ANALISIS STRUKTUR PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2006 2009

(1)

commit to user

ANALISIS STRUKTUR PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN BOYOLALI

TAHUN 2006-2009

SKRIPSI

Oleh:

PARWANTININGSIH K7406119

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

ii

ANALISIS STRUKTUR PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN BOYOLALI

TAHUN 2006-2009

SKRIPSI

Oleh:

PARWANTININGSIH K7406119

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Tata

Niaga Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(3)

commit to user

iii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta, Juni 2011

Persetujuan Pembimbing,

Pembimbing I

Drs. Soemarsono, M. Pd NIP. 19470420 197501 1 001

Pembimbing II

Dra. Dewi Kusuma Wardani, M. Si NIP. 19700326 199802 2 001


(4)

commit to user

iv

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan

Pada hari : Senin

Tanggal : 27 Juni 2011

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang Tanda Tangan Ketua Dra. Sri Wahyuni, MM ...

Sekretaris Dra. Mintasih Indriayu, M.Pd ... Anggota I Drs. Soemarsono, M.Pd ...

Anggota II Dra. Dewi Kusuma W, M.Si ...

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan,

Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd NIP. 19600727 198702 1 001


(5)

commit to user

v ABSTRAK

Parwantiningsih. ANALISIS STRUKTUR PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2006-2009 . Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Mei 2011.

Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi antar kecamatan di Kabupaten Boyolali pada periode 2006-2009. (2) Untuk mengklasifikasikan kecamatan di Boyolali berdasarkan struktur pertumbuhan ekonomi menurut tipologi Klassen pada periode 2006-2009. (3) Untuk menghitung ketimpangan antar kecamatan di Kabupaten Boyolali pada periode 2006-2009. (4) Untuk membuktikan benar/tidaknya hipotesis Kuznets tentang U-terbalik berlaku di kabupaten Boyolali pada periode 2006-2009.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Populasi dalam penelitian adalah PDRB Kabupaten Boyolali yang dihitung berdasarkan harga konstan dari tahun 2006-2009. Teknik analisis data menggunakan tipologi Klassen dan Indeks Williamson. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode dokumentasi dan wawancara. .

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: 1) Laju pertumbuhan ekonomi antar kecamatan Kabupaten Boyolali tahun 2006-2009 mengalami fluktuasi yaitu pada tahun 2006 sebesar 4, 19% menjadi 4,08% pada tahun 2007 dan tahun 2008 laju pertumbuhannya 4,04%, serta mengalami kenaikan pada tahun 2009 laju pertumbuhannya yaitu 5,16%. Beberapa tahun tersebut pertumbuhannya menunjukkan arah yang negatif kecuali pada tahun 2009 yaitu sudah masuk kriteria pertumbuhan Kabupaten Boyolali diatas 5% jadi sudah menunjukkan arah yang positif. 2) Terdapat pengelompokan pertumbuhan ekonomi berdasarkan tipologi Klassen di Kabupaten Boyolali pada tahun penelitian yaitu yang termasuk dalam kategori daerah cepat maju dan cepat tumbuh adalah Kecamatan Boyolali, Kecamatan Sawit, Kecamatan Simo dan Kecamatan Karanggede. Daerah maju tetapi tertekan meliputi Kecamatan Ampel, Kecamatan Cepogo,Kecamatan Teras dan Kecamatan Banyudono. Kecamatan yang masuk daerah berkembang cepat adalah Kecamatan Sambi, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Klego dan Kecamatan Wonosegoro. Daerah yang


(6)

commit to user

vi

tertinggal meliputi Kecamatan Selo, Kecamatan Musuk, Kecamatan Mojosongo, Kecamatan Nogosari, Kecamatan Andong, Kecamatan Kemusu dan Kecamatan Juwangi. 3) Rata-rata ketimpangan antar kecamatan di Kabupaten Boyolali tahun 2006-2009 adalah 0,05, jadi ketimpangan antar kecamatan di Kabupaten Boyolali relatif merata karena angkanya mendekati nol. 4) Kurva Kuznets atau yang biasa disebut kurva U terbalik tidak berlaku di Kabupaten Boyolali pada tahun penelitian karena kurvanya tidak berbentuk U terbalik. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, ketimpangan daerah cenderung memburuk, namun pada tahap berikutnya, ketimpangan daerah akan membaik, ini tidak terjadi di Kabupaten Boyolali pada tahun penelitian.


(7)

commit to user

vii ABSTRACT

Parwantiningsih. ANALYSIS THE ECONOMIC GROWTH STRUCTURE AND THE GAP AMONG THE SUBDISTRICTS IN BOYOLALI REGENCY IN 2006-2009. Thesis. Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Surakarta Sebelas Maret University, May 2011.

The objectives of research are (1) to find out the economic growth among the subdistricts of Boyolali Regency in 2006-2009 period, (2) to classify the subdistricts of Boyolali Regency based on the economic growth structure according to Klassen’s typology in 2006-2009 period, (3) to calculate the gap between the subdistricts in Boyolali Regency in 2006-2009, and (4) to verify whether or not Kuznet’s hypothesis that inversed U prevails in Boyolali in 2006-2009 is correct.

This research employed a descriptive quantitative method. The population of research is PDRB of Boyolali regency calculated based on the constant value from 2006-2009 period. Technique of collecting data used was Klassen’s typology and Williamson index. Techniques of collecting data used in this research were documentation and interview.

Considering the result of research, it can be concluded that: 1) the economic growth rate among the subdistricts of Boyolali Regency during 2006-2009 fluctuates: in 2006 it reaches 4.19% decreasing to 4.08 in 2007 and 4.04 in 2008, as well as 5.16% in 2009. Those growth shows negative direction except in 2009 in which the Boyolali Regency’s growth is higher than 5%, so it indicates positive direction. 2) There is economic growth categorization based on Klassen’s typology in Boyolali Regency in the research year. The subdistricts belonging to rapidly progressing and striving area are Boyolali, Sawit, Simo and Karanggede subdistrict. The ones belonging to developed but suppressed areas are Ampel, Cepogo, Teras, and Banyudono. The ones belonging to rapidly developing area are Sambi, Ngemplak, Klego and Wonosegoro. The lagged behind areas include Selo, Musuk, Mojosongo, Nogosari, Andong, Kemusu and Juwangi. 3) The mean gap between subdistricts in Boyolali Regency during 2006-2009 is 0.05, so the gap between the subdistricts in Boyolali Regency is relatively evenly distributed because the number is closer to zero. 4) Kuznets curve or inversed-U curve does


(8)

commit to user

viii

not apply to Boyolali Regency in the research year because the curve is not inversed-U shaped. It indicates that in the beginning stage of economic growth, the area gap tends to deteriorate, but in the next stage, it improves; it does not occur in Boyolali Regency during the research.


(9)

commit to user

ix MOTTO

“Kebijakan ekonomi yang berpihak kepada masyarakat miskin yang komprehensif, yaitu menjaga pertumbuhan ekonomi jangka panjang dengan

meningkatnya kualitas SDM, dan memperkecil ketimpangan” (Wahyu Prasetiawan).

“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”

(Q.S. ArRa’d :11)

”Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai dengan sesuatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh

urusan yang lain, dan hanya Tuhan-Mu lah hendaknya kamu berharap” (QS. Al Insyirah:6-8)

“Segeralah mengerjakan yang bisa kamu kerjakan sekarang daripada menyesal kemudian”

(Penulis)

“Usaha tanpa do’a itu “SOMBONG”, do’a tanpa usaha itu “SIA-SIA” (Penulis)


(10)

commit to user

x

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kusuntingkan skripsi ini untuk:

Orang tuaku, Bapak Paiman, Ibu Suminah, terima kasih untuk setiap doa, semangat dan kasih sayang kalian semua

Saudara-saudaraku (Mas Joko, Mbk Betty, Mbk Puji), terima kasih atas motivasi, dukungan dan bantuan yang diberikan

Keponakan yang selalu memberikan keceriaan (Ian & Callista) Kekasihku Man terima kasih selalu menyalakan pelita ketika aku dalam

kejenuhan dan keletihan

Sahabat-sahabatku tercinta Yani, Nida, Mbk Yati, Sofie ,Nety, Novi, Nani, Ida dan Pita terima kasih atas semua kebersamaan yang kalian berikan

Teman-teman PTN 2006, terima kasih untuk kebersamaan selama ini Almamater tercinta


(11)

commit to user

xi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Pendidikan Ekonomi bidang Keahlian Khusus Pendidikan Tata Niaga pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul: ANALISIS

STRUKTUR PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN

ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2006-2009 ini, penulis mendapatkan bimbingan , petunjuk , dan dukungan yang berharga dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang baik dan dari lubuk hati yang terdalam secara tulus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan izin penulisan skripsi;

2. Drs. Saiful Bachri, M. Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan persetujuan skripsi;

3. DR. Wiedy Murtini, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah menyetujui atas permohonan ijin penulisan skripsi ini;

4. Dra. Sri Wahyuni, MM., Ketua BKK PTN yang telah memberikan izin menyusun skripsi;

5. Drs. Soemarsono, M.Pd., selaku pembimbing I dan Dra. Dewi Kusuma Wardani, M. Si., selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan dorongan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan;


(12)

commit to user

xii

6. Dra Kristiani M. Si., Pembimbing Akademik, yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama menjadi mahasiswa di Program Studi Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Tata Niaga FKIP UNS;

7. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Tata Niaga yang secara tulus memberikan samudra ilmu yang begitu luas;

8. Rekan-rekan PTN’06 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang membantu dan memberikan warna selama menjadi mahasiswa dan dalam menyelesaikan skripsi ini;

9. Kepala dan seluruh staff BAPPEDA Boyolali yang telah membantu selama proses penelitian;

10.Berbagai pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca.

