Dasar Hukum Kewenangan Mahkamah Konstitusi

Dengan demikian, pada hakekatnya keberadaan Mahkamah Konstitusi disesuaikan dengan kondisi bangsa Indonesia yang menginginkan terwujudnya negara hukum demokratis, bukan sebagai lembaga negara pelengkap atau mengikuti trend dunia luar. Perubahan sistem sosial-kebudayaan rnasyarakat, secara otomatis akan menyebabkan perubahan aturan yang berlaku. Sehingga kekuasaan Mahkamah Konstitusi sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia kemungkinan juga akan mengalami perluasan.

1. Dasar Hukum Kewenangan Mahkamah Konstitusi

Pentingnya keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia yakni sebagai pengawal dan penafsir Konstitusi menuju negara hukum demokratis. Sebagaimana amanat UUD 1945 bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Artinya, segala penyelenggaraan negara harus tunduk pada hukum, bukan pada kekuasaan. Untuk menjalankan tugas kenegaraan yang berdasarkan hukum, hukum membutuhkan sendi-sendi konstitusi. UUD 1945 merupakan landasan untuk menjamin pelaksanaan dan penegakkan hukum yang berkeadilan. Agar pelaksanaan dan penegakan hukum yang berdasarkan konstitusi dapat berjalan secara demokratis dan berkeadilan, maka dibutuhkan sendi-sendi konstitusional. Artinya sekurang- kurangnya ada dua pengertian negara berdasarkan atas hukum. Pertama, adanya pengaturan mengenai batas-batas peran negara atau pemerintahan dalam mencampuri kehidupan dan pergaulan masyarakat. Kedua, adanya jaminan hukum akan hak-hak, baik sipil atau hak-hak pribadi individual rights, hak-hak politik political rights, Universitas Sumatera Utara maupun hak-hak sebagai sebuah kelompok atau hak-hak sosial sebagai hak asasi yang melekat secara ilmiah pada setiap insan, baik secara pribadi maupun kelompok. 145 Adapun tujuan perubahan UUD 1945 perubahan UUD 1945 menurut kesepakatan fraksi-fraksi di MPR hasil Pemilihan Umum Tahun 1999 adalah 146 : 1. Meletakkan aturan dasar yang lebih kuat, tegas dan lengkap agar dapat lebih konsisten dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan tanggal 17 Agusrus 1945. 2. Menyusun aturan dasar kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat yang demokratis, modern, dan religius untuk mendorong terwujudnya kehidupan kemasyarakatan. 3. Meletakkan aturan dasar jaminan dan pelaksanaan kedaulatan rakyat sesuai perkembangan paham demokrasi dan peradaban umat manusia. 4. Memberikan kepastian jaminan dan perlindungan hak asasi manusia Indonesia sesuai dengan perkembangan HAM dan peradaban umat manusia. 5. Merumuskan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern, antara lain melalui pembagian kekuasaan yang lebih tegas, sistem cliecks and balances atau sistem kontrol dan keseimbangan yang lebih ketat dan transparan antara lembaga negara dan pembentukan lembaga-lembaga negara yang baru untuk mengakomodasikan perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan zaman. 6. Memenuhi perkembangan aspirasi kebutuhan kepentingan bangsa dan negara Indonesia dewasa ini, sekaligus mengakomodasikan kecenderungannya untuk kurun waktu yang akan datang. Adapun cara yang ditempuh oleh MPR untuk mengubah UUD 1945 melalui kesepakatan fraksi-fraksi adalah 147 : 145 Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Impilkasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006, hlm. 280. 146 Ibid., hlm. 281. 147 Ibid. Universitas Sumatera Utara 1. Tidak mengubah pembukaan UUD 1945. 2. Tetap mempertahankan bentuk negara kesatuan. 3. Tetap mempertahankan sistem pemerintahan presidensiil. 4. Penjelasan di dalam UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif di masukkan ke dalam pasal-pasal. Contohnya; Pasal 24 UUD 1945 tentang kekuasaan kehakiman. Di dalam kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka. Namun, hal-hal prinsip mengenai kekuasaan kehakiman justru ada dalam Penjelasan UUD 1945. Oleh karena itu, apa yang ditulis dalam UUD 1945 kemudian dimasukkan ke dalam pasal-pasal, seperti termuat pada pasal perubahan UUD 1945 menjadi Pasal 24-PasaI 24C. 5. Perubahan dilakukan dengan cara addendum. Artinya UUD 1945 yang belum diubah dan dengan adanya empat kali perubahan UUD 1945 tersebut merupakan satu kesatuan. Satu kesatuan karena yang diinginkan adalah tidak terpisahnya antara UUD 1945 yang asli dengan hasil perubahan pertama, kedua, ketiga