3 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran

Rumusan Masalah

1. Siapakah yang berperan

2. Bagaimana prinsip –

3. Bagaimanakah ekowisata

sebagai pengambil keputusan

prinsip ekowisata telah

Bowele ini dapat menjadi

strategis pengembangan

diterapkan dalam

pariwisata yang

wisata di Bowele ? pengelolaan ekowisata di

Analisis daya

tarik wisata

siapa saja

yang terkait

pengembang

untuk

an apa yang

perhubung

masyarakat

peran dan

 bentuk

mengelola

telah dan

an

bentuk

Daya Tarik

akan

 sarana dan partisipasi

Bowele  bagaimana

usaha yang

upaya

 sektor daya

yang telah

 kebijakan penduduk wisata  kualitas

dijalankan pemerintah

spesifik rangka

masyarakat

melindungi aset dan

budaya

Sumber : Tanaya dan Rudiarto (2014)

Peta Ekowisata Bowele

Strategi pengembangan pariwisata

43

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Sugiyono (2014) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti bertindak sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Penelitian kualitatif menjelaskan fenomena – fenomena sosial dengan mengembangkan konsep dan menghimpun informasi (Mulia, 2013).

Pada penelitian kali ini peneliti akan mendeskripsikan keadaan sosial terkait dengan dampak pengembangan pariwisata di daerah Bowele. Pengembangan pariwisata tentu bertujuan untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan, menambah pendapatan asli daerah, membuka banyak lapangan pekerjaan dan masih banyak tujuan lainnya yang mengarah pada pengembangan pariwisata massa. Akan tetapi dampak positif tersebut juga tidak dapat terlepas dari dampak negatif yang akan ditimbulkan. Hal yang menarik dari pengembangan pariwisata di daerah Bowele ini adalah daya tarik wisata ini menggunakan ekowisata sebagai strategi pengembangan pariwisatanya. Dampak positif dan negatif dari pengembangan daya tarik wisata ini banyak yang bertentangan dengan prinsip dari ekowisata ini.

Hal tersebut melatarbelakangi mengapa penelitian kualitatif deskriptif dipilih sebagai jenis penelitian. Peneliti ingin mengetahui lebih dalam mengenai makna dan proses dari keadaan yang terjadi pada daya tarik wisata Bowele. Menurut Sulistyo-Basuki (2010), penelitian deskriptif

3.2 Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian tentang Strategi Pengembangan Pariwisata Melalui Ekowisata dilakukan pada Daya Tarik Wisata Bowele, Desa Lenggoksono, Kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang, Jawa Timur dan dilaksanakan pada bulan Mei 2016 dan Juli 2016.

3.3 Fokus Penelitian

Daya tarik wisata Bowele adalah salah satu ekowisata bahari. Berdasarkan penjelasan dari Tuwo (2011), Ekowisata bahari (pesisir dan laut) tidak melakukan eksploitasi alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik dan psikologis wisatawan. Dalam berbagai aspek, ekowisata merupakan bentuk wisata yang mengarah ke metatourism artinya ekowisata pesisir dan laut bukan menjual destinasi tetapi menjual filosofi. Dari aspek inilah ekowisata tidak akan mengenal kejenuhan pasar (Ngabito, 2013).

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa gejala dari suatu obyek penelitian kualitatif bersifat holistik (menyeluruh, tidak dapat dipisahkan). Keseluruhan situasi sosial yang diteliti tersebut meliputi aspek tempat, pelaku dan aktivitas yang secara sinergis berinteraksi. Oleh karena permasalahan yang dibahas dalam penelitian kualitatif, peneliti akan membatasi penelitian. Batasan penelitian dalam penelitian kualitatif disebut dengan fokus, yang berisi pokok masalah Penjelasan di atas menunjukkan bahwa gejala dari suatu obyek penelitian kualitatif bersifat holistik (menyeluruh, tidak dapat dipisahkan). Keseluruhan situasi sosial yang diteliti tersebut meliputi aspek tempat, pelaku dan aktivitas yang secara sinergis berinteraksi. Oleh karena permasalahan yang dibahas dalam penelitian kualitatif, peneliti akan membatasi penelitian. Batasan penelitian dalam penelitian kualitatif disebut dengan fokus, yang berisi pokok masalah

a) Mengeksplorasi potensi dari aspek objek dan atraksi wisata pada DTW Bowele serta mendeskripsikan profil ekowisata

b) Menggali potensi dari aspek kemasyarakatan, berupa karakter masyarakat, bentuk partisipasi masyarakat, peluang usaha, kualitas wisata dan kesiapan masyarakat.

c) Mengetahui upaya – upaya pengelolaan ekowisata yang telah dilakukan, siapa saja yang mengelola

d) Mengetahui porses perencanaan pengembangan ekowisata.

e) Mengetahui aspek pemberdayaan masyarakat, terkait badan, peran dan bentuk pemberdayaan masyarakat.

3.4 Sumber Data penelitian

Penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, Spradley dalam Sugiyono (2014) menamakan sebagai “situasi sosial” yang terdiri atas tiga elemen yaitu tempat, pelaku dan

aktivitas yang secara sinergis berinteraksi. Populasi tidak digunakan pada penelitian kualitatif karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak diterapkan ke populasi melainkan diimplementasikan ke tempat lain yang memiliki situasi sosial yang sama dengan penelitian terkait. Pada penelitian kualitatif, peneliti biasanya terjun ke dalam suatu situasi sosial, melakukan observasi dan wawancara kepada orang yang dianggap mengetahui situasi sosial tersebut. Sumber data yang dikemukakan dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara, akan tetapi peneliti perlu menyebutkan siapa saja aktivitas yang secara sinergis berinteraksi. Populasi tidak digunakan pada penelitian kualitatif karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak diterapkan ke populasi melainkan diimplementasikan ke tempat lain yang memiliki situasi sosial yang sama dengan penelitian terkait. Pada penelitian kualitatif, peneliti biasanya terjun ke dalam suatu situasi sosial, melakukan observasi dan wawancara kepada orang yang dianggap mengetahui situasi sosial tersebut. Sumber data yang dikemukakan dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara, akan tetapi peneliti perlu menyebutkan siapa saja

a) Mereka yang menguasai dan memahami suatu situasi sosial melalui proses enkulturasi, sehingga situasi sosial tersebut bukan sekedar diketahui tetapi dihayati.

b) Mereka yang masih berkecimpung dengan situasi sosial yang diteliti

c) Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi

d) Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “kemasannya” sendiri

e) Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber. Penambahan sampel pada penelitian kualitatif akan dihentikan apabila datanya sudah jenuh,tidak ditemukan data baru lagi dari berbagai informan. Berikut ini adalah sumber data yang akan digunakan peneliti :

1). Data Primer, berasal dari informan kunci penelitian yaitu

a) Dari pengelola daya tarik wisata yang berada di obyek penelitian. Data yang dihimpun berupa informasi terkait upaya – upaya apa saja yang telah dilakukan untuk mengembangkan pariwisata di Bowele

b) Dari aparatur desa. Data yang dihimpun berupa informasi terkait manfaat yang dirasakan desa sejak dikembangkannya ekowisata di daerah ini.

c) Dari masyarakat lokal. Data yang dihimpun berupa informasi terkait signifikansi manfaat yang dirasakan masyarakat lokal sejak dikembangkannya ekowisata di daerah ini.

d) Dari wisatawan yang berkunjung. Data yang dihimpun berupa informasi terkait kesan dan pengalaman mereka di obyek penelitian.

2). Data Sekunder, bersumber dari :

a) Gambaran profil obyek penelitian di tingkat kabupaten atau kota. Jenis datanya berupa data kualitatif dan data kuantitatif (data berupa luas area wisata, wilayah area wisata, objek dan daya tarik wisata,dll).

b) Data audio visual dan videografi yang berasal dari hasil fotografi, rekaman suara,

c) Laporan – laporan tertulis pengelola wisata

3.5 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif segala sesuatu yang akan dicari oleh peneliti dari obyek penelitian belum jelas dan pasti baik masalah maupun sumber data dan hasil. Rancangan penelitian masih bersifat sementara dan berkembang. Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen seharusnya memahami metode penelitian kualitatif, memiliki wawasan terhadap bidang yang diteliti, siap untuk memasuki obyek penelitian baik secara akademik maupun logistiknya (Sugiono, 2014). Selain peneliti, instrumen yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan yang berupa close end question dan checklist. Daftar pertanyaan disini ditujukan untuk para wisatawan untuk mengetahui seberapa mereka menikmati berwisata di objek penelitian dan mengetahui karakteristik wisatawan dari segi umur, asal, minat khusus dan berbagai karakteristik demografi lainnya. Checklist digunakan sebagai reminder poin – poin dalam fokus penelitian apa saja yang akan diteliti dalam studi lapangan dan bagaimana kondisi, keadaan atau perkembangan variabel tersebut.

3.6 Pengumpulan Data

3.6.1 Informan

Narasumber yang dijadikan informan pada penelitian ini adalah :

a) Kepala Desa Purwodadi Sebagai pemimpin wilayah tentunya sesosok Kepala Desa paham mengenai kondisi desa dan permasalahan yang terjadi di wilayahnya.

b) Bagian Kecamatan Tirtoyudo Narasumber yang berasal dari kecamatan diharapkan dapat membantu peneliti untuk dapat lebih memahami bidang pengembangan dan pengelolaan wisata yang ada di Bowele.

c) Aparatur Desa Aparatur Desa yang dimaksud adalah bagian dari perangkat desa yang merupakan rekan kerja dari Kepala Desa. Aparatur Desa dijadikan sebagai informan pada penelitian ini diharapkan dapat mengetahui informasi lebih rinci yang bersifat teknis terkait pengembangan pariwisata di Bowele.

d) Pengelola atau Operator Wisata Pengelola Wisata disini diketuai oleh Tim Pelaksana yang merupakan koordinator dari tiga lembaga yakni Ladesta (Lembaga Desa Wisata), LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan), dan Pokmaswas (Kelompok Masyarakat Pengawas). Baik Timlak dan ketiga lembaga desa tersebut merupakan pengelola wisata yang bersentuhan langsung dengan wisata yang ada di Bowele.

e) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang

Dinas yang bertanggung jawab sebagai pembina pariwisata di seluruh wilayah Kabupaten Malang ini tentu mengetahui pengembangan pariwisata yang ada di Bowele ini.

3.6.2 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dan snowball sampling . Berikut ini adalah metode pengumpulan datanya :

a) Observasi Peneliti akan menggunakan dua jenis observasi, yakni observasi partisipatif dan observasi tak berstruktur. Pada observasi partisipatif, Peneliti akan terlibat dengan kegiatan sehari – hari dengan pihak – pihak yang terlibat untuk mengelola obyek penelitian. Observasi tak berstruktur tetap digunakan oleh peneliti karena peneliti ingin tetap melakukan pengamatan bebas terkait fenomena yang ada di lokasi penelitian berupa observasi deskriptif.

b) Wawancara semi terstruktur Peneliti akan mewawancarai orang dengan teknik in depth interview. Pemilihan informan dari penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Peneliti mewawancarai orang – orang yang memiliki kapasitas untuk menjelaskan suatu topic atau fenomena yang terkait. Tujuan dari wawancara ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide – ide nya.

c) Dokumen Dokumen yang dimaksudkan adalah berupa tulisan, gambar, karya – karya monumental dari seseorang serta data – data tertulis terkait dengan perkembangan obyek penelitian.

Melalui observasi, wawancara dan dokumen, peneliti berusaha menggali informasi selengkap dan sedalam – dalamnya sampai pada satu titik dimana tidak ada penambahan informasi baru kembali ( snowball sampling).

3.7 Metode Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber dan dilakukan secara terus menerus sampai datanya jenuh. Dengan pengamatan yang terus menerus tersebut mengakibatkan variasi data tinggi sekali. Oleh karena itu peneliti sering kali mengalami kesulitan dalam melakukan analisis. Berdasarkan hal itulah, analisis data dalam penelitian kualitatif adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit – unit, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiono, 2014)

Untuk melakukan penelitian ini, peneliti akan mempersiapkan daftar pertanyaan yang diajukan untuk masing – masing informan. Untuk para pengelola daya tarik wisata, Informasi yang dikumpulkan meliputi identitas responden (umur dan tanggung jawab di lokasi wisata), pemahaman pengelola ekowisata Bowele ini terhadap objek dan daya tarik wisata, kemasyarakatan, pengelolaan dan pengembangan wisata dan pemberdayaan masyarakat.

Untuk Masyarakat , Informannya adalah orang – orang yang menjadi pelaku usaha dan masyarakat asli Bowele yang bersedia untuk diwawancarai, data yang dihimpun berupa data identitas, data persepsi masyarakat tentang ekowisata, kegiatan wisata berbasis ekowisata di lokasi penelitian, keterlibatan masyarakat. Untuk Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang, responden merupakan bidang objek wisata dan jasa sarana wisata, data yang dihimpun berupa informasi terkait peraturan yang mendesak adanya perjanjian kerjasama antara Perhutani dengan Desa Purwodadi, alasan mengapa Desa Purwodadi menjadi desa wisata, syarat dan prosedur untuk membuat sertifikat pariwisata dan ijin jasa pariwisata dan program pembinaan apa yang telah dan akan dijalankan untuk membina pengembangan wisata di lokasi penelitian. Untuk Wisatawan, Daftar pertanyaan yang akan ditanyakan berupa data identitas diri, data persepsi pengunjung tentang ekowisata di Bowele, kondisi kawasan ekowsiata, kesan dari atraksi wisata yang ditawarkan. Peneliti juga akan mempersiapkan checklist terkait objek dan daya tarik wisata guna mengetahui seberapa lengkap sarana dan prasarana pariwisata dan ketersediaan unsur – unsur pokok pariwisata yang ada di Bowele.

Daftar pertanyaan di atas kemudian akan ditanyakan melalui wawancara dengan para informan secara langsung dan akan diolah dengan model Miles and Huberman. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai, apabila jawaban yang diperoleh setelah dianalisis belum memuaskan, maka pertanyaan selanjutnya akan ditanyakan lagi sampai diperoleh data yang dianggap kredibel. Miles dan Huberman (Sugiono, 2014) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu data reduction, data display, dan conclusion : drawing / verification.

Gambar 3.1 Komponen dalan Analisis Data

Sumber : Sugiono, 2014 : 92

a. Reduksi Data ( Data Reduction) Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal – hal yang pokok, memfokuskan pada hal – hal penting dicari tema dan polanya. Dalam mereduksi data setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai. Tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah pada temuan. Oleh karena itu, kalau pada penelitian kualitatif ditemukan segala

sesuatu dipandang asing, tidak dikenal, belum memiliki pola justru itu yang harus dijadikan perhatian dalam melakukan reduksi data (Sugiono, 2014).

b. Penyajian Data ( Data Display) Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles dan Huberman (1984) dalam Sugiono (2014) menyatakan yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat naratif.

c. Penarikan Kesimpulan / Verifikasi ( Conclusion Drawing / Verification) Kesimpulan awal yang dikemukakan ini masih bersifat sementara dan dapat berubah

bila tidak ditemukan bukti – bukti yang kuat yang mendukung pada tahap bila tidak ditemukan bukti – bukti yang kuat yang mendukung pada tahap

3.8 Rencana Pengujian Keabsahan

Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek penelitian. Kebenaran data menurut penelitian kualitatif tidak bersifat tunggal, tetapi jamak dan tergantung pada hasil proses mental tiap individu dengan berbagai latar belakang. Oleh karena itu diperlukan uji keabsahan (Sugiono, 2014). Berikut ini adalah beberapa uji keabsahan data pada penelitian ini :

a. Uji kredibilitas Peneliti menggunakan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan. Dengan Perpanjangan pengamatan, Peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui. Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan dengan pengecekan kembali apakah data yang telah ditemukan itu salah atau tidak serta memberikan deskripsi data yang sistematis tentang apa yang diamati (Sugiono, 2014).

b. Uji transferability Nilai transfer ini terkait dengan pertanyaan, hingga mana penelitian dapat diterapkan atau digunakan dalam situasi lain. Bila pembaca laporan penelitian mendapat gambaran yang

jelas terkait “semacam apa” suatu hasil penelitian (terjadi transfer) maka laporan tersebut memenuhi standar.

c. Triangulasi Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan waktu. Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara crosscheck data terhadap berbagai sumber. Triangluasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Triangulasi waktu dilakukan dengan mengecek wawancara, observasi dan teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda (Sugiono, 2014). Penelitian ini menggunakan, triangulasi sumber dan waktu.

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Objek Penelitian

4.1.1 Desa Purwodadi

Desa yang mulai terbentuk pada 12 Januari 1982 ini memiliki luas 1041 Ha dan terletak pada kecamatan Tirtoyudo, Kabupaten Malang. Desa ini terbagi menjadi tiga dusun yaitu Dusun Lenggoksono, Dusun Purwodadi dan Dusun Balearjo. Jarak tempuh dari Desa Purwodadi ke pusat kecamatan kurang lebih 32 kilometer dalam waktu 90 menit. Jarak dari Desa Purwodadi ke pusat Kabupaten Malang kurang lebih 82 kilometer yang dapat ditempuh dalam waktu 120 menit.

Gambar 4.1 Peta Wilayah Desa Purwodadi

Sumber : Dokumentasi Penulis

Gambar 4.2 Desa Purwodadi dari atas

Sumber : Pokdarwis Bowele

Desa ini memiliki visi “Terwujudnya Desa Purwodadi yang Mandiri, Agamis, Demokrasi, Produktif, Maju, Aman, dan Berdayasaing dalam bidang

Pertanian, Ekonomi dan Pariwisata.” Misi desa ini adalah

1. Meningkatkan dan menerapkan nilai – nilai agama dalam kehidupan sehari – hari.

2. Meningkatkan Penyelenggaraan Pemerintah Desa

3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia

4. Meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap peraturan hukum yang berlaku.

5. Meningkatkan produk lokal dalam bidang pertanian dan pariwisata sehingga mengantarkan kehidupan rukun, adil, makmur.

6. Meningkatkan pembangunan desa dalam berbagai bidang utamanya : pertanian, perkebunan, kebudayaan yang ditopang oleh nilai – nilai keagamaan.

7. Meningkatkan pemberdayaan perempuan dan kesejahteraan keluarga.

8. Meningkatkan tugas pokok dan fungsi pemerintah desa

9. Mewujudkan masyarakat yang terampil dan mampu melaksanakan pembangunan secara mandiri.

Berikut ini adalah struktur organisasi dari Desa Purwodadi

Bagan 4.1 Struktur Organisasi dan Tata Pemerintahan Desa Purwodadi

Sumber : Buku RPJMDES Purwodadi 2013

Topografi (penguraian keadaan muka bumi pada daerah tertentu) Desa Purwodadi ini berupa dataran tinggi dan rendah. Desa Purwodadi untuk dataran tingginya dilelilingi oleh Bukit Wediawu, Bukit Benglis, Gunung Buncis, Gunung Bagong, Gunung Butak, Gunung Dangdang, Gunung Jangkung, Gunung Bili dan Gunung Bandi. Bagian selatan desa ini berbentuk wilayah perairan. Wilayah

perairannya berupa wilayah pantai, muara sungai dan perairan laut berupa teluk dan tanjung. Teluk yang termasuk ke wilayah Desa Purwodadi adalah Teluk Lenggoksono, Wedi Awu, Tambangglendang, Bolu – Bolu, Banyuanjlok, Dampar, Nglanding, Jerong, Bili, Kunir. Tanjung yang termasuk ke wilayah Desa Purwodadi adalah tanjung Tambakan, Jengkung, Sunglon, Tambangglendang, Alang – alang, Bolulu, Banyuanjlok, Bandi, Gelung, Nglanding, Lincing Kecil. Pulau – pulau kecil yang termasuk ke Wilayah Desa Purwodadi adalah Pulau Gombual, Mandigrobyok, Karasan, Gadung, Pat, Suleh, Jengkung, Simira, Kalong, Alang – alang. Pantai yang ada di Desa Purwodadi adalah pantai Lenggoksono, Wedi Awu, Bolu – bolu, Pantai Teluk Dampar, Pantai Banyu Anjlok, Pantai Pasir Putih Wedi Awu (DPK Kab. Malang, 2009).

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang menyatakan bahwa Desa Purwodadi sejak tahun 2014 sudah tergabung dalam tiga belas desa wisata di Kabupaten Malang. Desa Purwodadi dalam menjadi desa wisata akan mengandalkan Pantai Lenggoksono yang memiliki objek wisata terumbu karang dan air terjun dan atraksi wisata berupa selancar air untuk pemula, Pantai Wedi Awu yang memiliki atraksi wisata berupa selancar air untuk peselancar professional dan Pantai Bolu – Bolu (Purnomo, 2014).

