114
BAB IV EKSEKUSI JAMINAN TANAH HAK MILIK YANG BERADA DALAM
KAWASAN HUTAN KETIKA DEBITUR WANPRESTASI
A. Sumber Hukum Dan Tata Cara Eksekusi.
Memberikan kredit atau pinjaman kepada debitur bukanlah tanpa risiko. Bagi bank selaku kreditur, baik bank yang berskala lokal ataupun nasional, kredit macet
marupakan salah satu masalah besar. Dalam menghadapi masalah ini, tiap-tiap bank mempunyai kebijakan yang berbeda.
Kredit macet adalah salah satu jenis wanprestasi yang sering dilakukan oleh debitur.
Wanprestasi adalah
prestasi yang
telah diperjanjikan
tidak dapat
dilaksanakan sebagaimana mestinya oleh debitur. Dalam perjanjian hutang-piutang wanprestasi ada tiga bentuk, yaitu :
114
1. Hutang tidak dikembalikan sama sekali.
Debitur tidak dapat mengembalikan hutang sama sekali, sering disebut dengan debitur nakal, karena dianggap sudah tidak mempunyai itikad baik dalam
pelaksanaan perjanjian.
Tidak dibayarnya hutang memang perlu dicari
penyebabnya, jika karena usahanya bangkrut lantaran ada bencana alam seperti gempa bumi, banjir, dan lain-lain sampai tidak mempunyai harta benda, maka
yang demikian ini debitur tidak dapat dimintai pertanggungjawaban berhubung diluar kesalahan force mejeure. Sebalikanya, apabila tidak dibayarnya hutang
tersebut karena kesengajaan maka perbuatan debitur sudah dapat digolongkan kepada Pasal 372 KHUP tentang Kejahatan Penggelapan, karena sengaja ingin
memiliki uang yang dipinjamkan
2. Mengembalikan hutang hanya sebagian.
Pengembalian hutang dalam hal ini dapat berupa pengembalian sebagian kecil atau sebagian besar yang jelas masih ada sisa hutangnya. Juga dapat berupa yang
dibayarkannya hanya hutang pokoknya saja sedangkan bunganya belum pernah dibayar atau sebaliknya.
114
Gatot Supramono, Perjanjian Uang Piutang, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2013, hlm. 31-34.
114
Universitas Sumatera Utara
115
3. Mengembalikan hutang tetapi terlambat waktunya.
Mengenai terlambatnya waktunya ada dua macam, yaitu waktunya yang tergolong sebentar misalnya dalam hitungan hari atau bulan, dan waktunya yang
tergolong lama misalnya hitungan tahunan.
Kredit macet tergolong pada jenis wanprestasi nomor 2, yaitu mengembalikan hutang hanya sebagian saja. Kredit macet berbeda dengan kredit bermasalah non
performing loan, sebab kredit macet merupakan bagian dari kredit bermasalah yang tingkat kolektibilitasnya paling parah atau rendah. Sedangkan kredit bermasalah
adalah kredit yang kolektibilitasnya tergolong dalam kategori : kurang lancar, diragukan, dan macet.
Menurut ketentuan Pasal 4 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30267KEPDIR tanggal 27 Pebruari 1998 tentang Kualitas Aktiva Produktif,
penggolongan kualitas kredit macet perbankan berdasarkan kolektibilitasnya adalah sebagai berikut :
“Kredit Macet bad debt, yaitu apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Terdapat tunggakan angsuran pokok danatau bunga yang telah melampaui
270 dua ratus tujuh puluh hari. b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru.
c. Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai yang wajar.
Untuk menghindari adanya kerugian-kerugian yang diakibatkan dari kredit macetwanprestasi yang dilakukan oleh debitur, maka seorang kreditur selalu
menuntut untuk diadakannya perjanjian tambahan yang mengatur tentang jaminan, yaitu jaminan atas harta kekayaan debitur baik benda bergerak maupun benda tidak
bergerak.
