Pengakuan Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat

Menurut Hukum Adat hak yang tertinggi terhadap tanah adalah Hak Ulayat, yang berlaku baik keluar maupun kedalam. Keluar berarti bahwa orang lain yang bukan warga persekutuan tidak diperkenankan mempergunakan dan mengambil manfaat dari tanah tersebut kecuali dengan izin dan syarat yang ditentukan persekutuan. Sedangkan kedalam maksudnya, bahwa tiap-tiap anggota persekutuan mempunyai hak untuk menggunakan tanah ulayat tersebut menurut ketentuan yang telah ditentukan oleh masyarakat hukum tersebut. Antara masyarakat dengan tanahnya terjadilah hubungan kejiwaan yang sangat erat sekali, lebih-lebih bagi masyarakat yang agraris, yang cara berfikirnya lebih tradisonal, berpangkal pada pokok pikiran bahwa tanah itu adalah sumber hidup yang utama, yang memberikan hidup pada manusia, maka terjadilah hubungan yang bersifat magis dan religius. Untuk memahami hubungan yang demikian perlulah digambarkan bahwa setelah adanya suatu masyarakat timbulah hubungan antara masyarakat dengan tanah yang didudukinya, yaitu di tanah tempat darah tertumpah ketika mereka dilahirkan, dari situ mereka memperoleh makanan untuk hidup, dan akhirnya tempat jasad mereka dikuburkan, setelah mereka mengakhiri hidup di muka bumi ini.

D. Pengakuan Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat

1. Dasar Pengakuan Hak Ulayat Sebagaimana disebutkan dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 bahwa: “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Universitas Sumatera Utara Di dalam UUD 1945 tidak menjelaskan secara terperinci arti bumi itu sendiri, mengenai bumi diatur dalam UUPA, sebagaimana Pasal 1 ayat 1 dan ayat 2 bahwa seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai Karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia merupakan kekayaan nasional. Hal ini berarti bahwa di Indonesia, pengertian tanah dipakai dalam arti yuridis sebagai suatu pengertian yang telah dibatasi dalam Pasal 4 ayat 1 UUPA, dasar hak menguasai dari negara tanpa hanya permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta bahan-bahan hukum. Menurut pasal 18B ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 bahwa: “ Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak- hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Republik Indonesia, yang diatur dalam undang- undang.” Hal ini berarti bahwa Negara masih mengakui hak atas tanah yang dikuasai berdasarkn hukum adatnya selama masih hidup sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-undang disertai suatu sanksi maka disebut dengan hukum adat. Universitas Sumatera Utara Hukum adat adalah atauran perilaku yang berlaku bagi orang-orang pribumi dan orang-orang Timur Asing, yang disatu pihak mempunyai sanksi maka dikatakan hukum dan di lain pihak tidak dikodifikasi maka dikatakan adat. 67 Soepomo memberikan definisi tentang hukum adat sebagai hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan-peraturan legislatif unstatutory meliputi peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib, ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum. 68 Sebelum berlakunya UUPA Nomor 5 Tahun 1960 sebelum tanggal 24 September 1960 terdapat hak milik atas tanah, yakni hak milik menurut hukum adat, yang disebut inlandsch bezitrecht dan hak milik menurut KUHPerdata BW, yang disebut hak eigendom. Sekarang hanya dikenal suatu hak milik yaitu hak milik menurut hukum adat. Hak milik menurut hukum adat inlandsch bezitrecht bersifat komunalistik religius, maksudnya memungkinkan penguasaan tanah secara individual, dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi yang mengandung unsur kebersamaan. Konsepsi komunalistik religius di dalam hukum adat dapat dilihat dengan dikenalnya lembaga hak ulayat. Sedangkan hak milik menurut KUHPerdata BW yang disebut hak eigendom adalah hak untuk menikmati kegunaan suatu kebendaaan dengan leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu, asal tidak dipergunakan bertentangan dengan undang-undang Pasal 570 67 Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Cetakan II, Mandar Maju, Bandung, 2003, Hal.15. 