Surakarta, Juni 2011


(13)

commit to user

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN ABSTRAK ... v

HALAMAN MOTTO ... ix

HALAMAN PERSEMBAHAN ... x

KATA PENGANTAR ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Tinjauan Pustaka ... 8

1. Pertumbuhan Ekonomi ... 8

a. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ... 8

b. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi ... 9

c. Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 13

d. Pertumbuhan Domestik Regional Bruto ... 14

2. Pembangunan Ekonomi ... 15

a. Pengertian Pembangunan Ekonomi ... 15

b. Tujuan Pembangunan ... 16

c. Pembangunan Ekonomi Daerah ... 16


(14)

commit to user

xiv

e. Struktur Pertumbuhan Ekonomi ... 20

f. Peran Pemerintah Pembangunan Daerah ... 22

3. Ketimpangan Derah ... 23

a. Pengertian Ketimpangan ... 23

b. Konsep Ketimpangan antar Derah ... 24

c. Indeks Williamson ... 25

d. Penyebab Ketimpangan Pembangunan antar Derah .... 26

e. Penanggulangan Ketimpangan Pembangunan Daerah. 28 f. Hipotesis Kuznets ... 30

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 31

C. Kerangka Berpikir ... 35

D. Hipotesis ... 38

BAB III METODE PENELITIAN... 39

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

B. Populasi ... 40

C. Teknik Pengumpulan Data ... 40

D. Rancangan Penelitian ... 44

E. Teknik Analisis Data ... 46

1. Laju Pertumbuhan Ekonomi ... 46

2. Analisis Ketimpangan Regional ... 48

3. Analisis Kurva U Terbalik ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 50

A. Deskripsi Data ... 50

B. Pengujian Hipotesis ... 53

1. Laju Pertumbuhan Ekonomi ... 54

2. Struktur Pertumbuhan Ekonomi ... 54

3. Ketimpangan antar Daerah ... 56

4. Hipotesis Kuznets ... 58


(15)

commit to user

xv

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 72

A. Simpulan ... 72

B. Implikasi ... 73

C. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 78


(16)

commit to user

xvi

DAFTAR TABEL Tabel

1. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Menurut Harga

Konstan Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2009 ... 2 2. Fasilitas Perdagangan Kabupaten Boyolali Tahun 2006 ... 4 3. Matriks Klasifikasi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Tipologi Klassen 22 4. Jadwal Penelitian ... 39 5. Klasifikasi wilayah menurut tipologi Klassen ... 47 6. Pertumbuhan Ekonomi di Kecamatan dan Kabupaten Boyolali

Tahun 2006-2009 (persen) ... 50 7. PDRB Perkapita Masing-Masing Kecamatan di Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2009(Rupiah) ... 51

8. Pertumbuhan Penduduk di Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2009

... 52 9. Struktur Pertumbuhan Ekonomi Menurut Klassen Typology ... 54 10. Indeks Williamson antar Kecamatan di Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2009... 57

11. Korelasi Pearson antara Pertumbuhan PDRB dan Indeks Williamson di Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2009 ... 59


(17)

commit to user

xvii DAFTAR GAMBAR

Gambar

1. Kurva U Terbalik ... 30

2. Kerangka Berpikir ... 36

3. Peta Boyolali menurut Tipologi Klassen tahun 2006-2009 ... 55

4. Grafik Indeks Williamson Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2009 ... 58

5. Kurva Hubungan antara Tingkat Ketimpangan dengan Pertumbuhan PDRB di Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2009 ... 59


(18)

commit to user

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Gambaran Umum Kabupaten Boyolali ... 81

2. Pedoman Wawancara... 83

3. Indeks Williamson antar Kecamatan di Kab Boyolali 2006 ... 85

4. Indeks Williamson antar Kecamatan di Kab Boyolali 2007 ... 86

5. Indeks Williamson antar Kecamatan di Kab Boyolali 2008 ... 87

6. Indeks Williamson antar Kecamatan di Kab Boyolali 2009 ... 88

7. Output Korelasi PDRB dengan Indeks Williamson ... 89

8. PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006 ... 90

9. PDRB Menurut Harga Konstan Tahun 2006 ... 92

10. PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007 ... 93

11. PDRB Menurut Harga Konstan Tahun 2007 ... 95

12. PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008 ... 96

13. PDRB Menurut Harga Konstan Tahun 2008 ... 98

14. PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 ... 99

15. PDRB Menurut Harga Konstan Tahun 2009 ... 101

16. Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi ... 102

17. Surat Permohonan Ijin Research/Penelitian Kepada Kepala Kesbang Pol dan Linmas ... 103

18. Surat Permohonan Ijin Research/Penelitian Kepada Kepala Bappeda ... 104

19. Surat Ijin Menyusun Skripsi ... 105

20. Surat Ijin Penelitian dari Kesbang Pol dan Linmas ... 106


(19)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional tidak dapat dipisahkan dengan pembangunan daerah, karena Negara Indonesia terdiri dari beberapa provinsi, kabupaten/ kota serta bagian daerah yang lebih kecil. Pembangunan daerah merupakan penjabaran dari pembangunan nasional dalam upaya untuk mencapai sasaran pembangunan sesuai dengan potensi, aspirasi, serta permasalahan pembangunan di daerah. MP Todaro (2006) mengatakan ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa, yaitu

1. Akumulasi modal, termasuk semua investasi baru dalam tanah, peralatan fisik, dan sumber daya manusia melalui perbaikan di bidang kesehatan, pendidikan, dan ketrampilan kerja.

2. Pertumbuhan penduduk yang pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan angkatan kerja.

3. Kemajuan teknologi, yang secara luas, diterjemahkan sebagai cara baru untuk menyelesaikan pekerjaan.

Berdasarkan ketiga faktor diatas dapat disimpulkan bahwa sumber kemajuan ekonomi bisa meliputi berbagai macam faktor, akan tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa sumber-sumber utama bagi pertumbuhan ekonomi adalah adanya investasi-investasi yang mampu memperbaiki kualitas modal atau sumber daya manusia dan fisik, yang selanjutnya berhasil meningkatkan kuantitas sumber daya produktif dan yang bisa menaikkan produktivitas seluruh sumber daya melalui penemuan-penemuan baru, inovasi dan kemajuan teknologi.

Pembangunan dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu berlangsung sistemik. Beberapa daerah mencapai pertumbuhan cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. Daerah-daerah tersebut tidak mengalami kemajuan yang sama disebabkan oleh karena kurangnya sumber-sumber yang dimiliki, adanya kecenderungan peranan modal (investor)


(20)

commit to user

memilih daerah perkotaan atau daerah yang telah memiliki fasilitas seperti prasarana perhubungan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, perbankan, asuransi, juga tenaga kerja yang trampil di samping itu adanya ketimpangan redistribusi pembagian pendapatan dari Pemerintah Pusat kepada daerah.

Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat maka diperlukan pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan distribusi pendapatan yang lebih merata. Masalah pertumbuhan ekonomi disuatu daerah tergantung kepada banyak faktor seperti salah satunya adalah kebijakan pemerintah itu sendiri, ini harus dikenali dan diidentifikasi secara tepat supaya faktor tersebut dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi.

Selama periode 2006-2009 Kabupaten Boyolali mempunyai pertumbuhan rata-rata sebesar 4,37% menurut harga konstan, sedangkan target pertumbuhan di Boyolali 5%, jadi pertumbuhan Kabupaten Boyolali masih berada di bawah target pertumbuhannya walaupun demikian pertumbuhannya sudah menunjukkan trend menaik positif. Pertumbuhan ekonomi dari tahun 2006-2009 mengalami kenaikan tetapi sedikit mengalami penurunan pada tahun 2007 yaitu sebesar 0,11 dan 2008 sebesar 0,04. Lebih jelasnya, tentang pertumbuhan ekonomi Kabupaten Boyolali tahun 2006 -2009 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Menurut Harga Konstan Kabupaten Boyolali Tahun 2006-2009

Tahun dasar (2000 = 100)

Tahun PDRB (.000) Pertumbuhan (%)

2006

3.601.225.198 4,19

2007

3.748.102.113 4,08

2008

3.899.372.585 4,04

2009

4.100.520.261 5,16

Rata-rata 3.837.305.039 4,37

Sumber : BPS Boyolali diolah 2009

Tahun 2006 nilai PDRB Kabupaten Boyolali menurut harga konstan adalah sebesar Rp. 3.601.225.198 juta atau meningkat sebesar 4,19 %. Tahun 2007 nilai


(21)

commit to user

PDRB Kabupaten Boyolali menurut harga konstan juga mengalami pertambahan menjadi sebesar Rp3.748.102,113 juta atau menurun sebesar 0,11% yaitu menjadi 4,08%. Kemudian pada tahun 2008 nilai PDRB Kabupaten Boyolali menurut harga konstan adalah sebesar Rp. 3 899.372,585 juta atau turun sebesar 0,04 %. Tahun 2009 nilai PDRB Kabupaten Boyolali menurut harga konstan yaitu Rp 4.100.520.261 juta atau mengalami pertumbuhan sebesar 5,16%.

Meier dan Rauch (2000) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses untuk meningkatkan pendapatan perkapita riil dalam periode jangka panjang, dengan syarat sejumlah orang yang hidup dibawah garis kemiskinan mutlak tidak naik, dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana Pemerintah Daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk kemitraan antara Pemerintah Daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Oleh karena itu agar pembangunan ekonomi yang dijalankan dapat mengakomodasikan persoalan-persoalan yang dihadapi daerah dengan efektif dan efisien maka strategi pembangunan yang dilaksanakan harus mengacu pada karakteristik yang dimiliki daerah terutama menyangkut bagaimana mendayagunakan potensi sumber daya manusia, sumber-sumber fisik serta kelembagaan lokal baik yang formal maupun non formal.

