Status Hukum Sertipikat Hak Milik Setelah SK-44Menhut-II2005

52 Disamping itu, apabila terbukti adanya tindakan pemalsuan sertipikat diatas tanah hutan negara, yaitu seperti penerbitan sertipikat tanpa adanya buku tanah dan surat ukur, maka pegawai Kantor Pertanahan yang melakukan perbuatan tersebut dapat dipidana sesuai pasal 263 KHUPidana, dimana tindakan pemalsuannya dibuktikan berdasarkan Pasal 183 KHUPidana. Untuk sertipikat yang dikeluarkan setelah adanya keputusan menteri kehutanan, Kantor Pertanahan tidak mau membatalkannya ataupun menarik kembali sertipikat yang telah beredar dengan alasan bahwa sertipikat tersebut berada diatas tanah ulayat maupun tanah permukiman masyarakat setempat, lahan pertanianperkebunan yang telah ditempati sekian lamanya sebelum dikeluarkannya peraturan yang mengatur untuk itu. 54 Namun semenjak Dinas Kehutanan Paluta sudah mulai menjalankan tugas dan fungsinya serta telah mempertegas letak wilayah hutannya, maka Kantor Pertanahan Tapanuli selatan yang mengurus seluruh penguasaan tanah di daerah Kabupaten Padang Lawas Utara, tidak mengeluarkan lagi sertipikat hak milik apabila menurut Peta kehutanan ternyata tanah tersebut berada dalam kawasan hutan. 55

C. Status Hukum Sertipikat Hak Milik Setelah SK-44Menhut-II2005

Pengertian “zaak” atau “thing” menurut Soebekti adalah segala sesuatu yang dapat dihaki seseorang. 56 Sri Soedewi menyebutnya sebagai segala sesuatu yang 54 Hasil wawancara dengan Aladdin Harahap, Kepala Seksi II Bidang Pendaftaran dan Peralihan Tanah Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tapanuli Selatan, pada tanggal 20 Nopember 2013. 55 Hasil wawancara dengan Aladdin Harahap, Kepala Seksi II Bidang Pendaftaran dan Peralihan Tanah Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tapanuli Selatan, pada tanggal 20 Nopember 2013. 56 Soebekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata Jakarta: Intermasa, 1998, hlm.60. Universitas Sumatera Utara 53 dapat menjadi objek eigendom. 57 Objek hak merupakan lawan dari subjek hak yaitu orang atau badan hukum dan benda tersebut dapat dihaki atau dimiliki oleh orang karena objek dari hukum atau atau objek hak. Istilah “zaak” dalam arti objek hak dalam B.W. mengandung dua arti yaitu : Pertama, sebagai barang berwujud Pasal 500 dan 520 BW. Kedua, sebagai barang tidak berwujud hak dan merupakan bagian dari harta kekayaan pasal 501, pasal 503, pasal 508 dan pasal 511 BW. Dengan demikian, dapat dibedakan kapan suatu barang dikategorikan dalam lapangan zakenrecht dan kapan suatu barang dikategorikan dalam lapangan verbintennissenrect. Benda menurut Vollmar diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat menjadi objek daripada hukum objek hukum. 58 Akan tetapi tidak semua benda dapat dihaki atau dikategorikan menjadi objek hukum seperti bulan, bintang, laut dan udara. Dalam sistim hukum perdata BW yang berkaitan dengan benda terdapat pada Buku II yang membagi benda relatif lebih banyak dan rinci, garis besar jenis benda dalam BW dibagi sebagai berikut : 1. Benda berwujud dan benda tidak berwujud lichamelijke zaken onlichamelijke zaken, pasal 502 BW. 2. Benda bergerak dan benda tidak bergerak roerende zaken onroerende zaken, Pasal 504 BW. 3. Benda habis pakai dan benda tidak habis pakai verbruikbaar zaken- onverbruikbaar zaken, Pasal 505 BW. 4. Benda dalam perdagangan dan benda di luar perdagangan zaken in de handel zaken buiten de handel, Pasal 1332 BW. 57 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Pedata, Hukum Benda Yogyakarta: Liberty, 2004, hlm.13. 