4.1.2 Daya Tarik Wisata Bowele

Lokasi Daya Tarik Wisata Bowele tidak berada pada satu lokasi yang sama, akan tetapi terletak terpisah satu sama lain dikarenakan topografi Desa Purwodadi. Dari sekian banyak lokasi yang dapat dijadikan obyek wisata di Desa Purwodadi, berikut ini adalah zonasi wilayah yang selama ini dikunjungi baik untuk wisata Lokasi Daya Tarik Wisata Bowele tidak berada pada satu lokasi yang sama, akan tetapi terletak terpisah satu sama lain dikarenakan topografi Desa Purwodadi. Dari sekian banyak lokasi yang dapat dijadikan obyek wisata di Desa Purwodadi, berikut ini adalah zonasi wilayah yang selama ini dikunjungi baik untuk wisata

Daya Tarik Wisata Bowele itu pada bagian timur terdiri dari Teluk Ngasem, Goa Lowo, Pulau Sule, Teluk Ndampar, Pantai Pakisan, Pantai Wedi Awu, Pantai Wedi Putih. Bagian tengah terdiri dari Tanjung Bandi, Teluk Pakis, Pulau Pat dan Pulau Gadung. Bagian Barat yakni Pantai Lenggoksono, Pantai Banyuanjlok, Teluk Kletakkan, Pantai Bolu – bolu, Pantai Tamannglendang. Daerah – daerah tersebut akhirnya disederhanakan menjadi Bolu – bolu, Wedi Awu dan Lenggoksono sehingga menjadi Bowele.

Daya Tarik Wisata Bowele ini dikelola oleh banyak lembaga yang mewakili para stakeholder nya. Beberapa lembaga yang mengelola daya tarik wisata ini adalah Ladesta (lembaga desa wisata) dan Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang, LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) dari Perum Perhutani KPH Malang, Pokmaswas (Kelompok masyarakat pengawas) dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Malang. Untuk mengkoordinasi lembaga – lembaga pengelola di tempat ini Pemerintah Desa membentuk tim pengelola yang dinamakan Tim Pelaksana (Timlak) yang anggotanya merupakan bagian dari desa, dan tiga lembaga tersebut.

Gambar 4.3 Banyu Anjlok

Sumber : Pokdarwis Bowele

Gambar 4.4

Goa Lowo

Sumber : Pokdarwis Bowele

Gambar 4.5

Pulau Gadung

Sumber : Pokdarwis Bowele

Gambar 4.6 Beberapa Objek Wisata Lainnya

Sumber : Pokdarwis Bowele

Sumber : Dokumentasi Penulis

Sumber : Dokumentasi Penulis

a) Pulau Pat

b) Pantai Banyu Anjlok

c) Pantai Wedi Putih

Sumber : Pokdarwis Bowele

Sumber : Pokdarwis Bowele

Sumber : Pokdarwis Bowele

d) Teluk Ngasem

e) Pulau Suleh

f) Tanjung Bandi

Sumber : Pokdarwis Bowele

Sumber : Pokdarwis Bowele Sumber : Pokdarwis Bowele

g) Pantai Bolu – Bolu

h) Pantai Wedi Awu

i) Pantai Lenggoksono

4.1.3 Objek dan Atraksi Wisata

Kawasan Bowele yang termasuk ke dalam Desa Purwodadi ini memiliki beberapa obyek wisata yang lazim dikunjungi yakni Pantai Bolu – Bolu, Pantai Wedi Awu, Pantai Wedi Putih, Pantai Lenggoksono, Teluk Kletakan, Air Terjun Banyu Anjlok. Untuk Desa Purwodadi sebagai desa wisata sendiri pun sebagaimana yang telah dijelaskan di atas menjadi salah satu obyek yang dapat dikunjungi. Akan tetapi, Desa Purwodadi ini masih berbenah diri untuk menjadi Kawasan Bowele yang termasuk ke dalam Desa Purwodadi ini memiliki beberapa obyek wisata yang lazim dikunjungi yakni Pantai Bolu – Bolu, Pantai Wedi Awu, Pantai Wedi Putih, Pantai Lenggoksono, Teluk Kletakan, Air Terjun Banyu Anjlok. Untuk Desa Purwodadi sebagai desa wisata sendiri pun sebagaimana yang telah dijelaskan di atas menjadi salah satu obyek yang dapat dikunjungi. Akan tetapi, Desa Purwodadi ini masih berbenah diri untuk menjadi

Atraksi Wisata yang sudah ada di tempat ini adalah snorkeling yang dilakukan di Teluk Kletakan, camping site, sunrise and sunset view yang dapat di Pantai Bolu – Bolu, menikmati sensasi bermain air asin dan tawar di Banyu Anjlok, surfing pemula di Pantai Lenggoksono, surfing untuk peselancar yang sudah berpengalaman di Pantai Wedi Awu dan juga penyulingan minyak cengkeh di Desa Purwodadi. Akan tetapi untuk penyulingan minyak cengkeh ini masih banyak masyarakat yang belum tahu.

Gambar 4.7 Kegiatan Snorkeling di Teluk Kletakan

Sumber : Pokdarwis Bowele

Gambar 4.8

Gambar 4.9

Camping di Bolu – Bolu Sunrise & Sunset di Bolu – Bolu

Sumber : Pokdarwis Bowele

Gambar 4.10 Atraksi Wisata Lainnya

a) Surfing di Lenggoksono

b) Surfing di Wedi Awu

c) Penyulingan Minyak Cengkeh

Sumber : Pokdarwis Bowele

4.1.4 Bauran Pemasaran Jasa

Ketika berbicara mengenai pariwisata, tentu salah satu produk dari pariwisata adalah jasa berwisata. Berikut ini adalah bauran pemasaran jasa yang peneliti temukan oleh pengelola Daya Tarik Wisata Bowele sampai saat ini :

a) Jasa Pada Daya Tarik Wisata Bowele jasa yang ditawarkan oleh pihak yang terlibat dalam wisata adalah surfer coaching oleh surfer lokal baik untuk pemula dan professional, guide yang akan mengantar wisatawan mengunjungi tempat – tempat wisata, jasa transportasi perahu dan ojeg, homestay , jasa penyewaan alat – alat snorkeling dan camping

b) Harga Berikut ini adalah daftar harga untuk masing – masing jasa yang disediakan

Tabel 4.1

Daftar biaya yang harus dikeluarkan oleh wisatawan

Jasa

Biaya

Ojeg ke Banyu Anjlok

Rp 150.000

Lanjutan Tabel 4.1

Daftar biaya yang harus dikeluarkan oleh wisatawan

Surfing Coacing professional (Wedi Optional Awu) Surfing

Coacing

professional Optional

(Lenggoksono) Penyewaan papan surfing

Optional

Perahu ke Banyu Anjlok, Kletakan Rp 50.000 (untuk 8 orang) dan Bolu – bolu Guide ke Wedi putih lewat darat

Rp 50.000

Guide ke Wedi putih via laut

Rp 90.000

Penyewaan alat snorkeling

Rp 25.000

Penyewaan kamera bawah air

Rp 75.000

Homestay Kamar Kecil Rp 50.000 / kamar / Malam Homestay Kamar Besar

Rp 100.000 / kamar / malam Goa Lowo

Rp 600.00 (2-8 Orang) Mancing Mania

Rp 7.500.000 (4 orang untuk 1 hari)

Sumber : Data Diolah

Biaya yang ditetapkan di atas merupakan biaya hasil perundingan dari pengelola wisata, desa dan pemilik, penambang. Sebagaimana yang disampaikan oleh Pak Kasembadan ketika penulis menanyakan pihak mana yang memprakarsai penetapan harga, berikut ini adalah jawabannya “rundingan, antara pemilik, penambang, pengelola dan desa, … ya opo gak larang dan gak kemurahan”

Akan tetapi harga yang telah ditetapkan di atas juga masih bisa berubah. Wisatawan bisa langsung bernegoisasi dengan para penambang.

“ Peneliti : berarti disini masih harga kekeluargaan ya pak ? belum ada

ditetapin standarnya juga Pak Kasembadan : itu sebenarnya ada aturannya juga, tapi semisal kalo sepi dan wisatawan memaksakan diri untuk

diberangkatkan kita bisa” diberangkatkan kita bisa”

“… lewat kartu nama, yang saya sebar di pameran atau di forum – forum desa wisata, lewat facebook.. promosi kita ikut pameran dimana –

mana salah satunya pameran tahunannya MTF kita sudah tiga tahun berturut – turut ikut, … jtm (Java Travel Mart) kita ikut, promosi ke komunitas backpacker, cs (couchsurfing), terus pihak asidewi, asosiasi desa wisata, saya kan pemasarannya asidewi kabupaten malang,.. Banyu Anjlok dipromosikan oleh kabupaten , … travel – travel itu yang mempromosikan, travel itu kebetulan bekerjasama dengan dinas pariwisata ” (Wawancara Pak Muklis, 2016).

Promosi yang sudah dilakukan oleh pengelola daya tarik wisata ini berdasarkan keterangan yang dikutip dari informan, maka kegiatan promosi yang sudah dilakukan lebih mengarah ke promosi penjualan (Yoeti, 1996). Promosi Penjualan yang telah dilakukan adalah dengan personal selling (membagikan kartu nama, ikut pertemuan dengan komunitas - komunitas), exhibition dan display (dengan mengikuti pameran seperti MTF, mengikuti pameran yang didukung oleh Dinas Pariwisata), publicity (dengan meng-upload foto – foto lokasi ke media sosial Daya Tarik Wisata Bowele), trading state (dengan jalin kerjasama dengan para travel agent ).

d) Lokasi dan saluran distribusi Lokasi Daya Tarik Wisata Bowele ini terletak sekitar 82 Km dari pusat Kabupaten Malang dan hampir 100 km dari pusat Kota Malang. Lokasi yang jauh tersebut tidak didukung dengan adanya jalan yang mendukung kenyamanan dari wisatawan.

“ Cuma halangannya itu di sarana dan prasarana dari jalannya masih sempit, itu saja halangannya, … dan berpas pasan dengan mobil besar nya itu yang mengganggu, jadi gak enak kurang nyaman ” (Wawancara Kepala Desa Purwodadi, 2016).

Kondisi jalan yang tidak memadai untuk menampung jumlah kunjungan dari dan ke daya tarik wisata ini tidak selamanya dibiarkan seperti itu oleh Pemerintah Desa Purwodadi. Pemerintah desa sudah menyadari hal ini dan oleh karena itu sudah mulai mengadakan perintisan pembangunan fisik.

“ program pengembangan infrastruktur disini memang baru taun – taun ini kita dapat bangun ” (Wawancara dengan Pak Carik, 2016).

Akan tetapi kondisi jalan yang sempit juga tidak selamanya buruk, hal tersebut dapat menjadi salah satu penyaring wisatawan seperti apa yang berkunjung ke lokasi ini.

“ karena menurut yang ngajar ekowisata, ekowisata itu harus premium, supaya terseleksi orang yang datang, contoh jalan yang

susah, 1 ” Untuk Saluran distribusinya, dari keterangan yang di dapat dari

Informan bahwa daya wisata ini memiliki dua saluran distribusi yakni melalui merchant middleman dan agen middleman (Kotler, 2007 : 122). Merchant middleman bagi Daya Tarik Wisata Bowele adalah dinas –

1 Wawancara dengan Pak muklis 1 Wawancara dengan Pak muklis

e) Orang yang terlibat ( People ) Pengelola wisata di tempat ini terbagi menjadi beberapa lembaga diantaranya LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan), Ladesta (Lembaga Desa Wisata) dan Pokmaswas (Kelompok Masyarakat Pengawas). Untuk mengkoordinasi ke tiga lemabga tersebut, Desa membentuk sebuah tim untuk mengkoordinasi gerak dari ke tiga lembaga tersebut. Tim yang bentuk oleh desa yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan segala bentuk kegiatan dan gerakan masing – masing lembaga tersebut dinamakan tim pelaksana. Ketua Tim Pelaksana adalah Pak Madyo, wakil ketuanya adalah Pak Setyo yang merupakan Kepala Dusun Balearjo.

“ seksi pemasaran itu Pak Muklis, seksi penataan keindahan wilayah pantai itu Pak Soleh sama Pak Suwito untuk itu penataan fasilitas jalan pengelolaan jalan, litbang penelitian dan pengembangan, Pak Soleh dan Pak Suwito anggoda BPD, lalu jalur menuju banyu anjlok melalui jalan darat itu Pak Suwito. ” (Wawancara Pak Madyo, 2016).

Selain Timlak, ada juga Pokdarwis yang sebagai pihak yang memasarkan daerah wisata ini. Komunitas Pantai juga tak dapat

terpisahkan dari pengelolaan daerah ini. Komunitas Pantai yang menjaga kebersihan pantai, mengatur shift dari para nelayan yang mengantarkan wisatawan untuk menyebrang menuju objek wisata Banyu Anjlok, Teluk Kletakan dan Pantai Bolu – Bolu dari Pantai Lenggoksono dan juga menjaga keamanan dari kendaraan wisatawan serta keamanan sekitar Pantai Lenggoksono, yang menyediakan jasa surf coaching , penyewaan alat – alat snorkeling, pengaturan ojeg, dan guide . Paguyuban warung dipantai juga terlibat, karena mereka menyediakan makanan dan minuman serta fasilitas mck (mandi, cuci, kakus) secara swadaya dan sederhana bagi para wisatawan. Selanjutnya adalah mereka yang menyediakan jasa homestay. Dua puluh satu rumah yang tersedia untuk dijadikan homestay. Selanjutnya adalah Pokmaswas (kelompok masyarakat pengawas) yang diketuai oleh Pak Kasembadan dan Kelompok Nelayan yang diketuai oleh Pak Harjo.

f) Proses Proses yang dimaksudkan pada bagian ini adalah proses atau alur yang dilalui oleh wisatawan untuk mendapatkan pengalaman berwisata di Bowele. Proses berwisata di tempat ini masih pada tahap pengunjung datang ke Desa Purwodadi, lalu menuju obyek wisata (Banyu Anjlok, Teluk Kletakan, Pantai Bolu – Bolu) lalu pulang. Padahal, Desa Purwodadi merupakan desa wisata. Banyak wisatawan yang tidak berkunjung ke desa purwodadi.

“ iya, kalo desa wisata dan ekowisata itu kan pengunjung diarahkan menginap selama – lamanya di desa. Kalo sekarang kan engga, meluncur

ke obyek langsung, lela h pulang dan sebagian homestay” (Wawancara Pak Muklis, 2016).

Selanjutnya, Pokdarwis yang banyak terlibat dalam pemasaran pariwisata di Bowele ini mengambil posisi seolah – olah sebagai travel agen dimana paket – paket wisata tersebut ‘dijual‟ di Tourism Information Center . Sangat disayangkan, Wisatawan juga tidak mengunjungi TIC ( Tourism Information Center) terlebih dahulu.

“ Jadi kami pokdarwis ini hanya sebagai travel agen, kita jualan paket. Paket desa wisata, tapi salah satu atraksi nya adalah wisatawan diajak

ke Banyu Anjlok. .. sebagian ada yang mampir ke TIC ada yang tidak,

terus berwisata terus pulang ” (Wawancara Pak Muklis, 2016).

Padahal fungsi TIC sebagaimana yang dipaparkan oleh Kepala Desa Purwodadi adalah sebagai berikut “mana kala ada pengunjung baru datang kesini pertama kali itu bisa

membantu tapi secara fungsi secara luasnya masih belum.” (Wawancara Kepala Desa, 2016).

g) Physical Effidence (bukti fisik) Dari segi penampakan fisik bangunan atau dapat dikatakan karakteristik yang menjadi persyaratan yang bernilai tambah bagi konsumen dari perusahaan jasa yang memiliki karakter, Kondisi fisik di Daya Tarik Wisata Bowele masih sangat sederhana. Berikut ini adalah gambar terkait kondisi fisik di Bowele.

Gambar 4.11 Beberapa Kondisi Fisik Desa Purwodadi a) Homestay di Desa

c) Kondisi Jalan di Desa Purwodadi

b)Perahu yang digunakan

mengantarkan wisatawan

Purwodadi

Sumber : Pokdarwis Bowele

4.2 Deskripsi Informan Penelitian

Dalam menemukan informan dalam penelitian ini, Peneliti melakukan proses penggambaran kerangka pikir untuk mengetahui apa saja yang akan peneliti bahas dalam tulisan ini. Dari penjabaran kerangka pikir tersebut muncul beberapa tema besar dari penulisan ini. Kemudian Peneliti membuat pertanyaan – pertanyaan apa saja yang akan dimunculkan untuk melakukan penelitian dan menentukan siapa saja yang dirasa memenuhi syarat dan capable untuk menjawab pertanyaan dari peneliti secara lugas dan jelas.

4.2.1 Proses menemukan informan

Untuk melakukan penelitian ini, peneliti terlebih dahulu mendatangi Kantor Kecamatan Tirtoyudo dan bertemu dengan Pak Dawud sebagai Kepala Sie. Pemerintahan Kecamatan Tirtoyudo. Di kantor kecamatan tersebut Peneliti melakukan wawancara dengan Pak Dawud karena peneliti anggap beliau dapat mengetahui bagian pengembangan wisata. Kemudian Peneliti, mendatangi kantor Desa Purwodadi dan bertemu dengan Pak Sidik Fajar sebagai Humas Desa Purwodadi dan sebagai sekretaris Pokdarwis. Dari Pak Sidik Fajar ini,

Penulis mendapat kesempatan untuk melakukan wawancara dengan Pak Muhammad Shodiq sebagai Kepala Desa Purwodadi, Pak Muklis sebagai Ketua Pokdarwis dan sekretaris Ladesta di Desa Purwodadi, Pak Kasembadan sebagai Ketua Pokmaswas, Pak Madyo sebagai Ketua Tim Pelaksana di Desa Purwodadi, Mbah Karyono bagian anak pantai, Pak Carik Sekretaris Desa Purwodadi, Pak Harjo ketua nelayan, Mas Bogel sebagai bagian dari ojeg dan guide di Lenggoksono, Pak Setyo sebagai Kepala Dusun Balearjo. Selain informan di atas peneliti juga melakukan wawancara singkat dengan para wisatawan dan masyarakat yang sifatnya sebagai pelengkap dari keadaan yang terjadi. Tahap Selanjutnya adalah peneliti melakukan wawancara setiap informan dan menghubungkan informasi – informasi yang disampaikan oleh masing – masing informan untuk membentuk sebuah peta pemahanan dari Ekowisata Bowele.

4.2.2 Informan utama

Tabel 4.2

Daftar Informan yang Diwawancarai

No Nama

Umur

Tanggung Jawab / Pekerjaan

1 Muhammad Shodiq, 32 Kepala Desa Purwodadi

S.Pd,I

2 Sidik Fajar

39 Humas Desa Purwodadi, Sekretaris Pokdarwis

3 Mukhlis

Ketua Pokdarwis, Sekretaris Ladesta

4 Kasembadan

56 Ketua Pokmaswas

6 Sihwiharjo

51 Ketua Nelayan

7 Bogel

31 Ojeg dan Guide

8 Madyo Santoso

51 Ketua Tim Pelaksana

9 Dwi Setyo

42 Kepala Dusun Balearjo, Wakil Ketua Timlak

10 Mbah Karyono

65 Komunitas anak pantai

11 Pak Carik

Sekretaris Desa Purwodadi

12 Pak Dawud

50 Kasi Pemerintahan Kecamatan Tirtoyudo

13 Pak Johnson Sonaru - Kepala Bidang Jasa Sarana Wisata Dinas

. Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang

Kepala Bidang Objek Wisata Dinas .

14 Bu Lani Masruroh

Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang

Sumber : Data diolah

Empat belas informan di atas merupakan narasumber yang diharapkan oleh peneliti untuk memberikan keterangan pada penelitian ini. Dua belas informan tersebut terbagi atas Kepala Desa, Aparatur Desa, Pengelola Wisata, Bagian dari Kecamatan Tirtoyudo. Peneliti mewawancarai para informan dengan menggunakan

close end question yang membuat pertanyaan atas masing – masing informan tidak akan sama secara spesifik. Pertanyaan – pertanyaan yang ditanyakan dikembangkan sesuai dengan pekerjaan dan tanggung jawab masing – masing informan di Bowele.

4.3 Pihak – pihak yang terlibat

Dalam menjalani proses pengelolaannya, Daya tarik wisata Bowele mendapat dukungan dari pihak luar untuk pengembangan wisata di daerah ini. Berikut ini adalah beberapa instansi yang turut terlibat dalam penyediaan jasa wisata yang lebih baik di tempat ini

a) Dukungan dari Dinas Kesehatan “ melalui penyuluhan, kalo kesehatan sudah dua kali kami turunkan,

bahkan hari ini tadi dari dinas kesehatan provinsi mau turun karena jentik – jentik nyamuk banyak” (Wawancara Kepala Desa, 2016).

Dinas kesehatan Kabupaten Malang dan Provinsi Jawa Timur turut membantu mempersiapkan upaya penyediaan jasa wisata yang lebih baik di Bowele. Ke dua dinas tersebut memiliki concern yang sama yakni pemberantasan jentik – jentik nyamuk.

b) Dukungan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang

Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari beberapa informan, Dukungan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang sangat terasa bagi daya tarik wisata Bowele.

