Transkrip wawancara dengan pak Muklis, Ketua Pokdarwis dan bagian dari Ladesta. (Audio recording 2016-05-13 13-10-05, Audio recording 2016-05-13 14-24-16 )

TRANSKRIP 4 Transkrip wawancara dengan pak Muklis, Ketua Pokdarwis dan bagian dari Ladesta. (Audio recording 2016-05-13 13-10-05, Audio recording 2016-05-13 14-24-16 )

Peneliti : pak muklis sebagai pokdarwis kan tujuan nya sebagai ekowisata pak. Informan : tujuan nya memang ekowisata, tapi memang untuk menerapkan ekowisata itu gak

semua masyarakat itu paham, jadi tidak langsung paham ekowisata seperti apa. Terus terang saya sendiri juga masih belajar mengenai ekowisata. Jadi ekowisata adalah suatu ilmu yang orang awam gak langsung tau. Sebagian masyarakat, tau nya kalo pariwisata itu banyak orang datang, jadi memang sebagian orang saja. Tapi kita pelan – pelan terus kita sampaikan. Seperti Pak Sidik dengan saya itu sudah sepemikiran, karena sama – sama berjuang dari awal jadi yang menginginkan kawasan ekowisata bowele nanti zonasi nya seperti ini ada yang hard tourism, mass tourism, seperti itu baru di tataran elite desa. Kalo masyarakat awam taunya rame seneng. Jadi memang kami masih berproses, untuk desa wisatanya kami masih berproses, terus kawasan ekowisata bowele kami juga masih berproses.

Peneliti : rencana pengembangan yang akan diimplementasikan itu apa kak ? Informan : sementara ini karena kami masih banyak konfilk sama orang perhutani, di MOU yang

terakhir yang sudah berjalan satu tahun, masih ada pro dan kontra. Kami sekarang pokdarwis itu konsentrasi desa wisata, pengembangan desa wisata melalui homestay. Kami berusaha tahan wisatawan itu untuk tinggal di homestay. Jadi contoh, surfer itu datang bisa di homestay. Mereka bisa tinggal 2-3 hari ada yang sampai 4 hari, kami dari pokdarwis di pengembangan sumberdaya manusia nya berkonsentrasi di desa wisatanya. Untuk obyek, karena terus terang obyek itu sesuai UU 41 kan milik perhutani, jadi kami di pokdarwis tidak peduli siapa yang ada di banyu anjlok, pantai lenggoksono, atau bolu – bolu, meskipun kami juga dimasukkan dalam pengurusan, cuman kami sekarang lebih konsen ke pengembangan desa wisata. Penataan kayak ada jumat bersih, ada kebersihan, sekarang mulai ada gerakan kebersihan setiap hari apa di desa wisatanya. Jadi itu yang, kami sadar untuk jadi desa wisata pun tidak mudah. Jadi melalui proses penyadaran masyarakat tentunya di desa lain Gubungklakah juga melalui proses jatuh bangun yang sama.

Peneliti : kalo misalkan proses penyusunanya sudah dibakukan dalam bentuk dokumen atau masih angan – angan secara lisan ?

Informan : kalo saya sendiri sebagai, saya juga merancang membuat buku tentang wisata bowele itu yang pertama, jadi buku saya nanti kalo orang baca, oooh angan – angan istilahnya yang menggagas ekowisata bowele itu seperti ini. Yang kedua untuk, sudah di daftar kami, kami mulai mendaftar data homestay, terus terang sudah berjalan hampir satu tahun, dan belum belum tertata rapih karena untuk menata homestay kan harus ada musyawarah desa, dan ketua ladesta tapi Informan : kalo saya sendiri sebagai, saya juga merancang membuat buku tentang wisata bowele itu yang pertama, jadi buku saya nanti kalo orang baca, oooh angan – angan istilahnya yang menggagas ekowisata bowele itu seperti ini. Yang kedua untuk, sudah di daftar kami, kami mulai mendaftar data homestay, terus terang sudah berjalan hampir satu tahun, dan belum belum tertata rapih karena untuk menata homestay kan harus ada musyawarah desa, dan ketua ladesta tapi

Peneliti : kalo misalkan wisatawan awam, terus tiba – tiba datang ke pokdarwis itu mereka tau dari mana pak?

Informan : kita kan terus berpromosi, kayak ke kemarin di MTF banyak tamu yang tertarik dengan paket kita, kita juga bekerja sama dengan travel contoh nya trip and treat dari bali, yang kemarin tinggal 2 hari di homestay dari Singapore, jadi tamu kita yang konfirmasi lewat kartu nama pak sidik atau saya, yang saya sebar di pameran atau di forum –forum desa wisata, lewat facebook, jadi tamu yang di handle oleh kami, kita handle sesuai dengan prosedur pariwisata. Jadi kita tentukan titik kumpulnya di TIC, terus nanti jadwal nya seperti ini, itu tamu yang di handle pokdarwis. Tapi yang tidak ya langsung ke pantai, nah tentunya di pantai juga anggota kami, tapi tentunya anggota kami sudah menyebar, ada yang jadi tunggu jading kayak mas joni, terus ada mas gandeng guide kami yang sudah terlatih tapi jadi supir perahu, terus ada pak gito yang jadi supir perahu, mas purwono, cak heri tapi yang lain juga gabung dengan komunitas pantai. Jadi kayak, saya juga ajak mas gandeng pelatihan kemana – mana juga dulu, terus setelah megang perahu ya sudah gak bisa diganggu, kalo hari anukan dia harus bekerja. Jadi mungkin pertanyaan sampean saya jawab agak2 nyelentang tapi memang faktanya seperti itu.

