Latar Belakang Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 4. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ketidakpastian dan ketimpangan penguasaan kawasan hutan negara dapat menghambat pencapaian efektifitas dan keadilan dalam pengelolaan hutan di Indonesia. Persoalan ini tidak hanya menimpa masyarakat adat ataupun masyarakat lokal yang berdiam dan memanfaatkan lahan dan sumber daya di dalam kawasan hutan, tetapi juga institusi bisnis kehutanan, pemerintah dan perbankan. Tumpang tindih klaim atas kawasan hutan terjadi diantaranya akibat legislasi dan kebijakan yang tidak terformulasi jelas, pemberian izin yang tidak terkoordinasi dan pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal terhadap penggunaan hutan. Hal ini memicu kemunculan konflik-konflik di kawasan hutan. Untuk menjaga terpenuhinya keseimbangan kemanfaatan lingkungan, pemerintah harusnya mempertahankan dan menetapkan luas kawasan hutan dalam suatu wilayah. “Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.” 1 Pengertian kawasan hutan yang ditafsir sepihak olek Menteri Kehutanan sebagai kegiatan penunjukan semata dan penunjukan tersebut dianggap sudah mempunyai kekuatan hukum, maka berdampak kepada pelaksanaan penegakan 1 Pasal 1 angka 3 Undang – Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. 1 Universitas Sumatera Utara 2 hukum di bidang kehutanan yang tidak adil juga mengakibatkan adanya ketidakpastian hukum dalam menentukan sebuah kawasan hutan dan tumpang tindih dalam penunjukan kawasan hutan. 2 Bahkan di daerah Kabupaten Padang Lawas Utara sekalipun penunjukan kawasan hutan mengakibatkan banyak warga yang dikriminalisasi oleh aparat penegak hukum. Penetapan kawasan hutan memberikan wewenang kepada pemerintah untuk mengaturmengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan kawasan hutan, termasuk menetapkan tanda batas dan rambu-rambu hutan. Namun dalam kenyataannya pemerintah kurang memperhatikan hal tersebut sehingga menimbulkan masalah dalam penguasaan hutan. Dalam Undang-Undang Nomor 51 Prp Tahun 1960, Bupati diberikan wewenang untuk menilai atas kepentingan tanah dengan kebijaksanaan sebagai berikut : 1. Atas tanah perkebunan, kehutanan, dan lain-lain dikuasai langsung oleh Negara. Manakala tanah tersebut telah dipakai untuk kepentingan pemerintah maka dijamin pemenuhannya; 2. Tanah-tanah perkebunan, kehutanan dan lain-lain yang telah diduduki rakyat untuk perumahan dan perkampungan tetap dipertahankan keberadaannya; 3. Tanah-tanah perkebunan, kehutanan dan lain-lain yang ditanami rakyat ditempuh jalan kebijakan; 4. Tanah-tanah perkebunan, kehutanan, dan lain-lain yang telah diolah rakyat menjadi tanah pertanian dibagikan kepada rakyat tersebut. 3 2 Elviana Sagala, Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertipikat Hak Atas Tanah Yang Masuk Dalam Kawasan Hutan Akibat Terbitnya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.44MENHUT-II2005 Tentang Penunjukan Kawasan Hutan Di Propinsi Sumatera Utara Studi Di Kabupaten Labuhan Batu, Medan : Perpustakaan Usu, tesis, 2012, hlm. 120. 3 Ibid hlm. 5. Universitas Sumatera Utara 3 Berdasarkan Undang-Undang diatas, maka Bupati selaku Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan untuk mempertahankan keberadaan perkampungan dan tanah pertanian untuk kepentingan dan kemakmuran masyarakat daerah. Hal ini juga merujuk kepada pasal 33 UUD 1945. Menurut Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, tanah negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah tanah yang tidak dipunyai status hak atas tanah. Tanah negara dapat dimohonkan menjadi hak milik apabila telah memperoleh ijin atau pembebasan areal hutan dari menteri kehutanan setempat. Chairuddin K. Nasution dan Fauzi Chairul F, menuliskan “sebelum pengajuan sesuatu hak atas tanah yang dikuasai Negara terutama areal-areal hutan maka terlebih dahulu diperlukan pembebasan areal hutan tersebut. Konversi areal kehutanan untuk menjadi areal sesuatu hak atas tanah ditentukan berdasarkan peraturan-peraturan.” 