batasnya dan menurut keperluannya ditempatkan tanda-tanda batas di setiap sudut bidang tanah yang bersangkutan.
2. Dalam penetapan batas bidang tanah pada pendaftaran tanah secara sistimatik
dan pendaftaran tanah secara sporadik diupayakan penataan batas berdasarkan kesepakatan para pihak yang berkepentingan.
3. Penempatan tanda-tanda batas termasuk pemeliharaannya wajib dilakukan oleh
pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. 4.
Bentuk, ukuran dan teknis penempatan tanda batas ditetapkan oleh Menteri.
C. Hubungan Hak Ulayat dengan Hak perorangan 1. Hak Ulayat Persekutuan
Pada dasarnya hubungan manusia dengan tanah terjadi karena tanah yang digunakan dan diolah oleh manusia secara terus menerus. Setelah melalui proses
maka hubungan manusia dengan tanah tersebut melahirkan hak dan kewajiban manusia dan masyarakat atas tanah. Adanya hubungan yang melahirkan hak dan
kewajiban ini terjadi secara evolusi. Menurut Polak hubungan manusia dengan tanah sepanjang sejarah
kehidupan manusia dapat dibedakan atas tiga tahap yakni: a.
Tahap di mana manusia hidup dengan memburu binatang dan mencari buah- buahan, hasil hutan yang dapat dimakan, mencari ikan, manusia hidup
mengembara dari tempat yang satu ketempat yang lain. b.
Tahap di mana manusia mulai mengenal cara bercocok tanam dan manusia mulai menetap di suatu tempat tertentu selama menunggu hasil tanaman.
Universitas Sumatera Utara
c. Tahap di mana manusia mulai menggunakan ternak untuk membantu usaha-
usaha pertanian. Manusia mulai menggunakan ternak untuk membantu usaha- usaha pertanian. Manusia mulai dengan hasil panen dan hasil-hasil
perternakan. Manusia mulai terjamin hidupnya dengan hasil mengandalkan hasil-hasil pertanian dan hasil-hasil peternakan, dari pada hidup mengembara,
mulai merasakan adanya surplus hasil-hasil produksi. Corak pertanian mengelola sendiri, menunggu hasil panen untuk jangka waktu yang lama,
kemudian memungut hasil, mendorong kearah timbulnya kepemilikan individual atas tanah. Walaupun masih ditundukan pada kekuasaan
persekutuan hidup. Pada tahap ini manusia mulai menetap di tempat tertentu, tidak ada lagi perpindahan periodik.
59
Dari uraian di atas tampak bahwa hubungan manusia dengan tanah melahirkan hak-hak atas tanah tersebut. Hak atas tanah menurut hukum adat dapat
berupa hak persekutuan hak ulayat dan hak perseorangan. Kedua hak di atas merupakan hak-hak yang kekuatannya dapat saling mengalahkan dalam sebidang
tanah. Maksudnya adalah bahwa jika hak persekutuan masih kuat maka hak perseorangan menjadi lemah dan sebaliknya jika hak perseorangan semakin kuat
maka hak ulayat atas tanah akan semakin lemah sempit. Sehubungan dengan itu, hak persekutuan atas tanah hak ulayat
merupakan suatu hak atas sebidang tanah yang secara langsung dikuasai oleh suatu masyarakat hukum adatpersekutuan adat. Hak atas tanah yang
59
Soeprapto R, Undang-undang Agraria Dalam Praktek, Cetak Kesatu, CV. Mitra Sari, Jakarta, 1986. Hal. 36.
Universitas Sumatera Utara
dimilikidikuasai oleh suatu persekutuan atau masyarakat adat lajim disebut dengan istilah hak ulayat.
Mengenai hak ulayat ini Soekanto mengatakan sebagai berikut :
Hubungan antara persekutuan dengan tanah diliputi oleh sesuatu sifat religious magis, artinya, para warga-warga Persekutuan hukum
maayarakat yang bersangkutan dipengaruhi oleh roh-roh, yang menciptakan gambaran bahwa segala sesuatu yang bersangkutan paut
dengan pemanfaatan tanah dan penggunaannya harus dilakukan secara hati-hati karena ada kekuatan-kekuatan gaib.
60
Dalam masyarakat hukum adat Batak Toba, tanah ulayat menempati utama dalam kedudukannya sebagai harta, karena tanah tidak hanya sebagai dasar
materil dari masyarakat hukum, tetapi di dalam adat Batak Toba merupakan salah satu unsur dalam organisasi geneologis teritorialnya, yang berfungsi sebaga alat
pemersatu keluarga. Vergouwen menerangan sebagai berikut:
Orang Batak Toba selalu mampu mengatakan bahwa tanah adalah milik marga, marga do nampuna tano, suatu prinsip yang diterimanya dengan tepat
sebagai prinsip dasar hukum adat tanah.
61
60
Soekanto, Op. Cit, hal. 81
61
J.C. Vergouwen, Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, Penerbit Pustaka Azet, Jakarta, 1985, hal. 79-80
Universitas Sumatera Utara
Adanya yang mengatakan bahwa tanah adalah milik marga adalah berhubungan dengan pendirian kampung mamungka huta oleh seseorang atau
dengan bekerja sama dengan orang lain. Dengan pendirian kampung tersebut berarti orang tersebut telah
menciptakan untuk diri dan anak laki-lakinya suatu masyarkat tersendiri di kampung tersebut, sehingga timbullah suatu marga tertentu yang menjadi tuan dan
penguasa atas tanah-tanah di kampung tersebut. Marga tersebut melalui kepala persekutuan kepala rakyat menjadi penentu apa orang lain di luar marga dapat
tinggal di kampung tersebut atau tidak. Selanjutnya, mengenal pemilikan tanah ulayat di daerah Nassau
didasarkan pada dua cara, yaitu : a.
Bahwa pada permulaan tiap-tiap marga mempunyai pengaruh di suatu daerah. Sebagian dari daerah tersebut oleh beberapa marga atau sebagian
marga mendudukinya di sekitar daerah kampong tersebut. b.
Pada waktu bius desakampung dibentuk marga-mara yang didaerah kampung itu membagi tanah-tanah yang belum diduduki, dilakukan
secara blok tor. Pembagian tersebut disebut pertalian. Kadang-kadang terjadi bahwa satu marga membagi talian, baik dalam bius yang besar
induk maupun pada bius yang kecil. Ini tetap juga dinamakan pergolat ni talian pemilik tanah yang berasal dari pembagian pertama. Kemudian
ada juga yang membaginya dalam sub-sub marga.
62
62
Ibid, tanggal 8 Juni 2011
Universitas Sumatera Utara
Jadi, pada umumnya pemilikan hak ulayat di daerah Nassau didasarkan dengan cara pendudukan pertama sekali original dari marga-margakelompok
masyarakat atau dengan pembagian oleh masing-masing marga yang ada di wilayah tersebut melalui musyawarah.
Dari uraian-uraian di atas tampak bahwa dalam sistem hukum adat dikenal hak persekutuan hak ulayat, golat atas tanah. Hak ulayat tersebut
dikuasai secara bersama-sama oleh suatu kelompok persekutuan hukum adat dan hak itu dipegang oleh kepala persekutuan adat.
2. Hak Perseorangan