“Kalo sama dinas itu baik sekali malah seperti keluarga.” (Wawancara Kepala Desa Purwodadi, 2016). “peran serta dinas pariwisata, disini sangat besar.” (Wawancara Pak Carik, 2016).

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang sering memfasilitasi para pengelola daya tarik wisata Bowele ini untuk memperluas pengetahuan dan koneksinya. Hal tersebut ditempuh melalui jalan mengikutsertakan para pengelola terutama bagian promosi daya tarik wisata Bowele pameran – pameran bersifat lokal, regional, nasional dan internasional.

“ ikut pameran yang diselenggarakan oleh dinas pariwisat a” (Wawancara Pak Muklis, 2016) Selain itu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata juga melakukan monitoring

terhadap jumlah kunjungan wisata di tempat ini.

“per enam bulan kan musti laporan kan dimintai oleh dinas, daftar pengunjung baik domestic maupun lokal dan manca ” (Wawancara Kepala Desa Purwodadi, 2016). Dinas kebudayaan dan pariwisata Kabupaten Malang juga mencetuskan

pengelola dari daya tarik wisata ini. Lembaga yang berasal dari bentukan dinas ini adalah Ladesta (lembaga desa wisata) yang merupakan badan hukum dari Daya Tarik Wisata Bowele dan Pokdarwis (kelompok sadar wisata) yang berisi orang – orang yang sudah memiliki kesadaran atas pentingnya wisata dan mempunyai kerinduan untuk mengembangkan wisata di daerah ini.

“ ladesta kalo boleh tau siapa yang mencetus kan ? Informan : dinas anu, dinas pariwisata. ” (Wawancara Pak Carik, 2016).

Bowele dalam pengembangannya tentu diinginkan banyak wisatawan yang berkunjung, menggunakan semua pelayanan yang diberikan, termasuk diantaranya fasilitas akomodasi tempat beristirahat. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang membantu dalam penataan homestay di Bowele ini. Dinas yang menjadi pembina wisata Bowele ini juga membantu mengarahkan pengelola wisata disini untuk tidak hanya terfokus pada konflik lahan antara Bowele dan Perhutani.

“ Besok sekaligus kami tata homestay nya. Bu Lani Masruroh itu (kepala objek wisata Disbudpar) bilang gak usah ambil pusing mas,

sopo ae sing ndek kono, sing penting, sampean toto desa wisata nya ae, gitu. ” (Wawancara Pak Muklis, 2016).

c) Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Malang “kalo yang barat kan lenggoksono sebagai mass tourism, kalo yang

hard tourism itu pulo gadung dan pulo pat, itu udah ada perdes nya sebagai kawasan konservasi lobster (MPA), tapi yang bisa mengawasi kita disini itu pokmaswas kebetulan kita organisasinya itu dibentuk oleh Dinas Kelautan ” (Wawancara Pak Muklis, 2016).

Dinas perikanan dan kelautan membantu pengelola wisata Bowele dalam membentuk zonasi wilayah dari daerah tarik wisata ini.

d) Mahasiswa Mahasiswa dari berbagai universitas juga sudah memberikan sumbangsih pemikiran dan tenaga untuk mengembangkan pariwisata dan menjaga kelestarian di Bowele ini. Bagi mahasiswa Biologi, mereka dapat mengidentifikasikan biota – biota dan makhluk hidup yang ada di ekosistem Bowele.

“Angan – angan kami, disana bisa liat sunrise dan sunset bagus juga untuk penelitian mahasiswa biologi ” (Wawancara Pak Muklis,

2016). Selain untuk penelitian, Mahasiswa juga membantu memberikan

papan penanda yang berisikan himbauan kepada para wisatawan. “ kebetulan juga dibantu oleh mahasiswa pariwisata UB, ... itu dari

mahasiswa Unair dan Gajahmada. Terus di banyu anjlok juga sudah ada, di lenggoksono besok kita mau pasang yang dari Himapar UB. ” (Wawancara Pak Muklis, 2016).

4.6 Pemahaman Bidang pengelolaan

Untuk bidang pengelolaan, Peneliti akan memaparkan informasi mengenai siapa saja yang terkait untuk mengelola Bowele, upaya pengelolaan yang telah dijalankan (program / kegiatan, politik pemerintah, keadaan pengeloloaan), pemasaran spesifik untuk menarik dan menjangkau wisatawan baik lokal maupun mancanegara (harga, publisitas, promosi, keterlibatan sektor tour & travel).

4.6.1 Siapa yang terkait mengelola Bowele

Untuk mengelola daya tarik wisata di Bowele, sebagaimana dipaparkan pada bagian sebelumnya, terdapat tiga lembaga yang turut ambil bagian dalam pengelolaan tempat ini. Tiga lembaga tersebut adala LMDH (lembaga masyarakat desa hutan) dari Perum Perhutani KPH Malang, Pokmaswas (Kelompok masyarakat pengawas) dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Malang dan Ladesta (lembaga desa wisata) dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang.

a. LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) Oleh karena mayoritas kawasan pantai yang ada di Kabupaten Malang ini banyak yang berada pada wilayah Perum Perhutani, Siapapun yang hendak a. LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) Oleh karena mayoritas kawasan pantai yang ada di Kabupaten Malang ini banyak yang berada pada wilayah Perum Perhutani, Siapapun yang hendak

“… jadi kawasan pantai yang ada di kabupaten malang itu adalah masuk dalam kawasan Perum Perhutani KPH Malang, nah karena masuk

kawasan Perum Perhutani KPH Malang maka dengan sendirinya siapa – siapa yang mau mengelola atau membangun atau memanfaatkan harus ada kerja sama dengan pihak perhutani. Alasannya dari perhutani ini yang saya dengarkan dari teman teman, perhutani itu sudah ada mou dengan bupati terkait dengan pengelolaan hutan oleh lkdph ” (Wawancara Bu Lani, 2016). Lembaga masyarakat desa hutan, berdasarkan keterangan dari para

informan, adalah lembaga perwakilan perhutani untuk mengelola wilayah perhutani yang ada di desa yang dibentuk berdasarkan surat keterangan dari kepala desa. Pengelolaan yang dimaksudkan adalah terkait cukai dan biaya atas pemanfaatan lahan perhutani oleh masyarakat setempat. Pengelola wisata di tempat ini banyak yang tidak respect terhadap lembaga ini karena pengelola lainnya beranggapan LMDH hanya mengambil uang saja dan pro ke perhutani padahal lembaga desa.

“ dulu kan lmdh bergerak di cukai, cukai yang tanah – tanah serobotan, tanah hutan yang ditanemi masyarakat, tanah ketelan, .. kami kembangkan

wisata jadinya ramai, sehingga mereka kan melirik itu, sehingga wes ganda booking nya, juga ke wisata, alasannya kan ini tanah – tanah ku, padahal namanya aja udah lembaga masyarakat desa hutan, lah lembaga desa kan itu harusnya tunduk ke desa. Tapi oknum – oknum nya ga gitu, pro kesana, itu yang membuat pak inggih kecewa, sehingga mencuekkan disana, gak menggebu – gebu lah istilahnya ” (Wawancara Pak Sidik, 2016).

Tanggapan yang senada juga disampaikan oleh Pak Tomi selaku Sekretaris Desa Purwodadi

“LKDPH itu kan lembaganya kehutanan , tapikan untuk personilnya pake SK Kepala Desa itu kan lembaga desa, bagaimanapun kita harus patuh

kepada desa, kan aturan diatas sudah ada sekian sekian prosentasenya sudah ada, PKS kan gitu, tapi rupa – rupanya gak jalan juga, dia lebih memihak kepada perhutani. Dan LKDPH ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. LKDPH itu malah kayak musuh istilahnya untuk desa, hanya materi yang dipikirkan hanya tiket bukan pengembangannya ” (Wawancara Pak Sidik, 2016).

b. Ladesta Selain LMDH, Lembaga lainnya yang mengelola Desa Purwodadi adalah Ladesta. Ladesta ini adalah lembaga desa wisata. Ladesta merupakan lembaga berbadan hukum yang mengikat perjanjian kerjasama antara Desa, LMDH dan Perum Perhutani KPH Malang terkait tiket masuk ke wilayah bowele. Selain itu ladesta juga merupakan lembaga yang nantinya mengelola desa wisata di Desa Purwodadi. “Kebetulan kan saya sebagai sekretaris lembaga desa wisata itu, jadi kan

untuk eksekutor nya di desa itu kan ladesta. Jadi untuk ladesta krn sudah berbadan hukum, disitu kan bisa MOU, sedangkan dengan instansi lain”

(Wawancara Pak Muklis, 2016). “jadi gini lembaga desa wisata itu dibentuk di SK kan oleh kepala desa, dilaporkan kepada dinas, dinas akan membuat pengukuhan seperti itu, nah untuk pengembangan desa wisata ini, ya oleh lembaga itu tadi, lembaga desa wisata, (Wawancara Bu Lani, 2016).

“ladesta, ladesta itu dulu nya dari pokdarwis pokmaswas dan kelautan, mempunyai gagasan dijadikan ikatan ladesta, lembaga desa wisata. Yang

artinya disitu punya kegiatan yang berkaitan yaitu mengenai peningkatan pariwisata agar kedepan lebih baik lebih meningkat baik dan lebih ada keuntungan baik di bidang usaha untuk masyarakat purwodadi termasuk pengruus yang berkecimpung, dan juga menyangkut kegiatan kegiatan

sosial melalui kegiatan sosial.” (Wawancara Pak Madyo, 2016).

c. Pokmaswas Pokmaswas atau kelompok masyarakat pengawas dibentuk dikarenakan untuk menjaga kelestarian ekosistem di Bowele, membantu menjaga keamanan perairan dan pesisir di Bowele, sehingga nelayan – nelayan di Bowele ini tidak kehabisan ikan. Pokmaswas juga berkoordinasi dengan paguyuban nelayan, warung dan komunitas anak pantai untuk menjaga kebersihan, keamanan bibir pantai Lenggoksono yang merupakan pintu masuk bagi para wisatawan. “…kalo pokmaswas jelas, sifatnya khusus dari daerah pesisir baik dari

terumbu karang , pelanggaran – pelanggaran hukum yang ada di daerah perairan, juga untuk menjaga udang windu yang disana itu termasuk

pengawasannya pokmaswas.” (Wawancara Pak Kasembadan, 2016).

Pokmaswas ini berada dalam pembinaan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malang dan Provinsi, sebagaimana yang disebutkan

oleh Pak Kasembadan selaku ketua Pokmaswas di tempat ini “ ada dari kelautan , dari kelautan provinsi”. Berdasarkan keterangan yang dihimpun dari Pak Kasembadan, Pokmaswas ini diberi tanggung jawab sebagai penerima pertanggungjawaban dari kelompok nelayan dan pokdarwis. “ pokmaswasnya membawahi pokdarwis dan nelayan. Kalo ada binaan tentang wisata pokdarwis yang menjalankan ” Pokmaswas bertanggung jawab terhadap pengaturan jadwal nelayan, menghimbau nelayan

bagaimana cara ‘menambang‟ yang baik dan menghimbau para perahu untuk memperhatikan keselamatan dari wisatawan.

d. Pokdarwis. Pokdarwis berada dalam binaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang. Pokdarwis bertindak sebagai bidang promosi dari wisata Bowele. “pokdarwis itu konsentrasi desa wisata, pengembangan desa wisata

melalui homestay. Kami berusaha tahan wisatawan itu untuk tinggal di homestay. ” (Wawancara Pak Muklis, 2016). “saya di pokdarwis, saya harus jadi setengah agen wisata, haru s mencari, gak sosial lagi secara umum ” (Wawancara Pak Sidik, 2016).

Oleh karena banyaknya lembaga yang mengelola wisata di tempat ini, Lembaga – lembaga tersebut tidak berjalan sesuai dengan fungsinya masing – masing. Adanya kenyataan bahwa Perhutani berhak menarik biaya atas pariwisata di tempat ini dimana prosentase pembagian yang ditetapkan oleh Perhutani membuat pendapatan dari wisata ke desa dan ke lembaga pengelola lainnya kecil. “ pendapatan kan gini, jadikan kita kalo kita ngomong pendapatan kan ngomong

ke PKS, jadi 100% dari retribusi itu kita bagi, jadi 38% untuk LMDH, untuk perhutani, 30 % untuk pengelola tiga lembaga itu tadi, lalu 20 % DPPKA dinas perpajakan, lalu sisa 12 %, 2 % untuk desa, 5% untuk semacam badan usahanya perhutani KOPKAR, Muspika 3% sisanya 2% untuk pelaku gak tau ” (Wawancara Kepala Desa Purwodadi, 2016).

Tidak berjalan dengan baik dikarenakan adanya rasa kecewa “ sem ua gak jalan. Dari tupoksi nya, …… Cuma greget desa ini diapakno itu yang

kurang bersatu dari perhutani, desa menggebu nanti menguntungkan perhutani, kan itu pemikiran sini, tapi oleh pak kades itu wes dicuekin ae, namanya juga wong, akhirnya yang menikmati kan mereka, itu yang bikin kita ga semang t” (Wawancara Pak Sidik, 2016). dan ketidakmerataan pembagian informasi, tidak berjalan sesuai tupoksinya

sehingga muncul rasa kecurigaan dan saling tuding menuding. “ Istilahnya dalam pemikirannya, hanya uang – uang uang, Jadi dia dalam

berlembaga itu kurang , … terus terang saja saya blank itu, program desa wisata itu program yang kayak gimana sih, saya belum paham betul, Makanya berlembaga itu kurang , … terus terang saja saya blank itu, program desa wisata itu program yang kayak gimana sih, saya belum paham betul, Makanya

punya, Cuma formalitas aja, Cuma namanya aja yang berkekuatan hukum, tanpa tindakan gak ada artinya ” (Wawancara Pak Madyo, 2016).

Gagasan Pak Madyo di atas juga disebutkan oleh Pak Carik yang menyatakan “ gak pernah, karena harapan kami kan gini, sampe saat ini jangan kan kami yang selaku pengawas pendamping pendukung, lah ladesta sendiri fungsinya apa gak tau. Anggotanya bingung apa selama ini actionnya ladesta terhadap desa, gak ada ”.

e. Tim Pelaksana Berangkat dari keadaan tersebut, Desa membentuk satu lembaga yang dinamakan tim pelaksana yang bertanggung jawab sebagai koordinator dari ketiga lembaga tersebut. Berikut ini penjelasan pembentukan dari Tim Pelaksana oleh Pak Madyo, ketua tim pelaksana “diawali dari perosalan yang muncul, dimana dari berbagai pihak ini ingin mengelola pariwisata, diantaranya ada 3 lembaga, lmdh, ladesta dan pokmaswas. Jadi disitukan ada saling berebutan gitukan saya yang harus mengelola dan seterusnya,

ingin menguasai in tinya gitu”. Tim pelaksana bentukan desa ini diharapkan dapat menjadi koordinator dari tiga lembaga tersebut, mengambil keputusan berdasarkan hasil musyawarah kesepakatan dari tiga lembaga tersebut dan memberikan arah pengembangan dari Bowele. Tim Pelaksana juga yang bertanggung jawab atas sharing pendapatan dari tiket masuk. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, Timlak pun mengalami kesulitan. Kesulitan yang dihadapi oleh timlak adalah ketika pengambilan ingin menguasai in tinya gitu”. Tim pelaksana bentukan desa ini diharapkan dapat menjadi koordinator dari tiga lembaga tersebut, mengambil keputusan berdasarkan hasil musyawarah kesepakatan dari tiga lembaga tersebut dan memberikan arah pengembangan dari Bowele. Tim Pelaksana juga yang bertanggung jawab atas sharing pendapatan dari tiket masuk. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, Timlak pun mengalami kesulitan. Kesulitan yang dihadapi oleh timlak adalah ketika pengambilan

“ kalo sejauh ini, memang yang dihasilkan belum ada, tapi setidak – tidaknya dulu, itu seperti perahu dengan perahu anggota wisata kerah

karep e dewe, sekarang sudah tidak. Yang semula itu orang yang bukan orang nelayan beli perahu, harus keluar tidak boleh melakukan aktivitas penambangan, sedangkan peraturan yang saya buat yang berhak dan wajib menjadi pelaku wisata dan pengelola adalah masyarakat purwodadi, kecuali ada pertimbangan khusus dan mau mematuhi peraturan yang dibuat bersama ” (Wawancara Pak Madyo, 2016). Pak Madyo selaku ketua pokmaswas lanjut menuturkan kesulitan –

kesulitan yang dihadapi dalam mengkoordinatori tiga lembaga ini “ pelaku – pelakunya dari tiga lembaga itu, nah disitu sulitnya karena

mementingkan kepentingannya sendiri – sendiri, kadang itu yang terjadi, … dibawah ini tetapi masih ada konflik, anggota lmdh itu aku kata atasan ngene, lah awakmu kalo di wisata itu ngomong nya gak ngomong selalu

atasan perhutani – perhutani, … lmdh seketika atasannya berbicara ini harus gini itu selalu andalin atasannya perhutani, lalu apa itu seperti pokmaswas juga gitu, saya dari dinas gitu katanya, … benturan, benturan nya sama perhutani kalau gak nurut sama saya, teman – teman saya gak ngerti, iku menteri ku, sing pokmaswas ngomong lek segoro itu tek po kmaswas, pantai itu, pokmaswas” .

4.6.2 Upaya Pengelolaan yang telah dilakukan

Upaya pengelolaan yang telah dilakukan oleh pengelola di tempat ini, Peneliti kategorikan berdasarkan keterangan dari informan menjadi tiga yakni program / kegiatan, politik pemerintah dan keadaan pengelolaan. Untuk politik pemerintah dan keadaan pengelolaan sudah terangkum dalam penjelasan mengenai siapa saja yang terlibat di dalam pengelolaan Bowele.

Kegiatan atau program yang telah dijalankan untuk mengelola wisata di tempat ini adalah melakukan musrenbang desa (musyawarah rencana dan pembangunan desa) tentang memperbaiki infrastruktur desa, memberdayakan PKK di tempat ini untuk membantu menata desa, melakukan pelatihan – pelatihan terhadap pelaku – pelaku wisata di desa ini, menata homestay , menetapkan peraturan untuk penambangan (nelayan mengantarkan wisatawan via jalur laut ke obyek wisata yang ada di Bowele) dan merintis pengembangan desa wisata. Desa purwodadi sejak tahun 2014 sudah dijadikan desa wisata oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang. Hal tersebut dikarenakan di desa ini sudah memiliki obyek wisata, sudah terdapat pengelola, dan ada unsur edukasi dari desa ini.

Unsur edukasi yang ditawarkan adalah membajak sawah dengan kerbau, penyulingan minyak cengkeh, dan penumbukan kopi secara tradisional. Kelompok sadar wisata ditempat ini juga membuka satu obyek wisata baru yang benar – benar berada di wilayah administrasi desa sehingga pengelolaannya benar – benar berada dalam tanggung jawab desa. Obyek wisata tersebut adalah Tumpak Uwi, dimana tempat tersebut merupakan hutan desa dan disana wisatawan dapat menikmati sensasi melihat sunrise dan sunset dan juga bird watching . Lokasi tersebut dicanangkan untuk dijalankan prinsip ekowisata secara lebih ketat lagi.

4.6.3 Pemasaran Spesifik

Pemasaran yang dilakukan oleh Pokdarwis untuk Bowele ini masih terfokus pada promosi. Promosi yang dilakukan adalah membagikan flyer, melakukan pameran, melalui media sosial dan website – website wisatawan. Tujuan Pemasaran yang dilakukan oleh Pokdarwis untuk Bowele ini masih terfokus pada promosi. Promosi yang dilakukan adalah membagikan flyer, melakukan pameran, melalui media sosial dan website – website wisatawan. Tujuan

yang langsung menuju obyek wisata dan setelah puas bermain di Pantai Bolu – bolu, Teluk Kletakan dan Banyu Anjlok langsung pulang. Padahal Desa Purwodadi ini sudah menjadi desa wisata. Banyak wisatawan yang tidak mengetahui desa wisata ini dan tidak mengetahui bahwa Kawasan Bowele ini tidak hanya memiliki obyek wisata tersebut, masih terdapat banyak tempat lainnya. Yoeti (1996) menyatakan pemasaran pariwisata bertujuan yang pertama memang untuk menarik wisatawan untuk datang berkunjung pada suatu daerah tujuan wisata dengan tujuan lebih banyak wisatawan yang berkunjung, lebih lama tinggal dan lebih banyak membelanjakan uangnya di tempat atau wilayah yang dikunjungi. Tujuan pemasaran pariwisata yang kedua adalah supaya para wisatawan menggunakan semua pelayanan yang diberikan oleh kelompok industry pariwisata bertujuan untuk memperoleh keuntungan usaha masing – masing perusahaan.

