Keaslian Penelitian Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu penyelesaian masalah- masalah hukum yang timbul sehubungan dengan diterapkannya ketentuan tentang “Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat”, dengan cara memberikan input kepada Pemerintah menyangkut upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam rangka pelaksanaan hak ulayat tersebut disamping itu diharapkan bahwa materi yang bersangkutan sangat diperlukan dalam rangka pembangunan dan pengembangan hukum nasional.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pengetahuan dan informasi yan diperoleh dari perpustakaan pada saat dilaksanakan penelitian, ternyata belum ada dilakukan penelitian tentang Perkembangan Keberadaan Hak Ulayat Dalam Masyarakat Hukum Adat Pada Kecamatan Nassau Kabupaten Toba Samosir, kalau pun ada lokasinya objeknya berbeda dan tentu pengaturannya juga berbeda sesuai dengan hukum adatnya masing- masing maka keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademik. Penelitian tentang hak ulayat pernah juga dilakukan oleh beberapa peneliti, tetapi disamping lokasi, objek dan cakupan penelitiannya berbeda: 1. Penelitian oleh Eviandi tahun 1997, judul: Eksistensi Tanah Adat Ulayat Dalam Sistem UUPA Studi Kasus di Kabupaten Agam Sumbar, yang ditikberatkan pada aspek hukum agraria. Universitas Sumatera Utara Permasalahannya, apakah kedudukan tanah-tanah adat ulayat yang diatur oleh hukum adat setempat sesuai dengan system UUPA? Temuan; Tanah ulayat di Kabupaten Daerah Tingkat II Agam yang dalam keberadaannya diatur oleh Hukum Adat masih relevan dan tidak bertentangan dengan sistem UUPA. 2. Penelitian oleh Yulia Mirwati Tahun 1993, judul” Suatu tinjauan Tentang Tanah Ulayat Sebagai Jaminan Kredit Bank Setelah Berlakunya UUPA di Daerah Kotamadya Payakumbuh”. dititikberatkan pada aspek hukum agraria. Permasalahannya, bagaimanakah pelaksanaan pengikatan tanah ulayat sebagai jaminan kredit dalam praktek perbankan? Temuan; Terhadap tanah ulayat yang telah terdaftar bersertifikat dengan status hak milik kaum, ketentuannya sama dengan ketentuan hak tanggungan pada umumnya UUPA, KUHPerdata dan UUPerbankan.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, 15 15 J.J.J. M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, FE UI, Jakarta, 1996, hal. 203 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak 16 Ibid., hal. 16. 17 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80. Universitas Sumatera Utara benarannya. 16 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan problem yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis. 17 Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam tesis tentang keberadaan hak ulayat dalam masyarakat hukum adat Batak Toba ini adalah Teori Kepastian Hukum, yakni teori yang menjelaskan bahwa suatu pendaftaran tanah harus mempunyai kekuatan hukum yang pasti dengan segala akibatnya dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum. Tugas kaidah-kaidah hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum. Dengan adanya pemahaman kaidah-kaidah hukum tersebut, masyarakat sungguh-sungguh menyadari bahwa kehidupan bersama akan tertib apabila terwujud kepastian dalam hubungan antara sesama manusia. 18 Kepastian hukum merupakan perlindungan yustiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan ketertiban masyarakat. 19 18 Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1995, hal. 49-50. 19 Sudikno Mertoskusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yoayarkta, 1988, hal. 58. 20 Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Kanisius, 1982, hal. 163. 