58 Vollmar, terjemahan, dalam Chaidir Ali, Hukum Benda, Menurut KUHPerdata Bandung: Transito, 1990, hlm.32. Universitas Sumatera Utara 54 5. Benda yang sudah ada dan benda yang masih akan ada tegenwoordige zaken- toekomstige zaken, Pasal 1334 BW. 6. Benda yang dapat dibagi dan benda yang tidak dapat dibagi deelbaar zaken ondeelbaar zaken, Pasal 1163 BW. 7. Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti vervangbaar zaken onvervangbaar zaken, Pasal 1694 BW. Tanah dalam BW digolongkan sebagai benda tidak begerak. Pembentuk undang-undang secara tegas membedakan tiga golongan atas benda tidak bergerak, Pertama, benda tidak bergerak karena sifatnya memang tidak bergerak dan tidak dapat dipindahkan karena kodrat alamiah dari benda itu sendiri, misalnya tanah. Tanah termasuk segala sesuatu yang melekat dia atasnya menjadi bagian dari tanah, seperti pohon atau tumbuhan yang melekat pada tanah tersebut Pasal 506 BW. Kedua, benda tidak bergerak karena tujuannya atau peruntukannya, secara alamiah benda ini dapat dipindah-pindahkan atau benda yang bergerak. Namun karena tujuannya atau peruntukannya tertentu benda tersebut dengan sengaja dilekatkan menjadi bagian dari pokoknya, sehingga benda tersebut kehilangan sifat alamiahnya dan berubah menjadi benda yang tidak bergerak, misalnya mesin pabrik. Ketiga, benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang. Dibentuk ketentuan bahwa suatu objek hukum tertentu dimasukkan ke dalam atau dijadikan benda tidak bergerak, misalnya hak pakai gebruik atas benda tidak bergerak, hak memungut hasil vruchtgebruik atau hipotek pasal 508 BW. Setelah diberlakukannya UUPA, pengertian hak milik dalam KUHPerdata terbatas hanya pada pengertian hak milik atas kebendaan bukan tanah, sebab pengertian hak milik atas tanah telah diatur di dalam UUPA. Pasal 20 ayat 1 Universitas Sumatera Utara 55 menyatakan : “Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6”. Meninjau Pasal 6 yaitu : “semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Pengertian sosial menurut Leon Duguit adalah : “tidak ada hak subyektif yang ada hanyalah fungsi sosial”. 59 Fungsi sosial yang dimaksud adalah ditafsirkan bahwa fungsi sosial dari hak milik primair diartikan hak milik itu tidak boleh dibiarkan merugikan kepentingan masyarakat. Dengan kata lain tanah tersebut selain bermanfaat bagi pemiliknya akan tetapi juga bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya, harus dapat serta menikmatinya bahkan jika diperlukan pemerintah dapat turut campur agar tanah tersebut tidak ditelantarkan. Dengan berlakunya azas hak menguasai dari negara maka tanah-tanah yang ada di Indonesia terbagi kepada : 60 a. Tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau lebih populer dengan sebutan tanah negara yaitu tanah-tanah yang di atasnya belum ada diberikan hakpengakuan hak kepada siapapun, baik kepada orang maupun badan hukum dan kekuasaan negara atas tanah negara tersebut penuh. b. Tanah yang dikuasai tidak langsung oleh negara atau lebih populer dengan sebutan tanah hak yaitu tanah-tanah yang di atasnya sudah ada hak seseorang atau badan hukum, baik hak adat maupun hak lain berdasarkan ketentuan 59 AP. Parlindungan, Op.Cit, hlm. 65 60 Tampil Anshari Siregar, Mempertahankan Hak Atas Tanah Medan: Multi Grafik, Cet Pertama, 2005, hlm 17. Universitas Sumatera Utara 56 UUPA dan kekuasaan negara dimaksud telah dibatasi leh hak yang diberikan kepada orang danatau badan hukum. Ciri hak milik sebagaimana disebutkan pada Pasal 20 UUPA adalah hak turun temurun yang mempunyai fungsi sosial. Hak milik merupakan hak yang paling kuat yang tidak dibatasi oleh waktu dan dalam pemanfaatannya memiliki nilai yang lebih tinggi daripada hak milik lainnya, memiliki nilai jual paling mahal dan akan memperoleh ganti kerugian tinggi apabila ada pelepasan tanah. 