Berdasarkan penjelasan mengenai pemahaman pengelolaan di tempat ini, baik dari sisi siapa yang terkait, upaya pengelolaan dan upaya pemasaran dapat kita Berdasarkan penjelasan mengenai pemahaman pengelolaan di tempat ini, baik dari sisi siapa yang terkait, upaya pengelolaan dan upaya pemasaran dapat kita

4.7 Pemahaman bidang pengembangan

Untuk pengembangan, Peneliti akan mencoba memaparkan informasi berupa rencana pengembangan, mencoba menelaah bagaimana proses penyusunan rencana pengembangan dan kebijakan pemerintah (kabupaten, kecamatan, desa) dalam rangka melindungi kekayaan alam dan budaya di Bowele.

4.7.1 Rencana Pengembangan

Sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya, Kepala Desa selaku pemimpin di desa ini sudah kecewa dengan hasil sharing dari tiket masuk karena desa hanya mendapat 2% dari sharing tersebut, dan 60 % masuk ke kas perhutani tanpa adanya bantuan dari perhutani minimal untuk memperbaiki kondisi jalan masuk ke wisata ini. “Desa Cuma dapat 2% dari populasi tiket”. Rencana pengembangan desa ini lebih mengarah kepada pembangunan desa itu sendiri dan perintisan desa wisata. Rencana pengembangan pada desa ini masih pada keterangan mengenai upaya – upaya apa saja yang akan mereka lakukan, Sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya, Kepala Desa selaku pemimpin di desa ini sudah kecewa dengan hasil sharing dari tiket masuk karena desa hanya mendapat 2% dari sharing tersebut, dan 60 % masuk ke kas perhutani tanpa adanya bantuan dari perhutani minimal untuk memperbaiki kondisi jalan masuk ke wisata ini. “Desa Cuma dapat 2% dari populasi tiket”. Rencana pengembangan desa ini lebih mengarah kepada pembangunan desa itu sendiri dan perintisan desa wisata. Rencana pengembangan pada desa ini masih pada keterangan mengenai upaya – upaya apa saja yang akan mereka lakukan,

Rencana pengembangan yang sedang dijalankan adalah pengelola desa fokus untuk mengembangkan desa wisata melalui pemberdayaan masyarakat maupun homestay, guide sama pemunculan objek – objek baru disini.

“ kalo desa wisata terus terang kan kami sekarang lebih banyak ke desa wisata, yang pertama kali akan kami lakukan adalah penataan homestay, kedua

kami nanti akan ada atraksi museum desa,” (Wawancara Pak Muklis, 2016). Untuk rencana pengembangan yang menjadi prioritas baik dari pemerintah

kecamatan dan perangkat desa mengungkapkan bahwa pembangunan jalan ke kawasan ini menjadi prioritas utama. Pak Kepala Desa mengatakan,

“ya itu mul ai dari situ, dari Madanom nama jalan nya yang ada proyek pelebaran mulai dari situ. Di musrenbang sudah dimasukan, InsyaAllah sudah

dimasukan juga di kabupaten tentang pelebaran jalan” Pernyataan yang sama juga diungkapkan oleh Pak Dawud, Kepala Sie

Pemerintahan Kecamatan Tirtoyudo “supaya proyek nya wisata ini menjadi semakin segera dikenal tentunya fasilitas pertama yang kita ajukan kita masukan kepada pemerintah daerah terkait jalur lintasannya ” .

Selain dari pembangunan jalan, Pemerintah desa juga mencanangkan pembangunan infrastruktur desa, pengadaan fasilitas – fasilitas wisata. Penataan ruang yang dimaksudkan adalah, membangun pos pemantauan, memperluas kawasan hijau, mempercantik desa dengan adanya museum desa dan monument desa, pengelolaan sampah.

“membuka peluasan kawasan hijau di pantai, yang kedua menat a kebersihan menuju pintu masuk …”(Wawancara Pak Madyo, 2016) “ kawasan Tumpah Uwi, bikin monument desa, kita tertibkan homestay nya …” (Wawancara Pak Muklis, 2016). Pengelola wisata di tempat ini juga merencanakan adanya penguatan potensi

desa. Kripik pisang dijadikan sebagai potensi oleh – oleh dari Lenggoksono dan Wedi Awu karena produksi pisang di daerah ini melimpah. Sisi edukasi di desa ini diperkuat dengan memunculkan atraksi menumbuk kopi manual, penyulingan minyak cengkeh.

“mulai awal tahun ini kami menciptakan edukasi tentang numbuk kopi manual, penyulingan minyak cengkeh, mungkin pertengahan tahun ini

pengelolaan sampah ..”(Wawancara Pak Sidik, 2016).

Selanjutnya, Pengelola tempat ini juga memantapkan kesenian, budaya dan nilai sejarah yang terkandung di daearah ini, sehingga dapat menjadi daya tarik yang menjual. Selain potensi desa, Pengelola wisata di tempat ini juga bekerja sama dengan dinas – dinas terkait untuk terus meningkatkan kualitas sumber daya manusia di tempat ini melalui pelatihan dan adanya kerinduan untuk saling rukun satu sama lain. Pengaturan homestay juga bermanfaat untuk lebih memberdayakan masyarakat di tempat ini.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bu Lani, pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kualitas sdm merupakan salah satu cara pengembangan yang mumpuni.

“Sumber daya manusianya terkait pengelolaan untuk obyeknya, juga terkait dengan desa wisatanya, baik itu kami datang kesana, masyarakat nya

dikumpulkan ataupun setiap kali kami mengadakan kegiatan mereka kami undang, Jadi masih dalam bentuk pembinaan dan pelatihan. Kalo kita ada even – even pameran untuk promosi, kita ajak, sudah pernah ke Jakarta, sudah pernah ke Surabaya, ke luar jawa juga sudah, kita ajak kemana – mana untuk promosi, kalo dikumpulkan ataupun setiap kali kami mengadakan kegiatan mereka kami undang, Jadi masih dalam bentuk pembinaan dan pelatihan. Kalo kita ada even – even pameran untuk promosi, kita ajak, sudah pernah ke Jakarta, sudah pernah ke Surabaya, ke luar jawa juga sudah, kita ajak kemana – mana untuk promosi, kalo

Pengelola tempat ini juga berencana untuk tidak terlalu fokus pada manajemen bagi hasil dari tiket masuk yang ditentukan oleh Perhutani. Meskipun desa hanya mendapatkan 2% dari populasi tiket, akan tetapi, jika desa fokus pada desa wisata, maka pendapatan desa akan bertambah dengan sendirinya. Ketua pokdarwis, Pak Muklis, di tempat ini juga tengah menyusun buku yang berisi

ekowisata di Bowele ini. Hal tersebut berguna sebagai dasar informasi bagi seluruh pengelola di tempat ini, sehingga terjadi pemerataan informasi. “karena ingin memberikan pengertian kepada masyarakat secara umum, kawasan ekowis ata bowele,” Pengelola di dusun Balearjo, Pak Setyo, juga berencana untuk mengadakan fasilitas wisata di Wedi Awu. Fasilitas nya berupa tempat camp, parkir, toilet dan musholla. Akan tetapi di Dusun Balearjo ini belum terdapat pengelola wisata. Masih swadaya masyarakat, karena pokdarwis, ladesta dan LMDH tidak mencakup sampai ke Dusun Balearjo.

4.7.2 Proses Penyusunan Rencana Pengembangan Wisata

Proses penyusunan rencana pengembangan wisata di tempat ini masih menggunakan tahap yang sangat sederhana. Mereka menyusun rencana – rencana tersebut berdasarkan harapan, kebutuhan lingkungan, usulan – usulan dari pihak yang berkepentingan dan ambisi pengelola melalui musyawarah rencana dan pengembangan desa. Upaya penyelarasan rencana pengembangan dengan visi misi, analisis posisi daya tarik wisata untuk mengetahui berada di kuadran berapa dalam diagram swot, serta penghitungan daya dukung kawasan tampaknya belum menjadi dasar pertimbangan penyusunan rencana. Pengembangan di tempat ini Proses penyusunan rencana pengembangan wisata di tempat ini masih menggunakan tahap yang sangat sederhana. Mereka menyusun rencana – rencana tersebut berdasarkan harapan, kebutuhan lingkungan, usulan – usulan dari pihak yang berkepentingan dan ambisi pengelola melalui musyawarah rencana dan pengembangan desa. Upaya penyelarasan rencana pengembangan dengan visi misi, analisis posisi daya tarik wisata untuk mengetahui berada di kuadran berapa dalam diagram swot, serta penghitungan daya dukung kawasan tampaknya belum menjadi dasar pertimbangan penyusunan rencana. Pengembangan di tempat ini

“ karena itu yang paling mendesak, kita kan bersaing, dalam artian infrastruktur kalo melihat desa tetangga dan sebagian jalannya bagus ”

(Wawancara Pak Carik, 2016)/ “beberapa termasuk pengunjung kesini, juga invest kecil – kecilan sudah

memberikan gambaran dan konsep tentang wisata disini, kita memulai dari mana, karena saya kan gak tau, pakarnya wisata kan orang Jakarta ..” (Wawancara Pak Setyo, 2016).

4.7.3 Kebijakan Pemerintah

Untuk kebijakan pemerintah, Peneliti mencoba menelaah dari tingkatan pemerintahan. Dari sisi kabupaten dalam hal ini diwakilkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang selaku pembina wisata di tempat ini, Kebijakan yang disarankan dan disetujui oleh masyarakat setempat adalah fokus saja kepada desa wisata, pemberian pelatihan yang bersertifikasi tetapi belum mengarah pada pelatihan pemberian lisensi, pengelola wisata di Bowele tetap menuruti draft perjanjian kerjasama dengan perhutani mengenai bagi hasil dari tiket masuk ke Bowele.

“ kita fokus dengan desa wisatanya kalau desa wisata itu tidak menjual daya tarik wisata tapi menjual satu desa dengan menjual paket paket wisata, salah satunya yang bisa dijual untuk atraksinya adalah objek dan dijual menjadi paket wisata, Jadi yang dijual kan keseluruhan nanti homestaynya juga dapet ”

(Wawancara Bu Lani, 2016). “orang yang jadi guide itu pendidikannya tiga bulan, , tapi untuk sekedar pelatihan nya dia, sebagai pemandu, dia mengerti etika pelayanan, bahasa Cuma 2-3 hari. Nah yang 2-3 hari itu nanti aku adakan untuk seluruh malang selatan, tidak hanya bowele, itu nanti akan turun, saya sudah datangkan ekspertnya, terus kemudian mereka, mungkin akan mengeluarkan sertifikat, tapi untuk lisensi belum bisa” (Wawancara Pak Johnson, 2016).

Dari sisi pemerintah kecamatan, sebagaimana diungkapkan oleh Pak Dawud, Pemerintah kecamatan memposisikan diri sebagai fasilitator terhadap Dari sisi pemerintah kecamatan, sebagaimana diungkapkan oleh Pak Dawud, Pemerintah kecamatan memposisikan diri sebagai fasilitator terhadap

Kebijakan pemerintah desa tentu lebih mengarah pada pengembangan desa ketimbang pengembangan objek wisata. Akibat ketidakmerataan dari informasi terkait ekowisata sebagai strategi pengembangan wisata di tempat ini, Kepala Desa memang dari awal memiliki pemahaman bahwa wisata di Bowele ini adalah wisata umum. Pemerintah desa lebih fokus pada pemberdayaan masyarakat, pembentukan timlak, pembangunan jalan, dan pengembangan wisata di tempat ini menjadi mass tourism .

“kalo kita ngomong ek sklusif kayak di Tiga warna gak bisa, karena mulai awal nya kita buat umum, mulai awal kita berangkatnya kayak umum”

(Wawancara Kepala Desa Purwodadi, 2016). “penetapan penggunaan dana desa berfokus pada infrastruktur

masyarakat, kita fokus ke bangunan baru habis itu ke drainase. Untuk tahun ini aja biaya yang dikeluarkan untuk jalan itu 650 juta untuk infrastruktur desa sini, wedi awu balearjo, hanya sebatas itu ” (Wawancara Pak Carik, 2016).

“orang kan istilahnya uang yang dicari, nah mungkin akan hilang ekowisatanya, mungkin tinggal desa wisatanya, kalo itu pun didukung dengan sdm yang sadar tentang wisata di desa ini, mungkin lambat laun konsep itu akan

hilang, lambat laun akan jadi wisata umum. udah wes mass tourism” (Wawancara Pak Sidik, 2016).

Dari sisi Pokdarwis dan Pokmaswas dalam mengelola wisata di Bowele mengambil kebijakan yang mengarah pada perlindungan lingkungan dan penataan proses wisata di Bowele. Fakta sarana dan prasarana masih kurang dan untuk menyeleksi wisatawan yang datang ke Bowele, Pokdarwis memaket paket wisata di tempat ini dengan harga premium. Pihak Pokdarwis juga telah membagi Dari sisi Pokdarwis dan Pokmaswas dalam mengelola wisata di Bowele mengambil kebijakan yang mengarah pada perlindungan lingkungan dan penataan proses wisata di Bowele. Fakta sarana dan prasarana masih kurang dan untuk menyeleksi wisatawan yang datang ke Bowele, Pokdarwis memaket paket wisata di tempat ini dengan harga premium. Pihak Pokdarwis juga telah membagi

“emang di protes mbak dengan konsep seperti itu, tapi kalo nanti semua, terus kita promo besar – besaran ada masalah lain yang muncul yakni sarana dan prasarana nya yang masih sempit, kan kasian, jadi ya kita usahakan tidak terlalu rame cuma ya tamunya yang datang puas berkualitas, Cuma ya proses mendatangkan tamunya itu yang paket kita kan emang agak mahal, premium, karena menurut yang ngajar ekowisata, ekowisata itu harus premium, supaya

terseleksi orang yang datang” (Wawancara Pak Muklis, 2016). “K alo yang barat kan lenggoksono sebagai mass tourism, kalo yang hard

tourism itu pulo gadung dan pulo pat, itu udah ada perdes nya sebagai kawasan konservasi lobster (MPA) itu sudah tidak bisa diganggu gugat, tidak boleh ada kunjungan wisata” (Wawancara Pak Muklis, 2016).

Pernyataan di atas berbeda dengan “Pak Kasembadan : itu pulau gadung, itu sebelas hektar s ampai ke pulau

pat, pulau pat itu pulau jejer empat, itu wilayah konservasi kita. Peneliti : itu sama sekali gak boleh ada wisatawan yang dateng ya pak?

Pak kasembadan : wo boleh, Pak Harjo : tapi di pulau gadung ga boleh ini ngambil Peneliti : semisal saya sudah pernah kesana terus pengen ke pulau gadung dan pulau pat itu ngomong nya ke siapa ? Pak Kasembadan : ya ke mereka – mereka nelayan itu yang menambang, tolong antarkan gini gini, itu gak masalah .

4.6 Pemahaman Objek dan Daya Tarik Wisata

Untuk memahami objek dan daya tarik wisata yang ada di Bowele ini, Penulis akan memaparkannya dalam tiga bagian besar yakni sektor perhubungan, sarana dan Untuk memahami objek dan daya tarik wisata yang ada di Bowele ini, Penulis akan memaparkannya dalam tiga bagian besar yakni sektor perhubungan, sarana dan

4.6.1 Sektor Perhubungan

Untuk mencapai Obyek dan daya tarik wisata yang berada di Bowele jarak yang harus di tempuh adalah sejauh 72,5 Km yang dapat ditempuh dalam waktu 2 jam 11 menit tanpa macet akan tetapi kondisi jalan dari pertigaan Tangsi turun ke Desa Purwodadi itu berkelok – kelok dan lebar jalannya sempit. “ lebih – lebih lagi jalannya sempit, kalo ada mobil sama mobil itu aduh bingung.

Yang paling utama keluhan dari pengunjung itu Cuma satu, jalan sempit. ” Pernyataan Mbah Karyono di atas juga disampaikan oleh Pak Carik, Pak

Dawud, Pak Shodiq dan Pak Kasembadan. Pak Sidik Fajar menambahkan “… kan dari pertigaan tangsi itu, kalo pengunjung banyak pake mobil banyakan

gak mau ngalah kalo lagi berpas – pasan, … jalur itu kan sempit dan berpas – pasan dengan mobil besar nya itu yang mengganggu”

Untuk jasa pengangkutan di obyek wisata, Jasa yang disediakan merupakan jasa angkutan laut dan jasa angkutan darat. Jasa angkutan laut disediakan oleh

nelayan ditempat ini disebut dengan ‘nambang‟. Para penambang (nelayan) ini baru akan lengkap semua di hari sabtu dan minggu, karena di hari biasa sudah nelayan ditempat ini disebut dengan ‘nambang‟. Para penambang (nelayan) ini baru akan lengkap semua di hari sabtu dan minggu, karena di hari biasa sudah

bawah koordinasi pokmaswas, Marlan itu bertugas untuk membagikan pengunjung, kadang kan satu rombongan itu bisa lebih dari maksimal atau kurang dari minimal ”

Selanjutnya untuk masalah keamanan wisatawan yang hendak menyebrang, menikmati obyek wisata, Pak Kasembadan sudah mewajibkan setiap nelayan untuk menyediakan life jacket bagi para wisatawan dan memahami teknik membawa perahu yang tepat. “ ya kalo soal pengamanan, saya minta dijaga, rekan – rekan fasilitas yang kurang

lengkap dilengkapi, misalnya jaket pelampung itu harus dilengkapi, .. mereka sudah kita kasih tau, untuk berjaga – jaga, di darat di laut itu sama, kalo ada ombak besar , kan di rem dulu, baru dilanjutkan. ”

Selain perahu, Ojeg merupakan angkutan darat yang ada di obyek wisata. Ojeg ada sebagai solusi apabila gelombang laut tinggi, wisatawan masih tetap dapat mengunjungi Banyu Anjlok.

“kalo ombak gede naik ojeg, ombak kecil pake perahu.” (Wawancara Pak Kasembadan, 2016). Akan tetapi kesiapan untuk melayani wisatawan dari para pengojeg ini masih kurang maksimal. “ojeg dituntut dari pihak kepolisian, harus punya sim, kebanyakan yang ngojek

kan masih kecil – kecil, terus sepeda motor kan harus lengkap, kan ada sepeda motor yang dipake ke kebun yang udah di protol – protol" (Wawancara Pak Sidik Fajar, 2016).

Untuk alat transportasi dari segi kendaraan sendiri pun, perahu yang digunakan juga masih perahu kecil meskipun jumlahnya sudah dapat mengimbangi permintaan wisatawan dan kalaupun ojeg, kondisi fisiknya juga tidak prima. Untuk alat transportasi umum dari dan menuju tempat ini berupa mobil ELF. Kondisi tersebut didapatkan berdasarkan keterangan dari Pak Sidik Fajar yang menyatakan “…. Kalo disini kan perahu kecil..” dan keterangan dari Mbah Karyono

“ … sebab perahu sudah banyak, sudah 36, nanti kalo beli – beli terus, lah orang nelayan ini gak dapat hasil. Peraturan sudah diketuk oleh Pokmaswas.”

Dari beberapa keterangan di atas dapat diketahui bahwa dari segi sektor perhubungan ini masih belum dapat memancarkan sapta pesona, karena belum ada unsur aman dan tertib dan belum memberikan kualitas maksimal, karena belum memancarkan unsur tangibles dan security (Garvin,1996 : Teguh, 2009).