4 Sehubungan dengan hal diatas, ternyata di wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara terdapat beberapa wilayah pedesaan yang merupakan tanah negara telah berdiri hak milik diatas tanah tersebut tanpa dilakukan pembebasan areal hutan sebelumnya. Hak milik diberikan kepada masyarakat karena pengakuan tentang adanya tanah ulayat dari masyarakat hukum adat setempat yang terjadi secara turun menurun. 4 Chairuddin K. Nasution dan Fauzi Chairul F, Hukum Agraria Suatu Pengantar, Medan : Universitas Islam Sumatera Utara, diktat, hlm. 163. Universitas Sumatera Utara 4 Dengan diakuinya hak ulayat tersebut, maka masyarakat adat yang telah bermukim dalam wilayah Padang Lawas Utara merasa mempunyai hak untuk melakukan peralihan secara hukum dan legal dihadapan Pejabat yang berwenang, serta berhak melakukan pendaftaran tanah. UUPA mengatur kewajiban bagi para pemegang hak untuk mendaftarkan hak atas tanahnya. Hal ini diatur dalam pasal 23 UUPA, yaitu : ayat 1 Hak milik demikian pula setiap peralihannya, hapusnya dan pembebanannya dengan hak-hak lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 19, dan ayat 2 pendaftaran termaksud dalam ayat 1 merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak milik serta sahnya peralihan dan pembebanan hak tersebut. Menurut Boedi Harsono, pendaftaran tanah adalah “Suatu rangkaian kegiatan, yang dilakukan oleh NegaraPemerintah secara terus-menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada di wilayah-wilayahtertentu, pengolahan, penyimpanan dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, termasuk penerbitan tanda buktinya dan pemeliharaannya.” 5 Pendaftaran tanah menghasilkan sertipikat hak milik sebagai tanda bukti hak. Pada tahun 2007 di daerah Kabupaten Padang Lawas Utara, diterbitkan beberapa sertipikat hak milik oleh Kantor Pertanahan Tapanuli Selatan yang menurut 5 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya jilid I, Jakarta : Djambatan, 1999, hlm. 72 Universitas Sumatera Utara 5 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 44.SKMenhut-II2005 tanggal 16 Februari 2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Propinsi Sumatera Utara seluas 3.742.120 Ha sebagai turunan dan pelaksanaan dari Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004, tanah-tanah yang didaftarkan tersebut termasuk dalam sebagian wilayah kawasan hutan Kabupaten Padang Lawas Utara. Namun ternyata penunjukan kawasan hutan ini belum seutuhnya diketahui oleh masyarakat di daerah tersebut. Sehingga menimbulkan ketidakpastian bagi para pemegang hak. Sementara itu, tujuan pemberian tanda bukti hak oleh kantor pertanahan diharapkan dapat bermanfaat bagi kemajuan perekonomian nasional, khususnya bagi perekonomian masyarakat Padang Lawas Utara karena sertipikat hak atas tanah yang diberikan dapat menjadi jaminan atau agunan untuk memperoleh kredit perbankan. Sesuai dengan perkembangan zaman serta kebutuhan ekonomi masyarakat yang semakin meningkat, maka dari itu banyak sekali nasabah-nasabah Bank yang menggunakan fasilitas peminjaman modal yang telah disediakan oleh Bank yang bersangkutan. Lembaga keuangan seperti Bank dapat membantu peningkatan perekonomian masyarakat dan negara. Seperti yang tercantum dalam pasal 2 Undang- undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Universitas Sumatera Utara 6 Oleh karena itu, dalam menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dan penyalur dana, bank harus mendasarkan kegiatannya pada peraturan yang berlaku. Karena hal ini dapat berpengaruh pada tingkat kesehatan keuangan bank itu sendiri yang kemudian berakibat kepada pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dalam kegiatan penyalur dana tersebut, bank aktif memberikan pinjaman atau kredit kepada nasabahdebitur. Pada tahun 2012, sertipikat-sertipikat yang berada dalam kawasan hutan itu dijaminkan oleh pemegang haknya kepada salah satu Bank di daerah Kabupaten Padang Lawas Utara untuk memperoleh kredit. “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian jumlah bunga.” 