61 Dengan demikian pemegang hak atas tanah berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut. Seperti menanami, mendirikan bangunan dan kegiatan-kegiatan lainnya yang tidak bertentangan dengan hukum dan kepentingan masyarakat. Keluarnya Surat Keputusan 44Menhut-II2005 tentang penunjukan kawasan hutan di Propinsi Sumatera Utara tanggal 16 Februari 2005 yang dikeluarkan berdasarkan Perda Propinsi Sumatera Utara No. 7 Tahun 2003 tanggal 28 Agustus 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003- 2018, telah dialokasikan kawasan hutan Provinsi Sumatera Utara dan Gubernur Sumatera Utara melalui surat Nomor 522779 tanggal 11 Pebruari 2004 mengajukan kepada Menteri Kehutanan Penetapan Kawasan Hutan Propinsi Sumatera Utara. Penunjukan kembali kawasan hutan di wilayah Provinsi Sumatera Utara seluas ± 3.742.120tiga juta tujuh ratus empat puluh dua ribu seratus dua puluh hektar yang dimaksud terinci menurut fungsi hutan dengan luas sebagai berikut: 61 Ibid. hlm. 28. Universitas Sumatera Utara 57 a. Kawasan Suaka AlamKawasanPelestarian Alam : ± 477.070 Ha. b. Hutan Lindung : ± 1.297.330 Ha c. Hutan Produksi Terbatas : ± 879.270 Ha. d. Hutan Produksi Tetap : ± 1.035.690 Ha. e. Hutan Produksi yang dapat dikonversi : ± 52.760 Ha. Jumlah : ± 3.742.120 Ha. Namun dengan terbitnya SK 44Menhut-II2005 timbul beberapa permasalahan antara lain: perbedaan luas hutan versi TGHK, RTRWP dan SK 44 itu sendiri, seperti halnya beberapa kawasan hutan tidak tepat fungsinya, ada yang telah berubah menjadi permukiman, sawah dan perladangan tanah adat di dalam kawasan hutan, penataan batas kawasan yang lamban dan usulan dari pemerintah kabupaten untuk melepaskan beberapa wilayah kawasan menjadi non kawasan atau APL. Oleh karena itu, kabupaten melalui surat Bupati dengan persetujuan DPRD yang didorong 2 surat Dinas Kehutanan Propinsi ke Dinas terkait di seluruh kabupatenkota dan juga oleh SK Gubernur no. 5225597 tanggal 22 Agustus 2007 tentang pemberian ijin kabupatenkota mengajukan permasalahan kawasan hutan dengan data dan informasi kondisi kawasan hutan yang sebenarnya untuk diusulkan dalam revisi keputusan penetapan kawasan hutan. 62 Sejarah perkembangan penunjukkan kawasan hutan dimulai pada zaman Belanda sekitar Tahun 1930-an dimana kawasan ditunjuk dan ditetapkan sebagai kawasan hutan didaftar atau diregistrasi serta ditata batas, hasilnya 62 xa.yimg.com....Laporan+workshop+review+rencana+tata+ruang+sumatera,Pelatihan Pemetaan Partisipatif, diakses tanggal 30 Desember 2013. Universitas Sumatera Utara 58 kita kenal dengan Peta REGISTER. Kemudian lama berselang selama setengah abad, Pemerintah Indonesia menetapkan TGHK Tata Guna Hutan Kesepakatan pada tahun 1982. Kawasan hutan di dalam TGHK merupakan Hutan REGISTER ditambah perluasannya. Khusus di propinsi Sumatera Utara setelah TGHK, tata ruang kawasan hutan sebenarnya sudah diinisiasi perubahannya di dalam RTRWP 2003. Setelah dibuat RTRWP 2003, terbitlah SK Menhut no. 44Menhut-II2005 tentang penunjukkan kawasan hutan berdasarkan RTRWP 2003. Seperti propinsi yang lain, SK Menhut tiap propinsi berlainan. Luas kawasan hutan Sumatera Utara pada SK 44 2005 adalah seluas 3.742.120 ha. Luas ini telah direvisi lagi dalam Peta Dasar Tematik Kehutanan PDTK seluas 3.735.235,98 ha atau 52,15 dari luas wilayah propinsi. 