Permohonan Tidak Diterima Tinjauan Kritis Terhadap Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam Menyelesaikan Sengketa Penetapan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah

1. Permohonan Tidak Diterima

Putusan Hakim Konstitusi menyatakan permohonan tidak dapat diterima apabila permohonannya melawan hukum atau tidak berdasarkan hukum. Dalam hal ini Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa pemohon danatau permohonannya tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003, maka amar putusan menyatakan permohonan tidak dapat diterima. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang ketentuan permohonan tidak dapat diterima dalam sengketa hasil pemilihan kepala daerah dapat dilihat berdasarkan penyebab utamanya. Sengketa hasil pemilihan kepala daerah yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah perselisihan yang menyangkut penetapan hasil pemilihan kepala daerah yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum daerah bersangkutan yang mengakibatkan seorang seharusnya terpilih sebagai kepala daerah. Hal itu terjadi karena perhitungan suara hasil pemilihan kepala daerah tersebut dilakukan secara keliru atau tidak benar, baik sengaja maupun tidak. Pada intinya permohonan sengketa hasil pemilihan kepala daerah mengajukan dua hal pokok yaitu pertama, adanya kesalahan perhitungan yang dilakukan oleh KPU dan kedua, hasil penghitungan yang benar menurut pemohon. Dasar penghitungan pemohon harus didasarkan pada alat-alat bukti yang dapat menunjukkan ketidakbenaran perhitungan KPU. Berdasarkan Pasal 75 Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2003 pemohon dapat meminta agar Mahkamah Konstitusi membatalkan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan agar Universitas Sumatera Utara Mahkamah Konstitusi menetapkan hasil perhitungan suara yang benar menurut pemohon. Penegasan yang terpenting dalam pengajuan permohonan bahwa meskipun penghitungan suara yang diajukan oleh pemohon adalah benar dan hasil penghitungan KPU salah akan tetapi hal itu tidak mempengaruhi terpilihnya kepala daerah permohonan, demikian akan tetap dinyatakan tidak dapat diterima. Penghitungan suara yang mempengaruhi tersebut haruslah mengakibatkan perubahan peringkat perolehan suara dan mempengaruhi terpilihnya pasangan calon. 254 Berdasarkan uraian tersebut penulis dapat menyimpulkan, pihak yang dapat menjadi pemohon dalam pemilihan kepala daerah yang ditetapkan masuk putaran kedua serta terpilihnya kepala daerah. Sedangkan pasangan calon yang tidak meraih suara signifikan yang dapat mempengaruhi lolos tidaknya suatu pasangan ke putaran kedua, atau terpilih menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah, tidak diperkenankan sebagai pemohon atau memiliki legal standing yang kuat. 1 Ketentuan Pasal 3 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Pedoman Beracara dalam Sengketa Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah ada tiga subjek hukum yang dapat mengajukan permohonan terhadap hasil pemilihan umum kepala daerah, yaitu: Para pihak yang mempunyai kepentingan langsung dalam sengketa hasil pemilihan kepala daerah adalah: 254 Pandangan tersebut sejalan dengan ketentuan Pasal 68 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003, bahwa keberatan hanya terhadap hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Universitas Sumatera Utara a. Pasangan Calon sebagai Pemohon; b. KPUKIP Provinsi atau KPUKIP KabupatenKota sebagai Termohon. 2 Pasangan Calon selain Pemohon dapat menjadi Pihak Terkait dalam sengketa hasil pemilihan kepala daerah; 3 Pemohon, Termohon, dan Pihak Terkait dapat diwakili danatau didampingi oleh kuasa hukurrmya masing-masing yang mendapatkan surat kuasa khusus danatau surat keterangan untuk itu. Objek sengketa pemilihan kepala daerah adalah hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon yang mempengamhi penentuan Pasangan Calon yang dapat mengikuti putaran kedua pemilihan kepala daerah; atau terpilihnya pasangan calon sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah. Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui jika pemohon tidak dapat mengajukan persyaratan sebagaimana ditentukan, maka permohonan tersebut tidak dapat diterima atau dengan kata lain permohonan tersebut tidak dapat diregistrasi ke dalam ranah kewenangan Mahkamah Konstitusi. Salah satu contoh kongkrit dari putusan ini adalah pengajuan gugatan pasangan Khofifah Indar Parawansah- Mudjiono kepada Mahkamah Konstitusi terkait penetapan hasil pemilihan kepala daerah Jawa Timur oleh KPUD Jawa Timur yang dimenangkan pasangan Soekarwo- Saifullah Yusuf setelah pemilihan ulang di Sampang dan Bangkalan dan penghitungan ulang di Pamekasan. Gugatan tersebut tidak diterima Mahkamah Konstitusi tanpa melalui proses persidangan dikarenakan bukan merupakan Universitas Sumatera Utara kompetensi Mahkamah Konstitusi dan bukan merupakan perkara yang baru, tetapi yang digugat tetap Putusan No. 41PHPU.D-VI2008. Jika melihat keputusan Mahkamah Konstitusi untuk tidak menerima gugatan Khofifah Indar Parawansah-Mudjiono tersebut secara tidak langsung bertentangan dengan kode etik seorang hakim karena hakim tidak boleh menolak suatu perkara, apalagi tanpa melakukan suatu proses persidangan yang dapat membuktikan kebenaran Pemohon. Tetapi yang perlu ditegaskan disini adalah permohonan yang diajukan oleh Khofifah Indar Parawansah-Mudjiono merupakan permohonan yang berkaitan dengan hukum pidana. Jadi bukan merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi, dan apabila Mahkamah Konstitusi menerima permohonan tersebut berarti Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal konsitusi sendiri telah mencederai amanat yang diembannya. Mahkamah Konstitusi sebagai Court of Law harus cermat dapat menanggapi berbagai permasalahan yang diajukan kepadanya, sehingga hal ini dapat menjaga nama baik Mahkamah Konstitusi sendiri dan bangsa Indonesia di mata internasional.

2. Permohonan Ditolak

Dokumen yang terkait

Calon Independen dalam Pemilihan Kepala Daerah Ditinjau dari Undang-undang Pemerintahan Daerah

2 79 104

Tingkahlaku Politik Etnis Tionghoa Dalam Pemilihan Kepala Daerah 2010 Di Kelurahan Pusat Pasar Medan Kota

0 50 99

Strategi Pemenangan Calon Independen Dalam pemilihan kepala Daerah Medan 2010 (Studi kasus Prof.Dr.H.M.Arif Nasution dan H.Supratikno WS).

3 66 147

Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Memutus Hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (studi kasus Pilkada Kabupaten Dairi)

0 31 119

KAJIAN YURIDIS PENYELESAIAN SENGKETA HASIL PEMILUKADA OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI (Berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 15 Tahun 2008 Tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Putusan Mahkamah Konstitusi No.

0 4 15

KAJIAN YURIDIS TERHADAP KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH

1 22 69

KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH

0 14 83

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MEMUTUS SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH (STUDI KASUS : PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH KOTAWARINGIN BARAT).

1 2 18

Redesain Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Penyelesaian Sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

0 0 22

A. PENDAHULUAN - KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

0 0 13