6 Bank dapat meminjamkan modal kepada nasabahnya dan kemudian nasabah- nasabahnya itu yang telah diberi pinjaman modal harus sanggup mengembalikan pinjaman kepada pihak Bank sesuai dengan waktu yang telah disepakati bersama secara angsuran atau kredit. Pemberian fasilitas yang diberikan oleh pihak Bank menuntut pihak Bank untuk meminta jaminan atas peminjaman tersebut sebagai keyakinan dari bank bahwa pihak nasabah mampu untuk memenuhi prestasinya. Kredit diberikan berdasarkan keyakinan bank atas kesanggupan debitur melunasi hutangnya pada waktu yang telah ditetapkan dan tidak berkembang menjadi 6 Pasal 1 angka 2 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan dari UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Universitas Sumatera Utara 7 kredit bermasalah atau kredit macet. Oleh karena itu, pemberian kredit tentunya diikuti dengan penyerahan jaminan, baik jaminan berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak. Tidak sedikit yang memberikan jaminan berupa barang tidak bergerak yang tidak dapat dipindahkan dari satu tempat ketempat yang lainnya, contohnya jaminan berupa tanah dan bangunan yang mereka punya agar mereka mendapatkan uang yang akan menjadi modal berusaha. Hak milik atas tanah yang merupakan hak terkuat dan terpenuh yang dipunyai orang atas tanah dapat dialihkan kepada pihak lain. Hak milik dapat dijadikan jaminan dengan dibebani hak tanggungan yang mengandung unsur titel eksekutorial. “Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur- kreditur lain.” 7 Biasanya debitur memberikan jaminan sertipikat hak atas tanah untuk mendapatkan plafond kredit yang lebih tinggi. Pada saat ini sertipikat hak atas tanah merupakan objek jaminan kredit yang paling disukai oleh bank, sebab tanah dianggap lebih bernilai secara ekonomis yang relatif tinggi dan dari segi prospeknya nilai tanah menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. 7 Pasal 1 angka 1 UU No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Universitas Sumatera Utara 8 “Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah” 8 Jaminan berarti kekayaan yang dapat diikatkan jaminan guna kepastian pelunasan dibelakang hari kalau penerima kredit tidak melunasi hutangnya. Penerima kredit merupakan siapa saja yang mendapat kredit dari bank dan wajib mengembalikannya setelah jangka waktu tertentu. Penerima kredit meliputi perseorangan ataupun badan usaha. 9 Istilah jaminan juga mengandung arti sebagai kepercayaankeyakinan dari bank atas kemampuan atau kesanggupan debitur untuk melaksanakan kewajibannya. Jaminan atau agunan adalah aset pihak peminjam yang dijanjikan kepada pemberi pinjaman jika peminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman tersebut. Jika peminjam gagal bayar, pihak pemberi pinjaman dapat memiliki agunan tersebut. Dalam praktek perbankan jaminan kredit terdiri atas jaminan pokok dan jaminan tambahan. Jaminan pokok adalah jaminan yang terdiri dari benda-benda bergerak atau benda-benda tidak bergerak, yang secara langsung berhubungan dengan aktivitas usaha yang dibiayai dengan kredit. Sementara yang dimaksud dengan jaminan tambahan adalah jaminan yang dapat berupa jaminan pribadi atau jaminan perusahaan yang dibuat secara notaril. Atau dapat pula berupa benda-benda tidak bergerak benda-benda bergerak yang tidak dijaminkan sebagai jaminan pokok, 8 Pasal 1 angka 23 UU Perbankan. 