Proses akumulasi dan mobilisasi sumber-sumber, berupa akumulasi modal, ketrampilan tenaga kerja, dan sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan pemicu dalam laju pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan. Adanya heterogenitas dan beragam karakteristik suatu wilayah menyebabkan kecenderungan terjadinya ketimpangan antardaerah dan antarsektor ekonomi suatu daerah.

Ketimpangan daerah dalam konteks daerah (ekonomi regional), adalah konsekuensi logis dari adanya proses pembangunan dan akan berubah sejalan dengan tingkat perubahan proses pembangunan itu sendiri (Leny Noviani, 2009). Pola pembangunan dan tingkat ketimpangan dalam pembangunan yang ditemui di


(22)

commit to user

beberapa daerah tidaklah sama. Ukuran yang digunakan untuk mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah Williamson Index, apabila ketimpangan semakin mendekati 1 berarti sangat timpang dan bila ketimpangan mendekati nol berarti sangat merata.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pembangunan sektoral terutama selalu terkonsentrasi pada daerah-daerah yang relatif lebih maju, sementara untuk daerah yang kurang berkembang tidak menjadi wilayah kegiatan. Perbedaan perlakuan inilah yang menyebabkan timbulnya kesenjangan pembangunan antar wilayah dimana daerah maju memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sedangkan wilayah yang terbelakang mengalami perlambatan. Adanya perbedaan pertumbuhan inilah yang memicu adanya kesenjangan pendapatan antar masyarakat.

Sektor yang dominan andilnya dalam PDRB kabupaten Boyolali masih pada sektor pertanian, perdagangan dan industri. Sektor pertanian didukung oleh sub sektor pertanian pangan seperti padi, jagung, ubi kayu sedangkan sub sektor peternakan meliputi sapi potong, sapi perah dan kambing, tak kalah penting sebagai penyumbang PDRB terbesar kedua yaitu dari sektor perdagangan tapi dalam hal ini di Kabupaten Boyolali terjadi ketidakmerataan pembangunan seperti penyediaan fasilitas pasar. Sebagian besar kecamatan mengalami kelebihan ketersediaan dari kebutuhan standarnya tetapi didapati kecamatan yang sama sekali tidak memiliki pasar, seperti Kecamatan Selo, Musuk, Mojosongo, Teras, dan Nogosari. Kecamatan yang memiliki ketersediaan riil tertinggi yaitu Kecamatan Wonosegoro dan Karanggede yaitu 500% atau mempunyai lima kali lipat kebutuhan yang ada. Prosentase kesenjangan ketersediaan ini signifikan jika dibandingkan Kecamatan Selo, Musuk, Mojosongo, Teras, dan Nogosari. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2. Fasilitas Perdagangan Kabupaten Boyolali Tahun 2006

No Kecamatan Jumlah

Penduduk

Kebutuhan Pasar Standar

Ketersedian Pasar riil

% Ketersediaan Pasar riil

1 Selo 26.777 1 0 0


(23)

commit to user

3 Cepogo 51.722 2 4 200

4 Musuk 60.150 2 0 0

5 Boyolali 58.496 2 9 450

6 Mojosongo 51.026 2 0 0

7 Teras 44.866 1 0 0

8 Sawit 33.001 1 2 200

9 Banyudono 45.086 2 6 300

10 Sambi 48.572 2 0 0

11 Ngemplak 69.686 2 5 250

12 Nogosari 60.849 2 0 0

13 Simo 43.340 1 4 400

14 Karanggede 40.807 1 5 500

15 Klego 45.385 2 3 150

16 Andong 61.213 2 6 300

17 Kemusu 46.033 2 8 400

18 Wonosegoro 53.839 2 10 500

19 Juwangi 34.772 1 4 400

Sumber :Boyolali dalam Angka Tahun 2006, BPS diolah Keterangan :

% Ketersediaan riil =

dar asarS

KebutuhanP

l anPasarRii Ketersedia

tan X 100%

Selain ketidakmerataan dalam pembangunan fasilitas pasar masih banyak lagi ketimpangan yang lain misalnya dalam penyediaan prasarana kesehatan berupa puskesmas juga praktek dokter, dalam hal kerapatan jaringan jalan juga banyak terjadi ketidakmerataan antar kecamatan. Masyarakat masih belum puas dengan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap masing-masing daerah. Hal ini tentu saja akan dapat menimbulkan gejolak bagi daerah yang tidak puas karena adanya ketimpangan tersebut.


(24)

commit to user

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dirumuskan judul penelitian sebagai berikut:

"ANALISIS STRUKTUR PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN ANTAR KECAMATAN DI KABUPATEN BOYOLALI

TAHUN 2006-2009."

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana pertumbuhan ekonomi antar kecamatan di Kabupaten Boyolali pada periode 2006-2009?

2. Bagaimana klasifikasi struktur pertumbuhan ekonomi antar kecamatan di Kabupaten Boyolali menurut tipologi Klassen pada periode 2006-2009? 3. Berapa besar tingkat ketimpangan regional antar kecamatan di Kabupaten

Boyolali pada periode 2006-2009?

4. Apakah hipotesis Kuznets tentang U-terbalik berlaku di Kabupaten Boyolali pada periode 2006-2009?

C. Tujuan Penelitian

Seseorang yang akan mengadakan penelitiaan sebelum melaksanakan kegiatanya tentu sudah menetapkan tujuan-tujuan yang nantinya akan dicapai. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi antar kecamatan di Kabupaten Boyolali pada periode 2006-2009.

2. Untuk mengetahui klasifikasi struktur pertumbuhan ekonomi antar kecamatan di Kabupaten Boyolali menurut tipologi Klassen pada periode 2006-2009.

3. Untuk menghitung ketimpangan antar kecamatan di Kabupaten Boyolali pada periode 2006-2009.

4. Untuk membuktikan benar/tidaknya hipotesis kuznets tentang U-terbalik berlaku di Kabupaten Boyolali pada periode 2006-2009.


(25)

commit to user D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis maupun manfaat praktis sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ekonomi pembangunan.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dan informasi bagi pihak lain untuk mengadakan penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi pemerintah daerah Kabupaten Boyolali diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan dan sumbangan pemikiran dalam mengambil kebijakan dalam pengalokasian dana pembangunan kepada kecamatan sesuai kondisi alamnya yang dapat dikembangkan.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif yang bisa digunakan perguruan tinggi khususnya Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) untuk mengembangkan pendidikan dan ilmu terapan di dunia kerja.


(26)

commit to user

8 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pertumbuhan Ekonomi a. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Suatu masyarakat atau suatu negara dikatakan mengalami adanya pertumbuhan ekonomi apabila dinegara tersebut terdapat lebih banyak output dibandingkan dengan kurun waktu sebelumnya. Sadono Sukirno (2006: 9) mendefiniskan ”Pertumbuhan ekonomi sebagai suatu ukuran kuantitatif yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Para teoritisi ilmu ekonomi pembangunan masa kini, masih terus menyempurnakan makna, hakikat dan konsep pertumbuhan ekonomi, mereka menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dengan pertambahan PDB dan PDRB saja, tetapi juga diberi bobot yang bersifat immaterial seperti kenikmatan, kepuasan dan kebahagiaan dengan rasa aman dan tentram yang dirasakan masyarakat luas (Lincolin Arsyad, 2009).

Simon Kuznets dalam Jhingan (2004) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan idiologis yang diperlukannya. Definisi ini mempunyai 3 komponen pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan idiologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat.


(27)

commit to user

Berdasarkan pendapat para ahli diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang, dimana penekanannya pada tiga hal yaitu proses, output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu “proses” bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu saat tertentu. Disini kita melihat aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Tekanannya pada perubahan atau perkembangan itu sendiri.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Sadono Sukirno (2006), faktor yang mempengaruhi tingkat dan laju pertumbuhan suatu perekonomian yaitu:

1) Luas tanah (termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya).

Luas tanah dan kekayaan alam suatu negara adalah tetap oleh sebab itu dianggap sebagai faktor penentu pertumbuhan yang kurang penting, walaupun begitu kekayaan alam akan mempermudah usaha untuk membangun perekonomian suatu negara, terutama pada masa-masa permulaan dari proses pertumbuhan ekonomi. Dalam setiap negara dimana pertumbuhan ekonomi baru bermula terdapat banyak hambatan untuk mengembangkan berbagai kegiatan ekonomi di luar sektor primer yaitu sektor dimana kekayaan alam terdapat kekurangan modal, kekurangan tenaga ahli dan kekurangan pengetahuan para pengusaha untuk mengembangkan kegiatan ekonomi modern di satu pihak, dan terbatasnya pasar bagi berbagai jenis barang kegiatan ekonomi di lain pihak, sehingga membatasi kemungkinan untuk mengembangkan berbagai jenis kegiatan ekonomi.

2) Jumlah dan perkembangan penduduk

Penduduk yang bertambah dapat menjadi pendorong maupun penghambat pertumbuhan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja dan penambahan tersebut akan memungkinkan negara tersebut menambah produksi, selain itu perkembangan penduduk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui perluasan pasar yang


(28)

commit to user

diakibatkannya. Besarnya luas pasar dari barang-barang yang dihasilkan dalam suatu perekonomian tergantung pendapatan penduduk dan jumlah penduduk.

Akibat buruk dari pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi dapat terjadi ketika jumlah penduduk tidak sebanding dengan faktor-faktor produksi lain yang tersedia. Berarti penambahan penggunaan tenaga kerja tidak akan menimbulkan pertambahan dalam tingkat produksi atau pun kalau bertambah, pertambahan tersebut akan lambat sekali dan tidak mengimbangi pertambahan jumlah penduduk.