4.6.2 Sarana dan Prasarana Pariwisata

Jika mengacu pada yang dikemukakan oleh Yoeti (1996) dan berdasarkan yang peneliti temukan di lokasi penelitian, Prasarana dan sarana pariwisata yang terdapat di Bowele itu masih minim. Hal tersebut dapat dikatakan berdasarkan keterangan yang diberikan oleh para informan. Pemenuhan fasilitas umum dan fasilitas pariwisata masih lamban. Berdasarkan Yoeti, Prasarana pariwisata dibagi menjadi fasilitas umum, keperluan masyarakat banyak dan prasarana pariwisata ( recreative & sportive plan, residential tourist plan dan receptive tourist plan ). Fasilitas umum berupa ketersediaan air bersih di daerah ini masih kurang, seperti yang disampaikan oleh Pak Kasembadan

“ fasilitas kami tidak memadai, yang pertama jalan, yang kedua masalah ini, air – air kurang jelas, kesulitan air disini.. ”

Fasilitas kebutuhan masyarakat banyak seperti rumah sakit, apotik, bank masih belum ada di tempat ini. Untuk Prasarana pariwisata, recreative dan sportive tourist plan di tempat ini berupa penyediaan alat – alat snorkeling, papan surfing, tenda, adanya kebun cengkeh. Untuk bagian receptive tourist plan , di tempat ini sudah ada torism information center (TIC). Akan tetapi pengelolaannya masih belum berjalan baik, dengan indikator TIC bowele tidak ada yang menjaga kecuali hari sabtu dan minggu, letaknya tidak strategis, petugasnnya belum dapat berbahasa inggris, dan akan tetapi informasi pariwisata yang ada di TIC sudah mencukupi (Anshori, 2010). Hal tersebut dikemukakan oleh Pak Muklis selaku Ketua Pokdarwis Bowele

“ kalo tic sih fungsi nya sebagai pemberi informasi gratis ke wisatawan, memang kadang – kadang wisatawan juga menjengkelkan mbak, kalo baru ada

masalah aja baru datang ke TIC.banyak yang gak mampir karena emang posisi nya keliru, akhirnya kan tidak semua wisatawan ke TIC.Terus untuk TIC sendiri, kita tetap melayani sampai ke pantai Sipelot, pantai Sidoasri, kita memberikan informasi gratis tapi terbatas tenaga, baru malam minggu atau hari minggu kita naruh orang”

Selain itu homestay di wilayah ini juga belum memiliki TDUP dan belum semua rumah memenuhi standar homestay untuk ditinggali oleh wisatawan mancanegara, dan pengelolaan homestay inipun masih dalam penataan. Seperti yang dikatakan oleh Pak Johnson

“ cuman di berikan pengetahuan kalo homestay itu, homestay itu minimal 5 kamar, kita sudah memberikan pelatihan dan pembinaan kepada mereka, dia

harus lima kamar, dia harus menjaga kebersihan, kamar mandinya, membuat paket – paket wisata, itu udah jalan . ”

Hal yang sama juga disampaikan oleh Bu Lani mengenai pengelolaan homestay yang seharusnya

“ yang penting kalo wisatawan asing itu standarnya lingkungannya harus bersih, kamarnya, homestay nya harus bersih, toilet nya harus toilet duduk,

sirkulasi udara, pergantiannya itu tidak boleh lembap, kalo gitu kalo wisatawan mancanegara ”

Rumah makan di daerah ini pun masih belum memenuhi unsur tertib pada sapta pesona dari segi bentuk fisik bangunan. Untuk sarana pariwisata menurut Yoeti (1996) di tempat ini yang ada hanyalah sarana pokok. Sarana pokok yang terdapat berupa lembaga promosi wisata dan badan usaha yang menyediakan tour guide tetapi versi sederhananya. Lembaga promosi wisata di Bowele adalah Pokdarwis dan yang dapat dikatakan sebagai badan usaha yang menyediakan tour guide itu adalah timlak. Oleh karena itu, prasarana dan sarana wisata di tempat ini masih dapat dikatakan kurang jika ditinjau dari banyaknya kunjungan wisatawan ke tempat ini

Gambar 4.12 Rumah makan di pinggir pantai

Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Malang

4.6.3 Sektor Daya Tarik Wisata

Sektor daya tarik wisata yang peneliti amati ialah sumber daya alam, sumber daya minat khusus, sumber daya budaya dan rasa ingin tahu. Berdasarkan Pitana Sektor daya tarik wisata yang peneliti amati ialah sumber daya alam, sumber daya minat khusus, sumber daya budaya dan rasa ingin tahu. Berdasarkan Pitana

“ ombaknya beda mba, kalo di lenggoksono itu beach break, kalo yang di wedi awu itu point break. Yang disukai surfer itu yang point break krn gak susah cari

ombaknya ” (Wawancara Pak Muklis, 2016). Selain itu, karena topografi tempat ini juga memungkinkan adanya olah raga

trekking untuk mencapai lokasi – lokasi di wilayah ini yang tidak bisa dijangkau baik oleh kendaraan roda dua maupun roda empat. Di Bowele juga terdapat dua tempat yang memungkinkan untuk dijadikan tempat berkemah yakni di Bolu – Bolu dan di Banyu Anjlok.

Gambar 4.13 Potensi Camping di Bowele a) Camping Di Bolu – Bolu

b)Camping di Banyu Anjlok

Sumber : Pokdarwis Bowele

Di tempat ini juga pengelola akan membuka tempat wisata baru yang memungkinkan wisatawan untur bird watching . Ekowisata, Surfing, Bird watching , camping merupakan potensi sumber daya minat khusus yang ada di tempat ini. Akan tetapi pengelola wisata tempat ini membidik segmen pasar Di tempat ini juga pengelola akan membuka tempat wisata baru yang memungkinkan wisatawan untur bird watching . Ekowisata, Surfing, Bird watching , camping merupakan potensi sumber daya minat khusus yang ada di tempat ini. Akan tetapi pengelola wisata tempat ini membidik segmen pasar

“ Paling n ntesi hasil perkebunan dan rekreasi perairan. Potensi hasil laut yang dimiliki adalah ikan tuna, tongkol, tenggiri, kakap merah, layur, cumi – cumi dan lobster.

Gambar 4.14

Beberapa Potensi Hasil Laut Desa Purwodadi

Sumber : Pokdarwis Bowele ‘

Potensi hasil perkebunan yang dimiliki adalah cengkeh, kopi, kelapa dan pisang. Cengkeh merupakan komoditas utama di tempat ini yang menjadi one place one product dari tempat ini.

“ Ketika musim cengkeh, itukan uniknya disitu, kalo musim kopi nanti giling kopi. Kita ada dokumentasi nya pas kegiatan – kegiatan waktu panen ” (Wawancara Pak

Muklis, 2016). Rekreasi perairan di tempat ini dijadikan sebagai obyek wisata di tempat ini

berupa air terjun, pantai dan teluk. Obyek wisata yang sudah dikenal oleh wisatawan di Desa Purwodadi adalah Banyu Anjlok, Teluk Kletakan, Pantai Bolu

– Bolu dan Pantai Lenggoksono. Daya tarik wisata nya itu berupa desa wisata dan beberapa atraksi wisata. Yang termasuk atraksi wisata disini adalah surfing, snorkeling , camping site, penyulingan minyak cengkeh, penumbukan kopi.

Akan tetapi, Desa Purwodadi sebenarnya memiliki potensi obyek wisata lainnya baik di Dusun Balearjo dan Lenggoksono. Di Dusun Balearjo potensi Akan tetapi, Desa Purwodadi sebenarnya memiliki potensi obyek wisata lainnya baik di Dusun Balearjo dan Lenggoksono. Di Dusun Balearjo potensi

“ kita ada obyek baru, yang murni bukan punya perhutani, kita punya hutan pantai kita akan jadikan sebagai tempat bird watching, melihat burung di tumpak uwih ”

(Wawancara Pak Muklis, 2016). Sumber daya budaya yang terdapat ditempat ini berupa budaya, kesenian dan

sejarah. Budaya khas tempat ini adalah budaya larung sesaji yang diadakan setiap tanggal 1 Suro. Untuk keseniannya di tempat ini ada jaranan, reog, silat. Untuk nilai historis yang terkandung di desa ini adalah sebagai lumbaung padi pada jaman masa perjuangan tahun 1945 oleh Letkol Katahar. Jika ditilik dari segi budaya, Budaya di tempat ini dapat dikenalkan melalui event – event wisata yang diadakan di tempat ini

Gambar 4.15

Beberapa kegiatan kebudayaan di Bowele

a. Budaya Reog b. Budaya Larung Sesaji yang diadakan setiap tanggal 1 Suro

Sumber : Pokdarwis Bowele

Jika ditilik dari sektor daya tarik wisata di tempat ini, Desa purwodadi memiliki daya tarik wisata yang cukup menjanjikan untuk dikunjungi oleh wisatawan. Desa ini mempunyai desa yang dapat digali potensi agro, budaya dan obyek wisata. Desa ini mampu menawarkan atraksi wisata yang lengkap dari trekking, bermain air segar, bermain air laut dan apabila wisatawan menghendaki wisata yang tidak terlalu banyak pengunjung, desa ini juga memiliki Dusun Balearjo bagi wisatawan yang menginginkan suasana sepi nan asri sebagai tempat wisatanya. Hal tersebut didukung dengan tingginya rasa ingin tahu wisatawan untuk berkunjung ketempat ini, terutama terhadap Banyu Anjlok.

4.7 Pemahaman di bidang kemasyarakatan

Untuk bidang kemasyarakatan, Penulis akan memaparkan informasi mengenai karakteristik masyarakat (mayoritas pekerjaan, sikap ke wisata), bentuk partisipasi masyarakat, peluang usaha yang dapat dimunculkan, kualitas usaha (jasa dan produk), kesiapan masyarakat (kualitas sdm).

4.7.1 Karakteristik Masyarakat

Masyarakat di Purwodadi ini dari segi bidang pekerjaan mayoritas merupakan petani cengkeh dan nelayan dan wisata. “ masyarakat kami ada tiga komponen, petani, pedagang nelayan. Yang nelayan

itu dengan adanya wisata ini banyak yang ganti haluan banting setir ke wisata jadi mengantarkan pengunjung, sedangkan yang bukan nelayan akhirnya buka ukm ukm warung – warung, ngojek, homestay .” (Wawancara Kepala Desa Purwodadi, 2016).

Dalam pengembangan wisata di tempat ini, sikap masyarakat terhadap wisata di tempat ini terbagi menjadi dua yakni yang menggantungkan hidup dari wisaata dan cuek pariwisata. Mereka yang cuek tersebut bisa dikarenakan mereka sudah dimanjakan dengan hasil kebun mereka. “ kalo masyarakat desa purwodadi sendiri mereka gak begitu peduli, karena

mereka sudah sejahtera dengan cengkeh, .. pendapatan pertahunnya itu Rp 60 - 80 juta per tahun dari kebun cengkeh itu, jadi mereka itu cuek gak peduli, dengan wisata ” (Wawancara Pak Muklis, 2016). “ masyarakatnya sebagian besar itu menikmati hasilnya mbak, sehingga mereka

untuk pembenahan yang lebih baik lagi udah mentok wes, halah, ngini ae wes entuk duit, nah pemahaman itu yang salah karena terus terang aja, ” (Wawancara Pak Carik, 2016).

4.7.2 Peluang Usaha

Peluang usaha di wilayah ini masih banyak diantaranya pembukaan tempat penginapan, kripik pisang, desa wisata, penemuan objek baru di Tumpak Uwih.

“ kemungkinan dari bahan pisang, karena disini pisang disini melimpah, mungkin kripik sale atau yang lain soalnya sungguh melimpah disini baha n baku pisang,

cengkeh, kelapa.”(Wawancara Kepala Desa Purwodadi, 2016). “ ada untuk kripik pisang sudah ada di warung – warung, kita disini jual bubuk kopi dan kripik pisang, kripik pisangnya udah kita kirim ke Bali ” (Wawancara Pak Muklis, 2016).

4.7.3 Kualitas Usaha (Jasa dan Produk)

Kualitas usaha di tempat ini dapat dilihat dari sisi jasa dan produk. Dari sisi jasa, ada beberapa oknum ojeg yang menaikkan harga tanpa sepengetahuan pengelola sebagaimana yang disampaikan oleh Kepala Desa Purwodadi, Pak Shodiq “ harga melonjak tanpa sepengetahuan pengelola, tanpa dikordinir ” yang membuat para wisatawan mengeluh tentang banyaknya biaya yang harus dikeluarkan. Kepala Desa juga menegaskan bahwa kualitas usaha warung di Desa

Purwodadi masih belum memenuhi unsur sapta pesona “ belum, karena sapta pesona nya belum terbentuk, belum muncul.”

Jika dibandingkan dengan keterangan yang diberikan oleh Bu Lani pada sub-bab sebelumnya mengenai standar homestay , maka homestay yang ada di Bowele ini sudah relatif baik. “ homestay sudah bagus tapi syarat administrasinya aja yang belum dilengkapi,

kalo homestay antara sini dan Gubugklakah dan di Pujon Kidul, ngadas masih bagusan disini. Cuman disini belum terakdreditasi dalam artian belum ada buku tamu, pelaporan ke rt rw sama pemasukan ke Pokdarwis. Rp 110.000 tarif biaya nya. ” (Wawancara Pak Muklis, 2016).

4.7.4 Kesiapan Masyarakat

Kesiapan masyarakat di tempat ini dalam memberikan pelayanan yang baik kepada wisatawan agak kurang. Hal tersebut peneliti coba gali dari keadaan kualitas sdm dan intensitas keterlibatan masyarakat dalam obyek wisata yang ada di Bowele. Sumber daya manusia yang terlibat dalam wisata di tempat ini pada dasarnya belum memiliki jiwa entrepreneurship , sehingga hal tersebut yang membuat kualitas usaha yang mereka hasilkan juga tidak maksimal. “ orang sini masyarakat pemikiran nya hanya instan, misal satu buka warung

yang lain ikut, setelah ikut tau sepi tinggal udah. ” (Wawancara Pak Carik, 2016). “ lagi – lagi karena masalah sdm masyarakat kami yang masih tradisionil, jadi

nya sulit. ” (Wawancara Kepala Desa Purwodadi, 2016). Selain dari kurangnya jiwa kewirausahaan, pemahaman sumber daya

manusia yang terlibat dalam wisata mengenai ekowisata juga masih minim karena pemamhaman tentang ekowisata, diakui oleh Ketua Pokdarwis hanya dipahami oleh elit desa saja. “ Tetapi memang untuk menerapkan ekowisata itu gak semua masyarakat itu paham,terus terang saya sendiri juga masih belajar mengenai ekowisata. .. kawasan ekowisata bowele nanti zonasi nya seperti ini ada yang hard manusia yang terlibat dalam wisata mengenai ekowisata juga masih minim karena pemamhaman tentang ekowisata, diakui oleh Ketua Pokdarwis hanya dipahami oleh elit desa saja. “ Tetapi memang untuk menerapkan ekowisata itu gak semua masyarakat itu paham,terus terang saya sendiri juga masih belajar mengenai ekowisata. .. kawasan ekowisata bowele nanti zonasi nya seperti ini ada yang hard

Selanjutnya, rendahnya pendidikan yang dikecap oleh para sumber daya manusia yang bergelut di bidang wisata di tempat ini juga menyebabkan kurang siapnya masyarakat daerah Bowele dalam mengembangkan wisata di tempat ini, yang menyebabkan pemikiran mereka masih sederhana dan tidak dapat berbahasa inggris. Rata – rata masyarakat purwodadi masih lulusan SD dan SMP. Pak Muklis menyatakan bahwa “ Sehingga yowes eman, mereka dimanjakan mereka, pendidikan rata – rata sd dan smp, sehingga pemahaman masa depan itu wes ga seberapa dipikirkan …”, hal tersebut juga diungkapkan oleh Pak Sidik Fajar , “ sdm disini itu sebatas sd smp itu sing angel, paling angel, sehingga kesadaran mereka gitu aja. ” Pak Kepala Desa juga menambahi“….. tapi ya memang dari sisi skill kemampuan dan keterampilan ya emang belum belum. Ini basiknya kalo kita ngomong turis kan kita harus menguasai gr ammar bahasa inggris, itu belum” .

4.7.5 Bentuk partisipasi Masyarakat Berangkat dari keadaan kualitas sumber daya manusia yang terlibat untuk

mengelola wisata di tempat ini masih kurang, Partisipasi masyarakat untuk mengelola pariwisata di bagian obyek juga rendah. “S ementara kalo masyarakat ya gak ada mba, saya promosi sendiri,sama desa yang bant u” (Wawancara Pak Muklis, 2016). “ Peran serta masyarakat ? peran serta masyarakat yang saya harapkan ada, tapi sampai saat ini belum muncul ” (Wawancara Kepala Desa Purwodadi, 2016).

Akan tetapi, Masyarakat turut berpartisipasi untuk membantu desa sebagai desa wisata. “ Masyarakat ya membantu nya ya sekarang, PKK setiap hari jumat itu sudah tanam bunga di desa, kita mengusulkan ke kepala desa, desa merespon ”

(Wawancara Pak Muklis, 2016).

4.8 Pemahaman Pemberdayaan Masyarakat

Seperti yang diketahui pemberdayaan masyarakat adalah bagian yang substansial dari ekowisata. Di kawasan Bowele ini masyarakat terbagi – bagi. Mayoritas masyarakat di purwodadi ini adalah petani cengkeh yang sudah memiliki pendapatan yang lumayan menjanjikan. Masyarakat tersebut tidak terjun langsung untuk terlibat dalam pariwisata. Akan tetapi masyarakat nelayan, sejak adanya wisata di tempat ini mengalami peningkatan pendapatan. Nelayan di tempat ini ketika tidak melaut mencari ikan mereka melakukan kegiatan penambangan (mengantar wisatawan untuk melihat tiga obyek wisata terkenal di Bowele). Masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan pun mendapatkan pekerjaan dengan menjadi ojeg wisata yang mengantarkan wisatawan ke banyu anjlok via jalur darat, membuka warung di pantai, menjadi guide bagi para wisatawan. Masyarakat yang memiliki taraf ekonomi baik pun juga dapat membuka dirinya sebagai penyedia homestay bagi para wisatawan. Selain itu untuk menambah nilai estetika dari wilayah ini, Desa bersama PKK disini bersama – sama setiap hari jumat melakukan bersih desa, menanam TOGA dan menyediakan tempat sampah supaya lingkungan ini lebih asri. Komunitas Anak Pantai pun seperti itu, mereka juga setiap hari membersihkan pantai dari sampah – sampah sehingga bibir pantai lenggoksono menjadi lebih asri.

“ Masyarakat ya membantu nya ya sekarang, PKK setiap hari jumat itu sudah tanam bunga di desa, kita mengusulkan ke kepala desa, program kita misalkan

gerakan jumat bersih, sekarang sudah mulai di tata masyarakatnya. ” (Wawancara Pak Muklis, 2016).

Untuk pemberdayaan masyarakat badan yang telah melakukan pembinaan di tempat ini adalah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Malang serta pengelola lokal yakni pokdarwis dan ladesta, EJEF. Berikut ini adalah beberapa hasil wawancaranya :

“kalo nelayan disini ba ik – baik, pengaturan disini yang gimana ya ?kalo penambangan itu bekerjasama dengan pariwisata, …

Peneliti : dari dinas kelautan sering ngadain pelatihan disini Informan 2 : wah sering ” (Wawancara Pak Harjo, 2016) “ Di EJEF itu para ahli ekowisata itu kumpul disitu, kasih kuliah gratis ke EJEF- er se jawa timur,… Peneliti : edukasi nya dari ? Informan : dari pokdarwis dan ladest a” (Wawancara Pak Muklis, 2016).

Bentuk pemberdayaan dari dinas – dinas tersebut berupa pelatihan untuk pengembangan kualitas sumber daya manusia yang ada di tempat ini, pembinaan homestay, studi banding, pemberian pengetahuan tentang mengelola wisata baik dari segi jasa dan ekologi.

“ bentuk pembinaan kadang kalau sudah di bina, itu studi banding nanti hasilnya gimana nah itu diterapkan kesini ” (Wawancara Pak Kasembadan, 2016).

“ sebenarnya mau programkan itu, tapi waktunya kan tiga bulan, nah untuk guide – guide lokal kepada mereka supaya sekedar bisa saja berbahasa melayani tamu, mungkin kita akan adakan pelatihan 2- 3 hari,… yang kita atur

bagaimana kalau seandainya dia melayani tamu, apa perlakuannya apa safety nya, itu ada standarnya memang, masalah asuransi, keselamatan tamu, itu kan

ada aturannya,… kalo homestay itu, homestay itu minimal 5 kamar, kita sudah memberikan pelatihan dan pembinaan kepada mereka, dia harus lima kamar,

dia harus menjaga kebersihan, kamar mandinya, membuat paket – paket wisata ,… ada itukan ada di dalam buku sapta pesona, nah itu yang dilakukan dia harus menjaga kebersihan, kamar mandinya, membuat paket – paket wisata ,… ada itukan ada di dalam buku sapta pesona, nah itu yang dilakukan

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kesadaran atas pemberdayaan masyarakat di Bowele ini sudah tinggi, pekerjaan rumah dari pihak pengelola adalah peningkatan kesadaran atas wisata dari seluruh lapisan masyarakat agar sapta pesona dapat tercermin di Desa Purwodadi.

4.9 Ekowisata di Bowele

Setelah memahami mengenai objek dan daya tarik wisata, kemasyarakatan, pengelolaan, pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, maka terdapat tema – tema besar yang muncul dari kondisi ekowisata di Bowele ini yakni :

1. Objek dan daya tarik wisata di Bowele ini unik

2. Konflik internal pengelola menyebabkan kualitas jasa ekowisata yang diberikan belum intensif.

3. Strategi diferensiasi dipilih untuk mengatasi konflik yang terjadi.

4. Pemasaran wisata di Bowele adalah promosi.

5. Rencana pengembangan di wilayah ini mengikuti mekanisme pasar.

6. Pengembangan kemampuan penduduk lokal belum maksimal karena belum semua masyarakat peduli terhadap wisata.

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Siapakah yang berperan sebagai pengambil keputusan strategis pengembangan wisata di Bowele ?

Rumusan masalah di atas akan dijabarkan dalam analisis pengelolaan dan pengembangan.

5.1.1 Kesimpulan Analisis Pengelolaan : Konflik internal pengelola menyebabkan kualitas jasa ekowisata yang diberikan belum intensif.