63 Namun kenyataannya sampai dengan hari ini revisi kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh Sk 44Menhut-II2005 belum terlaksana juga, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap tanah-tanah yang masuk kualifikasi kawasan hutan. SK 44Menhut-II2005 mengacu kepada RTRWP yang telah diajukan oleh Pemerintah Propinsi Sumatera Utara seharusnya tidak menyebabkan permasalahan di lapangan karena pembuatan RTRWP sudah berdasarkan fakta yang ada di dalam masyarakat. Akan tetapi dalam jangka waktu beberapa tahun dari tahun 2003 sampai 2005 telah terjadi perubahan yang signifikan terhadap letak wilayah hutan menjadi permukiman sehingga ketika timbulnya SK 44Menhut-II2005 justru menyebabkan permasalahan. 64 Keberadaan SK Menhut ternyata juga menyebabkan keresahan masyarakat sebagai pemegang sertipikat hak milik atas tanah, dimana tanah berstatus sertipikat hak milik atau tanah-tanah yang telah dikuasai secara turun temurun masuk dalam kawasan hutan yang ditetapkan oleh menteri kehutanan. Termasuk tanah-tanah adat 63 Ibid. 64 Ibid. Universitas Sumatera Utara 59 pada kabupaten Padang Lawas Utara mengalami permasalahan terkait dengan surat keputusan tersebut. 65 Dalam pasal 1 angka 6 UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan menyatakan bahwa “Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Bunyi pasal ini jelas mengandung otoriter suatu keputusan Menteri dalam penguasaan hutan. Karena berdasarkan bunyi pasal tersebut dapat dikatakan bahwa hutan adat berada dalam kekuasaan negara, dalam hal ini adalah Menteri Kehutanan. Tentunya pernyataan ini juga akan merampas hak-hak masyarakat adat untuk memanfaatkan dan memungut hasil hutan adatnya. Dalam Pasal 4 ayat 3 menjadi : Penguasaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Sebenarnya negara menghormati dan mengakui hak-hak warga masyarakat desa yang bersifat tradisional yang tunduk pada hukum adat. Buktinya terlihat dalam Pasal 18-B UUD 1945 perubahan-II tahun 2000 yang menyatakan bahwa “negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak- hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan pada prinsip-prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang. Namun isi pasal 1 angka 6 UU Kehutanan tersebut sangat bertentangan dengan UUD 1945. 65 Hasil wawancara dengan Astro Simamora, Kepala Bidang Rehabilitas Dan Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Padang Lawas Utara pada tanggal 20 Nopember 2013. Universitas Sumatera Utara 60 Disamping itu, sesuai dengan hierarki perundang-undang menurut UU No. 12 Tahun 2011 pada pasal 7 ayat 1 maka peraturan yang dibawah tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya baik secara materil ataupun instansi yang mengeluarkannya. Dengan demikian sangat diperlukan revisipeninjauan kembali SK 44Menhut-II2005 dikarenakan peraturan ini telah melanggar hak-hak masyarakat. Dimana pemukiman, persawahan dan kebun-kebun penduduk setempat telah masuk dalam kawasan hutan. Padahal proses usulan revisi kawasan hutan telah ditandatangani gubernur pada awal Oktober tahun 2009. Kemudian akan segera ditindaklanjuti oleh Dinas Kehutanan Propinsi untuk mengekspose di depan Menteri Kehutanan dan selanjutnya di proses sesuai PP 28 Menhut-II2009 tanggal 20 April 2009 tentang Tata Cara Pelaksanaan Konsultasi dalam rangka pemberian persetujuan substansi kehutanan atas rancangan Perda tentang Rencana Tata Ruang Daerah. Sehingga nantinya akan diperoleh SK Menhut yang baru untuk merevisi SK 44Menhut-II 2005. 