Peneliti : saya tertarik dengan buku nya. Nanti kira disitu akan dimuat apa aja ? Informan : nanti akan dibuat seperti rencana ke depan contoh menggambar kawasan bowele

secara keseluruhan, desa wisatanya, desa wisata nya kita uraikan atraksi wisata dan budayanya, terus ada dari sejarah perjuangan 45. Kebetulan kan dalalm penggudekan itu kita ada obyek baru, yang murni bukan punya perhutani, kita punya hutan pantai yang menurut para tetua itu milik tanah nya desa, itu kita akan jadikan sebagai tempat bird watching, melihat burung di tumpak uwih, dekat wedi putih. Sudah saya bicarakan dengan pak sidik, karena daerah itu di keramatkan, kami mau ke tetua dulu untuk membuka wilayah itu. Angan – angan kami, disana bisa liat sunrise dan sunset bagus juga untuk penelitian mahasiswa biologi, karena apa karena termasuk hutan, luasnya gak banyak sih, Cuma 2 hektar, tapi termasuk hutan pantai yang masih terjaga, jadi kami nanti pokdarwis dengan desa wisatanya obyek yang akan dikembangkan ya itu. Kalo di secara keseluruhan, desa wisatanya, desa wisata nya kita uraikan atraksi wisata dan budayanya, terus ada dari sejarah perjuangan 45. Kebetulan kan dalalm penggudekan itu kita ada obyek baru, yang murni bukan punya perhutani, kita punya hutan pantai yang menurut para tetua itu milik tanah nya desa, itu kita akan jadikan sebagai tempat bird watching, melihat burung di tumpak uwih, dekat wedi putih. Sudah saya bicarakan dengan pak sidik, karena daerah itu di keramatkan, kami mau ke tetua dulu untuk membuka wilayah itu. Angan – angan kami, disana bisa liat sunrise dan sunset bagus juga untuk penelitian mahasiswa biologi, karena apa karena termasuk hutan, luasnya gak banyak sih, Cuma 2 hektar, tapi termasuk hutan pantai yang masih terjaga, jadi kami nanti pokdarwis dengan desa wisatanya obyek yang akan dikembangkan ya itu. Kalo di

Peneliti : itu nanti di buku itu juga ada tentang rencana pengembangannya ? Informan : ya Peneliti : tapi pak, dalam membuat buku itu ada dasar pemikiran gak pak ini dikembangkan

menjadi seperti apa karena apa ? Informan : karena ingin memberikan pengertian kepada masyarakat secara umum, kawasan

ekowisata bowele, ide saya juga gak murni banyak masukan dari Pak Nurdin Razaq yang dari Taman Nasional Baluran , kan sharing –sharing oh sebaiknya pemikiran sampean sampean tuangkan dalam buku mas, supaya orang bisa mudah, kadang – kadang untuk warisan generasi muda. Seperti itu. Sekarang sudah pada konsep, kenapa kok saya juga ikut kuliahnya pak Lukman di Ub karena masalah vegetasi nya, masalah flora fauna di pantai itu. Mungkin ya buku saya satu tahun ini selesai.

Peneliti : rencana pengembangan nya berupa apa pak ? berupa strategi kah atau berupa angan – angan upaya atau program ?

Informan : kalo desa wisata terus terang kan kami sekarang lebih banyak ke desa wisata, yang pertama kali akan kami lakukan adalah penataan homestay, kedua kami nanti akan ada atraksi museum desa, museum desa itu udah ada, tinggal dari pokdarwis, pokdarwis mencontoh pujon kidul, yang kami punya belum tergali ada dua, hutan kebun milik desa bukan milik perhutani, satu itu yang posisi nya dipuncak sana, kebetulan dulu di tahun 90an ketika nama bowele digagas oleh camat tirtoyudo waktu itu pak pujiono sama tiga orang lagi, kemudian para tokoh desa kami mengusulkan ngko disono buat pisan wisata, itu yang ingin kami teruskan. Bukan ide baru, tapi menerus kan ide dari para tokoh penggagas. Jadi untuk kawasan tumpak uwi. Yang pertama kami lakukan adalah menggali potensi, kami menemukan dua bikin monument desa sama kawasan nanti pusat ekowisata bowele, kami sudah siapkan tempat nya. Yang kedua tamu yang datang kita tertibkan homestay nya, untuk kesejahteraan masyarakat, misalkan wisatawan tinggal sampai empat hari kan uang nya berputar disini, itu saja kami sekarang lebih ke wisata desa, seperti memang untuk tamu – tamu kami dari eropa kan tertari kayak surfer – surfer dari jerman yang tinggal di desa itu kan tertarik orang nanam padi, ketika musim cengkeh ada metik cengkeh menjemur ada atraksi seperti itu dan obyek pantai itu hanya selingan saja, angan – angan kami dari pokdarwis itu lebih ke desanya, jadi orang yang di pantai ya komunitas pantai mereka secara organisasi mereka tidak tertata karena ada di kelompok nelayan, mbah no dan yang dipantai itu termasuk kelompok nelayan. Karena kemarin bangunan – bangunan itu dipertanyakan oleh cipta karya, intinya bowele ini masih berposes . jadi masih banyak pr. Contoh bangunan – bangunan di Informan : kalo desa wisata terus terang kan kami sekarang lebih banyak ke desa wisata, yang pertama kali akan kami lakukan adalah penataan homestay, kedua kami nanti akan ada atraksi museum desa, museum desa itu udah ada, tinggal dari pokdarwis, pokdarwis mencontoh pujon kidul, yang kami punya belum tergali ada dua, hutan kebun milik desa bukan milik perhutani, satu itu yang posisi nya dipuncak sana, kebetulan dulu di tahun 90an ketika nama bowele digagas oleh camat tirtoyudo waktu itu pak pujiono sama tiga orang lagi, kemudian para tokoh desa kami mengusulkan ngko disono buat pisan wisata, itu yang ingin kami teruskan. Bukan ide baru, tapi menerus kan ide dari para tokoh penggagas. Jadi untuk kawasan tumpak uwi. Yang pertama kami lakukan adalah menggali potensi, kami menemukan dua bikin monument desa sama kawasan nanti pusat ekowisata bowele, kami sudah siapkan tempat nya. Yang kedua tamu yang datang kita tertibkan homestay nya, untuk kesejahteraan masyarakat, misalkan wisatawan tinggal sampai empat hari kan uang nya berputar disini, itu saja kami sekarang lebih ke wisata desa, seperti memang untuk tamu – tamu kami dari eropa kan tertari kayak surfer – surfer dari jerman yang tinggal di desa itu kan tertarik orang nanam padi, ketika musim cengkeh ada metik cengkeh menjemur ada atraksi seperti itu dan obyek pantai itu hanya selingan saja, angan – angan kami dari pokdarwis itu lebih ke desanya, jadi orang yang di pantai ya komunitas pantai mereka secara organisasi mereka tidak tertata karena ada di kelompok nelayan, mbah no dan yang dipantai itu termasuk kelompok nelayan. Karena kemarin bangunan – bangunan itu dipertanyakan oleh cipta karya, intinya bowele ini masih berposes . jadi masih banyak pr. Contoh bangunan – bangunan di

Peneliti : yang dibanyu anjlok bukannya warung – warung gitu aja ya pak ? Informan : kalo yang di banyu anjlok kita istilah nya sudah mengusulkan yang tadi nya menjorok

kedepan sekarang sudah di pindah, tanaman yang sudah terlanjur di pangkas itu mohon diganti itu sudah. Banyu anjlok sekarang udah bagus, sekarang pr kami yang masih jelek itu bolu – bolu. Kami sudah menyuarakan ke perhutani untuk menertibkan kesana, tapi itu bukan kewenangan kami lagi.