dan keempat Semua itu diisalahkan dalam satu tarikan napas. Artinya setelah dilakukan empat kali perubahan, UUD 1945 mempunyai susunan sebagai berikut 1. Naskah asli; 2. Perubahan Pertama UUD 1945; 3. Perubahan Kedua UUD 1945; 4. Perubahan Ketiga UUD 1945; 5. Perubahan Kempat UUD 1945. Dengan demikian UUD 1945 terdiri dari pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasal. Alasan utama MPR melakukan perubahan terhadap Pasal 24 UUD 1945 tentang kekusaan kehakiman karena kekuasaan kehakiman merupakan pelaksana kebenaran dan keadilan. Sedangkan norma kebenaran dan keadilan yang termuat dalam Pasal 24 UUD 1945 sebelum perubahan tidak memberi jaminan dan menimbulkan multitafsir bagi pencari kebenaran dan keadilan, justru norma kebenaran dan keadilan itu ditemukan dalam penjelasan UUD 1945 sehingga dalam praktik ketatanegaraan kekuasaan kehakiman yang dilaksanakan oleh Mahkamah Universitas Sumatera Utara Agung dan peradilan yang berada di bawahnya banyak diintervensi oleh kekuasaan lain, misalnya Presiden. Di samping alasan lain berupa 148 : 1. Satu sisi banyaknya perkara yang menumpuk di Mahkamah Agung karena mudahnya satu perkara untuk diajukan sampai ke tingkat kasasi. Di sisi lain kurangnya jumlah hakim karier di Mahkamah Agung. 2. Banyaknya perkara judicial review yang diajukan oleh masyarakat ke Mahkamah Agung, sedangkan pengaturan judicial review yang dilaksanakan oleh Mahkamah Agung hanya berdasarkan peraturan Mahkamah Agung PERMA yang dasar hukumnya lemah, tidak mempunyai tempat dalam sistem tata urutan perundang-undangan yang diatur dalam TAP MPR Nomor III Tahun 2000. 3. Kurangnya tenaga hakim yang tersedia akibat sistem pengangkatan hakim di Mahkamah Agung berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 yang mengutamakan hakim karier dari pada hakim nonkarier. Pengangkatan hakim nonkarier hanya merupakan pengecualian, yaitu apabila dianggap perlu. Di samping itu ada alasan nonteknis. 4. Hambatan moral dan degradasi moral para penegak hukum dan sikap mental masyarakat yang sering memberi uang suap kepada para penegak hukum. 5. Rendahnya gaji para hakim, jaksa dan kepolisian dihadapkan dengan kebutuhan yang semakin meningkat. 6. Akibat keikutsertaan pemerintah dalam urusan administrasi peradilan. Berdasarkan uraian di atas, maka MPR melalui kesepakan 12 fraksi melakukan perubahan yang fundamental terhadap Pasal 24 UUD 1945 dengan cara mengubah Pasal 24 dan menambahnya dengan Pasal 24A, Pasal 24B dan Pasal 24C yang di dalamnya memuat dua lembaga baru, yaitu Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial. Ketentuan lain yang menjadi dasar yuridis Mahkamah Konstitusi adalah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Lembaran Negara RI Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 148 Ibid., hlm. 283. Universitas Sumatera Utara 4316. Diundangkannya Undang-Undang Mahkamah Konstitusi bertujuan untuk melaksanakan perintah dari Pasal 24C UUD 1945. Kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 24C UUD 1945 kemudian diatur lebih terperinci dalam UU No. 24 Tahun 2003. Seperti yang kita ketahui jika UUD 1945 hanya menyebutkan secara tersurat tentang kewenangan Mahkamah Konstitusi, maka dari itu agar dalam menjalankan kewenangannya diperlukan aturan hukum, agar dalam menjalankan kompetensinya tidak bertentangan dengan UUD 1945. Dasar yuridis kewenangan konstitusi, juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Kemudian Mahkamah Konstitusi mempunyai fungsi untuk mengawal to guard konstitusi agar dilaksanakan dan dihormati baik penyelenggara kekuasaan negara maupun warga negara. Mahkamah Konstitusi juga sebagai penafsir akhir konstitusi. Di berbagai negara Mahkamah Konstitusi juga menjadi pelindung protector konstitusi. Sejak di-inkorporasi-kannya hak-hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar 1945, bahwa fungsi pelindung konstitusi dalam arti melindungi hak-hak asasi manusia fundamental rights juga benar adanya. 149 Tetapi dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dinyatakan sebagai berikut 150 : “… salah satu substansi penting perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang berfungsi menangani perkara tertentu di bidang ketatanegaraan, dalam rangka menjaga konstitusi agar dilaksanakan secara 149 Maruarar Siahaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta: Konstitusi Press, 2006, hlm. 5. 