3) Jumlah stok modal dan perkembangannya dari tahun ke tahun

Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan di kemudian hari. Pengadaan pabrik baru, mesin-mesin, peralatan, dan bahan baku meningkatkan stok modal (capital stock) secara fisik suatu negara (nilai riil “neto” atas seluruh barang modal produktif secara fisik) dan hal itu jelas memungkinkan akan terjadinya peningkatan ouput dimasa mendatang.

4) Tingkat teknologi dan perbaikannya dari tahun ke tahun.

Kemajuan teknologi terjadi apabila teknologi tersebut memungkinkan kita mencapai tingkat produksi yang lebih tinggi dengan menggunakan jumlah dan kombinasi faktor input yang sama. Inovasi yang sederhana, seperti pengelompokan tenaga kerja (spesialisasi) yang dapat mendorong peningkatan output dan kenaikan konsumsi mayarakat. Kemajuan tekknologi dapat berlangsung sedemikian rupa sehingga menghemat pemakaian modal atau tenaga kerja (artinya, penggunaan teknologi tersebut memungkinkan kita memperoleh output yang lebh tinggi dari jumlah input kerja atau modal yang sama).

Menurut H Syamsudin dalam (2009), Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah:

1) Faktor sumber daya manusia, sama halnya dengan proses pembangunan, pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh SDM. Sumber daya manusia


(29)

commit to user

merupakan faktor terpenting dalam proses pembangunan, cepat lambatnya proses pembangunan tergantung kepada sejauhmana sumber daya manusianya selaku subjek pembangunan memiliki kompetensi yang memadai untuk melaksanakan proses pembangunan.

2) Faktor sumber daya alam, sebagian besar negara berkembang bertumpu kepada sumber daya alam dalam melaksanakan proses pembangunannya. Sumber daya alam saja tidak menjamin keberhasilan proses pembanguan ekonomi, apabila tidak didukung oleh kemampaun sumber daya manusianya dalam mengelola sumber daya alam yang tersedia. Sumber daya alam yang dimaksud diantaranya kesuburan tanah, kekayaan mineral, tambang, kekayaan hasil hutan dan kekayaan laut.

3) Faktor ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat mendorong adanya percepatan proses pembangunan, pergantian pola kerja yang semula menggunakan tangan manusia digantikan oleh mesin-mesin canggih berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas serangkaian aktivitas pembangunan ekonomi yang dilakukan dan pada akhirnya berakibat pada percepatan laju pertumbuhan perekonomian.

4) Faktor budaya, faktor budaya memberikan dampak tersendiri terhadap pembangunan ekonomi yang dilakukan, faktor ini dapat berfungsi sebagai pembangkit atau pendorong proses pembangunan tetapi dapat juga menjadi penghambat pembangunan. Budaya yang dapat mendorong pembangunan diantaranya sikap kerja keras dan kerja cerdas, jujur, ulet dan sebagainya. Adapun budaya yang dapat menghambat proses pembangunan diantaranya sikap anarkis, egois, boros, KKN, dan sebagainya.

5) Sumber daya modal, sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah SDA dan meningkatkan kualitas IPTEK. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.


(30)

commit to user c. Teori Pertumbuhan Ekonomi

1)Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik

Sadono Sukirno (2006) mengatakan bahwa ahli-ahli ekonomi klasik, dalam menganalisis masalah pembangunan terutama ingin mengetahui sebab-sebab perkembangan eknomi dalam jangka panjang dan corak proses pertumbuhannya. Mereka memiliki pandangan yang berbeda antara satu dengan yang lain, maka dari itu dipilih pandangan ahli ekonomi klasik yang terkemuka.

a) Pandangan Adam Smith

Faktor yang menentukan pembangunan, Adam Smith berpendapat bahwa perkembangan penduduk akan mendorong pembangunan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperluas pasar dan perluasan pasar akan meninggikan tingkat spesialisasi dalam perekonomian tersebut. Akibat dari spesialisasi maka tingkat kegiatan ekonomi akan bertambah.

Mengenai corak proses pertumbuhan ekonomi, Adam Smith mengatakan bahwa apabila pembangunan sudah terjadi maka proses tersebut terus berlangung secara kumulatif. Kenaikan produktivitas dapat ditimbulkan karena pasar berkembang, pembagian kerja, dan spesilisasi. Kenaikan pendapatan nasional yang disebabkan oleh perkembangan tersebut dan perkembangan penduduk dari masa ke masa yang terjadi secara bersamaan dengan kenaikan pendapatan nasional akan memperluas pasar dan mnciptakan tabungan yang lebih banyak. b) Pandangan Ricardo dan Mill

Kedua ahli ekonomi Klasik ini berpendapat bahwa dalam jangka panjang perekonomian akan mencapai stationery state atau suatu keadaan dimana perkembangan ekonomi tidak terjadi sama sekali. Menurut Ricardo, pola proses ekonomi adalah sebagai berikut :

(1) Pada permulaannya jumlah penduduk rendah dan kekayaan alam relatif cukup banyak.


(31)

commit to user

(2) Sesudah tahap tersebut, karena jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan bertambah, maka upah akan naik dan kenaikan upah ini mendorong pertambahan penduduk.

(3) Tahap selanjutnya tingkat upah akan menurun dan pada akhirnya akan berada pada tingkat yang minimal.

2) Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

Dalam Sadono Sukirno (2006: 266) Teori pertumbuhan Neo-Klasik pada umumnya didasarkan pada fungsi produksi yang telah dikembangkan oleh Charles Cobb dan Paul Douglas, yang lazim dikenal sebagai fungsi poduksi Cobb-Douglas. Fungsi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: Yt = Tt Kt L t (2.1)

Keterangan:

Yt = tingkat produksi pada tahun t

Tt = tingkat teknologi pada tahun t

Kt = jumlah stok barang-barang modal pada tahun t

Lt = jumlah tenaga kerja pada tahun t

α = pertambahan produksi yang diciptakan oleh pertambahan satu unit modal.

β = pertambahan produksi yang diciptakan oleh pertambahan satu unit tenaga kerja.

Pada umumnya nilai α dan β ditentukan dengan menganggap α + β = 1, yang artinya α dan β nilainya adalah sama dengan produksi marjinal dari masing-masing faktor tersebut. Jadi nilai α dan β ditentukan dengan melihat peranan tenaga kerja dan modal dalam menciptakan pendapatan nsional.

Persamaan (2.1) diatas dapat diubah menjadi persamaan berikut : Log Yt = log Tt + αlog Kt + βlog Lt (2.2)

Kalau persamaan tersebut didiferensiasikan akan diperoleh:

t t d Y dlog = t t d T dlog

+ α t

t d

K dlog

+ β t t d L dlog (2.3) Selanjutnya persamaan (2.3) dapat disederhanakan menjadi:

rY = rT+ αrK + βrL (2.4)

keterangan :

rY = tingkat pertambahan pendapatan nasional

rT = tingkat perkembangan teknologi

αrK = tingkat pertambahan stok modal

βrL = tingkat pertambahan tenaga kerja

Dari persamaan (2.4) menurut teori pertumbuhan Neo-Klasik, laju tingkat pertumbuhan yang dapat dicapai suatu negara tergantung pada tingkat perkembangan teknologi, peranan modal dalam menciptakan pendapatan negara dikalikan dengan tingkat perkembangan stok modal, dan peranan


(32)

commit to user

tenaga kerja dalam menciptakan pendapatan negara dikalikan dengan tingkat pertambahan tenaga kerja.

d. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Pengertian PDRB menurut Badan Pusat Statistik (2002: 3 ) adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan untuk seluruh wilayah usaha dalam suatu wilayah atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Pendekatan yang digunakan untuk menghitung PDRB yang ditimbulkan dari satu daerah ada empat (BPS 2002: 5-6) yaitu :

1) Pendekatan Produksi, yaitu pendekatan untuk mendapatkan nilai tambah di suatu wilayah dengan melihat seluruh produksi netto barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh sektor perekonomian selama satu tahun.

2) Pendekatan Pendapatan, adalah pendekatan yang dilakukan dengan menjumlahkan seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor produksi, meliputi:

a) Upah/gaji (balas jasa faktor produksi tenaga kerja) b) Sewa tanah (balas jasa faktor produksi tanah) c) Bunga modal (balas jasa faktor produksi modal)

d) Keuntungan (balas jasa faktor produksi wiraswasta/skill)

3) Pendekatan Pengeluaran, adalah model pendekatan dengan cara menjumlahkan nilai permintaan akhir dari seluruh barang dan jasa, yaitu:

a) Barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga, lembaga swasta yang tidak mencari untung (nirlaba) dan pemerintah. b) Barang dan jasa yang digunakan untuk membentuk modal tetap

bruto.

c) Barang dan jasa yang digunakan sebagai stok dan ekspor netto. 4) Metode Alokasi, model pendekatan ini digunakan karena

kadang-kadang dengan data yang tersedia tidak memungkinkan untuk mengadakan penghitungan Pendapatan Regional dengan menggunakan metode langsung seperti tiga cara di atas, sehingga dipakai metode alokasi atau metode tidak langsung.

Contohnya bila suatu unit produksi mempunyai kantor pusat dan kantor cabang. Kantor pusat berada di wilayah lain sedangkan kantor cabang tidak mengetahui nilai tambah yang diperoleh karena perhitungan rugi-laba dilakukan di kantor pusat, untuk mengatasi hal itu penghitungan nilai tambahnya terpaksa dilakukan dengan metode alokasi, yaitu dengan mengalokasikan angka-angka oleh kantor pusat dengan menggunakan indikator-indikator yang dapat menunjukkan seberapa besarnya peranan suatu kantor cabang terhadap kantor pusat.


(33)

commit to user

Cara penyajian PDRB dilakukan sebagai berikut:

1) PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, yaitu semua agregat pendapatan dinilai atas dasar harga yang berlaku pada masing-masing tahunnya, baik pada saat menilai produksi dan biaya maupun pada penilaian komponen nilai PDRB. 2) PDRB Atas Dasar Harga Konstan, yaitu semua agregat pendapatan dinilai atas

dasar harga tetap, maka perkembangan agregat pendapatan dari tahun ke tahun semata-mata karena perkembangan produksi riil bukan karena kenaikan harga atau inflasi.