Peneliti : berarti strategi pengembangannya sekarang lebih mengarah ke desa wisata melalui pemberdayaan masyarakat disini maupun homestay, guide sama pemunculan objek – objek baru disini.

Informan : ya objek yang milik desa bukan milik perhutani seperti itu. Sekarang kan ada tugu monument desa, terus disitu kan akan kita kumpulkan peralatan tradisional yang digunakan masyarakat seperti alat untuk menangkap ikan. Wuwu, terus lesung untuk numbuk padi, meskipun itu sudah tidak di pake tapi akan kami kumpulkan di suatu rumah, rumah nya juga rumah kuno kebetulan saya sendiri yang mau bikin karena saya ada lahan di deket sawah itu, ilham kita itu dari mas andi, desa wisata yang dari Blitar, kami kan terus belajar, disana kan gini, sebaiknya kita contoh, kita masih belajar. Terus untuk TIC sendiri, kita tetap melayani sampai ke pantai Sipelot, pantai Sidoasri, kita memberikan informasi gratis tapi kita terbatas tenaga juga. Jadi baru ketika malam minggu atau hari minggu kita naruh orang. Kami untuk menaruh orang disitu kan harus bayar dan tenaga saya dan mas sidik kan terbatas, kayak minggu atau sabtu sore baru ada orang kesana. Terus wisatawan kami yang langsung konfirmn kesana itu juga tidak banyak paling di satu minggu itu ada tiga rombongan. Jadi itu, sementara kami melayani tamu – tamu yang sudah deal dengan kami, kayak contoh minggu ini ada tamu dari rombongan Surabaya tiga puluh orang itu kita atur mulai dari konsumsinya, peralatannya untuk berwisata, guide nya kita atur, itu kita sudah bekerja sama dengan Jong Java travel dari Surabaya.

Peneliti : tadi kan kita sudah berbicara tentang pemberdayaan masyarakat, adakah badan yang bertanggung jawab pak ?

Informan : lembaga desa wisata yang sudah berbadan hukum. Kebetulan kan saya sebagai sekretaris lembaga desa wisata itu, jadi kan untuk eksekutor nya di desa itu kan ladesta. Jadi eksekutor nya itu ladesta cuman pengurus yang kita, ya saya sama mas sidik juga ladesta karena seperti gubugklakah kan juga ada dua lembaga, ada yang pemikir pokdarwis dan eksekutor kan ladesta. Jadi untuk ladesta krn sudah berbadan hukum, disitu kan bisa MOU, sedangkan dengan instansi lain, maksudnya kalo ada apa,a ada bentuk kerjasama kan bisa dilakukan dengan lembaga yang berbadan hukum. Dengan ladesta nya nanti eksekutor nya, jadi kebetulan di Informan : lembaga desa wisata yang sudah berbadan hukum. Kebetulan kan saya sebagai sekretaris lembaga desa wisata itu, jadi kan untuk eksekutor nya di desa itu kan ladesta. Jadi eksekutor nya itu ladesta cuman pengurus yang kita, ya saya sama mas sidik juga ladesta karena seperti gubugklakah kan juga ada dua lembaga, ada yang pemikir pokdarwis dan eksekutor kan ladesta. Jadi untuk ladesta krn sudah berbadan hukum, disitu kan bisa MOU, sedangkan dengan instansi lain, maksudnya kalo ada apa,a ada bentuk kerjasama kan bisa dilakukan dengan lembaga yang berbadan hukum. Dengan ladesta nya nanti eksekutor nya, jadi kebetulan di

Peneliti : bentuk pemberdayaannya sejauh ini apa aja pak ? Informan : ya pembinaan homestay, sudah jalan tapi kalo lebih rapihnya besok baru kita

langsung standarisasi setiap homestaynya, ada buku tamu, harus gini – gini, besok kita standarisasi, sudah tertata sudah kita bina belum bagus tapi sudah berjalan, nah selain itu guide dan tukang ojeg, ada 80 tukang ojeg yang murni orang kita pokdarwis dan ladesta sama, jadi 80 itu ketika ombak besar, langsung mereka jalan.

Peneliti : itu ada pelatihannya atau apa gitu pak untuk tukang ojeg ? Informan : belum Cuma kita kumpulkan kita beri edukasi tentang pelayanan terhadap wisatawan Peneliti : edukasi nya dari ? Informasi : dari pokdarwis dan ladesta. Jadi kebetulan yang pemikirnya kan saya dan mas sidik

sudah sama kalo saya sama pak sidik itu konsepnya sama. Tapi Pak sidik itu paling anti sama perhutani. Kalo saya agak – agak longgar soalnya kan intinya kemarin salah satu nya bisa MOU karena saya mau,saya juga diprotes oleh teman –teman yang anti perhutani cuman saya mikirnya gini, kalo tidak MOU ada premanisme yang berkuasa di pantai kan kita khawatir. Peritmbangan saya seperti itu. Kan sekarang ini lagi vakum gak ada yang berkuasa, saya takutnya nanti jadi liar, kalo ada kecelakaan disini kan rada, kebetulan saya kan anggota PMI, nanti repot juga. Kayak waktu kemarin ad yang meninggal, sebenarnya posisi nya pantai lagi posisi ditutup, ada yang nyelonong, ada anak panti asuhan panjura, untung nya tidak ter ekspose media. Itu meninggalnya kita yang evakuasi, seperti itu yang tidak kita inginkan. Saya murni dari dulu orang PMI, jadi safety nya wisatawan itu sangat kita, saya khawatir. Contoh Perhutani buat pos itu bagus, saya juga dukung program perhutani

Peneliti : dimana itu ? Informan : di pantai lenggoksono sudah ada, bikin jarring di banyu anjlok, yang di tempat

pengunjung sering jatuh, bagus itu, emang perhutani harus berbuat sesuatu jangan Cuma ambil uang nya aja. Kemarin saya, contoh kotor, saya bilang “loh pak, di program kebersihan jangan

Cuma mau uangnya aja pak. Harus ada, kalo masalah nelayan kan mereka jual jasa, sebagian mereka kan nyambi bersih – bersih tapi kan harusnya perhutani bertanggung jawab, narik tike ya harus bersih.