66 Adanya penetapan kawasan hutan yang melanggar hak-hak masyarakat mengakibatkan masyarakat pemilik sertipikat tidak dapat melakukan tindakan apapun, khususnya pada kondisi sertipikat tersebut telah dijadikan jaminan kepada pihak bank. Maka ketika terjadi kredit macet yang mengakibatkan debitur wanprestasi justru kreditur tidak dapat melakukan eksekusi dan sebaliknya pemilik sertifikat juga tidak dapat melakukan kegiatan apapun terhadap tanah miliknya karena akan menimbulkan akibat hukum. Seperti pengambilan kayu yang merupakan milik 66 xa.yimg.com, Op.cit. Universitas Sumatera Utara 61 masyarakat akan tetapi telah dinyatakan sebagai kawasan hutan, akibatnya terjadi kriminalisasi kepada masyarakat dan menimbulkan ketidakpastian hukum. 67 Keadaan ini menyebabkan kehilangan tujuan dari pembuatan peraturanperundang-undangan yang menginginkan tercapainya keamanan, ketentraman dan kepastian hukum itu sendiri di dalam masyarakat. Dengan demikian sertipikat hak milik yang dimiliki individu seolah-olah tidak memiliki kekuatan hukum. Selain dari itu juga menyebabkan rusaknya perekonomian seseorang dan merusak mental seseorang karena tidak ada pengakuan dari pihak manapun siapa yang menjadi pemilik tanah dan bagi masyarakat yang nyata menguasai tanahnya bertahun-tahun juga ditindak oleh aparat yang membuat masyarakat benar-benar tidak nyaman dan tersakiti oleh SK tersebut. 68 Sesuai dengan penjelasan tersebut diatas maka upaya percepatan revisi Sk 44 Menhut-II2005 sangat diharapkan oleh seluruh masyarakat Propinsi Sumatera Utara khusunya masyarakat Padang Lawas Utara sehingga tidak ada lagi pihak-pihak yang dirugikan atau dikriminalisasi. Meninjau SK 44Menhut-II2005 ditemukan beberapa kelemahan yaitu : 69 1. Tidak dilaksanakan perencanaan yang baik, penunjukan kawasan hutan dilakukan hanya berdasarkan penunjukan dengan pertimbangan RTRW serta 67 Hasil wawancara dengan Astro Simamora, Kepala Bidang Rehabilitas Dan Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Padang Lawas Utara pada tanggal 20 Nopember 2013. 68 Elviana Sagala, Loc. cit, hlm. 75. 69 Ibid, hlm. 75-78. Universitas Sumatera Utara 62 tidak dilaksanakannya sosialisasi untuk mendapatkan umpan balik dari masyarakat. 2. Tidak melakukan inventarisasi hutan, tujuannya adalah untuk memperoleh data dan informasi yang akurat mengenai keberadaan hutan, sumber daya dan masyarakat di dalam dan sekitar hutan. 3. Pertimbangan hukum, dalam hal ini dapat dilihat dari beberapa segi yaitu : a. Segi formal b. Segi Materil c. Segi dasar keputusan Selain direvisi, maka akibat dari SK No. 44Menhut-II2005 dapat dijadikan sebagai objek sengketa di Peradilan Tata Usaha Negara apabila mengakibatkan kerugian sesuai dengan Undang-undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dalam hal ini baik Kantor Pertanahan, Kreditur atau Masyarakat sebagai salah satu pihak yang dirugikan dikarenakan sertipikat yang dikeluarkan tidak memiliki kekuatan hukum yang pasti.

D. Akibat Hukum