Universitas Sumatera Utara
116
Secara umum, hutang debitur telah dijamin dengan segala harta kekayaan debitur. Hal ini diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata yang intinya menyatakan
bahwa segala harta kekayaan debitur baik yang sudah maupun yang akan ada menjadi tanggungan atas hutangnya. Jaminan seperti ini dijadikan jaminan umum. Jaminan
seperti ini mendudukkan seorang kreditur menjadi kreditur konkuren, sehingga kreditur yang bersangkutan tidak memiliki kedudukan istimewa dibanding kreditur-
kreditur lainnya. Pada prinsipnya jaminan yang baik dapat dilihat dari kemudahan untuk
memperoleh kredit dari bank, tidak melemahkan potensi ekonomi penerima kredit untuk meneruskan usaha, dan memudahkan kreditur untuk memperoleh pelunasan
atas hutang debitur. Hal ini karena benda jaminan nantinya akan menggantikan hak kreditur untuk memperoleh prestasi apabila debitur wanprestasi.
Hukum juga mengatur tentang jaminan yang demikian dan dikenal sebagai jaminan khusus, diantaranya dalam ketentuan Pasal 1150 - 1160 KUHPerdata tentang
gadai, Pasal 1162 - 1332 KUHPerdata tentang hipotek, Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan dan Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang
fidusia. Jaminan ini lebih memberikan kepastian hukum bagi kreditur dibanding jaminan umum dan memberi kedudukan preferen atau yang mendapat hak untuk
diistimewakan pelunasannya dibanding kreditur lain. Kenyataannya
banyak debitur
yang tidak
memenuhi kewajibannya
berprestasi, hal ini tentu saja mempersulit kondisi kreditur. Dalam hal ini negara membentuk suatu lembaga untuk membantu kreditur dalam pemenuhan haknya saat
Universitas Sumatera Utara
117
debitur wanprestasi dengan mengoptimalkan jaminan kebendaan. Lembaga tersebut bernama Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang KPKNL.
Wanprestasi atau tidaknya debitur dapat dilihat dari hubungan hukum yang terjadi pada saat perjanjianperikatan telah dilakukan. Suatu perikatanpejanjian
mengandung di dalamnya hak kreditur atas pemenuhan prestasi serta kewajiban debitur untuk berprestasi. Hubungan hukum akan berjalan lancar bila masing-masing
pihak memenuhi kewajibannya. Namun dalam hubungan hukum yang sudah dapat ditagih opeisbaar, jika debitur tidak mau memenuhi prestasi secara sukarela,
kreditur mempunyai hak untuk menuntut pemenuhan piutangnya hak verhaal, hak eksekusi terhadap harta kekayaan debitur yang dipakai sebagai jaminan.
115
Hak atas pemenuhan dari kreditur itu dilakukan dengan cara menjual mencairkan benda-
benda jaminan debitur, dan dari hasil penjualan tadi dipergunakan untuk melunasi utangnya debitur.
Dalam hubungan
hutang piutang, perkaranya
dapat diselesaikan di
Pengadilan. Pihak yang bersengketa harus melihat terlebih dahulu prinsip apa yang digunakan dalam perjanjian. Jika perjanjian dibuat berdasarkan prinsip Konvensional,
maka penyelesaian diajukan ke Pengadilan Negeri. Sebaliknya apabila perjanjian hutang piutang dilakukan mengikuti prinsip syariah maka yang berwewenang
menyelesaikan sengketanya adalah Pengadilan Agama.
116
115
http:bentangkusuma.wordpress.com20110624tinjauan-tentang-eksekusi-kredit- macet_ftn10, diakses pada tanggal 01 januari 2014.
116
Gatot Supramono, Op.Cit, hlm. 150.
Universitas Sumatera Utara
118
Kredit macet yang terjadi dalam lingkungan kerja PT. Bank Sumut Cabang Gunungtua adalah perjanjian yang menggunakan prinsip konvensional. Oleh karena
itu yang berwenang menyelesaikan sengketa adalah Pengadilan Negeri setempat. Perkara hutang piutang di Pengadilan dikenal adanya penyitaan terhadap
barang-barang milik berutang. Penyitaan ada 2 jenis yaitu : a. Sita jaminan, yaitu penyitaan yang dilakukan ketika perkara sedang diperiksa
conservatoir beslag. b. Sita eksekusi, yaitu penyitaan yang dilakukan dalam rangka pelaksaan putusan
pengadilan executorial beslag. Dalam membicarakan masalah sita eksekusi tentunya tidak terlepas dari
pengertian eksekusi itu sendiri, oleh karena itu terdapat beberapa pendapat para ahli hukum dari beberapa literatur sebagai berikut :
a. Sesuai pendapat dari Ridwan Syahrani, bahwa eksekusipelaksanaan putusan Pengadilan tidak lain adalah realisasi dari pada apa yang merupakan
kewajiban dari pihak yang dikalahkan untuk memenuhi suatu prestasi yang merupakan hak dari pihak yang dimenangkan, sebagaimana tercantum dalam
putusan Pengadilan.