Peneliti : jadi perhutani sudah berbuat sesuatu pak ? Informan : sudah, contoh nya bikin pos pantau di pantai lenggoksono, sama bikin jaring dan

tangga di banyu anjlok, kalo bolu – bolu belum.

Informan : bukan, uang masuk itu gini 5 ribu itu 50 % untuk perhutani, ya kalo 60% itu ormasnya ada tiga, ladesta (lembaga kami), LKDPH, Nelayan termasuk Pokmaswas itu 10 10 10, terus 38% itu perhutani, 12 % itu Muspika, 2% itu desa, itu dari proporsi 5 ribu. Tapi dana dari perahu itu ndak, dana perahu kan kita potong 2rb itu diambil untuk kebersihan, tapi orang pantai sendiri yang kelola, jadi 2rb itu dikelola untuk kebersihan tapi ya gak maksimal. Terus parkir, parkir untuk tenaga yang jaga portal, parkir itu lebih ngarah ke mbah no yang sejahtera. Kalo bisa me-manage uang. Kalo saya sama pak sidik ini dapat uang dari mana ? ya dari nge handle tamu itu. Kami dari guide-ing aja. Kami dari pokdarwis itu ketika menghandle tamu yang kayak kemarin dari RSUD lawang, dari instansi – instansi outbond, sini lebih mirip kayak pengelolahan Gubugklakah, soalnya kami belajarnya ke Pak Anshori, dan konfliknya sama dengan taman nasional, dengan pengelolahan jeritannya coban pelangi itu, dulu juga masyarakat yang mengelola juga dimintai oleh perhutani, nah akhirnya, Bu Lani Masruroh itu (kepala objek wisata Disbudpar) bilang gak usah ambil pusing mas, sopo ae sing ndek kono, sing penting, sampean toto desa wisata nya ae, gitu. Jadi kita gak mikir, cuman ya memberikan saran karena dikit – dikit kan memberi masukan, krn kan (pengelola gubugklakah) mengerti dikit – dikit tentang wisata, kadang di dengar kadang engga.

Peneliti : pokdarwis sudah ada rekanan dengan travel agen ? Informan : sudah banyak sekali. Kayak yang sering masuk tamu luar, seringnya dari bali, karena

dari Surabaya, trip n trip mas sapto siswoyo, kalo yang transpornya mas aan, malang travelista, jadi ada yang masuk tamu, ada yang transportasi, soalnya ada tamu – tamu yang minta transport sini, aku diantar mobil mas ke bandara, ini ada empat tamu yang minta dijemput, saya pake travel yang dari malang, karena kalo dari sini rugi, ambil, bolak – balik, jadi dua kali balik lagi. Itu yang pokdarwis nya, dan model seperti ini yang juga diterapkan oleh Pak Enggar (pengelola ekowisata di Tiga Warna). Pak enggar juga kemarin kan juga ketemu, karena obyek – obyek nya sama perhutani. kalo Pak Saptoyo (Pengelola Tiga Warna) lain, pak saptoyo itu memang langsung berhadapan dengan perhutani, memang pak saptoyo itu bagian perhutani memang, kemarin juga pas di MTF (Majapahit Travel Fair) juga di stand nya perhutani. Jadi mirip yang kayak kami itu di Pak Enggar, Gubugklakah. Terus di ngadas kan gitu, cuman kita belum muncul budaya yang khas karena budaya nya kan tampaknya larung sesaji yang tahunan itu saja kan, petik laut dan budaya mantu seperti jenang, ngeroyong kue nya. Ketika musim cengkeh, itukan uniknya disitu, kalo musim kopi nanti giling kopi. Kita ada dokumentasi nya pas kegiatan – kegiatan waktu panen.

Peneliti : kalo disini kan ekowisata, adakah Pak Muklis pas wisatawan dateng, kasih tau larangan – larangan atau apa yang gak boleh dilakukan di daerah ini ?

Informan : dulu pernah kita buatkan tulisan, tapi sudah hilang, sekarang kita mau buat lagi, besok mau dipasang, kebetulan juga dibantu oleh mahasiswa pariwisata UB. Jadi kayak himbauan, himbauan dilarang menginjakkan kaki di terumbu karang, terus kalo papan papan dilarang membuang sampah sudah kita pasanng di objek – objek, di bolu – bolu ada, itu juga kerjasama Informan : dulu pernah kita buatkan tulisan, tapi sudah hilang, sekarang kita mau buat lagi, besok mau dipasang, kebetulan juga dibantu oleh mahasiswa pariwisata UB. Jadi kayak himbauan, himbauan dilarang menginjakkan kaki di terumbu karang, terus kalo papan papan dilarang membuang sampah sudah kita pasanng di objek – objek, di bolu – bolu ada, itu juga kerjasama

Gajahmada. Terus di banyu anjlok juga sudah ada, di lenggoksono besok kita mau pasang yang dari Himapar UB. Ini tadi kooridinator nya baru ngomong dengan saya, juga ada tulisan selamat datang di desa wisata dari papan kayu. Kita yang apa, tiangnya kita yang bikin. Terus wedi awu, sebetulnya sudah ada program khusus dari gazebo, tapi morat marit kena angin putting beliung dulu bagus disana ada 6 gazebo yang dibikinkan oleh pihak ketiga, dispenda kota Malang, cuman karena kayaknya kalo gazebo dari kayu gitu gak bakal bertahan lama, ketika musim panen, itu morat – marit, sekarang tinggal tiangnya. Kalo wedi awu murni konsep saya itu tinggal nelayan dan surfing saja. Disana ada atraksi baru, namanya papan selancar stand up besar. Sebuah atraksi baru yang tidak ada di, jarang bahkan mungkin di Jawa Timur ya di Wedi Awu. Terus konsep ekowisata itu orang sana masih gak ngerti mbak, pengennya rame aja seperti di Lenggoksono, iri, itu yang masih jadi masalah. Jadi mereka senengnya ketika Wedi Awu itu rame, jadi mereka banyak uang, (yang tentuin daerah ini untuk jadi mass tourism, soft tourism dan hard tourism itu siapa ? nah kan antara pengurus wedi awu dan lenggoksono tidak terintegrasi, artinya berdiri sendiri2 gimana kok bisa nyantumin nama bowele ? kalo kayak begitu jadinya)

