F. Hubungan Pendidikan dengan Ketimpangan Pembangunan Ekonomi
Daerah
Kata kunci pembangunan adalah pembentukan modal. Sedangkan modal yang dibutuhkan selain modal fisik tetapi juga modal manusia. Modal
manusia yang
berkualitaslah yang
nantinya dapat
meningkatkan pembangunan ekonomi suatu negara. Berdasarkan hasil studi menunjukan
bahwa pendidikan memberi kontribusi terhadap pengembangan sumber daya manusia berkualitas, penguasaan, pengembangan sains dan teknologi, dan
pertumbuhan ekonomi Mohammad Ali,2009. Semakin banyak proporsi jumlah penduduk yang berhasil
menyelesaikan studi sampai jenjang SMA dan perguruan tinggi menjadi indikasi semakin baik kualitas penduduk. Seperti yang tercantum dalam
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2007, menyebutkan bahwa taraf pendidikan penduduk Indonesia mengalami peningkatan antara lain diukur
dari meningkatnya angka melek aksara penduduk usia 15 tahun ke atas, meningkatnya jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang telah menamatkan
pendidikan jenjang SMP atau MTs ke atas, meningkatnya rata-rata lama sekolah, dan meningkatnya angka partisipasi sekolah untuk semua kelompok
usia. Terbukti dari penelitian yang telah dilakukan oleh Dawon Holland
2013 terkait hubungan antar lulusan perguruan tinggi dan pertumbuhan ekonomi antar negara. Hasil studi menunjukan bahwa kenaikan 1 dalam
pangsa tenaga kerja dengan pendidikan universitas telah menaikan tingkat
produktivitas 0,2-0,5 persen dalam jangka panjang. Dimana produktivitas merupakan syarat bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Basuki Rahmat 2013 menunjukan bahwa perkembangan jumlah siswa tamat SMA tidak signifikan
terhadap ketimpangan wilayah. Kenaikan jumlah siswa tamat SMA sebesar 1 akan menyebabkan penuruan ketimpangan wilayah sebesar 0,005
sebelum adanya pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal. Sedangkan setelah adanya kebijakan desentralisasi fiskal, peningkatan jumlah siswa
tamat SMA yang naik sebesar 1 justru mengakibatkan kenaikan
ketimpangan wilayah sebesar 0,007. G.
Hubungan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat dengan Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Daerah
Salah satu tujuan pembangunan ekonomi adalah meningkatkan taraf hidup kesejahteraan maupun kemakmuran masyarakat. Untuk dapat
mengkategorikan kesejahteraan masyarakat, setiap individu memiliki kategori tersendiri untuk bisa dikatakan sejahtera. Seperti hasil survei yang dilakukan
oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BKKBN yang telah mengelompokan tingkatan kesejahteraan keluarga menjadi 5
kategori yaitu: 1. Keluarga Pra Sejahtera Sangat Miskin, 2. Keluarga Sejahtera Tahap I Miskin, 3. Keluarga Sejahtera Tahap II, 4. Keluarga
Sejahtera Tahap III, 5. Keluarga Sehatera III Plus. Dari setiap kategori tingkat kesejhateraan keluarga memiliki indikator tersendiri, seperti:
1. Keluarga Pra Sejahtera Keluarga Sangat Miskin.
Dikatakan keluarga Pra Sejahtera apabila belum dapat memenuhi satu atau lebih indikator yang meliputi:
Indikator Ekonomi :
a. makan dua kali atau lebih dalam satu hari,
b. memiliki pakaian yang berbeda untuk aktivitas di rumah, bekerja,
sekolah dan berpergian. Indikator Non Ekonomi
: a.
melaksanakan Ibadah, b.
apabila anak sakit dibawa kerumah sakit. 2.
Keluarga Sejahtera Tahap I Keluarga Miskin. Dikatakan keluarga Sejahtera tahap I apabila belum dapat
memenuhi satu atau lebih indikator yang meliputi: Indikator Ekonomi
: a.
paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging atau ikan atau telor,
b. setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang
satu stel pakaina baru. c.
luas lantai rumah paling kurang 8 m untuk tiap penghuni. Indikator non Ekonomi :
a. ibadah teratur,
b. sehat tiga bulan terakhir,
c. punya penghasilan tetap,
d. usia 10-60 tahun dapat baca tulis huruf,
e. usia 6-15 tahun bersekolah,
f. anak lebih dari 2 atau ber KB.
3. Keluarga Sejahtera Tahap II
Dikatakan keluarga Sejahtera tahap II apabila belum dapat memenuhi satu atau lebih indikator yang meliputi:
a. memiliki tabungan keluarga, makanan bersama sambil
berkomunikasi, b.
mengikuti kegiatan masyarakat, c.
rekreasi bersama 6 bulan sekali, d.
meningkatkan pengetahuan agama, e.
memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV, dan majalah f.
menggunakan sarana transportasi. 4.
Keluarga Sejahtera Tahap III Dikatakan keluarga Sejahtera tahap III apabila dapat memenuhi
indikator yang meliputi: a.
memiliki tabungan keluarga, b.
makanan bersama sambil berkomunikasi, c.
mengikuti kegiatan masyarakat, d.
rekreasi bersama 6 bulan sekali, e.
meningkatkan pengetahuan agama, f.
memperoleh berita dari surat kabar, radio, TV, maupun majalah g.
menggunakan sarana transportasi.
Belum dapat memenuhi beberapa indikator yang meliputi: a.
aktif memberikan sumbangan material secara teratur, b.
aktif sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan. 5.
Keluarga Sejahtera Tahap III Plus Dikatakan keluarga Sejahtera tahap III plus apabila dapat memenuhi
indikator yang meliputi: a.
aktif memberikan sumbangan material secara teratur, b.
aktif sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan. Kesejahteraan merupakan kondisi tidak miskin yang menjadi
keinginan setiap orang. Dan permasalahan utama dalam negara berkembang selain masalah pengangguran tetapi juga masalah kemiskinan. Seperti konsep
lingkaran setan kemiskinan, dimana setiap aspek mampu saling mempengaruhi yang pada akhirnya berpengaruh terhadap tingkat
kesejahteraan masyarakat. Sehingga kondisi kemiskinan yang semakin meningkat dalam suatu daerah, dapat berpengaruh pula terhadap tingkat
pembangunan daerah tersebut.
H. Hubungan Kependudukan dengan Ketimpangan Pembangunan