117
b. Pendapat Sudikno Mertokusumo, bahwa pelaksanaan putusan Hakim atau eksekusi pada hakekatnya adalah realisasi daripada kewajiban pihak yang
117
Ridwan Syahrani, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum, Jakarta: Pustaka Kartini, 1988, hlm. 106.
Universitas Sumatera Utara
119
bersangkutan untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan tersebut.
118
c. Pendapat M. Yahya Harahap, bahwa eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh Pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara,
merupakan aturan dan tatacara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara, oleh karena itu eksekusi tidak lain daripada tindakan yang berkesinambungan dan
keseluruhan proses hukum antara perdata. Jadi eksekusi merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan tata tertib berita acara yang
terkandung dalam HIR atau RBg.
119
d. Pendapat Soepomo, bahwa hukum eksekusi mengatur cara dan syarat –syarat yang dipakai oleh alat-alat Negara guna membantu pihak yang berkepentingan
untuk menjalankan putusan Hakim, apabila yang kalah tidak bersedia dengan sukarela memenuhi putusan yang tidak ditentukan dalam Undang-Undang.
120
Dari beberapa definisi diatas jelaslah bahwa eksekusi merupakan upaya pemenuhan prestasi oleh pihak yang kalah kepada pihak yang menang dalam perkara
di Pengadilan dengan melalui kekuasaan Pengadilan. Menjalankan putusan pengadilan, tidak lain dari pada melaksanakan isi putusan pengadilan, yakni
melaksanakan ”secara paksa” putusan pengadilan dengan bantuan alat-alat negara apabila pihak yang kalah tidak mau menjalankannya secara sukarela.
118
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta, Liberty, 1988, hlm. 201.
119
M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Jakarta: PT. Gramedia, 1988, hlm. 1 .
120
Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Jakarta: Gita Karya, 1963, hlm. 137.
Universitas Sumatera Utara
120
Dengan pengertian di atas, maka pada prinsipnya eksekusi merupakan realisasi kewajiban yang dikalahkan dalam putusan hakim, untuk memenuhi prestasi
yang tercantum dalam amar putusan hakim. Dengan kata lain eksekusi terhadap putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, di mana proses ini merupakan
tahap terakhir dalam proses acara berperkara di pengadilan. Salah satu asas eksekusi adalah hanya dapat dijalankan terhadap putusan
pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap yang bersifat condemnatoir, yakni dalam amar putusan terdapat pernyataan ”penghukuman” terhadap tergugat untuk
melakukan salah satu perbuatan yaitu :
121
1. Menyerahkan sesuatu barang atau eksekusi riil dalam bentuk penjualan lelang. Pasal 200 ayat 1 HIR dan pasal 218 ayat 2 Rbg.
2. Mengosongkan sebidang tanah atau rumah, yang disebut dengan eksekusi riil. Pasal 1033 Rv.
3. Melakukan suatu perbuatan tertentu atau menghentikan suatu perbuatan atau keadaan Pasal 225 HIR, pasal 259 Rbg.
4. Membayar sejumlah uang Pasal 196 HIR, pasal 208 Rbg. Jika ditinjau dari sasaran yang hendak dicapai oleh hubungan hukum yang
tercantum berdasarkan amar putusan pengadilan yang bersifat condemnatoir, seperti tersebut di atas, maka jenis eksekusi dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk
yaitu:
122
121
Sudikno Mertokusumo, Op.cit, hlm. 181
122
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
121
1. Melaksanakan suatu perbuatan Pasal 225 HIR dan pasal 259 Rbg.. Dalam pasal 225 HIR, yang intinya menyatakan, “jika seseorang dihukum akan
melakukan suatu perbuatan, dan ternyata ia tidak melakukannya, maka pihak yang dimenangkan, memiliki wewenang untuk meminta pertolongan pada
ketua Pengadilan agar kepentingannya didapatkan.” 2. Eksekusi Riil Pasal 1033 RV.. Eksekusi riil yaitu melakukan suatu “tindakan
nyatariil” seperti menyerahkan sesuatu barang, mengosongkan sebidang tanah atau rumah, melakukan suatu perbuatan tertentu, dan menghentikan
suatu perbuatan atau keadaan. Misalnya meyerahkan barang, pengkosongan sebidang tanah atau rumah, pembongkaran, menghentikan suatu perbuatan
tertentu, dan lainlain. Eksekusi riil ini dapat dilakukan langsung dengan perbuatan nyata, sesuai dengan amar putusan tanpa memerlukan lelang.