Peneliti : padahal wedi awu yang bapak mau terapkan ekowisata ? Informan : ya seperti itu, ya saya juga sudah sampaikan, cuman kadang – kadang orang – orang

situ berkonflik dengan lenggoksono, ada tulisan yang mengarahkan ke lenggoksono, itu pasti di lepas sama orang wedi awu. Contoh perhutani juga ya, dulu kita bikin, mau nya mereka wisatawan itu mereka ke wedi awu juga, tapi karena kita bendung di pemasarannya tetap saya jadikan seperti itu, kadang kala kan di protes mbak dengan model seperti itu, cuman kan untuk memberikan pengertian kepada warga biarlah sementara toh mereka juga gak akan bisa meramaikan kalo tanpa bantuan kita, sehingga biarlah seperti itu, meskipun saya diprotes , mas bagilah ojok dek kono tok, saya sudah kasih pengertian cuman kan tidak mudah, sebagian satu orang paham, sebagian belum. Kayak yang jaga warung itu namanya pak siapa itu, sudah kita kasih pengertian tapi belum bisa terima, terus secara alam mereka berproses akhirnya mereka sepi, akhirnya mereka mancing semua, sebetulnya itu kan jadi atraksi ekowisata, bisa melihat mancing, nimbang, wisatawan kan juga banyak yang senang melihat itu, proses nimbang, terus menjaring dari tebing, menjaring ikan – ikan. Ada foto – foto nya waktu Bu Walikota, mas aku mau jaring, ngko tak tuku kabeh. Karena pernah sekali jaring itu dapat 3 kwintal, mas sidik tau. Emang kita terus, saya ya memberikan penyuluhan apa masukan masukan, emang di protes mbak dengan konsep seperti itu, tapi kalo nanti semua, terus kita promo besar – besaran ada masalah lain yang muncul yakni sarana dan prasarana nya yang masih sempit, kan kasian, jadi ya kita usahakan tidak terlalu rame Cuma ya tamunya yang datang puas berkualitas, Cuma ya proses mendatangkan tamunya itu yang paket kita kan emang agak mahal, premium, karena menurut yang ngajar ekowisata, ekowisata itu harus premium, supaya terseleksi orang yang situ berkonflik dengan lenggoksono, ada tulisan yang mengarahkan ke lenggoksono, itu pasti di lepas sama orang wedi awu. Contoh perhutani juga ya, dulu kita bikin, mau nya mereka wisatawan itu mereka ke wedi awu juga, tapi karena kita bendung di pemasarannya tetap saya jadikan seperti itu, kadang kala kan di protes mbak dengan model seperti itu, cuman kan untuk memberikan pengertian kepada warga biarlah sementara toh mereka juga gak akan bisa meramaikan kalo tanpa bantuan kita, sehingga biarlah seperti itu, meskipun saya diprotes , mas bagilah ojok dek kono tok, saya sudah kasih pengertian cuman kan tidak mudah, sebagian satu orang paham, sebagian belum. Kayak yang jaga warung itu namanya pak siapa itu, sudah kita kasih pengertian tapi belum bisa terima, terus secara alam mereka berproses akhirnya mereka sepi, akhirnya mereka mancing semua, sebetulnya itu kan jadi atraksi ekowisata, bisa melihat mancing, nimbang, wisatawan kan juga banyak yang senang melihat itu, proses nimbang, terus menjaring dari tebing, menjaring ikan – ikan. Ada foto – foto nya waktu Bu Walikota, mas aku mau jaring, ngko tak tuku kabeh. Karena pernah sekali jaring itu dapat 3 kwintal, mas sidik tau. Emang kita terus, saya ya memberikan penyuluhan apa masukan masukan, emang di protes mbak dengan konsep seperti itu, tapi kalo nanti semua, terus kita promo besar – besaran ada masalah lain yang muncul yakni sarana dan prasarana nya yang masih sempit, kan kasian, jadi ya kita usahakan tidak terlalu rame Cuma ya tamunya yang datang puas berkualitas, Cuma ya proses mendatangkan tamunya itu yang paket kita kan emang agak mahal, premium, karena menurut yang ngajar ekowisata, ekowisata itu harus premium, supaya terseleksi orang yang

Peneliti : mau ke wedi putih pak, sama mbah no Informan : memang jalannya itu kita buat seperti itu, mbah no itu salah satu pemanfaat yang

pinter, yang berjuang kita, yang nikmatin, tapi ya gpp, karena masyarakat kita juga. Jadi kita ini gak ada saudara, murni pemberdayaan masyarakat, kayak saya ini, pemasaran kemana – mana padahal saya pake uang pribadi, ke JTM 4 juta, siapa yang membiayai, pak kades sanguine 600 yang lain, hotel saya sendiri yang bayar, untuk masyarakat, kami gak ada saudara. Tapi saya dapat pemasukan dari paket yang kita jual, saya seperti travel sama mas sidik, tapi bukan saudara, tapi kalo di Tiga Warna itu keluarga ada besan ada anak ada menantu, Pak Saptoyo itu kekeluargaan, jadi yang ngelola tiga warna itu sebenarnya keluarga. Kalo disini itu masyarakat murni, kayak saya punya perahu, tapi kan yang megang perahu saya bukan saudara saya, cak gito itu bukan apa – apa saya, cuman ya saya percayakan, memang saya dari awal juga sudah punya perahu ya jadi belum rame saya sudah punya.