21 Sudikno Mertoskusumo, Op, Cip. hal. 136 Universitas Sumatera Utara Menurut Radbruch dalam Theo Huijbers: 20 Hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu diperhatikan. Oleh sebab kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dalam negara, maka hukum positif selalu harus ditaati, pun pula kalau isinya kurang adil, atau juga kurang sesuai dengan tujuan hukum. Tetapi terdapat kekecualian, yakni bilamana pertentangan antara isi tata hukum dan keadilan menjadi begitu besar, sehingga tata hukum itu nampak tidak adil pada saat itu tata hukum itu boleh dilepaskan. Selanjutnya Sudikno Mertokusumo menyatakan: Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu menitikberatkan kepada kepastian hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi peraturannya adalah demikian dan harus ditaati atau dilaksanakan. Undang-undang itu sering terasa kejam apabila dilaksanakan secara ketat “lex dura, set tamen scripta” undang-undang itu kejam, tetapi demikianlah bunyinya. 21 Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang merupakan payung hukum tertinggi terhadap pengakuan hak-hak masyarakat dalam mempergunakan berbagai sumber kekayaan yang ada dibumi, seperti hutan dan tanah atau lahan yang tujuannya sebesar-besar kemakmuran rakyat. Universitas Sumatera Utara Pasal 5 Undang – undang Pokok Agraria Tahun 1960 menyebutkan hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat sepajang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan- peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan peraturan lainnya segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang berdasarkan pada hukum agama. Pasal ini memberikan kejelasan kepada kita bahwa hukum adat yang berlaku di dalam ketentuan ini bukanlah merupakan hukum adat yang murni akan tetapi hukum adat yang berlaku adalah hukum adat yang telah beradaptasi dengan situasi dan keadaan yang berkembang ditengah-tengah masyarakat, sehingga tidak dimungkinkan dikembangan hukum adat yang murni. Dalam lingkungan hukum adat, tanah memiliki fungsi yang sangat fundamental, tidak semata- mata sebagai benda mati yang dapat dibentuk sedimikian rupa melainkan juga sebagai tempat untuk mempertahankan hidup atau modal esensial yang mengikat masyarakat dan anggota-anggotanya. Oleh karena itu, selaku terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antara hak-hak seseorang sebagai anggota masyarakat dengan hak-hak masyarakat secara umum atas tanah yang ditempati. Pendaftaran hak atas tanah menimbulkan hubungan hukum pribadi antara seseorang dengan tanah, sebagaimana pendapat Pitlo yang dikutip Abdurrahman berikut ini: Universitas Sumatera Utara Pada saat dilakukannya pendaftaran tanah, maka hubungan hukum pribadi antara seseorang dengan tanah diumumkan kepada pihak ketiga atau masyarakat umum, sejak saat itulah pihak-pihak ketiga dianggap mengetahui adanya hubungan hukum antara orang dengan tanahnya dimaksud, untuk mana ia menjadi terikat dan wajib menghormati hal tersebut sebagai suatu kewajiban yang timbul dari kepatutan. 22 Pemerintah dalam hal melakukan pendaftaran tanah telah mengatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria UUPA dan peraturan pelaksanaannya PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah beserta petunjuk teknis dalam pendaftaran tanah dikeluarkan dalam bentuk Surat Edaran atau Keputusan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional. Dalam hal pendaftaran tanah dikenal beberapa sistem pendaftaran yang dianut banyak negara yang telah menyelenggarakan pendaftaran tanah. Sudah menjadi politik hukum agraria bahwa masalah pendaftaran tanah itu disesuaikan dengan sistem-sistem dan stelsel-stelsel hukum agraria dari negara-negara modern. Maka dalam melaksanakan pendaftaran hak-hak atas tanah rechtskadaster itu, dikenal sistem stelsel-stelsel pendaftaran sebagai berikut: 23 22 Abdurrahman, Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah, Pembebasan Tanah dan Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 23. 23 Bachsan Mustafa dalam Y.W. Sumindo dan Ninik Widyanti, Pembaharuan Hukum Agraria Beberapa Pemikiran, cetakan I, Bumi Aksara, Jakarta, 1998, hal. 136. Universitas Sumatera Utara 1 Sistem Positif Apabila orang sebagai subyek hak namanya sudah terdaftar dalam Buku Tanah, haknya mempunyai kekuasaan yang positif dan tidak dapat dibantah lagi. 2 Sistem Negatif Apabila orang sebagai subyek hak namanya sudah terdaftar dalam Buku Tanah, haknya masih memungkinkan dibantah sepanjang bantahan- bantahan itu dapat dibuktikan dengan memberikan alat-alat bukti yang cukup kuat.

2. Kerangka Konsepsi