Putusan Mahkamah Konstitusi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Berdasarkan Undang-Undang Dasar

BAB IV AKIBAT HUKUM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT PENETAPAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH

A. Putusan Mahkamah Konstitusi

Dalam suatu peradilan konstitusi, putusan merupakan perbuatan hakim konstitusi sebagai pejabat negara yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dibuat secara tertulis untuk mengakhiri sengketa yang dihadapkan para pihak kepadanya. Putusan hakim konstitusi untuk menyelesaikan perkara diharapkan pihak yang bersengketa dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Agar hakim konstitusi dapat memberikan putusan pengadilan yang benar-benar menciptakan kepastian hukum dan mencerminkan keadilan hakim harus benar-benar mengetahui duduk perkara yang sebenarnya dan aturan hukum yang akan diterapkan dalam menyelasaikan permasalahan tersebut. Begitu juga dengan Mahkamah Konstitusi dalam memberikan putusan harus benar-benar mencerminkan keadilan, mengingat putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat final and binding. Dasar yang dipergunakan Mahkamah Konstitusi dalam memutus perkara adalah UUD 1945 sesuai dengan alat bukti dan keyakinan hakim. Mahkamah Konstitusi didesain untuk menjadi pengawal konstitusi sekaligus sebagai penafsir terhadap undang-undang dasar melalui putusan-putusannya. Alat bukti dan keyakinan hakim merupakan syarat kumulatif yang harus dipenuhi untuk sahnnya atau terbuktinya Universitas Sumatera Utara suaru peristiwa dalam pembuktian. Dalam menjatuhkan putusan Mahkamah Konstitusi harus mendasarkan pada sekurang-kurangnya 2 dua alat bukti. Sedangkan yang dimaksud keyakinan hakim adalah keyakinan hakim berdasarkan alat bukti. Sebagaimana dalam putusan hakim lainnya, putusan Mahkamah Konstitusi juga wajib memuat fakta yang terungkap dalam persidangan dan pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusan. Fakta yang terungkap dan pertimbangan hukum dari putusan tidak lain adalah alasan-alasan hakim sebagai pertanggungjawaban mengapa Mahkamah Konstitusi sampai mengambil putusan tersebut, hal ini berarti putusannya bersifat objektif. 253 Hakim Konstitusi dalam mengambil putusan harus secara musyawarah untuk mufakat dalam sidang pleno hakim konstitusi yang dipimpin oleh ketua sidang. Dalam sidang permusyawaratan pengambilan putusan tidak ada suara hakim yang abstain. Dalam hal musyawarah sidang pleno hakim konstitusi tidak dapat menghasilkan putusan, musyawarah ditunda sampai musyawarah sidang pleno hakim konstitusi berikutnya. Dalam hal musyawarah sidang pleno setelah diusahakan dengan sungguh- sungguh tidak dapat dicapai mufakat bulat, putusan diambil dengan suara terbanyak. Dalam hal musyawarah sidang pleno hakim konstitusi tidak dapat diambil dengan suara terbanyak, suara terakhir ketua sidang pleno hakim konstitusi menentukan. Dalam putusan Mahkamah Konstitusi dikenal lembaga dissenting opinion, yaitu 253 Bambang Sutiyoso dan Srihastuti Puspitasari, Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 2005, hlm. 120-121. Universitas Sumatera Utara dalam hal putusan tidak tercapai mufakat bulat, pendapat anggota Majelis hakim yang berbeda dimuat dalam putusan. Putusan Mahkamah Konstitusi dapat dijatuhkan pada hari itu juga atau ditunda pada hari lain yang harus diberitahukan kepada para pihak berdasarkan alasan-alasan yang objektif. Dalam putusan Mahkamah Konstitusi diberlakukan dissenting opinion, yaitu menyertakan pendapat hakim konstitusi yang berbeda, apabila proses pengambilan oleh Mahkamah Konstitusi dilakukan dengan suara terbanyak. Penyertaan pendapat hakim konstitusi yang berbeda ini perlu disertakan agar masyarakat dapat mengetahui alasan masing-masing hakim konstitusi dan menilai tingkat integritas serta kualitas seorang hakim konstitusi dalam memutus suatu perkara. Pada dasarnya isi putusan Mahkamah Konstitusi dapat berupa tiga macam, yaitu permohonan tidak diterima, permohonan ditolak, serta permohonan dikabulkan. Sedangkan putusan gugur maupun putusan verstek tidak dikenal dalam hukum acara Mahkamah Konstitusi. Pemeriksaan perkara tetap dapat dilanjutkan meskipun pemohon maupun termohon tidak hadir dalam persidangan. Ketidakhadiran pemohon dan termohon dalam persidangan akan merugikan kepentingannya sendiri karena tidak menggunakan kesempatannya untuk memberikan pembelaan perkaranya dalam persidangan. Berikut uraian ketiga jenis putusan Mahkamah Konstitusi berkaitan dengan sengketa hasil pemilihan kepala daerah. Universitas Sumatera Utara

1. Permohonan Tidak Diterima

Dokumen yang terkait

Calon Independen dalam Pemilihan Kepala Daerah Ditinjau dari Undang-undang Pemerintahan Daerah

2 79 104

Tingkahlaku Politik Etnis Tionghoa Dalam Pemilihan Kepala Daerah 2010 Di Kelurahan Pusat Pasar Medan Kota

0 50 99

Strategi Pemenangan Calon Independen Dalam pemilihan kepala Daerah Medan 2010 (Studi kasus Prof.Dr.H.M.Arif Nasution dan H.Supratikno WS).

3 66 147

Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Memutus Hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (studi kasus Pilkada Kabupaten Dairi)

0 31 119

KAJIAN YURIDIS PENYELESAIAN SENGKETA HASIL PEMILUKADA OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI (Berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 15 Tahun 2008 Tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Putusan Mahkamah Konstitusi No.

0 4 15

KAJIAN YURIDIS TERHADAP KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH

1 22 69

KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH

0 14 83

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MEMUTUS SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH (STUDI KASUS : PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH KOTAWARINGIN BARAT).

1 2 18

Redesain Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Penyelesaian Sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

0 0 22

A. PENDAHULUAN - KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

0 0 13