Peneliti : apa itu bowele pak ? Informan : sebenarnya ada yang tau kawasan bowele ini namanya Mbah Dugel, dia dulu mantan

perangkat desa di lenggoksono sana. bowele itu adalah sebuah kawasan yang menggambarkan kawasan bolu – bolu, wedi awu, lenggoksono. Bowele emang tidak ada di peta, karena di ciptakan di cetuskan tahun 92 oleh Drs. Pujiyono oleh Camat Tirtoyudo. Dulu merancang , oh bisa jadi surga wisata iki, tak namakan bowele aja, nah itu Pak Shodi sebagai kepala desa sudah tau tapi masih kecil, jadi yang paham itu tokoh – tokoh yang lama ( shoul I interview them ?. Saya pernah ketemu yang mendirikan bowele, waktu itu pernah datang kesini berwisata, “oalah mas, aku seneng mas ide ku onok sin g nerusno” orang sawojajar mba, sekarang sudah pension, jadi pengen tahu bowele, bisa liat di seputarmalang.com orang itu mendirikan itu sekarang, itu yang mengagas itu pak Abdul razak, pak rofiq, tiga orang, Jadi beliau ini dulu pak Pujiyono berangan – angan kawasan bowele ini jadi kawasan wisata di Kabupaten Malang, diberi nama bowele ini karena menyatukan nama bolu – bolu, wedi awu, lenggoksono, terus kita tambahi, saya tambahi, waktu tahun 2010 ada pelatihan ekowisata bahari, waktu itu juga Tanya mbak, opo sih ekowisata, ekowisata itu ekologi pariwisata, nah sekarang saya sendiri mendalami ilmu Ekowisata dari Pak Lukman, dari Pak Nurdin juga, tapi kalo biologi dan tanaman – tanaman nya lebih ke Pak Lukman. Itu bowele ya. Sumber daya alam yang terdapat di bowele itu ada sumber daya alamnya yang sesungguh nya ya, kita itu potensi agro cengkeh, kopi, pisang, terus kalo atraksi wisata ada banyu anjlok yang spesifik karena air terjun tepi pantai, snorkeling sama surfing. Snorkeling nya ada banyak titik sih, Cuma sementara masih berkonsentrasi di teluk kletakan. Nanti khawatir, kalo semua kita buka kan rusak, nanti kalo udah jenuh baru kita buka yang lain. Wedi putih itu snorkeling nya bagus, kita udah tau dari lama, tapi teknik kita kan beda sama pemikiran orang awam, orang awam pengennya semua rame, mereka dapat untung, kan kalo kami memperhatikan kelestariannya, jadi tidak semua kita upload,

Peneliti : berarti sebenarnya bowele ini itu, dipemikirannya pokdarwis itu jadi tiga kawasan yang peruntukkannya beda – beda, jadi lenggoksono ini dijadikan sebagai desa wisata,

Informan : desa wisata ya semua, karena wedi awu juga desa kami kan dusun saja disana Peneliti : lenggoksono itu desa wisata, terus wedi awu ini dijadikan ? Informan : jadi kawasan ekowisata, terkonsentrasi kesana, jadi para wisatawan yang masuk,

sekarang kan masih free belum tertata, maksudnya kami kalo disana itu, dibuat sebersih mungkin jadi gak terlalu rame, bersih, sekarang pun yang kebanyakan datang ke sana itu tamu asing, karena berselancar. Sama ada atraksi baru namanya surfing stand up tadi. Disana atraksi baru nya tidak bisa untuk masal dan yang nyewa alat itu harus berani dengan air. Kan itu dengan sendiri nya sudah menyeleksi, wisata yang bisa nyewa itu gak mungkin banyak.

Peneliti : kalo bolu – bolu ini dijadikan apaa ? Informan : kalo bolu – bolu dulu kan waktu pak Rofiq ini belum tau kalo ada banyu anjlok, nah

sebetulnya bolu – bolu ini bisa menjadi tempat liat sunrise, area camping ground, itu juga diliat konsepnya itu ada ekowisata juga, yang masal itu kan banyu anjlok dan pantai lenggoksono.

Peneliti : keunikannya pak ? Informan : keunikannya salah satu nya kan yang jarang kan pantai kita bisa jadi tempat selancar,

itu dari obyek loh, kalo dari desa mungkin kita penghasil cengkeh terbesar di malang, itukan di cengkeh mulai dari pembibitann sampai panen bisa jadi atraksi ekowisata, itu di cengkeh saja kalo di daerah lain belum tentu pohonnya bisa berbuah, untuk bisa berbuah itu cengkeh berhubungan dengan kesuburan tanah, dengan ketinggian tempat dan cuaca harus pas. Kalo disini kan terkenal dengan cengkehnya. Desa kami kan dulu dijadikan sebagai lumbung padi untuk pejuang itu yang belum tergali, jadi di tahun 45 Letkol Katahar itu membawa pasukannya kesini mengungsi nah disini kan ada banyak sawah ya itu jadi lumbung padi buat makannya para pejuang. Juga ada tempat kandangan yang dulu jadi penitipan hewan – hewan ternak para pejuang. Nah itu yang belum tergali dari historis nya. Terus ada banyu anjlok obyeknya, secara administrasi wilayah desa tapi bukan milik perhutani, terus pantai lenggoksono sendiri untuk surfer pemula, kalo wedi awu untuk professional, itu sudah banyak yang datang dari Bali seperti ya sekarang ini sudah ada yang beli tanah dari Bali, bukan investor, si santos, beli tanah mau bikin vila, tapi vila pribadi,

Peneliti : atraksi wisata nya apa pak ? Informan : kalo atraksi wisata surfing, terus snorkeling, itu yang di obyek loh, meskipun bukan

milik kita tapi kan ada di wilayah administrasi desa, sama kayak di Gubugklakah kalo ditanya atraksi wisata nya ya pasti coban pelangi. Di wedi putih sebenarnya ada potensi diving, tapi karena kita gak punya alat jadi ya tidak kita cantumkan. Snorkeling, surfing banyu anjlok, wisata agro, sejarah, itu lima, tapi yang di desa itu Cuma agro dan sejarah.

