomendasi ke orang lain (X5.2

Merupakan bentuk perilaku yang dilakukan dengan merekomendasikan tentang produk yang ditelah dikonsumsinya.


(57)

B. Loyalitas Pelanggan (Customer Loyalty) (Y)

Merupakan komitmen internal dalam diri konsumen untuk membeli dan membeli berulang suatu merek.

Menurut Griffin (1995) dalam Kustini (2007 :53) mengatakan bahwa Loyalitas Pelanggan (Customer Loyalty) terdiri dari 3 indikator :

a. Tetap membeli produk yang sama (Y1

Merupakan bentuk kesetiaan pelanggan yaitu membeli produk yang tersedia di Burgerman.

)

b. Puas terhadap layanan dan kualitas (Y2

Merupakan rasa puas pelanggn terhadap pelayanan yang diberikan dan kualitas yang tersedia di Burgerman.

)

c. Kebal terhadap tawaran perusahaan pesaing (Y3

Merupakan tingkat kesetiaan dalam bentuk tidak tergoda dengan tawaran yang diberikan oleh perusahaan pesaing.

3.1.2. Pengukuran Variable

Skala pengukuran yang gunakan adalah skala Interval dengan teknik pengukuran menggunakan Semantic differential scale. Analisis ini di lakukan dengan meminta responden untuk menyatakan pendapatnya tentang serangkaian pertanyaan yang berkaitan dengan obyek yang di teliti dalam bentuk nilai yang berbeda dalam rentang 2 sisi. digunakan jenjang 7 dalam penelitian ini mengikuti pola sebagai berikut :

)

Sangat Tidak Setuju

1 7


(58)

Tanggapan atau pendapat konsumen di nyatakan dengan memberi skor yang berada dalam rentang nilai 1 sampai dengan 7 pada kotak yang tersedia di sebelahnya, dimana nilai 1 menunjukkan nilai terendah dan nilai 7 nilai tertinggi. Jawaban dengan nilai antara 1 sampai 4 berarti kecenderungan untuk tidak setuju dengan pernyataan yang di berikan, sedangkan jawaban dengan nilai antara 5 sampai dengan 7 cenderung setuju dengan pernyataan yang di berikan.

3.2. Teknik Penentuan Sampel 3.2.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian di tarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2003:55)

Populasi dalam penelitian ini adalah pelanggan yang membeli makanan di Burgerman Surabaya.

3.2.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2003:56).

Teknik penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling (Non Probabilitas) yaitu teknik penarikan sampel yang menyeleksi responden berdasarkan kriteria atau sifat khusus yang dimiliki oleh sampel dan merupakan representative dari populasi.


(59)

Karesteristik sampel yang dituju adalah :

a. Berumur 17 tahun keatas, dengan asumsi bahwa untuk pelanggan yang berumur diatas 17 tahun bahwa sudah memiliki stabilitas berfikir yang lebih baik.

b. Pelanggan yang datang lebih dari 2 kali dengan membeli makanan jenis Burger, Kentang, dan Minuman ringan.Di Burgerman selama periode 12 bulan terakhir pada bulan Januari-Desember 2009.

Penentuan sampel juga dapat di dasarkan pada pedoman pengukuran sample menurut Ferdinand (2002 : 48) :

a. 100-200 sampel untuk teknik maximum Likelihood Estimation.

b. Tergantung pada jumlah parameter yang diestimasi. Pedomannya adalah 5-10 kali jumlah parameter yang diestimasi.

c. Tergantung pada jumlah indikator yang digunakan dalam seluruh variabel laten. Jumlah sample adalah jumlah indikator dikali 5-10. Bila terdapat 20 indikator, besarnya sampel adalah 100-200.

d. Sedangkan jenis pengambilan sample didasari oleh analisis SEM bahwa besarnya sample yaitu 5-10 kali parameter yang diestimasi

Pada penelitian ini terdapat 20 indikator, maka 20 x 10 = 200. Berdasarkan hasil perkalian tersebut didapatkan jumlah responden sebesar 200 responden.


(60)

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Suatu penelitian pada umumnya merupakan suatu usaha untuk membuat fakta-fakta mengembangkan dan menguji kebenarannya dengan cara mengumpulkan dan mencatat, serta menganalisis data yang diperoleh dari perusahaan.