Pelaksanaan putusan terhadap hukuman yang berupa pembayaran sejumlah uang, dilakukan dengan cara menjual lelang barang-barang milik tereksekusi
yang terlebih dahulu dilakukan penyitaan. Eksekusi seperti inilah yang biasa dilakukan dalam urusan hutang piutang, dimana debitur dihukum pengadilan
untuk melunasi hutang beserta pembayaran bunganya. Proses beracara pada eksekusi riil, Ketua Pengadilan Negeri cukup
mengeluarkan surat penetapan yang memerintahkan eksekusi atas permintaan pihak yang dimenangkan penggugat. Dengan penetapan itu, panitera atau
jurusita pergi kelapangan melaksanakan penyerahan atau pembongkaran
Universitas Sumatera Utara
122
secara nyata. Dengan penyerahan atau pembongkaran, eksekusi sudah sempurna dan dianggap selesai.
123
3. Eksekusi membayar sejumlah uang. Pasal 196 HIR dan Pasal 208Rbg.. Yaitu eksekusi yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk membayar
sejumlah uang pasal 196 HIR, pasal 208 RBg. Ini kebalikannya dari eksekusi riil dimana eksekusi tidak dapat dilakukan langsung sesuai dengan
amar putusan tanpa pelelangan terlebih dahulu. Dengan kata lain, eksekusi yang hanya dijalankan dengan pelelangan terlebih dahulu, hal ini disebabkan
nilai yang akan dieksekusi itu bernilai uang. Pelaksanaan putusan terhadap hukuman yang berupa pembayaran sejumlah uang, dilakukan dengan cara
menjual lelang barang-barang milik tereksekusi yang terlebih dahulu dilakukan penyitaan. Eksekusi seperti inilah yang biasa dilakukan dalam
urusan hutang piutang, dimana debitur dihukum pengadilan untuk melunasi hutang beserta pembayaran bunganya.
Jika berbicara tentang eksekusi dalam hubungannya dengan Hak Tanggungan tidaklah termasuk dalam pengertian apa yang dinamakan eksekusi riil, karena
eksekusi riil
hanya dilakukan setelah
adanya pelelangan.
Eksekusi dalam hubungannya dengan Hak Tanggungan berhubungan dengan penjualan dengan cara
lelang obyek Hak Tanggungan yang kemudian hasil perolehannya dibayarkan kepada
123
Hasil wawancara melalui telepon dengan Muhammad Shobirin, Hakim Pengadilan Negeri Padang Sidimpuan, pada tanggal 27 Januari 2014.
Universitas Sumatera Utara
123
Kreditur pemegang Hak Tanggungan, apabila ada sisanya dikembalikan kepada Debitur.
Masalah eksekusi seringkali merupakan akhir suatu perkara maka masalah eksekusi diatur dalam dalam Hukum Acara Perdata Buku Kedua Rechtvordering
diberi judul mengenai pelaksanaan putusan Pengadilan dan surat perintah serta akta yang dipersamakan dengan suatu putusan Pengadilan, sedang yang dimaksud dengan
akta yang mempunyai kekuatan sebagai suatu keputusan Pengadilan adalah Grosse Akta, termasuk Grosse Akta Hipotik.
Dari uraian diatas Sertipikat Hak Tanggungan yang kini merupakan surat jaminan yang mempunyai titel eksekutorial yang juga dikenal dalam sistim Hukum
Acara Perdata disamping Grosse dari putusan Hakim dan Grosse Akta Pengakuan Hutang, mempunyai kekuatan eksekutorial.
Dalam sertipikat
hak tanggungan
dimuat irah-irah
“Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, aspek yuridis dari pemuatan ini adalah bahwa sertifikat hak tanggungan itu mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama
dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan belaku sebagai grosse acte hak tanggungan. Jadi apabila debitur wanprestasi, objek hak
tanggungan dapat dieksekusi seperti putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap melalui tata cara dan menggunakan lembaga parate executie
sesuai peraturan hukum acara perdata. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 14 ayat 2 dan 3 Undang-undang No. 4 Tahun 1996 beserta penjelasannya.