Dalam penelitian ini PDRB yang digunakan untuk penelitian pertumbuhan ekonomi Kabupaten Boyolali adalah PDRB Atas Dasar Harga Konstan.

2.Pembangunan Ekonomi a. Pengertian Pembangunan Ekonomi

Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product atau Produk Domestik Bruto suatu negara, untuk daerah makna pembangunan yang tradisional difokuskan pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu provinsi, kabupaten, atau kota ( Mudrajad Kuncoro, 2004). Menurut Raharjo Adisasmita (2005: 9) ”Pembangunan adalah suatu proses dinamis untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pada tingkat yang lebih tinggi dan serba sejahtera”.

Alternatif definisi pembangunan ekonomi menekankan pada peningkatan income per capita (pendapatan per kapita). Definisi ini menekankan pada kemampuan suatu negara untuk meningkatkan output yang dapat melebihi pertumbuhan penduduk. Definisi pembangunan tradisional sering dikaitkan dengan sebuah strategi mengubah struktur suatu negara atau sering kita kenal dengan industrialisasi. Kontribusi mulai digantikan dengan kontribusi industri. Definisi yang cenderung melihat segi kuantitatif pembangunan ini dipandang perlu menengok indikator-indikator sosial yang ada (Mudrajad Kuncoro, 2004).

Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pembangunan yang terjadi terus-menerus yang bersifat dinamis, apapun yang dilakukan, hakikat


(34)

commit to user

dari sifat dan proses pembangunan itu mencerminkan adanya terobosan yang baru, jadi bukan merupakan gambaran ekonomi suatu saat saja. Pembangunan ekonomi berkaitan pula dengan pendapatan perkapita riil, di sini ada dua aspek penting yang saling berkaitan yaitu pendapatan total atau yang lebih banyak dikenal dengan pendapatan nasional dan jumlah penduduk. Pendapatan perkapita berarti pendapatan total dibagi dengan jumlah penduduk.

b. Tujuan Pembangunan

Pembangunan ekonomi dipandang sebagai proses multidimensional yang mencakup segala aspek dan kebijaksanaan yang komprehensif baik ekonomi maupun non ekonomi. Menurut MP Todaro (2006: 24 ) Tujuan pembangunan yang minimal dan pasti ada adalah

1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup yang pokok-seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan perlindungan keamanan.

2. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan yang kesemuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materiil, melainkan juga menumbuhkan harga diri pada pribadi dan bangsa yang bersangkutan.

3. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau negara-bangsa lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan mereka.

c. Pembangunan Ekonomi Daerah

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses, yaitu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru , alih ilmu pengetahuan dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru. Lincolin Arsyad (2009: 108) mengatakan bahwa :


(35)

commit to user

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.

Perencanaan pembangunan daerah di definisikan sebagai suatu usaha yang sistematis dari berbagai pelaku (aktor), baik umum (publik), atau pemerintah, swasta maupun kelompok masyarakat lain pada tingkatan yang berbeda untuk menghadapi saling kebergantungan dan keterkaitan aspek-aspek fisik, sosial-ekonomi, dan aspek-aspek-aspek-aspek lingkungan lainnya dengan cara :

1) Secara terus menerus menganalisis kondisi dan pelaksanaan pembangunan daerah.

2) Merumuskan tujuan-tujuan dan kebijakan-kebijakan pambangunan daerah. 3) Menyusun konsep strategi-strategi bagi pemecahan masalah (solusi). 4) Melaksanakannya dengan menggunakan sumber-sumber daya yang

tersedia.

5) Sehingga peluang-peluang baru untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah dapat di tangkap secara berkelanjutan.

Argumen tentang pentingnya pembangunan daerah dan perencanaan pembangunan adalah berdasarkan alasan politik, perencanaan pembangunan daerah dapat dilihat sebagai wahana untuk menciptakan hubungan yang lebih baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan, sementara dalam dimensi alasan ekonomi, perencanaan pembangunan dapat dilihat sebagai wahana untuk mencapai sasaran pengentasan kemiskinan dan sasaran pembangunan sosial secara lebih nyata di daerah-daerah. Dalam pembangunan daerah, pemerintah daerah diharapkan mampu melakukan manajemen pembangunan daerah dengan fokus pembangunan wawasan.

Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi


(36)

commit to user

sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal. Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.

Perbedaan kondisi daerah membawa implikasi bahwa corak pembangunan yang diterapkan berbeda pula. Peniruan secara mentah pola kebijaksanaan yang diterapkan dan berhasil pada suatu daerah, belum tentu memberikan manfaat yang sama bagi daerah yang lain. Kebijakan yang diambil harus sesuai kondisi (kondisi, kebutuhan dan potensi) daerah yang bersangkutan, sebab itu penelitian yang mendalam tentang keadaan tiap daerah harus dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi yang berguna bagi penentuan perencanaan pembangunan daerah yang bersangkutan.

d. Teori Pertumbuhan dan Pembangunan Daerah

Pengembangan metode untuk menganalisis suatu perekonomian suatu daerah penting sekali kegunaannya sebagai sarana mengumpulkan data tentang perekonomian daerah yang bersangkutan serta proses pertumbuhannya. Menurut Lincolin Arsyad (2009), beberapa faktor yang sering menjadi penghambat dalam melakukan analisis perekonomian diantaranya adalah :

1) Data tentang daerah sangat terbatas terutama kalau daerah dibedakan berdasarkan pengertian daerah nodal (berdasarkan fungsinya).

2) Data yang dibutuhkan umumnya tidak sesuai dengan data yang dibutuhkan untuk analisis daerah, karena data yang terkumpul biasanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan analisis perekonomian secara nasional.

3) Data tentang perekonomian daerah sangat sukar dikumpulkan sebab perekonomian daerah lebih terbuka jika dibandingkan dengan perekonomian nasional. Hal tersebut menyebabkan data tentang aliran -aliran yang masuk dan keluar dari suatu daerah sukar diperoleh.

4) Bagi Negara Sedang Berkembang, disamping kekurangan data sebagai kenyataan yang umum, data yang terbatas itu pun banyak yang kurang akurat dan terkadang relatif sulit dipercaya, sehingga menimbulkan


(37)

commit to user

kesulitan untuk melakukan analisis yang memadai tentang keadaan perekonomian yang sebenarnya di suatu daerah.

Menurut (Lincolin Arsyad : 2009) beberapa teori dalam pembangunan daerah yang berhubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory):

“Teori basis ekonomi ini yang menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah”(Lincolin Arsyad 2009:116). Dalam penjelasan selanjutnya dijelaskan bahwa pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Asumsi ini memberikan pengertian bahwa suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat menghasilkan ekspor.

Kelemahan model ini adalah bahwa model ini didasarkan pada permintaan eksternal bukan internal, pada akhirnya akan menyebabkan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap kekuatan pasar secara nasional maupun global. Model ini berguna untuk menentukan keseimbangan antara jenis industri dan sektor yang dibutuhkan masyarakat untuk mengembangkan stabilitas ekonomi.

2) Teori Tempat Sentral:

Teori Tempat Sentral (central place theory) menganggap bahwa ada hirarki tempat dimana setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat lebih kecil yang menyediakan sumberdaya (industri dan bahan baku). Tempat sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa bagi penduduk daerah yang mendukungnya. Teori tempat sentral memperlihatkan bagaimana pola-pola lahan dari industri yang berbeda-beda terpadu membentuk suatu sistem regional kota-kota.

Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan ekonomi daerah, baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaaan.


(38)

commit to user

Misalnya, perlunya melakukan pembedaan fungsi antara daerah-daerah yang bertetangga (berbatasan). Beberapa daerah bisa menjadi wilayah penyedia jasa sedangkan daerah lainnya hanya sebagai wilayah pemukiman. Seorang ahli pembangunan ekonomi daerah dapat membantu masyarakat untuk mengembangkan peranan fungsional mereka dalam sistem ekonomi daerah.

3) Teori interaksi spasial:

Merupakan arus gerak yang terjadi antara pusat-pusat pelayanan baik berupa barang, penduduk, uang maupun yang lainnya. Perlu adanya hubungan antar daerah satu dengan yang lain karena dengan adanya interaksi antar wilayah maka suatu daerah akan saling melengkapi dan bekerja sama untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonominya.

Teori ini didasarkan pada teori gravitasi, dimana dijelaskan bahwa interaksi antar dua daerah merupakan perbandingan terbalik antara besarnya massa wilayah yang bersangkutan dengan jarak keduanya, dimana massa wilayah diukur dengan jumlah penduduk. Model interaksi spasial ini mempunyai kegunaan untuk:

a) Menganalisa gerakan antar aktivitas dan kekuatan pusat dalam suatu daerah.

b) Memperkirakan pengaruh yang ada dan ditetapkannya lokasi pusat pertumbuhan terhadap daerah sekitarnya.