Peneliti : agro nya itu apa aja pak ? Informan : cengkeh kopi yang paling di daerah lain gak punya, kalo kita pake istilah one place

one product itu cengkeh krn di desa lain gak punya. Kalo kopi bisa sumbertangkil dan dampit. Amstirdam, kopi kalo di malang itu jadi ampelgading tirtoyudo dan dampit, jadi tiga yang internasional itu amstirdam. Kalo cengkeh Cuma kita yang punya, kalo cengkeh itu di tempat lain ada mbak, tapi gak berbuah, kalo kami tiap tahunnya bisa masok 1000 ton ya datanya di bakul bakul, saya juga musim depan jadi salah satu bakul cengkeh kita punya supplier ke jombang ke Gudang Garam, cuman cengkeh ya musiman, nanti ini puasa mulai udah.

Peneliti : kalo pembagian wilayah pak yang waktu itu pak muklis jelaskan di wa Informan : kalo yang barat kan lenggoksono sebagai mass tourism, kalo yang hard tourism itu

pulo gadung dan pulo pat, itu udah ada perdes nya sebagai kawasan konservasi lobster (MPA) itu sudah tidak bisa diganggu gugat, tapi yang bisa mengawasi kita disini itu pokmaswas kebetulan kita organisasinya itu dibentuk oleh Dinas Kelautan jadi untuk MPA itu sudah di perdes kan. Soft tourism nya, ini juga kita belajar dari anak UB, mas faundra dan mba Agustin, itu menerima wisatawan tapi ya mirip – mirip tiga wisata itu, ya kalo Hard Tourism itu, kalo gak boleh ya gak boleh. Kita kan juga masih belajar mbak. Jadi soft tourism wedi Awu, hard tourism itu yang tengah itu pulo gadung pulo pat, pulo-pulo kecil, tapi yang kita khususkan bukan pulo gadung nya tapi Goa lobsternya itu yang kita jaga, terus yang mass tourism nya itu pantai lenggoksono kan udah kayak pasar sekarang mbak, kalo banyu anjlok kan warung nya Cuma tiga sama persewaan alat – alat

Peneliti : disana sudah ada warung pak ? Informan : iya sudah, tapi sudah saya suruh pidah letaknya terlindung, cak piyono sudah kita beri

masukan, diundurno, dibawah pohon supaya kalo difoto itu gak jelek, itu warungnya dua Pak Agung sama mas deket nya andi. Terus ada catatan mbak, semua yang ada di obyek itu masyarakat bukan investor jadi mbah no seluruhnya ke barat itu masyarakat, bukan orang kaya, jadi mereka menggantungkan hidup disitu.

Peneliti : kalo antusiasmie masyarakat disini terhadap bowele baik dari desa wisata Informan : kalo yang obyek jelas mereka antusias karena mereka menggantungkan hidupnya

disana, mereka kalo bertani senang soalnya tanah nya laku kan, deretan itu juga kalo saya kepantai, ditanyai ada tamu atau engga, aduh dereng pak, ya kalo lebaran rame kalo puasa sepi. Jelas kalo yang dipantai karena menggantungkan hidupnya dari wisata ya berharap ramai, kalo masyarakat desa purwodadi sendiri mereka gak begitu peduli, karena mereka sudah sejahtera dengan cengkeh. Makanya kita juga susah kasih pengertian. Kami dengan perangkat desa kan, kalo mas didik perangkat desa yang mendukung desa wisata juga salah satu, motivator teman seperjuangan, karena ada perangkat yang bilang lapo mikirno wisata wong wisata ae gak mikirin desa, ada perangkat desa pernah bilang seperti itu, kan gini di musrenbang desa itu,

Alhamdulilah Pak Kades sudah sehati dengan kita, mendukung, kebetulan kepala desa ada di kubu kita, dulu masih sering gak sinkron, tapi sering saya sampaikan desa kita ini kan desa terpencil apa yang bisa dikembangkan dari desa apakah anak – anak olah raga, gak mungkin kalo sepak bola gak mungkin bisa angkat nama, dulu orang lenggoksono gak tau sekolah tahun 97 –

99, saya sekolah di kota ya, lenggoksono itu gak eroh, saya malu ngomong lenggoksono jadinya saya ngomong dampit, kalo itu baru ada yang kenal. Sekarang lenggoksono, bowele semua tau. Nah yang bisa kita angkat dari desa kita itu wisatanya, dulu itu yang saya sampaikan, anak kita ada kok yang pandai ada yang satu dua dari brawijaya, juga ada. Sekarang juga ada yang ketrima di UM.

Peneliti : kalau TIC pak, gimana kah sudah berfungsi atau belum ? Informan : kalo tic sih fungsi nya sebagai pemberi informasi gratis ke wisatawan, memang

kadang – kadang wisatawan juga menjengkelkan mbak, kalo baru ada masalah aja baru datang ke TIC.banyak yang gak mampir karena emang posisi nya keliru, kalo pos penjagaan dijadikan di TIC memang harus, sudah saya konsep, jadi penjagaannya di depan TIC, terus sama pihak lain dipindah kesana, akhirnya kan tidak semua wisatawan ke tic. Tapi wisatawan ya tetap ada, yang ngerti itu langsung mampir, terus yang konfirmasi itu jelas tamu – tamu jelas, mereka pasti ke tic. Banyak juga, terus terang mahasiswa itu langsung aja nyelonong, kalo ada masalah seperti premanisme yang sering terjadi di malam minggu, ada yang kehilangan hp, baru ngehubungin informasi, ada yang ban nya bocor di banyu anjlok, ada mobil kampasnya obong, akhirnya ngehubungi kita juga. Pernah mobil ford everest ya sampai dua hari, padahal kita ada di TIC terus akhirnya karena dia mengalami kerusakan yang parah, kita carikan mobil Derek, dan dia gak mau ke TIC padahal tau dikira bayar. Padahal sudah ada tulisa informasi gratis. Kita padahal gak maksa jual paket kok, jadi disitu itu hanya memberi informasi nanti ombak nya seperti ini, terus harga tiketnya disana seperti ini. kalau saya yang naruh bayar dari mana ? kita ka nada alat

10 set yang ketika keluar 250 terus yang kita jaga tic itu kita kasih 75 rb per hari. Jadi kita sudah, alat kita itu gak mau menyaingi yang di pantai mba, jadi kita punya 10 ya sepuluh itu, itu untuk operasional nya TIC aja. Jadi ya hari biasa gak kita buka, karena terbatasnya dana.