3.3.1. Jenis Data

Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian adalah : a. Data Primer

Data primer yang akan diolah dalam penelitian ini diperoleh dengan menyebarkan kuesioner secara langsung di lokasi yang telah ditentukan sebelumnya dan untuk mengetahui pendapat mereka secara langsung.

3.3.2. Sumber Data

Sumber data yang dipergunakani dalam penelitian ini berasal dari konsumen sebagai responden dalam penelitian.

3.3.3. Pengumpulan Data a. Metode Wawancara

Merupakan teknik yang dipakai dalam pengumpulan data dengan mewawancarai langsung kepada responden untuk keterangan yang lebih mendalam mengenai hal-hal yang diperlukan dalam penelitian.


(61)

b. Metode Observasi

Merupakan suatu teknik yang dipakai untuk memperoleh gambaran secara langsung melalui pengamatan secara langsung pada obyek penelitian.

c. Metode Kuisioner

Merupakan teknik pengumpulan data dengan menyebarkan daftar pertanyaan (angket) kepada responden untuk memperoleh informasi langsung.

3.4. Teknik Analisis Data dan Uji Hipotesis 3.4.1. Teknik Analisis Data

Model yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modeling (SEM). Model pengukuran faktor persepsi, pengambilan keputusan, kepuasan kerja menggunakan Confirmatory Faktor Analysis. Penaksiran pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya menggunakan koefisien jalur.

Langkah-langkah dalam analisis SEM model pengukuran dengan contoh faktor Feel dilakukan sebagai berikut :

Persamaan dimensi faktor Feel: X11 = λ1 Feel + er_1

X12 = λ2 Feel + er_2 X13 = λ3 Feel + er_3

Bila persamaan diatas dinyatakan dalam sebuah pengukuran model untuk diuji unidimensionalitasnya melalui confirmatory factor analysis, maka model pengukuran dengan contoh faktor Feel akan tampak sebagai berikut :


(62)

Gambar 3.1 : Contoh Model Pengukuran Faktor Consumer Brand Characteristic

Keterangan :

X11 = Pertanyaan tentang ... X12 = Pertanyaan tentang ... X13 = Pertanyaan tentang ...

er_j = error term xij

Demikian juga faktor lain seperti sense, think, act, dan relate. 1. Asumsi Model (Structural Equation Modeling)

a. Uji Normalitas Sebaran dan Linieritas

1) Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data atau dapat diuji dengan metode-metode statistik.

2) Menggunakan Critical Ratio yang diperoleh dengan membagi koefisien sampel dengan standar errornya dan Skewness Value yang biasanya disajikan dalam statistik deskriptif dimana nilai statistik untuk menguji normalitas itu disebut sebagai Z-value. Pada tingkat signifikansi 1%, jika nilai Z lebih besar dari nilai kritis, maka dapat diduga bahwa distribusi data adalah tidak normal.

er_1

er_2

er_3

X11

X12

X13


(63)

3) Normal Probability Plot (SPSS 10.1)

4) Linearitas dengan mengamati scatterplots dari data yaitu dengan memilih pasangan data dan dilihat pola penyebarannya untuk menduga ada tidaknya linearitas.

b. Evaluasi atas Outlier

1. Mengamati nilai Z-score : ketentuanya diantara ± 3.0 non outlier.

2. Multivariate outlier diuji dengan kriteria jarak Mahalanobis pada tingkat ρ < 0,001. Jarak diuji dengan Chi-Square (X2) pada df sebesar jumlah variabel bebasnya. Ketentuan : bila Mahalanobis > dari nilai X2

3. Outlier adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi -observasi lainnya dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim untuk sebuah variabel tunggal atau variabel kombinasi (Hair. 1998)

adalah multivariate outlier.

c. Deteksi Multicolinearity dan Singularity

Dengan mengamati Determinan matriks cavarians. Dengan ketentuan apabila determinant sample matrix mendekati angka 0 (kecil). Maka terjadi multikolineriatas dan singularitas (Tabachnick & Fidell, 1998).

d. Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas menyangkut tingkat akurasi yang dicapai oleh sebuah indikator dalam menilai sesuatu atau akuratnya pengukuran atas apa yang seharusnya diukur. Sedangkan reliabilitas adalah ukuran mengenai konsistensi internal dari indikator-indikator sebuah konstruk yang menunjukkan derajat sampai


(64)

dimana masing-masing indikator itu mengindikasikan sebuah konstruk yang umum.