Universitas Sumatera Utara
124
Dalam Pasal 20 UU No. 4 Tahun 1996 diatur bahwa apabila debitur cidera janji maka pemegang hak tanggungan dapat melakukan eksekusi yang dapat
dilakukan melalui pelaksanaan titel eksekutorial seperti dimaksud Pasal 14 ayat 2, penjualan umum parate eksekusi dan penjualan di bawah tangan. Eksekusi
berdasarkan titel eksekutorial sesuai pasal 20 ayat 2 UU No. 4 Tahun 1996 termasuk merupakan pelaksanaan eksekusi berdasarkan suatu akta yang telah
mempunyai kekuatan sebagai putusan. Maka pelaksanaannya harus mengikuti prosedur pelaksanaan putusan pengadilan. Eksekusi berdasarkan Parate Eksekusi
pada prinsifnya harus dilakukan dengan penjualan dimuka umum atau pelelangan, meskipun tidak melalui pengadilan tetapi harus melalui Kantor LelangPejabat
Lelang. Pengumuman lelang adalah pemberitahuan kepada masyarakat tentang akan
adanya lelang dengan maksud untuk menghimpun peminat lelang dan pemberitahuan kepada pihak yang berkepentingan. Ketentuan ini terdapat pada Permenkeu No.
40PMK.072006. Pasal 1 angka 4 dan 5 mengklasifikasikan lelang menjadi : 1. Lelang eksekusi.
Lelang eksekusi merupakan lelang untuk melaksanakan putusan atau penetapan pengadilan atau dokumen yang dipersamakan untuk itu sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lelang eksekusi merupakan jenis lelang seperti ditentukan dalam pasal 200 ayat 1 HIR atau Pasal 215
R.Bg. karena merupakan penjualan dimuka umum barang milik tergugat yang
Universitas Sumatera Utara
125
dilakukan Pengadilan Negeri melalui Kantor Lelang. Intinya semua penjualan umum yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri disebut lelang eksekusi.
124
2. Lelang non eksekusi. Lelang non eksekusi merupakan jenis penjualan umum diluar pelaksanaan
putusan atau penetapan pengadilan. Lelang ini meliputi penjualan barang milikyang dikuasai negara atau lelang wajib dan lelang suka rela atas barang
milik perorangan, kelompok masyarakat atau badan swasta. Berdasarkan Pasal 2 Permenkeu No. 40PMK.072006 lelang harus dilakukan
oleh danatau dihadapan pejabat lelang kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Pejabat lelang adalah orang khusus yang diberi wewenang oleh menteri keuangan
melaksanakan penjualan barang secara lelang sesuai dengan pasal 13 Permenkeu No. 40PMK.072006.
Sertipikat Hak tanggungan tidak dapat dieksekusi apabila telah dilakukan penghapusan. Menurut Pasal 18 UU No. 4 Tahun 1996, hak tanggungan dapat hapus
karena : 1. Hapusnya hutang yang dijamin dengan hak tanggungan, karena sifat
perjanjian hak tanggungan merupakan perjanjian accessoir atas utang pokoknya.
2. Pelepasan hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan. 3. Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua
Pengadilan Negeri.
124
Loc.cit, M. Yahya Harahap, hlm. 116.
Universitas Sumatera Utara
126
4. Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan. Dalam Pasal 22 UU No. 4 Tahun 1996 ditegaskan
bahwa setelah hak tanggungan hapus, kantor pertanahan harus mencoret catatan hak tanggungan tersebut
pada buku tanah hak atas tanah dan sertipikatnya. Pencoretan ini disebut dengan roya hak tanggungan.
Akibat pencoretan ini, hak tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi. Permohonan pencoretan ini dilakukan oleh debitur atau yang berkepentingan dengan
melampirkan sertipikat hak tanggungan yang telah diberi catatan oleh kreditur bahwa hutangnya sudah lunas atau telah dilepaskan kreditur.
Tentang eksekusi hak tanggungan melalui putusan pengadilan tetap dilakukan melalui kantor lelang, dasar pemikiran yang disampaikan mengenai hal ini adalah
bahwa diperkirakan melalui suatu penjualan lelang terbuka, dapat diharapkan akan diperoleh harga yang wajar atau paling tidak mendekati wajar, karena dalam suatu
lelang tawaran yang rendah biasa diharapkan akan memancing peserta lelang lain untuk mencoba mendapatkan benda lelang dengan menambah tawaran. Ini
merupakan salah satu wujud dari perlindungan Undang-Undang kepada pemberi jaminan.