Mengapa konflik internal ? Hal tersebut dikarenakan permasalahan yang terdapat pada pengelola wisata, pemerintah desa dan Perhutani berada pada satu lingkungan yang sama yakni lingkungan internal. Perhutani yang tampak menjadi pihak eksternal ternyata tetap menjadi bagian internal dari wisata ini. Hal tersebut dikarenakan, Bowele terletak pada wilayahnya perhutani, sehingga peran Perum Perhutani KPH Malang di wilayah ini patut dipertimbangkan. Oleh karena itu, seharusnya pihak pengelola di Bowele menjalin hubungan yang baik dengan para stakeholder nya.

A. Komunikasi dan Networking yang kurang baik

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Nugroho (2015) networking di antara para stakeholder itu penting karena berhubungan dengan memberi dan menerima aliran manfaat kepada satu sama lain, terlebih di sektor ekowisata. Ekowisata mempertemukan dua atau lebih budaya yang berbeda. Wisatawan Sebagaimana yang dijelaskan oleh Nugroho (2015) networking di antara para stakeholder itu penting karena berhubungan dengan memberi dan menerima aliran manfaat kepada satu sama lain, terlebih di sektor ekowisata. Ekowisata mempertemukan dua atau lebih budaya yang berbeda. Wisatawan

B. Tidak Memahami Peran Para Stakeholder Terkait

Selain dari adanya komunikasi dan networking , Pengelola wisata Bowele juga seharusnya sudah memahami peran dan fungsi para stakeholder ekowisata.

a) Pemerintah memiliki peran strategis dalam mengembangkan kebijakan sektor ekowisata dan penunjangnya yang output nya berupa kebijakan penetapan wilayah taman nasional, instrument fiskal dan monter atau pengembangan wilayah ekowisata. Oleh karena adanya otonomi daerah, Peran Pemerintah Kabupaten Malang untuk pengembangan pariwisata dan ekowisata menjadi sangat penting. Akan tetapi, berdasarkan keterangan dari informan terdapat peraturan pemerintah yang tidak mendukung pengembangan wilayah ekowisata.

“ Jadi kenapa mereka ada MOU atau kerja sama dengan perhutani. Sebetunya secara aturan, aturan itu permenhut 12 atau 22 saya lupa, …

alasannya dari perhutani itu sudah ada mou dengan bupati terkait dengan alasannya dari perhutani itu sudah ada mou dengan bupati terkait dengan

Meskipun teruntuk di Kabupaten Malang dan di Bowele, sudah ada rencana pembaharuan perjanjian kerjasama dan peraturan terkait perjanjian wilayah ekowisata tetapi pelaksanaannya itu lumayan lama, sehingga wisata di Bowele ini harus mengalami stagnansi terlebih dahulu.

“ Cuma mungkin di wacana pemerintah di tahun 2017 ini ada regulasi pks kembali antara perhutani pemerintah sama desa bukan perhutani sama

desa sama lmdh, tapi antar dinas sama desa 2017 ” (Wawancara Pak Sidik Fajar, 2016).

“ dan hari ini banyu anjlok ditutup, secara resmi bukan ditutup, kan disana ada tulisan banyu anjlok ditutup tapi kan yang ngelakukan bukan desa

bukan timlak tapi perhutani, karena wilayahnya perhutani ” (Wawancara Pak Muklis, 2016).

b) Perencana dan peneliti sebagai unsur pemerintah yang menjadi sumber saran atau produk akademik sebagai bahan perumus kebijakan. Disini merupakan peran dari SKPD Kabupaten Malang baik dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Malang dan juga dari BUMN yang terkait yakni Perum Perhutani KPH Malang. Yang menjadi permasalahan diantara para pengelola adalah para pengelola dan para SKPD sendiri tidak mengetahui dasar penetapan prosentase dari tiket masuk yang ditetapkan oleh Perum Perhutani KPH Malang terhadap seluruh daya tarik wisata yang berada pada wilayah pengelolaannya.

c) Pengelola taman nasional atau ekosistem merupakan unsur pemerintah yang bertanggung jawab melaksanakan tugas manajemen operasional di lapangan. Seharusnya yang bertanggung jawab atas pengembangan dan

menjabat pemegang tanggung jawab manajemen ekosistem di daerah ini adalah Pemerintah Desa. Dalam hal Bowele, pengelola nya adalah LMDH, Pemerintah Desa, Pokdarwis, Pokmaswas dan tim pelaksana. Tugas utamanya adalah mengoperasikan hak yang diberikan kepadanya oleh pemerintah, mengorganisasikan minat dunia usaha swasta, koperasi, untuk berpartisipasi mengembangkan jasa ekowisata secra berkelanjutan dan memberikan mutu layanan dan kepuasan pengunjung. Akan tetapi pada pelaksanannya, Para pengelola ini hanya terfokus pada permasalahan bagi hasil dari tiket masuk ke wilayah ini. Rasa kecewa, tidak meratanya pembagian informasi, tidak adanya visi bersama yang membuat kerja para pengelola di tempat ini menjadi tidak singergis. Hal tersebut sungguh dapat terlihat dari keterangan – keterangan yang diperoleh peneliti dengan para informan. Ada informan yang banyak peneliti kutip hasil pemikiran nya, ada yang jarang. Ada informan yang paham betul mengenai ekowisata dan pengembangannya, ada informan yang merupakan bagian perangkat desa tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh pengelola lainnya. Pokdarwis yang lebih banyak mengetahui kondisi ekowisata merasa telah mengajak dan memberikan informasi kepada para

pengelola lainnya akan tetapi tidak ‘direken‟ oleh pengelola lainnya. Sedangkan, perangkat desa merasa kegiatan atau program yang telah diikuti

oleh Pokdarwis, yang sudah direncanakan pokdarwis tidak diberitahukan kepada mereka. Tim pelaksana juga sampai saat ini belum berhasil menjadi koordinator dari para pengelola di tempat ini, karena sampai saat ini belum ada kebijakan yang terealisasi dari timlak. LMDH yang merupakan badan oleh Pokdarwis, yang sudah direncanakan pokdarwis tidak diberitahukan kepada mereka. Tim pelaksana juga sampai saat ini belum berhasil menjadi koordinator dari para pengelola di tempat ini, karena sampai saat ini belum ada kebijakan yang terealisasi dari timlak. LMDH yang merupakan badan

d) Sektor swasta adalah stakeholder yang mengoperasikan usaha ekowisata. Sektor swasta menyediakan berbagai fasilitas dan akomdasi, infromasi dan produk pariwisata, tujuan wisata, program pendidikan dan pelatihan dan kualitas pelayanan, degan tujuang dapat menarik wisatawan dan memberikan kepuasan dan pengalaman yang berharga. Sektor swasta disini terdiri dari mulai jawa trasnportasi, biro perjalanan, hotel dan restoran, souvenir, operator dan penunjang lainnya. Dalam Nugroho (2015) sektor swasta disebutkan sebagai operator, mereka yang menjalankan operasional program – program pendidikan, pelatihan, pertolongan, pengamanan hingga pengembangan SDM. Sampai saat ini di Bowele tidak ada unsur campur tangan pihak swasta meskipun dapaat menjadi operator dari wisata. Perangkat desa berkeinginan agar memberdayakan masyarakat disini dan tidak menerima adanya investasi. Perangkat desa takut kalau adanya investor masuk, pihak swasta yang akan menguasai. Akan tetapi, pihak swasta juga sebenarnya memainkan peran penting. Pihak swasta dalam ekowisata memainkan peran juga untuk memberdayakan pelaku ekonomi penduduk lokal, beriteraksi sebaik – baiknya dengan pengelola ekowisata dan unsur pemerintah. Sebagian keuntungan atau transaksi dari pihak swasta memang peruntukannya untuk pajak kepada pemerintah pusat dan daerah. Keuntungan, investasi dan pajak adalah mata rantai manfaat ekonomi, yang jika d) Sektor swasta adalah stakeholder yang mengoperasikan usaha ekowisata. Sektor swasta menyediakan berbagai fasilitas dan akomdasi, infromasi dan produk pariwisata, tujuan wisata, program pendidikan dan pelatihan dan kualitas pelayanan, degan tujuang dapat menarik wisatawan dan memberikan kepuasan dan pengalaman yang berharga. Sektor swasta disini terdiri dari mulai jawa trasnportasi, biro perjalanan, hotel dan restoran, souvenir, operator dan penunjang lainnya. Dalam Nugroho (2015) sektor swasta disebutkan sebagai operator, mereka yang menjalankan operasional program – program pendidikan, pelatihan, pertolongan, pengamanan hingga pengembangan SDM. Sampai saat ini di Bowele tidak ada unsur campur tangan pihak swasta meskipun dapaat menjadi operator dari wisata. Perangkat desa berkeinginan agar memberdayakan masyarakat disini dan tidak menerima adanya investasi. Perangkat desa takut kalau adanya investor masuk, pihak swasta yang akan menguasai. Akan tetapi, pihak swasta juga sebenarnya memainkan peran penting. Pihak swasta dalam ekowisata memainkan peran juga untuk memberdayakan pelaku ekonomi penduduk lokal, beriteraksi sebaik – baiknya dengan pengelola ekowisata dan unsur pemerintah. Sebagian keuntungan atau transaksi dari pihak swasta memang peruntukannya untuk pajak kepada pemerintah pusat dan daerah. Keuntungan, investasi dan pajak adalah mata rantai manfaat ekonomi, yang jika

e) Pengunjung atau wisatawan menjadi indikator terpenting keberhasilan dalam pembangunan ekowisata. Pendorong utama permintaan jasa ekowisata, wisatawan dari luar wilayah dapat memberikan suntikan aliran ekonomi lokal dan memberikan insentif bagi pengelolaan lingkungan yang lebih baik. Pengunjung yang terlayani dengan baik akan menjadi media promosi ekowisata, media pengembangan budaya dan media untuk membayar upaya konservasi yang tersedia. Peneliti telah mewawancarai wisatawan dengan pertanyaan close end , Karakterisitik wisatawan yang ada adalah rata – rata usia wisatawan adalah 20 – 60 tahun. Mayoritas wisatawan berasal dari wilayah sekitar Jawa Timur, pendapatan nya mayoritas berkisar di satu sampai tiga juta. Mayoritas wisatawan yang datang ke tempat ini pekerjaannya adalah mahasiswa. Wisatawan mengetahui daya tarik wisata bowele ini dari teman, word of mouth berperan penting dalam promosi wisata di Bowele. Tujuan wisatawan ke daerah ini adalah untuk berwisata menikmati keindahan alam. Mayoritas dari wisatawan tidak menginap dan hanya mengestimasikan pengeluaran biaya untuk wisata Rp 150.000 – Rp 200.000. Wisatawan maksimal berkunjung ke tempat ini hanya dua kali. Kesan mereka terhadap atraksi wisata di Bowele adalah menyenangkan, akan tetapi terkait akses untuk mencapai tempat ini mayoritas wisatawan beranggapan sulit. Hal tersebut dikarenakan akses jalannya berkelok – kelok, sempit, rambu penerangan jalan tidak sudah ditemukan. Komentar yang diberikan oleh e) Pengunjung atau wisatawan menjadi indikator terpenting keberhasilan dalam pembangunan ekowisata. Pendorong utama permintaan jasa ekowisata, wisatawan dari luar wilayah dapat memberikan suntikan aliran ekonomi lokal dan memberikan insentif bagi pengelolaan lingkungan yang lebih baik. Pengunjung yang terlayani dengan baik akan menjadi media promosi ekowisata, media pengembangan budaya dan media untuk membayar upaya konservasi yang tersedia. Peneliti telah mewawancarai wisatawan dengan pertanyaan close end , Karakterisitik wisatawan yang ada adalah rata – rata usia wisatawan adalah 20 – 60 tahun. Mayoritas wisatawan berasal dari wilayah sekitar Jawa Timur, pendapatan nya mayoritas berkisar di satu sampai tiga juta. Mayoritas wisatawan yang datang ke tempat ini pekerjaannya adalah mahasiswa. Wisatawan mengetahui daya tarik wisata bowele ini dari teman, word of mouth berperan penting dalam promosi wisata di Bowele. Tujuan wisatawan ke daerah ini adalah untuk berwisata menikmati keindahan alam. Mayoritas dari wisatawan tidak menginap dan hanya mengestimasikan pengeluaran biaya untuk wisata Rp 150.000 – Rp 200.000. Wisatawan maksimal berkunjung ke tempat ini hanya dua kali. Kesan mereka terhadap atraksi wisata di Bowele adalah menyenangkan, akan tetapi terkait akses untuk mencapai tempat ini mayoritas wisatawan beranggapan sulit. Hal tersebut dikarenakan akses jalannya berkelok – kelok, sempit, rambu penerangan jalan tidak sudah ditemukan. Komentar yang diberikan oleh

f) Stakeholder selanjutnya adalah penduduk lokal. Penduduk lokal ini sebagai subyek dan objek dari pengembangan ekowisata. Sebagai subyek, pola pikir, kelembagaan lokal dan kearifan penduduk lokal dapat dijadikan patokan dalam proses perencanaan. Akan tetapi, proses perencanaan di Bowele ini berdasarkan penjabaran pada bagian sebelumnya, umumnya berasal dari angan – angan dan harapan serta ambisi dari masing – masing pihak pengelola. Sebagai objek wisata, penduduk lokal dan lingkungan juga perlu sentuhan pengelolaan agar tecapai tujuan konservasi dari ekowisata dan bermanfaat bagi banyak orang. Penduduk lokal seharusnya diberikan kesempatan untuk mengidentifikasi, mengolah, dan menjual produk jasa wisata yang khas sesuai dengan lingkungannya. Sajian budaya lokal dengan kemasan spesifik merupakan sumber ilmu pengetahuan yang sangat berarti bagi pengunjung. Akan tetapi, mayoritas penduduk disini belum paham terkait budaya lokal. Sebagai contoh, mayoritas warung yang berjualan di pinggir pantai menjual makanan pecel, bakso, cilok, ayam goreng, indomie, yang tidak sesuai dengan khasanah lokal dan pantai. Seharusnya yang dijual berupa ikan bakar, nasi tiwul, air kelapa, kopi asli penduduk setempat.

g) Stakeholder selanjutnya adalah lembaga swadaya masyarakat dan media massa. Di Bowele belum terdapat lembaga swadaya masyarakat yang g) Stakeholder selanjutnya adalah lembaga swadaya masyarakat dan media massa. Di Bowele belum terdapat lembaga swadaya masyarakat yang

C. Kemampuan Kepemimpinan Kepala Daerah Perlu Ditingkatkan

Untuk mengatasi konflik kepentingan, Kemampuan kepemimpinan seorang Kepala Daerah diperlukan dengan sangat. Ekowisata perlu diperkuat oleh sosok pemimpin yang mampu menjalankan visi, misi dan strategi dalam konservasi lingkungan (Prieto et al, 2009 dalam Nugroho, 2015). Kepemimpinan memandu berbagai organisasi dan institusi ekowisata untuk saling bekerjasama mengembangkan visi konservasi memerlukan semua pihak untuk berperean menjadi wirausaha sosial dalam wadah organisasi ekowisata. Kepemimpinan di daerah ekowisata diharapkan mampu menghasilkan nilai tambah dari daerah, mampu mempromosikan keunggulan komparatif melalui inovasi infrastruktur lokal, manajemen, pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dan pemasaran ekowisata (Fodor dan Sitanyi, 2008 dalam Nugroho, 2015).

Oleh karena itu dalam Manajemen Ekowisata, Pemimpin daerah beserta para pengelola haruslah berhasil memecahkan permasalahan untuk pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan. Permasalahan yang terjadi adalah sektor ekowisata lahir dari permintaan jasa rekreasi yang spesifik, yang Oleh karena itu dalam Manajemen Ekowisata, Pemimpin daerah beserta para pengelola haruslah berhasil memecahkan permasalahan untuk pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan. Permasalahan yang terjadi adalah sektor ekowisata lahir dari permintaan jasa rekreasi yang spesifik, yang

Untuk mampu melakukan manajemen ekowisata dengan baik, pengelola dan pemerintah desa yang merupakan bagian dari manajemen operasional dari Bowele memahami tentang faktor – faktor yang membentuk kepuasan konsumen ekowisata. Berikut ini adalah faktor – faktornya :

1. Tujuan wisata. Semakin banyak tujuan ekowisata ditemukan, makin banyak tempat – tempat yang dapat dilindungi dari ancaman kerusakan.

2. Produk ekowisata. Produk ini mencakup materi, akomodasi dan souvenir. Materi berbentuk pendidikan atau pelatihan yang menghasilkan perubahan psikomotorik yang berkesan. Karakteristik lokal dan nilai kesederhanaan dapat mewarnai akomodasi tanpa harus kehilangan unsur higienis dan kesehatan. Suvenir dapat berasal dari bahan imitasi ataupun asli dari Bowele, yang penting memberikan kesan lokal dan mendalam.

3. Promosi. Promosi adalah bagian manajemen terpenting karena sesungguhnya variabel harga bukan yang utama dalam memasarkan ekowisata. Kesadaran masyarakat agar tertarik dan ingin menyaksikan 3. Promosi. Promosi adalah bagian manajemen terpenting karena sesungguhnya variabel harga bukan yang utama dalam memasarkan ekowisata. Kesadaran masyarakat agar tertarik dan ingin menyaksikan

4. Pengendalian rombongan. Karakteristik operasional manajemen operasional ekowisata adalah jumlah rombongan pengunjung rendah, pelayanan berkualitas, menghasilkan nilai tambah yang tinggi. Akan tetapi hal tersebut tidak terjadi di wisata Bowele. Hal tersebut juga didasari oleh ketersediaan sumber daya manusia akan adanya specialist guide belum ada. Ditambah dengan, pengelola di tempat ini masih setengah hati dalam mengelola ekowisata di tempat ini dan memang membuka diri pada banyaknya kunjungan wisata.

5. Sikap partisipasi penduduk lokal. Penduduk lokal berpartisipasi dalam menjual produk wisata, akomodasi maupun souvenir. Akan tetapi usaha pembuatan kripik pisang dan penumbukan kopi belum terlalu digencarkan oleh masyarakat. Kripik pisang yang diolah masyarakat setempat dijual di Bowele dan mereka mengirimkan untuk daerah Bali. Selain itu kripik pisang yang dapat menjadi oleh – oleh dari Bowele ini juga belum mendapat ijin perdagangan.

“ ada untuk kripik pisang sudah ada di warung – warung, kita disini jual bubuk kopi dan kripik pisang, kripik pisangnya udah kita kirim ke Bali. Orang

– orang kita selalu produksi, beli nya di warung – warung sekitar sini. Namanya Kripik Bowele ” (Wawancara Pak Muklis, 2016).

5.1.2 Kesimpulan Analisis Pengelolaan : Pemasaran wisata di Bowele adalah promosi.

Pada bagian sebelumnya telah dipaparkan pemasaran jasa yang telah dijalankan di Ekowisata Bowele. Akan tetapi sebelum membahas mengenai pemasaran jasa, terlebih dahulu membahas mengenai segmenting, targeting dan positioning dari pemasaran jasa yang ada di Bowele ini.

A. Segmenting, Targeting dan Positioning Bowele

a. Segmenting Sebagaimana yang diketahui segmentasi pasar adalah membagi pasar menjadi kelompok pembeli yang dibedakan menurut kebutuhan, karakteristik atau tingkah laku yang mungkin membutuhkan produk yang berbeda. Berdasarkan pembagian segmentasi pasar yang diberikan oleh Ratnasari dan Aksa (2011), Segmentasi pasar yang sesuai dengan kondisi di Bowele seharusnya adalah Pemasaran dengan pembedaan. Pemasaran dengan pembedaan memudahkan perusahaan mengidentifikasi beberapa segmen dalam pasarnya dan menerapkan bauran pemasaran yang berbeda bagi tiap segmen pasar tersebut.