Karena indikator multidiensi. Maka uji validitas dari setiap latent variabel construct akan diuji dengan melihat loading faktor dari hubungan antara setiap observed variable dan latent variabel construct reliability dan variance – extracted dihitung dengan rumus berikut :

Construct Reliability =

(

)

(

S

dardizeLoading

)

+

j

Loading dardize S ε 2 2 tan tan

Variance Extracted =

(

)

(

S

dardizeLoading

)

+

j

Loading dardize S ε 2 2 tan tan

Sementara εj dapat dihitung dengan formula εj = 1 – (Standardize Loading)2

2. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal

secara umum, nilai construct reliability yang dapat diterima adalah ≤ 0,7 dan variance extracted ≥ 0.5 (hair et. al., 1998). Standardize Loading dapat diperoleh dari output AMOS 4.01 dengan melihat nilai estimasi setiap construct standardize regression weights terhadap setiap butir sebagai indikatornya.

Pengaruh langsung (koefisien jalur) diamati dari bobot regresi terstandar dengan pengujian signifikansi pembanding nilai CR (Critical Ratio) atau ρ (probability) yang sama dengan nilai t hitung. Apabila t hitung lebih besar daripada t table berarti signifikan.


(65)

3. Evaluasi Model

Hair et.al., (1998) menjelaskan bahwa pola “confirmatory” menunjukkan prosedur yang dirancang untuk mengevaluasi utilitas hipotesis-hipotesis dengan pengujian fit antara model teoritis dan data empiris. Jika model teoritis menggambarkan “good fit” dengan data, maka model dianggap sebagai yang diperkuat. Sebaliknya, suatu model teoritis tidak diperkuat jika teori tersebut mempunyai suatu “poor fit” dengan data. Amos menguji apakah model “good fit” atau “poor fit” jadi, “good fit” model yang diuji dalam penggunaan structuralequation modeling.

Pengujian terhadap model yang dikembangkan dengan berbagai kriteria goodness of fit, yakni chi-square, probability, RMSEA, GFI, TLI, CFI, AGFI, CMIN/DF. Apabila model awal tidak good fit dengan data maka model dikembangkan dengan pendekatan two step approach to SEM.


(66)

Tabel 3.1. GOODNESS OF FIT INDICES

GOODNESS

KETERANGAN CUT – OFF

VALUE OF FIT

INDEX

X – Chi square Menguji apakah covariance populasi yang destimasi sama dengan covariance sample (apakah model sesuai dengan data)

Diharapkan Kecil, 1 s/d 5 atau paling baik diantara 1 dan 2 Probability Uji signifikansi terhadap perbedaan matriks

covariance data dan matriks covariance yang diestimasi

Minimum 0.1 atau 0.2 atau ≥ 0.05 RMSEA Mengkompensasi kelemahan Chi-Square

pada sampel besar. ≤

0.08 GFI Menghitung proporsi tertimbang varians

dalam matriks sample yang dijelaskan oleh matriks covariance populasi yang diestimsi (analog dengan R2

≥ 0,90 dalam regresi berganda)

AGFI GFI yang disesuaikan terhadap DF ≥ 0.90 CMIN / DE Kesesuaian antara data dan model ≤ 2.00

TLI Pembandingan antara model yang diuji

terhadap baseline model. ≥

0.95 CFI Uji kelayakan model yang tidak sensitive

terhadap besarnya sample dan kerumitan model.

≥0.94 Sumber : Hair et al., 1998

3.4.2. Pengujian Hipotesis

Dalam SEM tidak ada alat uji statistic tunggal untuk mengukur alat dan menguji hipotesis mengenai model. Beberapa indeks kesesuaian dan cut-off value untuk digunakan dalam menguji apakah sebuah model dapat diterima atau di tolak.