125
Dalam hubungan utang piutang yang dijamin maupun tidak dijamin dengan hak tanggungan, jika debitur cidera janji eksekusi dilakukan melalui gugatan perdata
menurut Hukum Acara Perdata yang berlaku, perlu diketahui bahwa penyelesaian
125
J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1998, hlm. 272.
Universitas Sumatera Utara
127
utang piutang yang bersangkutan melalui acara ini memerlukan waktu, karena pihak yang dikalahkan ditingkat Pengadilan Negeri dapat mengajukan Banding, Kasasi,
bahkan masih terbuka kesempatan untuk meminta Peninjauan Kembali.
126
Kemudahan yang disediakan oleh UUHT bagi para kreditur pemegang hak tanggungan manakala debitur cidera janji, berdasarkan Pasal 20 ayat 1 huruf a dan b
UUHT, eksekusi atas benda jaminan Hak Tanggungan dapat ditempuh melalui 3 tiga cara yaitu:
a. Parate executie; b. Title executorial; dan
c. Penjualan di bawah tangan. Ketiga eksekusi hak tanggungan tersebut di atas masing-masing memiliki
perbedaan dalam prosedur pelaksanaannya. Untuk eksekusi yang menggunakan title executorial berdasarkan Sertipikat Hak Tanggungan, pelaksanaan penjualan benda
jaminan tunduk dan patuh pada Hukum Acara Perdata sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 224 HIR Pasal 258 Rbg, yang prosedur pelaksanaannya memerlukan
waktu yang lama. Sedangkan eksekusi secara di bawah tangan pelaksanaan harus memenuhi
persyaratan yang antara lain adanya kesepakatan antara pemberi hak tanggungan
126
Sony Harsono, Sambutan Menteri AgrariaKepala BPN pada Seminar Hak Tanggungan atas Tanah dan Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, Bandung: Fakultas Hukum UNPAD,
1996, hal. 33
Universitas Sumatera Utara
128
debitur dengan pemegang hak tanggungan kreditur.
127
Eksekusi yang didasarkan pada Pasal 224 HIR258 Rbg merupakan eksekusi yang tunduk dan patuh dan masuk
kepada ranah Hukum Acara Perdata, maksudnya eksekusi berdasarkan akta autentik yang bertitel eksekutorial tersebut tata cara pelaksanaannya sama dengan putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Adapun bentuk eksekusi yang lain adalah parate executie, bahwa pelaksanaan
parate executie merupakan cara termudah dan sederhana bagi kreditur untuk memperoleh kembali piutangnnya, manakala debitur cidera janji dibandingkan
dengan eksekusi yang melalui bantuan atau campur tangan Pengadian Negeri.
128
Untuk tanah-tanah hak milik yang terdaftar dalam sertipikat hak tanggungan tata cara eksekusinya adalah melalui eksekusi riil, yaitu menjalankan eksekusi riil
adalah merupakan
tindakan nyata
yang dilakukan
secara langsung
guna melaksanakan apa yang telah dihukumkan dalam amar putusan, dengan tahapan :
129
a. Adanya permohonan dari penggugat pemohon eksekusi kepada ketua pengadilan Pasal 196 HIRPasal 207 ayat 1 R.Bg;
b. Adanya peringatan aanmaning dari ketua pengadilan kepada termohon eksekusi agar ianya dalam waktu tidak lebih dari 8 delapan hari dari sejak
aanmaning dilakukan, melaksanakan isi putusan tersebut secara sukarela Pasal 207 ayat 2 R.Bg, dengan cara:
127
Herowati Poesoko, Parete Executie Obyek hak Tanggungan, Yogyakarta: Laks Bang PRESSindo, 2007, hlm. 2.
128
Ibid, hlm. 6.
129
Ibid. hlm. 280.
Universitas Sumatera Utara
129
1. Melakukan pemanggilan terhadap termohon eksekusi dengan menentukan
hari, tanggal, jam dan tempat; 2.
Memberikan peringatan kalau termohon datang, yaitu dengan cara 1
Dilakukan dalam sidang insidentil yang dihadiri ketua pengadilan, panitera dan termohon eksekusi;
2 Dalam sidang tersebut diberikan peringatanteguran agar termohon
eksekusi dalam waktu 8 delapan hari, melaksanakan isi putusan tersebut;
3 Membuat berita acara sidang insidentil aanmaning, yang mencatat
peristiwa yang terjadi dalam persidangan tersebut; 4
Berita acara sidang aanmaning tersebut akan dijadikan bukti bahwa kepada termohon eksekusi telah dilakukan peringatanteguran untuk
melaksanakan amar putusan secara sukarela, yang selanjutnya akan dijadikan dasar dalam mengeluarkan perintah eksekusi.