Interaksi antar kelompok masyarakat satu dengan kelompok masyarakat lain sebagai produsen dan konsumen serta barang-barang yang diperlukan menunjukkan adanya gerakan. Produsen suatu barang pada umumnya terletak pada tempat tertentu dalam ruang geografis, sedangkan para langganannya tersebar dengan berbagai jarak di sekitar produsen. e. Struktur Pertumbuhan Ekonomi

Karakteristik tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi daerah berdasarkan Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi di tiap-tiap wilayah. Tipologi Klassen pada dasarnya membagi daerah menjadi dua indikator utama, yaitu


(39)

commit to user

pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan perkapita daerah. Mudrajad Kuncoro (2003: 101) mengatakan bahwa dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata pendapatan domestik regional domestik bruto (PDRB) perkapita sebagai sumbu horisontal, yaitu daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income), daerah maju tapi tertekan (high income but low growth), daerah berkembang cepat (high growth but low income), dan daerah relatif tertinggal (low growth and low income). Kriteria yang digunakan untuk membagi daerah adalah sebagai berikut:

a. Daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income) adalah laju pertumbuhan PDRB dan pendapatan perkapita lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan dan pendapatan perkapita rata-rata nasional.

b. Daerah maju tapi tertekan (high income but low growth) adalah daerah yang relatif maju, tetapi dalam beberapa tahun terakhir pertumbuhan ekonominya menurun akibat tertekannya kegiatan utama daerah yang bersangkutan. Daerah ini merupakan daerah yang sudah maju, tetapi untuk masa yang akan datang, laju pertumbuhannya tidak akan begitu cepat walaupun potensi pengembangan yang dimiliki pada dasarnya sangat besar. Daerah ini mempunyai pendapatan perkapita lebih tinggi tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional.

c. Daerah berkembang cepat (high growth but low income) adalah daerah yang dapat berkembang pesat dengan potensi pengembangan yang dimiliki sangat besar tetapi belum diolah sepenuhnya dengan baik. Tingkat pertumbuhan ekonomi daerah sangat tinggi, namun tingkat pendapatan perkapita yang mencerminkan dari tahap pembangunan yang telah dicapai sebenarnya masih relatif rendah. Daerah ini memiliki tingkat pertumbuhan tinggi tetapi tingkat pendapatan perkapita lebih rendah dibandingkan denga rata-rata nasional.

d. Daerah relatif tertinggal (low growth and low income) adalah daerah yang mempunyai tingkat pertumbuhan dan pendapatan perkapita lebih rendah


(40)

commit to user

dari pada rata-rata nasional. Menurut Klassen dalam Lincolin Arsyad (2009: 147) daerah tertekan terjadi karena kondisi wilayahnya yang kurang menguntungkan dan kurang bisa berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional. Daerah ini tidak dapat bersaing dengan daerah-daerah lainnya, bahkan dalam satu cabang.

Tabel 3. Matriks Klasifikasi Pertumbuhan Ekonomi Menurut Tipologi Klassen PDRB perkapita (Y)

Laju pertumbuhan (r)

yi > y yi < y

ri > r Daerah cepat maju dan cepat tumbuh

Daerah berkembang cepat

ri < r Daerah maju tetapi tertekan

Daerah relatif tertinggal Keterangan:

ri : rata-rata laju pertumbuhan kecamatan yang diamati

r : rata-rata laju pertumbuhan Kabupaten Boyolali yi : rata-rata PDRB perkapita kecamatan yang diamati

y : rata-rata PDRB perkapita Kabupaten Boyolali f. Peran Pemerintah dalam Pembangunan Daerah

Lincolin Arsyad (2009) mengatakan ada 4 peran yang dapat diambil oleh pemerintah daerah dalam proses pembangunan ekonomi daerah dalam proses pembangunan ekonomi daerah yaitu sebagai entrepreneur, koordianator, fasilitator dan stimulator bagi lahirnya inisiatif-inisiatif pembangunan daerah.

1) Entrepeneur

Dalam perannya sebagai entrepeneur, pemerintah daerah bertanggungjawab untuk menjalankan suatu usaha bisnis. Aset–aset pemerintah daerah harus dapat dikelola dengan lebih baik sehingga secara ekonomis menguntungkan.


(41)

commit to user 2) Koordinator

Pemerintah daerah sebagai koordinator yaitu untuk menetapkan kebijakan atau mengusulkan strategi-strategi bagi pembangunan di daerahnya. Perluasan dari peranan ini dalam pembangunan ekonomi bisa melibatkan kelompok dalam masyarakat dalam proses pengumpulan dan pengevaluasian informasi ekonomi misalnya tingkat kesempatan kerja, angkatan kerja, pengangguran dan sebagainya.

3) Fasilitator

Pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui perbaikan lingkungan attitudinal (perilaku atau budaya masyarakat) di daerahnya. Hal ini akan mempercepat proses pembangunan dan prosedur perencanaan serta pengaturan penetapan daerah yang lebih baik.

4) Stimulator

Pemerintah daerah dapat menstimulasi penciptaan dan pengembangan usaha melalui tindakan khusus yang akan mempengaruhi perusahaan unttuk masuk ke daerah tersebut dan menjaga agar perusahaan yang telah ada tetap berada di daerah tersebut.

3. Ketimpangan Daerah a. Pengertian Ketimpangan

Menurut hipotesa neo klasik pada permulaan proses pembangunan suatu negara, ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung meningkat. Proses ini akan terjadi sampai ketimpangan tersebut mencapai titik puncak. Setelah itu, bila proses pembangunan terus berlanjut, maka secara berangsur-angsur ketimpangan pembangunan antar wilayah tersebut akan menururn. Berdasarkan hipotesa ini, dapat ditarik suatu kesimpulan sementara bahwa pada negara-negara sedang berkembang umumnya ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung lebih tinggi, sedangkan pada negara maju ketimpangan tersebut akan menjadi lebih rendah.

Berdasarkan konteks daerah (ekonomi regional), ketimpangan daerah adalah konsekuensi logis dari adanya proses pembangunan dan akan berubah sejalan dengan tingkat perubahan proses pembangunan itu sendiri. Pola


(42)

commit to user

pembangunan dan tingkat ketimpangan dalam pembangunan yang ditemui di beberapa daerah tidaklah sama. Kenyataan ini disebabkan oleh beberapa faktor yang berbeda yang dijumpai di negara tersebut. Faktor-faktor terkait antara lain kepemilikan sumber daya, fasilitas, yang dimiliki, infrastruktur, sejarah wilayah , lokasi dan sebagainya.

Adelman dan Moris (1991) dalam Mudrajad Kuncoro (2001) berpendapat bahwa ketimpangan pendapatan di daerah ditentukan oleh jenis pembangunan ekonomi yang ditunjukan oleh ukuran negara, sumber daya alam, dan kebijakan yang dianut.

b. Konsep Ketimpangan antar Daerah

Menurut Rostow pada tahun 1960 dalam Mudrajad Kuncoro (2004) mengembangkan teori penahapan pembangunan ekonomi. Teori ini menempatkan bermacam-macam isu yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi. Rostow mengusulkan lima tahapan peningkatan ekonomi yaitu; masyarakat tradisional, masa persiapan, proses tinggal landas, proses pendewasaan dan periode masyarakat konsumtif. Masyarakat tradisional berada dalam masa equilibrium statis dimana pertanian merupakan aktivitas dominan. Masa persiapan terjadi secara perlahan khususnya dalam perilaku dan organisasi sedangkan peningkatan ekonomi muncul sejalan dengan berubahnya kekakuan tradisional menuju mobilitas sosial, geografi dan pekerjaan. Fungsi produksi baru disesuaikan dengan kegiatan pertanian dan industri tetapi perubahannya tetap lambat.

Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, kesenjangan atau ketimpangan antardaerah merupakan konsekuensi logis pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri. Perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antardaerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang merugikan (backwash effects) mendominasi pengaruh yang menguntungkan (spread effects) terhadap pertumbuhan daerah, dalam hal ini mengakibatkan proses ketidakseimbangan. Pelaku-pelaku yang mempunyai kekuatan di pasar secara normal akan cenderung meningkat bukannya menurun, sehingga akan mengakibatkan peningkatan ketimpangan antar daerah. Tujuan utama dari


(43)

commit to user

usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, harus pula menghapus dan mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi penduduk atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (M.P.Todaro, 2006).

Mudrajad Kuncoro (2004) menyebutkan beberapa indikator yang digunakan untuk menganalisis development gap antar wilayah. Indikator tersebut adalah: Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), konsumsi rumah tangga perkapita, kontribusi sektoral terhadap PDRB, tingkat kemiskinan dan struktur fiskal. Faktor-faktor penyebab ketimpangan ekonomi daerah adalah: konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah, alokasi investasi, tingkat mobilitas faktor produksi yang rendah antar daerah, perbedaan sumber daya alam antar wilayah, perbedaan kondisi demografis antar wilayah dan kurang lancarnya perdagangan antar wilayah.

Investor cenderung memilih daerah perkotaan atau daerah yang telah memiliki fasilitas seperti prasarana perhubungan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, perbankan, asuransi, juga tenaga kerja yang terampil dan fasilitas lain yang dapat menunjang kemudahan usahanya. Bagi daerah-daerah yang belum terjangkau fasilitas-fasilitas tersebut dimungkinkan akan relatif tertinggal, demikian akan menyebabkan ketimpanggan antar daerah yang semakin besar, yang akan berdampak pula terhadap tingkat pendapatan daerah.

c. Indeks Williamson

Dalam Sjafrizal (2008) Indeks Williamson merupakan salah satu alat ukur untuk mengukur tingkat ketimpangan daerah yang semula dipergunakan oleh Jeffrey G. Williamson. Perhitungan indeks Williamson didasarkan pada data PDRB per kapita pada masing-masing daerah. Indeks Williamson mempunyai beberapa kelemahan, yaitu antara lain sensitif terhadap definisi wilayah yang cukup digunakan dalam perhitungan, namun demikian indeks Williamson lazim digunakan dalam mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah.


(44)

commit to user

Indeks Williamson menggunakan PDRB per kapita sebagai data dasar karena yang dibandingkan tingkat pembangunan antar wilayah dan bukan tingkat kemakmuran antar kelompok. Hasil pengukuran dari nilai Indeks Williamson ditunjukkan oleh angka 0 sampai angka 1 atau 0 < VW < 1, jika indeks Williamson semakin mendekati angka 0 maka semakin kecil ketimpangan pembangunan ekomoni dan jika indeks Wlliamson semakin mendekati angka 1 maka semakin melebar ketimpangan pembangunan ekonomi.

d. Penyebab Ketimpangan Pembangunan antar Daerah

Menurut Sjafrizal (2008) Faktor yang menyebabkan ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah sebagai berikut :

1) Perbedaan Kandungan Sumber Daya Alam.