(67)

1. X2-Chi Square Statistic

Alat uji paling fundamental untuk mengukur overall fit adalah Likelihood Ratio Chi-Square Statistic. Chi-Square ini bersifat sangat sensitif terhadap besarnya sampel yang digunakan. Karenanya bila jumlah sampel cukup besar (lebih dari 200), statistik Chi-Square ini harus didampingi oleh alat uji lain. Model yang uji akan dipandang baik atau memuaskan bila nilai Chi-Square-nya rendah. Semakin kecil nilai X2 semakin baik model itu. Karena tujuan analisis adalah mengembangkan dan menguji sebuah model yang sesuai dengan data atau yang fit terhadap data, maka yang dibutuhkan justru sebuah nilai X2 yang kecil dan tidak signifikan.

X2 bersifat sangat sensitif terhadap besarnya sampel yaitu terhadap sampel yang terlalu kecil maupun yang terlalu besar. Penggunaan Chi-Square hanya sesuai bila ukuran sampel antara 100 dan 200. Bila ukuran sampel ada di luar rentang itu, uji signifikan akan menjadi kurang reliabel. Oleh karena itu pengujian ini perlu dilengkapi dengan alat uji yang lain.

2. RMSEA-The Root Mean Square Error Of Approximation

RMSEA adalah sebuah indeks yang dapat digunakan mengkompensasi Chi-Square Statistic dalam sampel yang besar. Nilai RMSEA menunjukkan Goodness-Of-Fit yang dapat diharapkan bila model diestimasi dalam populasi nilai RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan 0.08 merupakan indeks untuk dapat diterimanya model yang menunjukkan sebuah close fit dari model itu berdasarkan Degrgess Of Freedom.


(68)

3. GFI-Goodness Of Fit Index GFI adalah analog dari R2

4. AGFI-Adjusted Goodness of Fit Index

dalam regresi berganda. Indeks kesesuaian ini akan menghitung proporsi tertimbang dari varian dalam matrix kovarians sampel yang dijelaskan oleh matrix kovarians populasi yang terestimasi. GFI adalah sebuah ukuran non-statistikal yang mempunyai rentang nilai antara 0 (Poor Fit) samapi dengan 1.0 (Perfect Fit). Nilai yang tinggi dalam indeks ini menunjukkan sebuah ‘better fit’.

AGFI = GFI/DF tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah bila AGFI mempunyai nilai sama dengan atau lebih besar dari 0.90. GFI maupun

AGFI adalah kriteria yang memperhitungkan proporsi tertimbang dari varians

dalam sebuah matriks kovarians sampel. Nilai sebesar 0,95 dapat diinterpretasikan sebagai tingkatan yang baik (Good Overal Model Fit) sedangkan besaran nilai antara 0,90-0,95 menunjukkan tingkatan cukup (Adequate fit).

5. TLI-Tucker Lewis Index

TLI adalah sebuah alternatif incremental fit indeks yang membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model. Nilai yang direkomendasikan sebagai acuan untuk diterimanya sebuah model adalah penerimaan ≥ 0,95 dan nilai yang sangat mendekati 1 menunjukkan A Very Good Fit.


(69)

6. CMIN/DF

sebagai salah satu indikator untuk mengukur tingkat fitnya sebuah model. Dalam hal ini CMIN/DF tidak lain adalah statistik Chi-Square, X2 dibagi DF-nya sehingga disebut X2 relatif. Nilai X2 relatif kurang dari 2,0 atau bahkan kadang kurang dari 3,0 adalah indikasi dari acceptable fit antara model dan data. Nilai X2

7. CFI-Comparative Fit Index

relatif yang tinggi menandakan adanya perbedaan yang signifikan antara matriks kovarians yang diobservasi dan yang diestimasi.

Besaran indeks ini adalah pada rentang nilai sebesar 0-1, dimana semakin mendekati 1, mengindikasikan tingkat fit yang paling tinggi (A Very Good Fit). Nilai yang direkomendasikan adalah CFI > 0,95. Keunggulan dari indeksi ini besarannya tidak dipengaruhi oleh ukuran sampel karena itu sangat baik untuk mengukur tingkat penerimaan sebuah model. Indeks CFI adalah identik dengan Relative Noncentrality Indeks (RNI).

3.4.2.1. Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan ukuran mengenai konsisten internal dari indikator– indikator sebuah konstruk yang menunjukkan derajat sampai dimana masing-masing indicator itu mengidentifikasikan sebuah konstruk atau faktor laten yang umum. Dengan kata lain bagaimana hal – hal yang spesifik saling membantu dalam menjelaskan sebuah fenomena uang umum.