150 Penjelasan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Bagian Umum. Universitas Sumatera Utara bertanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi. Keberadaan Mahkamah Konstitusi sekaligus untuk menjaga terselenggaranya pemerintahan negara yang stabil, dan juga merupakan koreksi terhadap pengalaman kehidupan ketatanegaraan di masa lalu yang menimbulkan tafsir ganda terhadap konstitusi”. Lebih jelas Jimly Asshiddiqie menguraikan 151 : “Dalam konteks ketatanegaraan, Mahkamah Konstitusi dikonstruksikan sebagai pengawal konstitusi yang berfungsi menegakkan keadilan konstitusional di tengah kehidupan masyarakat. Mahkamah Konstitusi bertugas mendorong dan menjamin agar konstitusi dihormati dan dilaksanakan oleh semua komponen negara secara konsisten dan bertanggungjawab. Di tengah kelemahan sistem konstitusi yang ada, Mahkamah Konstitusi berperan sebagai penafsir agar spirit konstitusi selalu hidup dan mawarnai keberlangsungan bernegara dan bermasyarakat”. Lembaga negara lain dan bahkan orang perorang boleh saja menafsirkan arti dan makna dari ketentuan yang ada dalam konstitusi. Suatu konstitusi memang tidak selalu jelas karena rumusannya luas dan kadang-kadang kabur. Akan tetapi, yang menjadi otoritas akhir untuk memberi tafsir yang mengikat adalah Mahkamah Konstitusi. Dan tafsiran yang mengikat itu hanya diberikan dalam putusan Mahkamah Konstitusi atas permohonan yang diajukan kepadanya. Pasal 24C Ayat 1 dan 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menggariskan wewenang Mahkamah Konstitusi adalah sebagai berikut 152 : 1. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang 151 Cetak Biru, Membangun Mahkamah Konstitusi, Sebagai Institusi Peradilan Konstitusi Yang Modern Dan Terpercaya, Sekretariat Jenderal MKRI, 2004, hlm. iv. Seperti dikutip oleh Maruarar Siahaan, Op.Cit., hlm. 12. 152 Lihat Pasal 24C Perubahan Ketiga Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 9 November 2001. Universitas Sumatera Utara terhadap Undang Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. 2. Mahkamah Konstitusi wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran Presiden danatau Wakil Presiden menurut Undang Undang Dasar. Secara khusus, wewenang Mahkamah Konstitusi tersebut diatur lagi dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi dengan rincian sebagai berikut 153 : 1. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannnya bersifat final untuk : a. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. Memutus pembubaran partai politik; dan d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum; 2. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden danatau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, danatau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden danatau Wakil Presiden.

2. Dasar Teoritis Kewenangan Mahkamah Konstitusi

Dokumen yang terkait

Calon Independen dalam Pemilihan Kepala Daerah Ditinjau dari Undang-undang Pemerintahan Daerah

2 79 104

Tingkahlaku Politik Etnis Tionghoa Dalam Pemilihan Kepala Daerah 2010 Di Kelurahan Pusat Pasar Medan Kota

0 50 99

Strategi Pemenangan Calon Independen Dalam pemilihan kepala Daerah Medan 2010 (Studi kasus Prof.Dr.H.M.Arif Nasution dan H.Supratikno WS).

3 66 147

Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Memutus Hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (studi kasus Pilkada Kabupaten Dairi)

0 31 119

KAJIAN YURIDIS PENYELESAIAN SENGKETA HASIL PEMILUKADA OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI (Berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 15 Tahun 2008 Tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Putusan Mahkamah Konstitusi No.

0 4 15

KAJIAN YURIDIS TERHADAP KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH

1 22 69

KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH

0 14 83

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MEMUTUS SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH (STUDI KASUS : PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH KOTAWARINGIN BARAT).

1 2 18

Redesain Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Penyelesaian Sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

0 0 22

A. PENDAHULUAN - KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

0 0 13