Peneliti : kalo misalkan teknik promosinya gimana pak ? Informan : promosi kita ikut pameran dimana – mana salah satunya pameran tahunannya MTF

kita sudah tiga tahun berturut – turut ikut. Kadang – kadang orang tani juga gak tau apa yang kita lakukan, tahunya kita kita bagian pemasaran, mereka gak tau apa yang saya lakukan MTF saja itu tiga kali, jtm kita ikut, kalo promosi ke komunitas backpacker, cs (couchsurfing), saya kan ikut gathering nya mereka kan disuruh presentasi, kayak contoh gathering di juminten dengan anak – anak cs, anak cs kan banyak bule nya, saya promosinya. Itu salah satu teknik pemasaran, terus pihak asidewi, asosiasi desa wisata, saya kan pemasarannya asidewi kabupaten malang, sudah kami dikukuhkan di Pujon kidul, sudah di SK kan oleh Pak Made (Ketua Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang).

Peneliti : masyarakat sini pernah bantu pak muklis untuk promosi ? Informan : sementara kalo masyarakat ya gak ada mba, saya promosi sendiri,sama desa yang

bantu, desa nyangonin, contoh nya saya ke Surabaya di sangoni kepala desa, dana untuk bayar sewa mobil. Dan karena Kepala Desa muda itu gak mudah cerita tentang konsep ekowisata bowele itu. Karena saya mengkonsep ekowisata itu dengan kepala desa yang lama, akhirnya saya kan harus kasih tau pelan – pelan lagi.

Peneliti : target pasar nya bagaimana pak di tempat ini ? Informan : kita internasional juga, kita gabung di EJEF, East Java Ecotourism Forum, sejak

2012, cuman kan ilmu – ilmu seperti itu kan gak gampang diterapkan di masyarakat lenggoksono yang 6000 jiwa kan banyak. Di EJEF itu para ahli ekowisata itu kumpul disitu, kasih kuliah gratis ke EJEF-er se jawa timur. Masyarakat ya membantu nya ya sekarang, PKK setiap hari jumat itu sudah tanam bunga di desa, kita mengusulkan ke kepala desa, desa merespon, kita juga di musrenbang juga mengusulkan di setiap RT harus ada tempat sampah, itu saya pernah berdebat dengan salah satu pejabat, kaur keuangannya, yaitu “lapo mikir mikir wisata, wong wisata ga mikir desa” karena kan yang punya power di desa itu kan perangkat desa, jadi yang melarang masyarakat buang sampah di sungai kan perangkat desa, saya hanya guru, saya hanya kasih masukan dari aspek wisata tapi kan eksekutor nya mereka. Hal tersebut bisa disimpulkan dari perangkat desa sendiri aja ada yang masih belum sadar wisata, tapi sukurnya ada Pak sidik, yang perangkat desa kan bisa terealisasi program kita misalkan gerakan jumat bersih, sekarang sudah mulai di tata masyarakatnya.

Peneliti : disini sudah ada tempat oleh – oleh pak ? Informan : ada untuk kripik pisang sudah ada di warung – warung, kita disini jual bubuk kopi

dan kripik pisang, kripik pisangnya udah kita kirim ke Bali. Orang – orang kita selalu produksi, beli nya di warung – warung sekitar sini. Namanya Kripik Bowele, Cuma packing dan PRT nya belum ada.

Peneliti : Pak Muklis sudah pernah studi banding ke tempat lain pak ? Informan : ke bali pernah, ke banjar, dengan dinas, kita gak mungkin ya dengan dana sendiri,

apalagi rencana ke JTC (pameran wisata tgl 27-29 Mei 2016 di JCC, Jakarta) aja, itu hotelnya hotel bintang lima.

Peneliti : Kualitas sumber daya manusia gimana itu pak ? Informan : disini ya memang saya gak bisa ngomong rendah tapi masih belum paham, kita juga

dari edukasi ya susah, ada juga beberapa tindakan premanisme yang merusak, nah tapi pendekatan kami biar tindakan premanisme itu berkurang ialah mendekati kelompok itu gak kita musuhi, kita rangkul karena bagaimanapun itu adalah warga kita. Pak Kades mikirnya begitu. Kita didik lah siapa tau sadar. Cari teori atau penelitian yang sebelumnya yang dapat menyatakan dari edukasi ya susah, ada juga beberapa tindakan premanisme yang merusak, nah tapi pendekatan kami biar tindakan premanisme itu berkurang ialah mendekati kelompok itu gak kita musuhi, kita rangkul karena bagaimanapun itu adalah warga kita. Pak Kades mikirnya begitu. Kita didik lah siapa tau sadar. Cari teori atau penelitian yang sebelumnya yang dapat menyatakan

Peneliti : Kalo misalkan dari segi kualitas usaha gimana ? Informan : homestay sudah bagus tapi syarat administrasinya aja yang belum dilengkapi, kalo

homestay antara sini dan Gubugklakah dan di Pujon Kidul, ngadas masih bagusan disini. Cuman disini belum terakdreditasi dalam artian belum ada buku tamu, pelaporan ke rt rw sama pemasukan ke Pokdarwis. Rp 110.000 tarif biaya nya. Tapi habis besok ini kita terapkan krn kita undang ketua Asidewi utk pembinaan homestay.

Peneliti : masyarakat banyak yang jadi tour guide ? Informan : sudah banyak. Mas bogel, mas andi, mas joni. Itu yang menawarkan diri, kalo

kebanyakan banyak orang yang sudah berkeluarga. Informan menunjukkan foto – foto di obyek wisata Wedi awu Peneliti : bagusan ombak mana pak ? Informan : ombaknya beda mba, kalo di lenggoksono itu beach break, kalo yang di wedi awu itu

point break. Yang disukai surfer itu yang point break krn gak susah cari ombaknya. Peneliti ; Pak kalo semisal saya sebar kuesioner di masyarakat lenggoksono gimana ya pak

respon mereka ? Informan : terus terang ya mbak, pada dasarnya masyarakat desa ini ekonominya itu pendapatan

pertahunnya itu Rp 60 - 80 juta per tahun dari kebun cengkeh itu, jadi mereka itu cuek gak peduli, dengan wisata, itu tapi ada harapan besar dengan wisata, masa embong nya gak diberesin, harapan mereka secara umum itu ada di prasarana nya, jadi tidak begitu peduli, tapi mereka juga anti dengan perhutani.