Composite Reliability diperoleh melalui rumus berikut (Ferdinand, 2002 : 62)

Construct Reliability =

(

)

(

S

dardizeLoading

)

+

j

Loading dardize

S

ε

2 2

tan tan


(70)

Keterangan :

1. Standar Loading diperoleh dari standardized loading untuk tiap – tiap

indikator yang didapat dari hasil perhitungan komputer.

2. Σεj adalah measurement error dari tiap indikator. Measurement error dapat diperoleh dari 1 – reliabilitas indikator.

Tingkat reliabilitas yang dapat diterima adalah 0.7, walaupun angka itu bukanlah sebuah ukuran yang ”mati”. Artinya bila penelitian yang dilakukan bersifat eksplorasi maka nilai dibawah 0.7-pun masih dapat diterima sepanjang disertai dengan alasan – alasan empiris yang terlihat dalam proses eksoprasi.

3.4.2.2. Uji Variance Extrated

Variance Extrated adalah ukuran yang menunjukkan varians dari indicator-indikator yang diekstraksi oleh konstruk laten yang di kembangkan. Nilai variance extrated yang tinggi menunjukkan bahwa indicator-indikator ini direkomendasikan pada tingkat paling sedikit 0,50. Variance Extrated diperoleh melalui rumus (Ferdinand:64) :

Variance Extracted =

(

)

(

S

dardizeLoading

) ∑

+ j

Loading dardize

S

ε

2 2

tan tan

Keterangan :

1. standart loading diperoleh dari standart loading untuk tiap-tiap indicator yang di dapat dari hasil perhitungan komputer.


(1)

Berdasarkan hasil evaluasi terdapat model one step modifikasi ternyata dari semua kriteria goodness of fit yang digunakan, seluruhnya menunjukkan hasil evaluasi model yang baik, berarti model sudah sesuai dengan data. Artinya model konseptual yang dikembangkan dan dilandasi oleh teori telah sepenuhnya didukung oleh fakta. Dengan demikian model ini adalah model yang terbaik untuk menjelaskan keterkaitan antara variabel dalam model sebagaimana terdapat dibawah ini.

4.3.3. Pengujian Hipotesis Kausalitas

Dilihat dari angka determinant of sample covariance matrix : 7.474.823.622 > 0 mengindifikasikan tidak terjadi multicolinierity atau singularity dalam data ini sehingga asumsi terpenuhi. Dengan demikian besaran koefisien regresi masing-masing faktor dapat dipercaya sebagaimana terlihat pada uji kausalitas di bawah ini.

Tabel 4.18

Uji Hipotesis Kausalitas Regression Weights

Ustd Std Prob. Faktor ← Faktor Estimate Estimate

Customer_Loyalty ← Experiental_Marketing 0,103 0,105 0,176 Batas Signifikan ≤ 0,10 Sumber

Dilihat dari tingkat Prob. Arah hub. Kausal, maka hipotesis yang menyatakan bahwa : : Data diolah

Faktor Pengalaman Pemasaran (Experiental Marketing) berpengaruh positif terhadap Faktor Loyalitas Pelanggan (Customer Loyalty), tidak dapat diterima kausalnya 0,176 > 0,10 [tidak Signifikan [positif].


(2)

4.4. Pembahasan

Berdasarkan Hasil penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh pengalaman pemasaran terhadap loyalitas pelanggan di peroleh hasil sebagai berikut : Dari pengujian pengaruh pengalaman pemasaran terhadap loyalitas pelanggan di peroleh nilai Standard Etimate sebesar 0,105 dengan nilai probabilitas sebesar 0,176 (≤ 0,10) sehingga dapat disimpulkan bahwa pengalaman pemasaran (experiental marketing) berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan (customer loyalty) di Burgerman Surabaya tidak dapat diterima.

Hasil penelitian ini tidak didukung oleh Schmitt dan Wheeler (2002) dalam Baskara (2002), mengkaitkan antara brandied customer experience (macam-macam pengalaman pelanggan) dengan loyalitas pelanggan. Experiential Marketing merupakan teknik pemasaran yang di dalam pelaksanaannya lebih menggunakan unsur pengalaman, emosi dan situasi pelanggan. Schmitt dan Wheeler (2002) berpendapat bahwa pengalaman pelanggan dimulai dengan pengalaman acak (random experience) yang meningkat menjadi pengalaman yang dapat di duga (predictable experience) karena adanya konsistensi dan internasional, meningkat lagi menhadi brandied customer experience karena adanya konsistensi, internasional, diferensiasi, dan bernilai (vaulable), dan akhirnya meningkat menjadi loyalitas pelanggan (costomer loyalty).