Penyebab pertama yang mendorong timbulnya ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah adanya perbedaan yang sangat besar dalam kandungan sumber daya alam pada masing-masing daerah. Perbedaan kandungan sumber daya alam jelas akan mempengaruhi kegiatan produksi pada daerah bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumberdaya alam cukup tinggi akan dapat memproduksi barang-barang tertentu dengan biaya relatif murah dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih rendah. Kondisi ini mendorong pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan menjadi lebih cepat. Daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih kecil dapat memproduksi barang dengan biaya produksi lebih tinggi sehingga daya saingnya menjadi lemah, sehingga pertumbuhan ekonominya lebih lambat. 2) Perbedaan Kondisi Demografis

Kondisi demografis yang dimaksudkan disini meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkat laku dan kebiasaan serta etos kerja yang dimiliki masyarakat daerah yang beersangkutan.


(45)

commit to user

Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah yang bersangkutan. Daerah yang kondisi demografisnya kurang baik maka hal ini akan menyebabkan relatif rendahnya produktivitas kerja masyarakat setempat yang menimbulkan kondisi yang kurang menarik bagi penanaman modal sehingga pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan akan menjadi lebih rendah.

3) Kurang Lancarnya Mobilitas Barang dan Jasa

Mobilitas barang dan jasa meliputi kegiatan perdagangan antar daerah dan migrasi baik yang disponsori pemerintah (transmigrasi) atau migrasi sontan. Mobilitas tersebut apabila kurang lancar maka kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat dijual kedaerah lain yang membutuhkan, begitu pula dengan migrasi yang kurang lancar menyebabkan kelebihan tenaga kerja suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang sangat membutuhkan. Ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung tinggi karena kelebihan suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain yang membutuhkan, sehingga daerah terbelakang sulit mendorong proses pembangunannya.

4) Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah.

Pertumbuhan ekonomi daerah akan cenderung lebih cepat pada daerah dimana terdapat konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup besar. Kondisi tersebut selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat, begitu pula konsentrasi kegiatan ekonomi pada suatu daerah relatif rendah yang selanjutnya juga mendorong terjadi pengangguran dan rendahnya tingkat pendapatan masyarakat setempat.

5) Alokasi Dana Pembangunan Antar Wilayah.

Daerah yang dapat alokasi investasi yang lebih besar dari pemerintah, atau dapat menarik lebih banyak investasi swasta akan cenderung mempunyai


(46)

commit to user

tingkat pertumbuhan ekonomi daerah yang lebih cepat. Kondisi ini tentunya akan dapat pula mendorong proses pembangunan daerah melalui penyediaan lapangan kerja yang lebih banyak dan tingkat pendapatan perkapita yang lebih tinggi, sebaliknya terjadi bilamana investasi pemerintah dan swasta yang masuk kesuatu daerah ternyata lebih rendah. e. Penanggulangan Ketimpangan Pembangunan Daerah

Menurut Sjafrizal (2008) Upaya pemerintah baik pusat maupun daerah yang dapat dilakukan dalam rangka penanggulangan ketimpangan pembangunan antar daerah adalah sebagai berikut :

1) Penyebaran Pembangunan Prasarana Perhubungan

Upaya untuk mendorong kelancaran mobilitas barang dan faktor produksi antar daerah dapat dilakukan melalui penyebaran pembangunan prasarana dan sarana perhubungan keseluruh pelosok wilayah. Prasarana perhubungan yang dimaksudkan disini adalah fasilitas jalan, terminal dan pelabuhan laut guna mendorong proses perdagangan antar daerah. Jaringan dan telekomunikasi juga sangat penting untuk dikembangkan agar tidak ada daerah yang teriolir dan tidak dapat berkomunikasi dengan daerah lainnya. Pemerintah perlu pula mendorong berkembangnya sarana perhubungan seperti perusahaan angkutan dan fasilitas telekomunikasi, bila hal ini dapat dilakukan, maka ketimpangan pembangunan antar wilayah akan dapat dikurangi karena usaha perdagangan dan mobilitas faktor produksi, khususya invetasi akan dapat lebih diperlancar.

2) Mendorong Transmigrasi dan Migrasi Spontan.

Proses transmigrasi dan migrasi spontan dapat menanggulangi ketimpangan pembangunan, melalui program ini kekurarngan tenaga kerja yang dialami oleh daerah terbelakang akan dapat pula diatasi sehingga proses pembangunan daerah bersangkutan akan dapat pula digerakkan. Kegiatan ekonomi pada daerah terbelakang pun dapat ditingkatkan sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan dapat dikurangi.


(47)

commit to user 3) Pengembangan Pusat Pertumbuhan

Kebijakan lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah melalui pengembangan pusat pertumbuhan (growth poles) secara tersebar. Kebijakan ini diperkirakan akan dapat mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah karena pusat pertumbuhan menganut konsep konsentrasi dan desentralisasi secara sekaligus. Aspek konsentrasi diperlukan agar penyebaran kegiatan pembangunan tersebut dapat dilakukan dengan masih terus mempertahankan tingkat efisiensi usaha yang sangat diperlukan untuk pengembangan usaha terebut. Aspek desentralisasi diperlukan agar penyebaran kegiatan pembangunan antar daerah dapat dilakukan sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan dapat dikurangi.

4) Pelaksanaan Otonomi Daerah

Dilaksanakannya otonomi daerah dan desentralisasi maka aktifitas pembangunan daerah, termasuk daerah terbelakang akan dapat lebih digerakkan karena ada wewenang yang berada pada pemerintah daerah dan masyarakat setempat. Adanya kewenangan tersebut, maka berbagai inisiatif dan aspirasi masyarakat untuk menggali potensi daerah akan dapat lebih digerakkan, bila hal ini dapat dilakukan maka proses pembangunan daerah secara keseluruhan akan dapat lebih ditingkatkan dan secara bersamaan ketimpangan pembangunan antar wilayah akan dapat pula dikurangi. Melalui kebijakan ini, pemerintah daerah diberikan kewenangan yang lebih besar dalam mengelola kegiatan pembangunan didaerahnya masing-masing. Setiap daerah diberikan Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumberdaya Alam, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus. Dengan demikian diharapkan pelaksanaan otonomi daerah dapat berjalan baik sehingga proses pembangunan daerah dapat ditingkatkan dan ketimpangan antar wilayah secara bertahap akan dapat dikurangi.


(48)

commit to user f. Hipotesis Kuznets

Simon Kuznets dalam MP Todaro, (2006 ) mengatakan bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung memburuk (ketimpangan membesar), namun pada tahap selanjutnya, distribusi pendapatan akan membaik. Observasi inilah yang kemudian dikenal sebagai kurva Kuznets “U-terbalik” (Hipotesis Kuznets). pembuktian hipotesis Kuznets dilakukan dengan membuat grafik antara pertumbuhan PDRB dengan indeks ketimpangan (Indeks Williamson). Jika kurva yang dibentuk oleh hubungan antara variabel tersebut menunjukkan kurva U-terbalik, maka hipotesis Kuznets terbukti bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi terjadi ketimpangan yang membesar dan pada tahap-tahap berikutnya ketimpangan menurun, namun pada suatu waktu ketimpangan akan menaik dan demikian seterusnya dan akan membentuk kurva U terbalik seperti gambar berikut :

Gambar 1. Kurva U Terbalik Sumber : Sjafrizal (2008)

Kurva Kuznets dapat dihasilkan oleh proses pertumbuhan berkesinambungan yang berasal dari perluasan sektor modern, seiring dengan perkembangan sebuah negara dari perekonomian tradisional ke perekonomian modern. Di samping itu, imbalan yang diperoleh dari investasi di sektor

Kurva U terbalik Indeks Williamson


(49)

commit to user

pendidikan mungkin akan meningkat terlebih dahulu, karena sektor modern yang muncul memerlukan tenaga kerja terampil, namun imbalan ini akan menurun karena penawaran tenaga terdidik meningkat dan penawaran tenaga kerja tidak terdidik menurun. Jadi, walaupun Kuznets tidak menyebutkan mekanisme yang dapat menghasilkan kurva U-terbalik ini, secara prinsip hipotesis tersebut konsisten dengan proses bertahap dalam pembangunan ekonomi. Namun terlihat bahwa, dampak pengayaan sektor tradisional dan modern terhadap ketimpangan pendapatan akan cenderung bergerak berlawanan arah, sehingga perubahan neto pada ketimpangan bersifat mendua (ambiguous), dan validitas empiris kurva Kuznets masih patut dipertanyakan. Terlepas dari perdebatan metodologisnya, beberapa ekonom pembangunan tetap berpendapat bahwa tahapan peningkatan dan kemudian penurunan ketimpangan pendapatan yang dikemukakan Kuznets tidak dapat dihindari.