9 Mariam Badrus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Bandung : Penerbit Alumni, 1978, hlm. 70. Universitas Sumatera Utara 9 misalnya tanah atau Buku Pemilik Kendaraan Bermotor BPKB yang harus disimpan dalam berkas khusus. Dalam pengikatan kredit, jaminan sering menjadi faktor penting untuk meningkatkan nilai kredit perseorangan ataupun perusahaan. Bahkan dalam perjanjian kredit gadai, jaminan merupakan satu-satunya faktor yang dinilai dalam menentukan besarnya pinjaman. Sebagai kabupaten yang baru berkembang, banyak usaha perbankan yang ingin meningkatkan kegiatan bisnisnya di wilayah kabupaten Padang Lawas Utara. Hal ini dipicu karena masih banyak lahan masyarakat di wilayah tersebut yang belum dijaminkan pada lembaga perbankan, sehingga banyak pihak perbankan yang berlomba-lomba memberikan fasilitas kredit kepada masyarakat, sehingga membuat masyarakat tergiur dan ingin menggunakan jasa bank untuk meningkatkan usahanya. Namun ternyata hal ini juga menimbulkan persaingan antara bank. Dan akhirnya bank lalai dalam melakukan penilaian terhadap jaminan kredit debitur. Dengan diterbitkannya sertipikat hak milik di beberapa wilayah di Kabupaten Padang Lawas Utara, bank beranggapan bahwa setiap sertipikat yang telah diterbitkan itu bebas dari sengketa, gugatan, dan mempunyai kepastian bagi pemegang haknya. Ini membuat bank langsung menerima jaminan tersebut tanpa melakukan pengecekan ke lokasi dan berkomunikasi kepihak terkait akan status hak tanah itu. Kelalaian bank akan hal tersebut diatas, pastinya akan menimbulkan risiko ataupun kerugian besar bagi kegiatan usahanya selaku kreditur. Karena apabila dilihat di peta kehutanan wilayah Propinsi Sumatera Utara, khususnya untuk wilayah Universitas Sumatera Utara 10 Kabupaten Padang Lawas Utara, jaminan sertipikat tanah yang diterimanya itu ternyata masuk dalam kawasan hutan negara berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 44.SKMenhut-II2005 tentang penunjukan kawasan hutan di Propinsi Sumatera Utara. Sebenarnya secara umum Undang-Undang telah memberikan jaminan atau perlindungan kepada Kreditur. Tanpa diperjanjikan sebelumnya oleh para pihak, kreditur sudah mempunyai hak verhaal atas benda-benda milik debitur, yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari. Terhadap jaminan umum ini, para kreditur berkedudukan sebagai kreditur konkuren persaingan, artinya kedudukan para kreditur adalah sama, tidak ada yang lebih diutamakan di antara satu dengan yang lain. Apabila debitur wanprestasi, maka semua benda miliknya dijual lelang dan dibagi di antara para kreditur secara seimbang dengan jumlah piutang masing-masing kreditur secara ponds-ponds gewijze. 10 Hal ini diatur dalam pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata. Walaupun undang-undang telah memberikan perlindungan terhadap kreditur seperti yang telah disebutkan diatas, tetap saja kreditur belum merasa aman karena dalam prakteknya letak jaminan terhadap benda-benda kekayaan debitur itu dinyatakan masuk dalam kawasan hutan negara di Kabupaten Padang Lawas Utara. 10 Cintya Rachman, Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Pemegang Hak Tanggungan Atas Tanah Hak Guna bangunan Yang Jangka Waktunya Akan Berakhirdi PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Cabang Wonogiri, perpustakaan, Universitas Diponegoro, Semarang, 2010, hlm. 2. Universitas Sumatera Utara 11 Apabila dikaji lebih dalam pengikatan kredit yang jaminannya berada dalam kawasan hutan akan menimbulkan masalah bagi kreditur apabila debitur wanprestasi, salah satunya adalah dalam proses penyitaan jaminan atau eksekusi. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka diambil judul “Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Terhadap Eksekusi Jaminan Atas Tanah Hak Milik Yang Berada Dalam Kawasan Hutan Di Daerah Kabupaten Padang Lawas Utara.”

B. Permasalahan