Tidak berpengaruhnya Pengalaman Pemasaran (experiental marketing) terhadap Loyalitas Pelanggan (customer loyalty) disebabkan pelanggan pada saat ini menganggap pengalaman pemasaran adalah sesuatu yang biasa saja. Hal ini menunjukkan bahwa pihak burgerman kurang memasarkan produknya secara meluas dan prinsip pengalaman pemasaran (experiental marketing) kurang memenuhi target, sehingga segment pasarnya


(3)

tidak sesuai dengan sasaran di karenakan bentuk produk yang dimiliki burgerman kurang memberikan inovasi – inovasi baru dalam hal rasa yang kurang nikmat, aroma yang kurang sedap, image produk yang kurang baik, konsep produk yang sederhana dan kurang memberikan kesan yang mendalam bagi pelanggan sehingga dapat menyebabkan para pembeli atau pelanggan tidak loyal terhadap produk makanan burgerman Surabaya dan lebih cenderung untuk berpindah ke tempat lain yang menawarkan produk makanan yang sama.


(4)

91 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan analisis SEM untuk menguji pengaruh pengalaman pemasaran terhadap loyalitas pelanggan, maka dilihat dari tingkat probabilitas arah hubungan kausal, hipotesis yang dapat disimpulkan bahwa :

Pengalaman pemasaran berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan di Burgerman Surabaya tidak dapat di terima.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, maka saran yang dapat penulis berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bagi pihak Burgerman Surabaya

Pihak Burgerman hendaknya selalu memperhatikan pengalaman pemasaran (experiential marketing) terhadap loyalitas pelanggan (customer loyalty) untuk mengetahui dan menyesuaikan segmentasi pasarnya atau para konsumen yang kurang mengenal produk makanan burgerman.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Alma, Buchari, 2002, Manajemen Pemasaran Dan Pemasaran Jasa, Cetakan Kelima, Penerbit Alfabeta, Bandung.

Ferdinand, A., 2002, Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen, Edisi Kedua, Penerbit BP UNDIP, Semarang.

Hair, J.F. et. Al, 1998, Multivariate Data Analysis, Fifth Edition, Prentice-Hall International, Inc., New Jersey.

Nazir, 1999, Metode Penelitian, Cetakan Keempat, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.

Sugiyono, 2003, Statistika untuk Penelitian, Cetakan kelima, Penerbit CV. Alphabeta, Bandung.

Sunarto, 2003, Manajemen Pemasaran, Penerbit BPFE-UST, Yaogyakarta. _____________, 2000, Perspektif Manajemen & Pemasaran Kontemporer,

Penerbit Andi, Yogyakarta.

Anderson, J.C. and D.W. Gerbing, 1988. Structural Equation Modeling In Practice : A Review and Recommended Two – Step Approach, Psycological Bulletin. 103 (3) : 411 – 23.

Bentler, P.M. and C.P. Chou, 1987. Practical Issue in Structural Modeling, Sociological Methods and Research. 16 (1) : 78 – 117.

Hartline, Michael D. And O.C. Ferrell (1996), ”The Management of Customer – Contact Service Employees : An Empirical Investigation”, Journal of Marketing. 60 (4) : 52 – 70.

Purwanto, BM, 2003. Does Gender Moderate The Effect of Role Stress On Salesperson’s Internal States and Performance ? An Application of Multigroup Structural Equation Modeling (MSEM), Jurnal Manajemen, Akuntansi dan Ekonomi Pembangunan, Buletin FE UPN ”Veteran” Yogyakarta. 6 (8) : 1-20.

Tabachnick B.G. and Fidel, L.S., (1996), Using Multivariate Statistics, Third Edition, Harper Collins College Publisher, New York.


(6)

Jurnal:

Kustini, 2007, Penerapan Experiental Marketing, Jurnal Riset Ekonomi dan Bisnis, Vol.7, No.2 September 2007.

Fransisca Adreani, 2007, Experiental Marketing, Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol.2, No.1 April 2007.