68 Djaren Saragih,Pengantar Hukum Adat Indonesia,Tarsito, Bandung, 1996, hal.13. Universitas Sumatera Utara KUHPerdata. Hak milik itu merupakan droiit inviolable et sacre yaitu tidak dapat diganggu gugat, jadi sifatnya lebih menonjolkan individu sedangkan menurut hukum adat lebih menonjolkan kepentingan masyarakat komunal. Dari hubungan manusia dengan tanah dapat melahirkan hak-hak atas tanah. Hak atas tanah menurut hukum adat dapat berupa hak persekutuan hak ulayat dan hak peroangan. Hak persekutuan atas tanah hak ulayat merupakan suatu hak atas sebidang tanah yang secara langsung dikuasai oleh masyarakat hukum adatpersekutuan adat. Hak atas tanah yang dikuasaidimiliki oleh suatu persekutuan atau masyarakat adat lazim disebut Hak Ulayat. Hak ulayat atas tanah yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat pada masa penjajahan tidak diberikan pengakuan, karena penjajah hanya memberikan pengakuan kepada hak atas tanah yang telah terdaftar., sehingga ketika itu berlaku dualisme hukum pertanahan, yaitu hak atas tanah yang dikuasai oleh hukum barat yang dikenal dengan domein verklaring dan tanah yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat. Hak ulayat dalam pengertian hukum merupakan serangkaian wewenang dan kewajiban suatu masyarakat hukum adat tertentu atas suatu wilayah tertentu yang merupakan ulayatnya, sebagai lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, yang ada dalam wilayah tersebut. 69 69 Boedi Harsono, Op.Cit.hal. 179 Wewenang dan kewajiban tersebut timbul dari hubungan secara lahiriah turun-temurun antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan. Hubungan itu selain merupakan lahiriah, juga Universitas Sumatera Utara merupakan hubungan batiniah yang bersifat religio-magisch, berdasarkan kepercayaan para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan, bahwa wilayah hak ulayat tersebut adalah pemberian suatu kekuatan gaib atau peninggalan nenek moyang yang diperuntukan bagi kelangsungan hidup dan penghidupannya sepanjang masa. Maka hubungan itu pada dasarnya bersifat abadi. Wewenang dan kewajiban tersebut yang diatur dalam hukum adat setempat, ada yang termasuk bidang hukum perdata, yaitu yang meliputi hak kepunyaan bersama tanah ulayat yang bersangkutan. Ada yang termasuk bidang hukum publik, yaitu berupa tugas kewenangan untuk memimpin peruntukkan, penguasaan, penggunaan, dan pemeliharaan tanah ulayat bersama itu agar tetap dapat dimanfaatkan oleh para warga bersama. Berbicara mengenai hak ulayat akan berbeda sama sekali pada zaman orde baru dan zaman reformasi. Dilihat dari The Universal Declaration Of Human Rights UDHR yang diadopsi Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948, dalam pasal 3 UDHR dinyatakan: “Bangsa pribumi dan masyarakat adat sewajarnya dapat menikmati pelaksanaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan mendasar tanpa kendala dan diskriminasi. Ketetapan-ketetapan dalam konvensi ini hendaknya diterapkan tanpa diskriminasi antara laki-laki dan perempuan yang merupakan anggota dari masyarakat adat Bangsa Pribumi. “ Perkembangan di tanah air dewasa ini setelah berlangsung orde reformasi terjadinya suatu perubahan mendasar tentang pengakuan hak-hak adat tersebut, Universitas Sumatera Utara yaitu pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah. Dengan undang-undang ini diharapkan adanya suatu otonomi yang lebih luas dan diberdayakan masyarakat adat dan lembaga-lembaga adat seperti runggun lembaga kekerabatan adat Karo, lembaga kekerabatan Nagari Minangkabau, dalihan natolu Taput dan lain-lain. Perhatian khusus terhadap hak ulayat dilakukan oleh Menteri AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasioanal dengan menetapkan