B.Hasil Penelitian yang Relevan

1. Jurnal ekonomi Pembangunan bertajuk Pertumbuhan Ekonomi Dan Ketimpangan Antar Kecamatan Di Kabupaten Banyumas, 1993-2000 oleh Sutarno dan Mudrajad Kuncoro

Penelitian ini dilakukan antar kecamatan di kabupaten Banyumas dengan mengambil data sekunder yaitu berupa data Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan harga konstan atas dasar tahun 1993 dalam kurun waktu 5 tahun yaitu dari tahun 1993-2000 mengalamifluktuasi, terlebih pada tahun 1998 terjadi penurunan PDRB akibat krisis ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi yang pada tahun 1996 lebih 4%, pada tahun 1998 turun menjadi minus 6,8 % walaupun pada tahun 2000 perekonomian sudah tumbuh positif 4,03 %. Pertumbuhan negatif yang terjadi di Kabupaten Banyumas maupun di Propinsi Jawa Tengah merupakan dampak dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997. Dampak krisis tersebut lebih besar melanda Propinsi Jawa Tengah dari pada di Kabupaten Banyumas. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan negatif yang lebih besar dari pada di Kabupaten Banyumas, di mana Propinsi Jawa Tengah


(50)

commit to user

terjadi pertumbuhan -11,74 sedangkan di Kabupaten Banyumas hanya –6,8. Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa berdasarkan tipologi Klassen, daerah/kecamatan di Kabupaten Banyumas dapat diklasifikasikan berdasarkan pertumbuhan dan pendapatan per kapita menjadi empat kelompok yaitu daerah/kecamatan cepat maju dan cepat tumbuh, kecamatan yang maju tapi tertekan, kecamatan/daerah yang berkembang cepat dan kecamatan/ daerah tertinggal. Pada periode pengamatan 1993–2000 terjadi kecenderungan peningkatan ketimpangan, baik dianalisis dengan indeks Williamson maupun dengan indeks entropi Theil. Ketimpangan ini salah satunya diakibatkan konsentrasi aktivitas ekonomi secara spasial. Hipotesis Kuznets mengenai ketimpangan yang berbentuk kurva U terbalik berlaku di Kabupaten Banyumas, ini terbukti dari hasil analisis trend dan korelasi Pearson. Hubungan antara pertumbuhan dengan indeks ketimpangan Williamson dan entropi Theil untuk kasus Kabupaten Banyumas selama periode 1993-2000 terbukti berlaku hipotesis Kuznets.

Perbedaannya dengan penelitian penulis yaitu pada alat analisisnya, Sutarno dan Mudrajad Kuncoro menggunakan indeks Williamson dan indeks entropi Theil sedangkan penulis hanya menggunakan indeks Williamson. Selain itu tempat dan periode penelitian juga berbeda, Sutarno dan Mudrajad Kuncoro melakukan penelitian antar kecamatan di kabupaten Banyumas selama periode 1993-2000, sedangkan penulis melakukan penelitian di Kabupaten Boyolali pada tahun 2006-2009.

2. Jurnal Ekonomi yang bertajuk Struktur Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan antar Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2001 – 2006 oleh Leny Noviani

Data yang digunakan adalah data kurun waktu (time-series) tahun 2001 -2006, maupun data silang ditempat (cross-section) antar kabupaten/ kota di Jawa Tengah. Alasan pemilihan periode pengamatan tahun 2001- 2006 adalah tahun dimulaianya otonomi daerah, perekonomian selama periode ini relatif stabil baik secara empirik maupun teoritis, PDRB sebagai data utama mempunyai tahun dasar yang baru sejak tahun 2000. Alat yang digunakan


(51)

commit to user

untuk mengetahui struktur pertumbuhan ekonomi adalah tipologi klassen sedangkan untuk mengukur ketimpangan pertumbuhan ekonomi menggunakan indeks Entropy Theil. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah bahwa berdasarkan tipologi klassen menunjukkan jawa tengah diklasifikasikan menjadi empat klasifikasi yaitu daerah cepat maju dan cepat tumbuh, daerah maju tapi tertekan, daerah berkembang cepat dan daerah relatif tertinggal. Kabupaten/kota di Jawa Tengah yang termasuk daerah cepat maju dan cepat tumbuh adalah kabupaten Cilacap, Karanganyar, Kudus, kota Surakarta, Salatiga, Semarang. Kabupaten/kota di Jawa Tengah yang termasuk daerah berkembang cepat adalah Kabupaten Purworejo, Boyolali, Klaten, Sragen, Grobogan, Tegal, Kota Tegal dan Brebes. Daerah yang termasuk kategori daerah maju tetapi tertekan adalah Kabupaten Sukoharjo, Semarang, Kendal, Magelang, dan Kota Pekalongan. Kabupaten/kota di Jawa Tengah yang termasuk kategori daerah relatif tertinggal adalah Kabupaten Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen, Wonosobo, Magelang, Wonogiri, Blora, Rembang, Pati, Jepara, Demak, Temanggung, Batang, Pekalongan, Pemalang.

Ketimpangan pendapatan antar daerah tertinggi adalah di Bakorlin I. Tingkat ketimpangan pendapatan antar Bakorlin di Jawa Tengah yang menunjukan tingkat ketimpangan relatif stabil adalah Bakorlin II dan III. Berdasarkan analisis grafis yang menunjukkan antara pertumbuhan ekonomi dengan tingkat ketimpangan yang berbentuk ”U terbalik” tidak berlaku di Jawa Tengah.

Perbedaannya dengan penelitian penulis yaitu pada alat analisisnya, Leny Noviani menggunakan indeks entropi Theil sedangkan penulis menggunakan indeks Williamson. Selain itu tempat dan periode penelitian juga berbeda, Leny Noviani melakukan penelitian antar kabupaten/kota di provinsi Jawa Tengah selama periode 2001-2006, sedangkan penulis melakukan penelitian di Kabupaten Boyolali pada tahun 2006-2009.


(52)

commit to user

3. Jurnal Ekonomi yang bertajuk Pertumbuhan dan Ketimpangan Pembangunan Ekonomi antar daerah Provinsi Riau oleh Caska dan RM. Riadi

Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi/daerah yang cukup kaya baik dengan hasil bumi berupa migas dan hasil perkebunan berupa kelapa sawit, nenas, kelapa, karet dan lainnya. Akan tetapi masyarakat masih belum puas dengan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintahterhadap masing-masing daerah. Hal ini tentu saja akan dapat menimbulkan gejolak bagi daerah yang tidak puas. Kesimpulan dari penelitian ini adalah di dalam pertumbuhan ekonomi daerah Provinsi Riau, daerah yang termasuk daerah yang mengalami cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income) hanya 1 (satu) daerah saja yakni Kota Pekanbaru. Daerah atau kabupaten yang dikategorikan berkembang cepat dalam arti pertumbuhan (high growth but low income) adalah Kabupaten Pelalawan, Kuantan Singingi, Indragiri Hulu dan Kabupaten Siak. Untuk daerah atau kabupaten yang maju tapi tertekan (high income but low growth) adalah pada Kabupaten Indragiri Hilir, Rokan Hulu dan Kabupaten Kampar, sedangkan daerah yang pembangunan atau pertumbuhan ekonominya relatif tertinggal adalah Kabupaten Rokan Hilir, Dumai dan Kabupaten Bengkalis. Selama periode pengamatan 2003-2005, terjadi ketimpangan pembangunan yang tidak cukup signifikan berdasarkan Indeks Williamson, sedangkan menurut Indeks entropi Theil, ketimpangan pembangunan boleh dikatakan kecil yang berarti masih terjadinya pemerataan pembangunan setiap tahunnya selama periode pengamatan. Sebagai akibatnya tidak terbuktinya hipotesis Kuznets di Provinsi Riau yang mengatakan adanya kurva U terbalik.

Perbedaannya dengan penelitian penulis yaitu pada alat analisisnya, Caska dan RM Riadi menggunakan indeks Williamson dan indeks entropi Theil sedangkan penulis hanya menggunakan indeks Williamson. Selain itu tempat dan periode penelitian juga berbeda, , Caska dan RM Riadi melakukan penelitian antar daerah di provnsi Riau selama periode 2003-2005, sedangkan penulis melakukan penelitian di Kabupaten Boyolali pada tahun 2006-2009.


(53)

commit to user

C. Kerangka Pemikiran

Perubahan struktur ekonomi umum disebut transformasi struktural dan dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan lainnya dalam komposisi permintaan agregat, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), penawaran agregat (produksi dan penggunaan faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (MP Todaro, 2006)

Adanya perbedaan laju pertumbuhan ekonomi antar daerah satu dengan daerah lainnya merupakan fenomena yang umum dijumpai, terutama di negara berkembang, namun tentunya bukan sebuah alasan yang tepat untuk kemudian membiarkan situasi tersebut terus berlangsung. Perbedaan tingkat pembangunan tersebut dipengaruhi oleh banyak hal seperti ketersediaan sumber daya alam, tenaga kerja, luas daerah, pasar ekspor, kebijakan pemerintah dan faktor-faktor lainya. Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dari laju pertumbuhan pendapatan daerah yang bersangkutan sehingga upaya peningkatan laju pertumbuhan ekonomi daerah pada hakikatnya adalah upaya untuk meningkatkan pendapatan daerah.

Menurut sebagian ekonom antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan memiliki hubungan kausal, dimana ketimpangan mempengaruhi pertumbuhan, dan sebaliknya pertumbuhan mempengaruhi ketimpangan. Pandangan dan debat mengenai hubungan antara ketimpangan pembangunan dan pertumbuhan ini sangat dipengaruhi hipotesis Kuznets yang menyatakan bahwa keterkaitan antara pertumbuhan dan ketimpangan seperti U-shaped terbalik. Tahap awal pembangunan ekonomi, ditribusi pendapatan cenderung buruk dan tidak akan meningkat sampai negara tersebut mencapai status berpendapatan menengah. Implikasi lebih lanjut hipotesis ini sangat jelas, jika pada tahap awal pertumbuhan akan menciptakan ketimpangan, maka kemisikinan membutuhkan waktu beberapa tahun untuk berkurang di negara-negara berkembang (Jhingan, 2004).

Permulaan poses pembangunan menurut hipotesa Neo-Klasik, ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung meningkat sampai ketimpangan tersebut mencapai titik puncak (divergence), apabila pembangunan terus berlanjut, maka setelah itu berangsur-angsur ketimpangan pembangunan


(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user


(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user


(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user