Bowele saat ini masih melakukan pemasaran tanpa pembedaan dalam artinya pemasaran missal dimana tidak ada pembagian yang khusus atau segmen tertentu dalam pasar. Akan tetapi, Bowele memiliki potensi untuk melayani dua tipe segmen pasar, yakni pariwisata massa dan wisata minat Bowele saat ini masih melakukan pemasaran tanpa pembedaan dalam artinya pemasaran missal dimana tidak ada pembagian yang khusus atau segmen tertentu dalam pasar. Akan tetapi, Bowele memiliki potensi untuk melayani dua tipe segmen pasar, yakni pariwisata massa dan wisata minat

b. Targetting Untuk targeting pasar sasaran, Bowele apabila menggunakan pemasaran dengan pembedaan, operator wisata ditempat ini memilih beberapa segmen dan merancang barang untuk masing – segmen. Misalnya untuk pariwisata massa, pengelola membuat target pasarnya adalah keluarga dan mahsiswa dengan atraksi wisata berkunjung ke obyek wisata dan desa wisata. Untuk wisata minat khusus, pengelola membuat target pasarnya adalah turis mancanegara dan pecinta wisata minat khusus.

c. Positionning Untuk Positioning , Bowele dapat memposisikan wisatanya sebagai wisata yang penting, berbeda dan unggul untuk segmen pasar pariwisata massa. Untuk segmen pasar wisata minat khusus, Wisata Bowele dapat memposisikan wisatanya sebagai wisata yang berbeda, harga terjangkau dan menguntungkan. (Kotler, 2009 : Ratnasari & Aksa, 2011). Jika strategi diferensiasi dijalankan, maka proses positioning pemasaran yang tepat untuk segmen pariwsata massa adalah . Pengelola bowele melakukan positioning struktur dari proses jasanya adalah dengan mengurangi kompleksitas untuk spesialisasi dimana sumber daya difokuskan pada penawaran jasa yang lebih sempit sehingga distribusi c. Positionning Untuk Positioning , Bowele dapat memposisikan wisatanya sebagai wisata yang penting, berbeda dan unggul untuk segmen pasar pariwisata massa. Untuk segmen pasar wisata minat khusus, Wisata Bowele dapat memposisikan wisatanya sebagai wisata yang berbeda, harga terjangkau dan menguntungkan. (Kotler, 2009 : Ratnasari & Aksa, 2011). Jika strategi diferensiasi dijalankan, maka proses positioning pemasaran yang tepat untuk segmen pariwsata massa adalah . Pengelola bowele melakukan positioning struktur dari proses jasanya adalah dengan mengurangi kompleksitas untuk spesialisasi dimana sumber daya difokuskan pada penawaran jasa yang lebih sempit sehingga distribusi

B. Bauran Pemasaran Jasa

a. Produk (Jasa)

Dari segi bauran pemasarannya, Jasa yang ditawarkan oleh Bowele belum sesuai dengan produk jasa ekowisata. Hal tersebut dikarenakan produk ekowisata mencakup materi, akomodasi dan suvenir. Materi mencakup pendidikan atau pelatihan yang menghasilkan perubahan psikomotorik yang berkesan bagi pengunjung dan disini belum ada sovuvenir yang memberikan kesan lokal kepada wisatawan.

b. Harga

Dari segi pricing, Bowele saat ini menerapkan flexible pricing dan relationship pricing. Harga jasa ekowisata di Bowele ini pertama ditentukan dari kegiatan tawar menawar oleh wisatawan degan para wisatawan ( flexible pricing ) dan juga ditentukan dari keseluruhan jasa yang disediakan untuk pelanggan sehingga tidak terlalu mahal tetapi juga menguntungkan penambang ( relationship pricing). Akan tetapi untuk jasa ekowisata, teknik penetapan harga lebih baik menggunakan value – based pricing. Hal tersebut bertujuan untuk memposisikan jasa bahwa harga yang dibayarkan itu sesuai dengan benefit yang dirasakan dari wisatawan.

c. Promosi

Dari segi promosi, Promosi adalah bagian manajemen terpenting dalam memasarkan ekowisata. Bagaimana menciptakan kesadaran masyarakat agar tertarik dan ingin menyaksikan fenomena ekowisata yang dijadikan target utama dari promosi. Materi promosi sebaiknya menjelaskan jadwal kunjungan, jumlah anggota minimal dalam rombongan, jumlah akomodasi, kemampuan pendudukan lokal. Selama ini kegiatan promosi jasa yang dilakukan pengelola bowele masih terfokus pada kegiatan promosi penjualan. Oleh karena materi promosi yang harus dilakukan adalah sifatnya memberikan informasi selengkap – lengkapnya terkait ekowisata di Bowele, maka strategi promosi jasa yang dapat digunakan adalah dengan advertising dengan iklan yang bersifat memberikan informasi ( informative advertising) melalui majalah, surat kabar, direct mail , interactive marketing (facebook, instagram dan web – web wisata seperti couchsurfing), personal selling kepada jasa tour dan travel, public relation melalui event dan pameran, serta menguatkan positive word of mouth .

d. Place (Lokasi dan Saluran Distribusi)

Dari sisi lokasi dan saluran distribusi, Lokasi Bowele memang cukup jauh. Oleh karena Wisata ini pelanggan yang mendatangi perusahaan, maka seharusnya lokasi dari Wisata Bowele ini mudah dijangkau. Akan tetapi jalan menuju ke lokasi, berdasarkan wawancara singkat dengan beberapa wisatawan, itu sempit, berkelok – kelok, tidak ada pengaman Dari sisi lokasi dan saluran distribusi, Lokasi Bowele memang cukup jauh. Oleh karena Wisata ini pelanggan yang mendatangi perusahaan, maka seharusnya lokasi dari Wisata Bowele ini mudah dijangkau. Akan tetapi jalan menuju ke lokasi, berdasarkan wawancara singkat dengan beberapa wisatawan, itu sempit, berkelok – kelok, tidak ada pengaman

e. People Dari sisi people yang dimaksud adalah orang – orang yang terlibat dalam lancarnya proses wisata. Modifier adalah orang – orang cukup sering berhubungan dengan wisatawan seperti orang yang bertugas di TIC, loket masuk, warung. Influencers adalah mereka yang secara langsung kontak dengan wisatawan seperti guide, penambang, ojeg, pemilik homestay, pokdarwis, pokmaswas. Isolated people adalah orang yang tidak sering bertemu dengan pelanggan seperti perangkat desa, lmdh, tim pelaksana. Cara pihak tersebut berinteraksi langsung dan tidak langsung sebagai service provider akan mempengaruhi kualitas jasa yang diberikan. Kelalaian dalam perencanaan, pengembangan , pelaksanaan serta pengawasan terhadap sumber daya manusia yang dimiliki tidak akan menguntungkan daerah wisata. Akan tetapi, Pengawasan, perencanaan dan pengembangan sumber daya manusianya dapat dikatakan kurang. Hal tersebut dapat dilihat dari meskipun sering diadakan pelatihan, akan tetapi masyarakat masih saja ada yang masa bodoh dengan wisata, belum semua masyarakat mengerti tentang ekowisata (Ratnasari & Aksa, 2011).

f. Proses

Dari sisi proses, Wisatawan yang menikmati sensasi alam di Bowele harus menghasilkan perubahan psikomotorik yang berkesan. Oleh karena itu, dalam proses atau aktivitasnya, proses ekowisata ditempat ini dapat menggunakan pilihan proses dengan increase divergence. Increase divergence adalah proses yang condong ke penetrasi pasar deagn cara menambah services yang diberikan melalui mengubah langkah dan tahap dalam proses. Pengelola Bowele seharusnya menciptakan alur kedatangan wisatawan yang pertama itu ke TIC, lalu memutuskan paket wisata apa yang hendak dinikmati, apakah menuju objek wisata langsung atau ke desa wisata dan ke obyek atau wisata minat khusus.

g. Physical Evidence

Dari sisi physical evidences, Bowele sepertinya perlu melalukan branding wisata untuk memperindah dan menguatkan unsur sapta pesona dari wilayah ini. Branding wisata tersebut adalah dengan memperbaiki essential evidence nya berupa desain dari ruang, gedung serta peripheral evidence berupa layout dari homestay dari luar dan lain sebagainya.

5.1.3 Kesimpulan dari Analisis Pengembangan : Strategi diferensiasi dipilih untuk mengatasi konflik yang terjadi

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pengelola ditempat ini belum memiliki strategi yang spesifik yang melandasi hadirnya kebijakan serta program – program yang dijalankan untuk mengelola dan mengembangkan ekowisata yang ada di tempat ini. Jika menelaah teori five general strategic nya Michael porter

adalah wisata ini dapat menggunakan strategi diferensiasi sebagai strategi pengembangan ekowisata di Bowele. Meskipun strategi diferensiasi ini tidak menjamin langsung munculnya keunggulan kompetitif suatu usaha, Ketidakmampuan dari pesaing untuk meniru produk perusahaan adalah menjadi kekuatan dari perusahaan tersebut (David, 2015). Strategi diferensiasi memang baru dapat diterapkan apabila sudah melakukan suatu studi yang cermat tentang kebutuhan dan preferensi pembeli untuk menentukan kelayakan menggabungkan satu atau lebih fitur pembeda sehingga menjadi produk unik yang memiliki atribut yang diinginkan oleh pembeli. Strategi diferensiasi yang berjalan secara efektif memungkinkan perusahaan untuk menetapkan harga lebih tinggi untuk produk dan untuk mendapatkan loyalitas pelanggan karena konsumen dapat menjadi sangat terikat pada fitur diferensiasi

David menyatakan strategi diferensiasi dapat berjalan secara efektif pada

kondisi – kondisi ketika kebutuhan dan penggunaan pembeli berbeda, ketika perusahaan pesaing mengikuti pendekatan diferensiasi yang serupa, perubahan teknologi terjadi sangat cepat dan kompetisi yang sangat ketat terkait fitur – fitur produk, ketika ada banyak cara untuk mendiferensiasikan produk atau jasa dan banyak pembeli menilai perbedaan dari masing – masing produk dan jasa ini bernilai. Keberhasilan dari sebuah perusahaan untuk dapat menjalankan strategi diferensiasi adalah adanya kooridnasi yang kuat antara bagian penelitian dan pengembangan, pemasaran dan fasilitas substansial untuk menarik para ilmuwan dan orang-orang kreatif. Kesempatan untuk melakukan strategi diferensiasi dapat dikembangkan diseluruh rantai nilai perusahaan, bisa dari kegiatan supply chain, kondisi – kondisi ketika kebutuhan dan penggunaan pembeli berbeda, ketika perusahaan pesaing mengikuti pendekatan diferensiasi yang serupa, perubahan teknologi terjadi sangat cepat dan kompetisi yang sangat ketat terkait fitur – fitur produk, ketika ada banyak cara untuk mendiferensiasikan produk atau jasa dan banyak pembeli menilai perbedaan dari masing – masing produk dan jasa ini bernilai. Keberhasilan dari sebuah perusahaan untuk dapat menjalankan strategi diferensiasi adalah adanya kooridnasi yang kuat antara bagian penelitian dan pengembangan, pemasaran dan fasilitas substansial untuk menarik para ilmuwan dan orang-orang kreatif. Kesempatan untuk melakukan strategi diferensiasi dapat dikembangkan diseluruh rantai nilai perusahaan, bisa dari kegiatan supply chain,

Strategi diferensiasi mengapa dapat diterapkan di Bowele karena pertimbangan berikut ini :

1. Untuk bidang pariwisata jasa dan atraksi yang ditawarkan oleh masing – masing destinasi pariwisata berbeda – beda dan wisatawan tentu mempunyai nilai tersendiri bagi tiap perbedaan yang ada. Oleh karena itu, perjalanan wisata cenderung akan terus berlangsung karena rasa ingin tahu dan mencari sensasi baru yang dapat ditawarkan oleh sebuah destinasi pariwisata.

2. Bowele memiliki sensasi wisata unik yang tidak dimiliki oleh tempat wisata lain di Jawa Timur khususnya di Malang Raya, yakni jarak pantai yang dekat dengan masyarakat, banyu anjlok, konservasi lobster dan ombak yang khas di Wedi Awu dan penghasil cengkeh terbanyak di Jawa Timur. Oleh karena itu, pemerintah desa beserta pengelola berdasarkan anjuran dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang mengambil kebijakan untuk tidak fokus pada obyek wisata dan memunculkan daya tarik wisata yang baru.

3. Bowele ini mengusung prinsip ekowisata sebagai strategi pengembanganya maka penetapan harga yang lebih tinggi untuk menikmati kunjugan wisata disini menjadi hal yang lumrah. Potensi ekowisata ini menawarkan atraksi wisata yang bervariasi. Bowele memiliki sumber daya alam, sumber daya 3. Bowele ini mengusung prinsip ekowisata sebagai strategi pengembanganya maka penetapan harga yang lebih tinggi untuk menikmati kunjugan wisata disini menjadi hal yang lumrah. Potensi ekowisata ini menawarkan atraksi wisata yang bervariasi. Bowele memiliki sumber daya alam, sumber daya

4. Bowele sudah terbuka untuk menjadi tempat penelitian para ilmuwan dan orang – orang kreatif. Tak jarang banyak mahasiswa yang melakukan penelitian dan kegiatan magang di tempat ini tanpa dipungut biaya apapun dan ditemani langsung oleh pengelola yang paham tentang ekowisata, biasanya ditemani oleh Pak Muklis dan Pak Sidik Fajar.

5.1.4 Kesimpulan Analisis Pengembangan : Rencana pengembangan di wilayah ini mengikuti mekanisme pasar.

Mengapa dikatakan mengikuti mekanisme pasar ? Hal tersebut dikarenakan rencana pengembangan di wilayah ini didasarkan pada kebutuhan wisatawan (permintaan) dan ketidakmampuan pengelolaan untuk memenuhinya (penawaran), harapan dan ambisi dari pengelola setempat. Berikut ini adalah beberapa keterangan yang diberikan oleh para informan :

“ sebenarnya saya sudah kok, menurut persetujuan dengan sistem keuangan saya buat sentral. … Cuma masih belum bisa kita laksanakan ” (Wawancara Pak

Madyo, 2016). “ kalo desa wisata terus terang kan kami sekarang lebih banyak ke desa wisata,

yang pertama kali akan kami lakukan adalah penataan homestay, kedua kami yang pertama kali akan kami lakukan adalah penataan homestay, kedua kami

e mulai awal tahun ini kami menciptakan edukasi tentang numbuk kopi manual, penyulingan minyak cengkeh, mungkin pertengahan tahun ini pengelolaan sampah, sehingga kalo kita ke pantai ke obyek nya itu mungkin kami sementara vakum dulu disitu. Lebih baik anggaran anggaran lebih baik di arahkan ke desa ” (Wawancara Pak Sidik Fajar, 2016).

A. Rencana Pengembangan di Bowele Seharusnya Mengikuti Prinsip Ekowisata

Rencana pengembangan memang tidak bermasalah berdasarkan permintaan pasar, harapan dan ambisi dari pemimpin, akan tetapi karena pengembangan ini akan dilakukan di daerah ekowisata tentu harus memperhatikan kaidah ekowisata, meskipun rencana pengembangan yang dirancangkan oleh pengelola wisata Bowele masih berada dalam kaidah konservasi. Akan tetapi untuk memiliki pemahaman yang benar, berikut ini adalah proses perencanaan pengembangan berdasarkan kaidah konservasi dalam ekowisata (Nugroho, 2015) :

1. Faktor ekologi sosial merupakan dasar bagi berbagai pemanfaatan dan menjadi dasar tata nilai pengelolaan. Pengelolaan tidak mutlak mengutamakan pertumbuhan ekonomi saja, tetapi disesuaikan dengan pertumbuhan modal sosial dan modal alam untuk menjaga kualitas jasa ekowisata.

2. Organisasi manajemen ditujukan untuk melindungi kearifan lokal saat area dikembangkan. Sarana akomodasi, sdm, produk jasa, kepemimpinan, 2. Organisasi manajemen ditujukan untuk melindungi kearifan lokal saat area dikembangkan. Sarana akomodasi, sdm, produk jasa, kepemimpinan,

3. Layanan jasa ekowisata memiliki karakteristik lokal. Adanya harapan pengunjung yang tak dapat terpenuhi atas program – program, fasilitas wisata dapat terjadi. Oleh karena itu, kreasi dan inovasi pengelolaan untuk menyajikan jasa ekowisata yang memuaskan tanpa melanggar kaidah konservasi diperlukan.

4. Karakteristik layanan jasa ekowisata terletak pada kualitas, pengendalian dan manfaat dan memerlukan investasi yang tinggi dalam arti ekonomi, sosial dan lingkungan. Oleh karena itu return dari investasi tersebut menadi unsur penting untuk keberlanjutan pengelolaan. Pada dasarnya pengunjung yang hendak memperoleh layanan terbaik dapat memperolehnya dengan uang mereka, pengunjung tidak selayaknya memperoleh apapun dengan harga murah atau cuma – cuma.

5. Perencanaan manajemen hendaknya dalam konteks pengembangan wilayah. Perencanaan manajemen memanfaatkan wilayah untuk menambah variasi layanan. Penambahan variasi layanan tersebut membuat rencana manajemen pengelola ekosistem memuat kebijakan program yang mengantisipasi perkembangan serta proaktif dalam mendukung pengembangan wilayah.

6. Perencanaan manajemen ekowisata berjangka panjang sehingga diperlukan kerangka sistem pengelolaan yang terintegrasi dan bertanggung jawab.

B. Sarana dan Prasarana di Bowele Cukup Sesuai dengan Prinsip Ekowisata akan tetapi Pengelola Ekowisata Bowele Belum Menyadarinya.

Dari sisi sarana dan prasarana pariwisata yang ada di tempat ini, Nugroho (2015) menyatakan perencanaan infrastruktur dan sarana ekowisata merupakan bagian penting dari kebijakan tingkat ekosistem. Dari awal pengembangan seharusnya perihal jumlah dan lama kunjungan menjadi ukuran penyediaan kapasitas infrastruktur dan akomodasi. Dari tingkat kunjungan wisata tersebut dapat diprediksikan jumlah kebutuhan harian atas air bersih, listrik, telekomunikasi dan logistik. Aspek permintaan tersebut disesuaikan dengan kemampuan daya dukung lingkungan, aspek sosial (para stakeholder ) dan pembangunan wilayah setempat.

Sarana fisik dalam wilayah ekowisata yang perlu di desain secara tepat meliputi pusat informasi, penginapan dan akomodasi. Pusat informasi menyediakan informasi tentang prosedural, tata tertib, kode etik, program – program dan resiko dan antisipasi keselamatan. Memperhatikan setting infrastruktur dan bangunan secara teliti membuat konsep wisata, tata letak dan tenaga kerja harus menjadi pekerjaan rumah selanjutnya dalam membangun sarana dan prasarana pariwisata, misalnya penentuan pola jaringan infrastruktur terkait jalur pendakian atau petualangan.

Berdasarkan penjelasan di atas maka peneliti dapat simpulkan bahwa sesungguhnya prasarana dan sarana wisata di Bowele ini secara tidak langsung sudah hampir memenuhi karakteristik infrastruktur yang ada di wilayah ekowisata. Bowele memiliki homestay yang dikelola oleh masyarakat, bowele sudah memiliki pola infrastruktur petualangan (Perjalanan menikmati obyek wisata dari Lenggoksono ke Bolu – Bolu ke Banyu Anjlok ke Teluk Kletakan terus kembali lagi ke Lenggoksono), jalan yang sempit pun sebenarnya memang menjadi bagian dari perjalanan ekowisata. Akan tetapi Tourism Information Center di wilayah ini masih belum berjalan dan dimanfaatkan oleh wisatawan secara maksimal. Hal tersebut dikarenakan letak dari TIC Bowele tidak strategis, wisatawan tidak mengetahui apa itu TIC sehingga mereka langsung ‘nyelonong‟ saja masuk pantai.

Yang menyebabkan para pengelola di tempat ini menyatakan bahwa sarana dan prasarana yang ada di tempat ini masih kurang adalah karena pemahaman mereka tentang sarana dan prasarana pariwisata yang seharusnya ada di tempat ini adalah sarana dan prasarana yang ditujukan untuk pariwisata massa. Kembali lagi, Keterbatasan informasi dan pemahaman mengenai ekowisata tersebut yang membuat kesimpangsiuran pengetahuan mengenai ekowisata di Bowele. Jikalau memang ingin membidik segmen pariwisata massa, sebenarnya pembangunan pun dapat dilakukan, apabila pihak pengelola Bowele terbuka terhadap investasi dari pihak swasta. Sebab, Untuk menikmati wisata dengan sensasi alam yang tinggi, konsumen ekowisata memang rela untuk mengeluarkan biaya lebih. Oleh karena itu, memang tidak ada salahnya Yang menyebabkan para pengelola di tempat ini menyatakan bahwa sarana dan prasarana yang ada di tempat ini masih kurang adalah karena pemahaman mereka tentang sarana dan prasarana pariwisata yang seharusnya ada di tempat ini adalah sarana dan prasarana yang ditujukan untuk pariwisata massa. Kembali lagi, Keterbatasan informasi dan pemahaman mengenai ekowisata tersebut yang membuat kesimpangsiuran pengetahuan mengenai ekowisata di Bowele. Jikalau memang ingin membidik segmen pariwisata massa, sebenarnya pembangunan pun dapat dilakukan, apabila pihak pengelola Bowele terbuka terhadap investasi dari pihak swasta. Sebab, Untuk menikmati wisata dengan sensasi alam yang tinggi, konsumen ekowisata memang rela untuk mengeluarkan biaya lebih. Oleh karena itu, memang tidak ada salahnya

5.1.5 Jawaban Rumusan Masalah : Pengambil Keputusan di Bowele adalah seharusnya Manajemen Tingkat Ekosistem, Pemerintah Desa.