PMNAKBPN Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah HAk Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Dalam PMNAKBPN Nomor 5 Tahun 1999 di atas diberikan definisi operasional mengenai kedua hal tersebut. Masyarakat hukum adat dirumuskan sebagai sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hokum karena kesamaan tempat tinggal ataupun dasar keurunan Pasal 1 angka 3. Sedangkan mengenai hak ulayat dinyatakan bahwa hak ulayat dan yang serupa itu dari masyarakat hukum adat untuk selanjutnya disebut hak ulayat adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya yang mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun-temurun dan tidak terputus-putus antara masyarakat hukum adat dengan wilayah yang bersangkutan Pasal 1 angka 1. Universitas Sumatera Utara Unsur-unsur hak ulayat sebagaimana termuat didalam Pasal 2 ayat 2 PMANKBPN Nomor 5 Tahun 1999 tersebut yaitu : 1 Terdapat sekelompok orang masih merasa terikat oleh tatanan hukum adanya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu yang mengakui dan menerapkan ketenntuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam hidupnya sehari-hari. 2 Terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari-hari. 3 Teradapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan, dan penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum tersebut. Bahwa berdadasarkan PMANKBPN Nomor 5 Tahun 1999, dalam hukum tanah nasional Indonesia mengakui adanya hak ulayat sepanjang kenyataannya masih ada dan memenuhi unsur-unsur dan kriteria hak ulayat dalam hukum adat atau suatu masyarakat dalam suatu wilayah. Hubungan timbal balik antara hak ulayat dengan hak perorangan sebagaimana dirumuskan Iman Sudiyat, bahwa hak purba dan hak perorangan itu bersangkut paut dalam hubungan kempis mengembang, desak mendesak, batas membatasi, mulur mungkret tiada henti. Dimana hak purba kuat, disitu hak perorangan lemah, demikian pula sebaliknya 70 70 Ibid,hal.3 . Universitas Sumatera Utara Antara hak ulayat dan hak perorangan yang diakui secara adat selalu ada pengaruh timbal balik, makin banyak usaha yang dilakukan seseorang atas suatu bidang tanah maka makin eratlah hubungannya dengan tanah itu dan makin kuat pula haknya atas tanah tersebut. Di dalam hak demikian maka kekuatan hak ulayat terhadap tanah itu menjadi berkurang, tetapi menurut hukumnya yang asli bagaimanapun kuatnya hak perseorangan atas tanah itu tetap terikat oleh hak ulayat 71 Sehingga dengan demikian hak ulayat bersifat fleksibel yaitu semakin berkembang dan maju kondisi masyarakatnya, maka hak ulayat menjadi semakin lemah dalam masyarakat apa lagi dalam masyarakat modern. Bila kita mengkaji lebih dalam hak ulayat dan hak adat atas tanah ada perbedaan yang cukup signifikan. . Hak ulayat bersifat hak komunal hak bersama dari sekelompok masyarakat hukum adat dengan kata lain tidak dimiliki perorangan oleh karenanya objek tidak dapat dihual belikan tanpa persetujuan Pimpinan Adat yang bersangkutan, warganya hanya boleh menikmati hasil, atau tempat berusaha sehari-hari dan pihak lain yang diluar kelompok masyarakat hukum adat tersebut tidak diperkenankan menguasaimelakukan aktivitas pada wilayah tersebut kecuali dengan persetujuan pimpinan adat yang bersangkutan, adapun hak atas tanah sifatnya dikuasai perorangan yaitu dengan diperoleh dengan membuka tanah negara misalnya berladang, berkebun dan lain-lain, dan apabila tanah tersebut dipergunakan dan dirawatdipelihara dengan baik oleh penggarap maka pada 71 Seminar Langkah-langkah Administrasi Perlindungan Tanah Adat, Op.Cit, hal.16 Universitas Sumatera Utara gilirannya tanah ini dapat diberikan hak menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960, sedangkan tanah yang sifatnya termasuk Alam lingkup hak ulayat tidak dapat diberikan hak untuk perorangan, kecuali atas dasar persetujuan pimpinan adat yang bersangkutan 72 .

2. Kriteria Penentu Adanya Hak Ulayat