Apabila setelah dipanggil secara patut, termohon eksekusi ternyata tidak hadir dan ketidakhadirannya disebabkan oleh halangan
yang sah dapat dipertanggung jawabkan, maka ketidakhadirannya masih dapat dibenarkan dan ianya harus dipanggil kembali untuk di
aanmaning. Akan tetapi apabila ketidak hadirannya itu tidak ternyata adanya alasan yang sah tidak dapat dipertanggung jawabkan, maka
termohon eksekusi harus menerima akibatnya, yaitu hilangnya hak untuk dipanggil kembali dan hak untuk di aanmaning, serta oleh
Universitas Sumatera Utara
130
ketua pengadilan terhitung sejak termohon eksekusi tidak memenuhi panggilan tersebut, dapat langsung mengeluarkan surat penetapan
beschikking tentang perintah menjalankan eksekusi. 3.
Setelah tenggang waktu 8 delapan hari ternyata termohon eksekusi masih tetap tidak bersedia melaksanakan isi putusan tersebut secara
sukarela, maka ketua pengadilan mengeluarkan penetapan dengan mengabulkan permohonan pemohon eksekusi dengan disertai surat
perintah eksekusi, dengan ketentuan : 1
Berbentuk tertulis berupa penetapan beschikking; 2
Ditujukan kepada paniterajurusitajurusita pengganti; 3
Berisi perintah agar menjalankan eksekusi sesuai dengan amar putusan.
4. Setelah menerima perintah menjalankan eksekusi dari Ketua Pengadilan,
maka PaniteraJurusitaJurusita Pengganti merencanakanmenentukan waktu serta memberitahukan tentang eksekusi kepada termohon eksekusi,
Kepala DesaLurahKecamatanKepolisian setempat; 5.
Proses selanjutnya,
pada waktu
yang telah
ditentukan, PaniteraJurusitaJurusita
Pengganti langsung
ke lapangan
guna melaksanakan eksekusi dengan ketentuan:
a. Eksekusi dijalankan oleh PaniteraJurusitaJurusita Pengganti Pasal
209 ayat 1 R.Bg. b.
Eksekusi dibantu 2 dua orang saksi Pasal 200 R.Bg, dengan syarat-syarat Warga Negara Indonesia, berumur minimal 21 tahun,
dapat dipercaya, eksekusi dijalankan ditempat dimana barang obyek
Universitas Sumatera Utara
131
tersebut berada, membuat berita acara eksekusi, dengan ketentuan memuat waktu hari, tanggal, bulan, tahun dan jam pelaksanaan,
jenis, letak, ukuran dari barang yang dieksekusi.
130
Tentang kehadiran termohon eksekusi, tentang pengawas barang obyek yang dieksekusi,
penjelasan tentang
Niet Bevinding
barangobyek yang
tidak diketemukantidak sesuai dengan amar putusan, Penjelasan tentang dapattidaknya
eksekusi dijelaskan keterangan tentang penyerahan barang obyek kepada pemohon eksekusi. Tanda tangan PaniteraJurusitaJurusita Pengganti eksekutor, 2 dua
orang saksi yang membantu menjalankan eksekusi, Kepala DesaLurahCamat dan termohon eksekusi itu sendiri. Untuk tanda tangan Kepala DesaLurahCamat dan
termohon eksekusi tidaklah merupakan keharusan. Artinya tidaklah mengakibatkan tidak sahnya eksekusi, akan tetapi akan lebih baik jika mereka turut tanda tangan
guna menghindari hal-hal yang tidak diingini.
131
Memberitahukan isi berita acara eksekusi kepada termohon eksekusi Pasal 209 R.Bg, yang dilakukan ditempat dimana eksekusi dijalankan jika termohon
eksekusi hadir pada saat eksekusi dijalankan, atau ditempat kediamannya jika termohon eksekusi tidak hadir pada saat eksekusi dijalankan.
B. Kendala Pelaksaan Eksekusi Terhadap Jaminan Sertipikat Hak Milik Yang berada dalam Kawasan Hutan.