Pemerintah seharusnya lebih pro – aktif lagi dalam menggerakkan timlak untuk menangani obyek dan ladesta sebagai penggerak desa wisata. Akan tetapi, karena konflik kepentingan yang terjadi di Desa Purwodadi dalam mengelola Ekowisata Bowele ini, maka pengambil keputusan strategis di Bowele ini menjadi carut marut. LMDH, Pokmaswas, Pokdarwis, Ladesta seharusnya melaporkan kegiatannya kepada Pemerintah Desa. Pemerinta Desa Purwodadi seharusnya dapat mengarahkan ketiga lembaga tersebut untuk dapat bekerja sesuai tupoksinya. Pemerintah Desa Purwodadi juga seharusnya dapat memiliki bargaining power terhadap Perum Perhutani KPH Malang. Rencana Pembangunan Desa baik terkati penataan wilayah Desa Purwodadi, penataan wisata di Purwodadi dan penggalian potensi Desa Purwodadi seharusnya lebih diperjelas bentuk dan tujuan kegiatannya dan diberikan tempo waktu.

5.2 Bagaimana prinsip – prinsip ekowisata telah diterapkan dalam pengelolaan ekowisata di Bowele ?

Rumusan masalah di atas dijabarkan dalam tiga analisis yakni analisis daya tarik wisata, analisis masyarakat dan analisis pemberdayaan masyarakat.

5.2.1 Kesimpulan dari Analisis Objek dan Daya Tarik Wisata : Objek dan daya tarik wisata di Bowele ini unik

Objek dan daya tarik pariwisata ini berasal dari sumber daya pariwisata. Sumber daya pariwisata diartikan sebagai segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk dikembangkan guna mendukung pariwisata baik secara langsung (alamiah) maupun tidak langsung (ada campur tangan manusia) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan wisatawan (Pitana dan Diarta, 2009). Sumber daya pariwisata tersebut terbagi menjadi sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya budaya, sumberdaya minat khusus.

Bowele memiliki sumber daya alam berupa keajaiban dan keindahan alam (topografi), keragaman flora, ekosistem yang belum terjamah manusia (Pulau Pat, Gadang, Goa Lowo), rekreasi perairan (Pantai dan Air terjun), lintas alam (perjalanan ke Wedi Putih dan Banyu Anjlok via jalur darat). Bowele juga memiliki sumber daya budaya berupa kegiatan dan cara hidup masyarakat lokal, seni jaranan dan reog, even larungan sesaji pada tanggal satu suro. Bowele saat ini memiliki potensi wisata sumber daya minat khusus berupa active adventure (trekking), nature and wildlife (ekowisata), soft adventure (snorkeling,surfing), 109

history / culture (pertanian dan perkebunan). Hal tersebut memungkinkan karena memang topografi Desa Purwodadi memiliki dataran tinggi dan rendah. Hal ini history / culture (pertanian dan perkebunan). Hal tersebut memungkinkan karena memang topografi Desa Purwodadi memiliki dataran tinggi dan rendah. Hal ini

Dalam atraksi wisatanya, Bowele juga mampu memberikan unsur edukasi kepada wisatawan melalui kegiatan Desa wisata. Unsur edukasi tersebut melalui penyulingan minyak cengkeh, penumbukan kopi tradisional, membajak sawah dengan cara mrujul, memanen cengkeh. Selain itu Bowele juga memiliki atraksi wisata surfing yang jarang dimiliki oleh pantai di Kabupaten Malang. Uniknya, Bowele ini mampu menghadirkan atraksi wisata surfing baru yang hanya ada satu di Wedi Awu di Provinsi Jawa Timur.

“ Kalo wedi awu murni konsep saya itu tinggal nelayan dan surfing saja. Disana ada atraksi baru, namanya papan selancar stand up besar. Sebuah atraksi

baru yang tidak ada di, jarang bahkan mungkin di Jawa Timur ya di Wedi Awu ” (Wawancara Pak Muklis, 2016).

Selain itu Banyu Anjlok, juga merupakan daya pikat tersendiri bagi masyarakat. Unsur magis, cerita rakyat yang membuat orang – orang ingin mengunjungi Banyu Anjlok.

“banyu anjlok itu yang bawa booming, Karena di banyu anjlok ini ada mistis yang sangat menarik tentang airnya, orang – orang yang penyakit dalam

struk dan lainnya wes larinya ke sini, Waktu itu ada orang 85 tahun setruk dateng kesini, terus dia berendam di air banyu anjlok 2 jam, abis itu sembuh ” (Wawancara Pak Kasembadan, 2016).

5.2.2 Kesimpulan dari Analisis Kemasyarakatan dan Pemberdayaan Masyarakat : Pengembangan kemampuan penduduk lokal belum maksimal karena belum semua masyarakat peduli terhadap wisata.

Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa Penduduk lokal ini sebagai subyek dan objek dari pengembangan ekowisata. Cara penduduk lokal tersebut berinteraksi langsung dan tidak langsung sebagai service provider akan

mempengaruhi kualitas jasa yang diberikan. Kelalaian dalam perencanaan, pengembangan , pelaksanaan serta pengawasan terhadap sumber daya manusia yang dimiliki tidak akan menguntungkan daerah wisata. Oleh karena itu, sebelum memberikan kemampuan taktis terhadap sumber daya pengelola yang ada di Bowele, akan lebih baik, para operator wisata ditempat ini diberikan dasar – dasar dalam melayani. Dasar – dasar melayani tersebut diperlukan untuk meningkatkan human capital di bidang ekowisata. Peningkatan human capital akan membuat masing – masing stakeholder ekowisata akan menempatkan diri dalam peran yang proporsional dan efektif sehingga dapat mengimbangi modal sustainable tourism lainnya ( natural capital, man-made capital, social capital ).

Pelayanan dasar dalam melayani akan terbagi menjadi dua tahap yakni tahap sebelum berhubungan dengan wisatawan dan pada saat berhubungan dengan wisatawan. Sebelum berhubungan dengan wisatawan, para pengelola wisata harus mengerti mengenai internal marketing. Pengelola dari setiap lembaga memilik peran sebagai internal customer dan supplier. Untuk dapat memberikan kualitas layanan yang baik terhadap wisataawan, maka kepuasan kerja dari pengelola dari setiap lembaga telah terpenuhi. Internal marketing juga berbicara mengenai adanya kesamaan pandangan terkait misi, strategi dan tujuan perusahaan. Adanya kesatuan pemahaman informasi yang baik akan membuat akses terhadap informasi menjadi mudah dan merata dan juga meningkatkan komitmen tinggi pada setiap pengelola yang akhirnya dapat memotivasi para operator wisata (Ratnasari & Aksa, 2011).

Pada saat berhubungan dengan wisatawan, Trilogi sumber daya manusia relevan untuk diterapkan dalam jasa ekowisata yang meliputi kompetensi, program dan lingkungan eksternal (Nugroho, 2015). Kompetensi merupakan atribut yang dimiliki individu dalam jasa ekowisata, bisa melalui attitude management (pelatihan, pengawasan) dan communication management (belajar menjalin customer service, belajar menyampaikan segala permasalahan yang dihadapi sehingga adanya komunikasi dua arah). Program yang mengacu pada rumusan implementasi kebijakan yang dijalankan oleh manajemen ekowisata sehingga memerlukan kekuatan manajemen untuk menjalankan rencana program yang disusun untuk memenuhi kebutuhan para stakeholder (Nugroho, 2015). Lingkungan eksternal mengacu kepada seperangkat faktor eksternal yang mempengaruhi beroperasinya pengelolaan. Faktor eksternal ekowisata yang paling mempengaruhi adalah kebijakan pemerintah.

Selain itu, Untuk mengurangi konflik kepentingan dan mengurangi kesimpangsiuran dari siapa yang bertanggung jawab atas apa, maka diperlukan juga job analysis di wilayah ekowisata Bowele. Tugas dan kewajiban individu di dalam wilayah ekowisata perlu dideskripsikan secara terperinci hal tersebut untuk menghindari kekecewaan dan harapan yang tidak terpenuhi dari pengelola wisata yang dapat menular ke pengelola lainnya. Hal tersebut dikarenakan pada dasarnya pengelola wisata tentu memiliki motivasi dan karakter yang kuat untuk memberikan perannya. Akan tetapi, pengelola wisata di tempat ini sudah mengalami kekecewaan dan harapan yang tidak terpenuhi, sehingga lingkugnan ekosistem dan kearifan lokal yang ada di dalamnya harus dilestarikan Selain itu, Untuk mengurangi konflik kepentingan dan mengurangi kesimpangsiuran dari siapa yang bertanggung jawab atas apa, maka diperlukan juga job analysis di wilayah ekowisata Bowele. Tugas dan kewajiban individu di dalam wilayah ekowisata perlu dideskripsikan secara terperinci hal tersebut untuk menghindari kekecewaan dan harapan yang tidak terpenuhi dari pengelola wisata yang dapat menular ke pengelola lainnya. Hal tersebut dikarenakan pada dasarnya pengelola wisata tentu memiliki motivasi dan karakter yang kuat untuk memberikan perannya. Akan tetapi, pengelola wisata di tempat ini sudah mengalami kekecewaan dan harapan yang tidak terpenuhi, sehingga lingkugnan ekosistem dan kearifan lokal yang ada di dalamnya harus dilestarikan

Dari sisi penikmat ekowisata, Konsumen ekowisata adalah mereka yang menginginkan liburan dengan sensasi alam yang tinggi. Para konsumen ekowisata bersedia meluangkan waktu relatif panjang dan cukup uang untuk memuaskan keinginannya selama liburan. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Pak Muklis bahwa harga yang ditetapkan untuk berwisata ke daerah ekowisata itu adalah harga premium sehingga wisatawan yang hendak berwisata ke daerah ekowisata harus mengeluarkan biaya lebih untuk dapat menikmati sensasi alam yang ditawarkan. Para pengunjung mungkin akan menuntut atau berharap banyak melalui program atau fasilitias atau manfaat rekreasi lain tetapi karena layanan dalam ekowisata dilandasi oleh filosofi lokal dan kaidah – kaidah konservasi, keinginan para wisatawan tidak dapat terpenuhi. Oleh karena itu pengelola jasa ekowisata perlu menyediakan akomodasi dan sajian wisata dengan baik, aman dan memuaskan (Nugroho, 2015).

Sebagai suatu sektor usaha, efektifitas operasional jasa ekowisata harus efisien dan ramping. Perjalanan wisata hanya terdiri kelompok – kelompok kecil berukuran kurang dari 25 orang. Akomodasi penginapan memuat kurang dari 100 tempat tidur untuk membuka peluang keterlibatan penduduk lokal. Kegiatan wisata memberikan unsur pendidikan yang sistematis untuk memberikan pemahaman lingkungan yang komprehensif. Jasa ekowisata memerlukan specialist Sebagai suatu sektor usaha, efektifitas operasional jasa ekowisata harus efisien dan ramping. Perjalanan wisata hanya terdiri kelompok – kelompok kecil berukuran kurang dari 25 orang. Akomodasi penginapan memuat kurang dari 100 tempat tidur untuk membuka peluang keterlibatan penduduk lokal. Kegiatan wisata memberikan unsur pendidikan yang sistematis untuk memberikan pemahaman lingkungan yang komprehensif. Jasa ekowisata memerlukan specialist

1. Pemasaran yang spesifik menuju tujuan wisata sehingga dapat

menjangkau dan menarik pengunjung dari seluruh dunia

2. Keterampilan dan layanan kepada pengunjung yang intensif

3. Keterlibatan penduduk lokal dalam memandu dan menerjemahkan objek wisata

4. Kebijakan pemerintah dalam kerangka melindungi aset lingkungan dan budaya

5. Pengembangan kemampuan penduduk lokal. Selain itu, Garis besar prinsip dari ekowisata adalah pelestarian lingkungan, pelestarian budaya, membawa manfaat ekonomi dan menjaga kualitas daya dukung kawasan / lingkungan. Pak Muklis selaku ketua Pokdarwis di Bowele juga menyatakan Ekowisata adalah strategi wisata yang tidak semua orang awam paham. Oleh karena itu dalam pengelolaan ekowisata di Bowele berdasarkan penjabaran pada sub – bab 5.2 dan 5.2, Penerapan Ekowisata di Bowele terdapat banyak kekurangan meskipun sudah ada upaya – upaya untuk menjalankan prinsip ekowisata tersebut.

5.3 Bagaimanakah ekowisata Bowele ini dapat menjadi pariwisata yang berkelanjutan ?

Sebagaimana telah dijabarkan pada bagian subbab sebelumnya, Strategi Diferensiasi dapat menjadi strategi dalam mengembangkan ekowisata di tempat ini.

Permasalahan yang terjadi di Bowele dalam menjalankan strategi diferensiasi ini belum adanya koordinasi yang kuat diantara bagian penelitian dan pengembangan, pemasaran karena adanya konflik internal terkait manajemen bagi hasil dan minimnya pengumpulan informasi baik dari sisi ilmu ekowisata, pengetahuan mengenai zonasi wilayah ini ataupun dari sisi hasil pelatihan yang telah dijalankan oleh pokdarwis, pokmaswas, timlak dan pemerintah desa.

Strategi diferensiasi yang sudah berjalan di bowele sejauh ini adalah dari segi penelitian dan pengembangan adalah menemukan lokasi obyek wisata baru yang letaknya di lahan milik desa yakni Tumpak Uwi dan memfokuskan diri pada desa wisata. Dari segi kegiatan manufaktur, karena ini wisata ini kegiatan yang berhubungan erat dengan jasa, jadi kegiatan manufaktur disini berususan dengan jasa. Diferensiasi yang telah dijalankan ditempat ini adalah adanya pemberdayaan masyarakat. Masyarakat disini dilatih, dibina untuk dapat memberikan pelayanan yang baik. Mengapa termasuk diferensiasi ? karena benar – benar dari masyarakat untuk masyarakat tanpa ada unsur campur tangan pihak swasta.

Untuk pengembangan ke depannya, strategi diferensiasi yang dapat dijalankan di bowele ini adalah dengan menjalankan pengembangan produk jasa baru dengan diimbangi dengan penataan manajemen ekowisata yang benar dan mulai berjalannya networking yang baik dengan para stakeholde rnya. Lovelock (1991) dalam Ratnasari dan Aksa (2011) berikut ini adalah 6 inovasi jasa :

1. Inovasi utama, pengembangan produk yang ditujukan untuk pasar baru.

2. Bisnis start-up, cara baru dan inovasi untuk mengetahui kebutuhan terkini pelanggan dan membuat produk yang tidak terjangkau menjadi terjangkau 2. Bisnis start-up, cara baru dan inovasi untuk mengetahui kebutuhan terkini pelanggan dan membuat produk yang tidak terjangkau menjadi terjangkau

3. Produk baru untuk pasar yang sedang dilayani, teknologi baru dapat menciptakan pasar untuk jasa baru yang belum pernah terpikir oleh pelanggan yang akan berguna baginya. Produk jasa yang dapat dipasarkan adalah misalnya pembukaan diri sebagai tempat penelitian dan magang, memasarkan desa wisata.

4. Product line extension, menawarkan jasa pada pelanggan dengan variasi yang lebih luas dari pilihan dalam lini jasa yang sudah ada. Ketika sudah memiliki segmen pasar yang dapat dipertahankan, Bowele dapat meningkatkan atraksi – atraksi wisatanya semisal diving, kayak, caving, memancing dari tebing.

5. Perbaikan produk, memperbaiki fitur produk yang sudah ada. Untuk jelajah obyek wisata, penetapan harga harus jelas dan berlaku tetap, dari segi penawaran makanan di pinggir pantai, mencerminkan makanan laut, homestay dibuat informasi terkait rumah mana saja yang dijadikan homestay, harga menginap, fasilitas nya, contact person nya dan guide di bowele segera diberi lisensi bukan sekedar sertifikat.

6. Perubahan gaya atau pengembangan elemen tangible dari produk jasa. Para penambang diberikan seragam, perahu di cat sama, penambahan tumbuhan hijau di jalan desa, penambahan gapura atau plang selamat datang ke desa wisata purwodadi.

Selain itu, Bowele juga dapat menerapkan strategi diferensiasi menurut Kotler & Keller (2009) diferensiasi personil (memperkerjakan karyawan yang lebih terlatih) bisa melalui pelatihan intensif, diferensiasi saluran (merancang cakupan keahlian, kinerja saluran distribusi mereka secara lebih efektif dan efisien) bisa melalui memperbaiki kualitas layanan wisata sehingga word of mouth dapat tercipta, bekerjasama dengan universitas – universitas untuk kujungan studi tour, diferensiasi citra (mengukir citra yang kuat dan menarik) bisa dengan membuat ikon wisata di tempat ini, bisa lebih mengekspose budaya.

5.4 Implikasi Penelitian

Berdasarkan dari hasi penelitian dan pembahasan, secara umum strategi pengembangan ditemukan bahwa pengelolaan ekowisata dari Bowele ini masih belum sesuai dengan manajemen ekowisata. Akan tetapi, tidak berarti bahwa ekowisata tidak berjalan dengan baik di tempat ini. Ekowisata sebagai pendekatan pengembangan pariwisata telah memainkan perannya dalam pengembangan wilayah di Bowele. Keberhasilan implementasi dari sebuah strategi memang tidak dapat dilepaskan dari kemampuan para stakeholder memainkan peranannya. Berikut ini adalah implikasi dari penelitian ini yang dapat dijadikan masukan bagi tempat penelitian :

1. Kesatuan pemahaman informasi terkait ekowisata dan pengelolaan Bowele yang baik dapat membantu para pengelola jasa ekowisata di tempat ini lebih memahami misi, strategi dan ilmu terapan dalam 1. Kesatuan pemahaman informasi terkait ekowisata dan pengelolaan Bowele yang baik dapat membantu para pengelola jasa ekowisata di tempat ini lebih memahami misi, strategi dan ilmu terapan dalam

2. Kebijakan dan program pengembangan juga mempertimbangkan unsur konservasi dari wilayah ekowisata untuk menjaga keberlanjutan pariwisata di tempat ini.

3. Kualitas sumber daya manusia, keunikan , penelitian dan pengembangan serta pemasaran jasa ekowisata menjadi peranan kunci dalam pengelolaan ekowisata. Kualitas sumber daya manusia yang mumpuni, terlatih dan well informed sangat diperlukan oleh karena konsumen ekowisata memerlukan pengeluaran biaya lebih untuk menikmati sensasi alam. Keunikan destinasi menjadi keunggulan kompetitif dari wilayah ini. Penelitian dan pengembangan berperan penting untuk menjaring atraksi atau obyek wisata baru sehingga dengan semakin banyak wilayah ekowisata yang dapat ditemukan, maka semakin banyak daerah yang terjaga ekosistemnya. Pemasaran jasa yang tepat membuat penyampaian kegiatan dari ekowisata di Bowele ini tepat sasaran dan tepat guna, yang mampu mendatangkan wisatawan dari seluruh dunia.

4. Menjalin hubungan yang baik dengan para stakeholder dapat membantu pengelola ekowisata untuk bekerja lebih bersinergis. Pengelola ekowisata yang ada di Bowele seharusnya menjalin hubungan yang baik dengan pihak internal dan eksternalnya. Terkhusus bagian internal, Pengelola Bowele seharusnya memiliki hubungan yang baik dengan 4. Menjalin hubungan yang baik dengan para stakeholder dapat membantu pengelola ekowisata untuk bekerja lebih bersinergis. Pengelola ekowisata yang ada di Bowele seharusnya menjalin hubungan yang baik dengan pihak internal dan eksternalnya. Terkhusus bagian internal, Pengelola Bowele seharusnya memiliki hubungan yang baik dengan

Akan tetapi dalam pengembangannya, Pengelola Ekowisata Bowele harus lebih cermat lagi. Apakah penetapan harga premium dapat diterapkan ? Apakah para pengunjung yang berkunjung ke Bowele adalah pengunjung yang bersedia mengeluarkan biaya lebih ? Apakah segmen pasar yang dibidik sudah tepat ? apakah strategi penambahan produk jasa tepat ? apakah pembatasan jumlah rombongan itu dapat berlaku di Bowele ? Apakah tidak menerima investasi swasta adalah keputusan yang tepat ?

Dengan mempertimbangkan berbagai hal dan melihat kondisi daya dukung lingkungan yang ada di Bowele, Pengelola hendaknya sudah mengetahui apa yang dapat dilakukan pada Bowele. Pengembangan di Bowele pada dasarnya harus tetap memegang prinsip konservasi, akan tetapi segala unsur yang menghalangi ekowisata di tempat ini untuk berkembang mungkin harus dipikirkan jalan keluarnya, bagaimana tetap dapat berkembang tetapi tidak melanggar prinsip konservasi. Hal tersebut dilakukan agar terwujudnya sustainable tourism.

5.5 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah pertanyaan yang disampaikan peneliti kepada para informan tidak sama dan informan yang ditemui pada wawancara tahap satu, dua dan tiga tidak sama, sehingga banyak keterangan pada beberapa yang bersumber pada satu atau dua informan dan informan lain hanya untuk satu bagian Keterbatasan dalam penelitian ini adalah pertanyaan yang disampaikan peneliti kepada para informan tidak sama dan informan yang ditemui pada wawancara tahap satu, dua dan tiga tidak sama, sehingga banyak keterangan pada beberapa yang bersumber pada satu atau dua informan dan informan lain hanya untuk satu bagian

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN