Berdasarkan pemaparan tabel diatas dapat diketahui jika perubahan terhadap undang-undang tentang penyelenggaraan pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah
pada dasarnya merupakan implikasi dari perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dengan prinsip demokrasi dalam penyelenggaran pemilihan kepala daerah
mengakibatkan perlunya revisi terhadap ketentuan undang-undang tersebut. Dengan demikian, perubahan terhadap pengaturan penyelenggaraan pemilihan umum kepala
daerah pada dasarnya merupakan salah satu usaha yang dilakukan bangsa Indonesia agar dapat menyelenggarakan pemerintahan dengan lebih baik.
D. Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah
Menurut Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Pedoman Beracara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah
Pasal 236 Huruf C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah merupakan dasar yuridis kewenangan Mahkamah Konstitusi
dalam memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum kepala daerah. Pengalihan kewenangan dari Mahkamah Agung ke Mahkamah Konstitusi tersebut
merupakan implikasi perubahan pemilihan kepala daerah menjadi rezim pemilihan umum. Sehingga permasalahan dalam pemilihan umum kepala daerah khususnya
mengenai perselisihan hasil penghitungan suara pemilihan umum kepala daerah yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi.
Adapun bunyi Pasal 236 Huruf C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 adalah, “penyelesaian sengketa hasil pemilihan kepala daerah oleh Mahkamah
Agung dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 18 bulan sejak undang- undang ini diundangkan”. Pasal 236 Huruf C itu memang sempat menimbulkan
multitafsir. Ada yang menafsirkan jika disebut “paling lama” berarti pengalihan
Universitas Sumatera Utara
kewenangan ke Mahkamah Konstitusi bisa lebih cepat dari waktu delapan belas bulan.
Setelah terjadi penyerahan kewenangan penanganan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah dari Mahkamah Agung ke Mahkamah Konstitusi maka
segala pengaturan tentang penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala daerah sepenuhnya menjadi hak Mahkamah Konstitusi. Hal ini berdasarkan ketentuan pasal
236 Huruf C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 sebagai perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Penanganan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah merupakan kewenangan baru Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi dalam hal ini
mengeluarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah. Tata cara pengajuan
permhonan dijelaskan dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 15 Tahun 2008 ini. Sebagaimana dalam ketentuan Pasal 5 jika permohonan
pembatalan penetapan hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah diajukan ke Mahkamah Konstitusi paling lambat 3 tiga hari kerja setelah KPU menetapkan hasil
penghitungan suara pemilihan kepala daerah di daerah yang bersangkutan dan apabila pengajuan permohonan melebihi batas waktu yang ditentukan maka permohonan
tersebut tidak dapat diregistrasi ke Mahkamah Konstitusi. Pembatasan tenggang waktu selama tiga hari kerja merupakan suatu putusan yang sangat tepat, karena
apabila tenggang waktu yang diberikan lama, maka dapat mengindikasikan adanya ketidakmurnian dalam pengajuan. Maksudnya, pemohon dapat saja memanfaatkan
waktu tersebut untuk membuat suatu bukti palsu agar dapat dimenangkan dalam persidangan. Dengan kata lain kebenaran yang sesungguhnya dapat dimanipulasi.
Universitas Sumatera Utara
Seperti halnya dalam mengajukan permohonan pada perselisihan hasil pemilihan umum dalam pengajuan permohonan disertai data identitas diri dan juga
petitum yang akan diajukan yaitu membatalkan hasil penghitungan suara menurut termohon dan membenarkan hasil penghitungan suara menurut pemohon. Selain itu,
yang paling penting dalam pengajuan permohonan tersebut harus disertai bukti. Pemohon dalam perselisihan hasil pemilihan kepala daerah adalah salah satu pihak
yang menjadi peserta calon kepala daerah. Sedangkan termohon dalam hal ini adalah Komisi Pemilihan Umum Provinsi atau KabupatenKota atau Komisi
Independen Pemilihan ProvinsiKabupatenKota. Pengajuan permohonan ditindaklanjuti dengan pemeriksaan persyaratan dan
kelengkapan permohonan oleh panitera Mahkamah Konstitusi. Apabila permohonan tersebut memenuhi persyaratan dan permohonanya sudah lengkap maka perkara
tersebut dapat dimasukkan dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi BRPK. Dalam hal permohonan belum memenuhi syarat dan belum lengkap, pemohon dapat
melakukan perbaikan sepanjang masih dalam tenggat waktu mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Ayat 1 peraturan ini. Setelah masuk dalam
buku registrasi perkara konstitusi, kemudian panitera mengirim salinan permohonan tersebut kepada termohon, disertai pemberitahuan hari sidang pertama dan
permintaan keterangan tertulis yang dilengkapi bukti-bukti hasil penghitungan suara yang diperselisihkan. Penentuan hari sidang pertama dan pemberitahuan kepada
pihak-pihak dilakukan paling lambat 3 tiga hari kerja sejak registrasi. Sidang untuk memeriksa permohonan dapat dilakukan oleh panel hakim
dengan sekurang-kurangnya terdiri atas 3 tiga orang hakim konstitusi atau pleno
Universitas Sumatera Utara
hakim dengan sekurang-kurangnya 7 tujuh orang hakim konstitusi. Proses pemeriksaan persidangan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Penjelasan permohonan merupakan penjelasan yang dilakukan oleh pemohon
terkait dengan perkara yang diajukan kepada Mahkamah Konstitusi. Kegunaan dari penjelasan yang dilakukan oleh pemohon terkait dengan perkara yang
diajukan kepada Mahkamah Konstitusi. Kegunaan dari penjelasan permhonan ini adalah untuk memperjelas duduk perkara yang diajukan dan apabila terdapat
kekurangan atau kesalahan dalam permohonan dapat dilakukan perbaikan ulang. 2.
Jawaban termohon. Berdasarkan berkas perkara yang sudah dikirim oleh panitera kepada permohonan
yang diajukan pemohon. 3.
Pihak terkait dalam hal ini pasangan calon kepala daerah yang lain dapat memberikan keterangan apabila ada.
Keterangan pihak terkait dipergunakan sebagai bahan pertimbangan bagi hakim konstitusi dalam memutus perkara.
4. Pembuktian oleh pemohon, termohon dan pihak terkait.
Alat bukti dalam perselisihan hasil pemilihan kepala daerah sesuai dengan ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 dapat berupa :
a. keterangan para pihak;
b. surat atau tulisan;
c. keterangan saksi;
d. keterangan ahli;
e. petunjuk; dan
f. alat bukti lain berupa informasi danatau komunikasi elektronik.
Universitas Sumatera Utara
Agar putusan yang dikeluarkan Mahkamah Konstitusi bersifat objektif maka diperlukan bukti dari semua pihak yang berkepentingan di dalamnya mulai dari
pemohon, termohon sampai pada pihak terkait.
238
Saksi yang diajukan harus benar-benar memberikan keterangan sesuai dengan kondisi riil pada saat itu.
Keterangan dari ahli diperlukan untuk mendukung kebenara alat bukti yang diajukan. Misalnya saja alat bukti yang berupa rekaman komunikasi elektronik.
Di era teknologi komunikasi ini tidak menutup kemungkinan bukti yang diberikan adalah palsu, sehingga untuk membuktikan kebenaran tersebut dibutuhkan para
ahli yang berkompetensi dalam bidang tersebut. Kemudian untuk kepentingan pembuktian, Mahkamah Konstitusi dapat melakukan pemeriksaan melalui
persidangan jarak jauh video conference; 5.
Setelah mendengarkan keterangan dari saksi dan pembuktian yang ada dalam persidangan maka Mahkamah Konstitusi melakukan rapat permusyawaratan
hakim untuk mengambil kesimpulan yaitu dengan mengeluarkan putusan. Rapat permusyawaratan hakim sekurang-kurangnya dihadiri oleh 7 orang hakim
konstitusi yang dilaksanakan secara musywarah dan mufakat. Apabila dalam rapat tersebut belum mencapai mufakat bulat maka putusan diambil berdasarkan
suara terbanyak. Putusan ketua rapat permusyawaratan hakim berlaku apabila putusan dengan suara terbanyak tidak dapat dicapai. Untuk kepentingan
238
Lebih lanjut lihat ketentuan Pasal 10 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15 Tahun 2008. Alat bukti surat atau tulisan terdiri atas: a. berita acara dan salinan pengumuman hasil
pemungutan suara dari tempat pemungutan suara TPS; b. berita acara dan salinan sertifikat hasil penhitungan suara dari panitia pemungutan suara PPS; d. berita acara dan salinan rekapitulasi jumlah
suara dari panitia pemilihan kecamatan PPK; d. berita acara dan salinan rekapitulasi hasil penghitungan suara dariKPUKIP provinsi atau kabupatenkota; e. berita acara dan salinan penetapan
hasil penghitungan suara pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah provinsi atau kabupatenkota; f. berita acara dan salinan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari KPUprovinsi; g. penetapan calon
terpilih dari KPUKIP provinsi atau kabupatenkota; dan atau h. dokumen tertulis lainnya.
Universitas Sumatera Utara
pemeriksaan, mahkamah dapat menetapkan putusan sela yang terkait dengan penghitungan suara ulang. Apabila Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan
putusan sela yang memerintahkan pemungutan suara ulang dalam persidangan yang memakan waktu 10 hari, maka batas waktu dianggap berhenti selama
pelaksanana putusan itu. Artinya, sisa waktu empat hari akan digunakan Mahkamah Konstitusi untuk meneliti apakah proses pengulangan itu sudah sesuai
atau belum. Hal ini terkait dengan putusn mengenai perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah diucapkan paling lama 14 empat belas hari kerja sejak
permohonan dicatat dalam buku registrasi perkara konstitusi. Putusan sela yang dikeluarkan Mahkamah Konstitusi tidak bersifat final, karena putusan ini bukan
merupakan puusan akhir yang dikeluarkan Mahkamah Konstitusi. Permasalahan yang muncul kemudian adalah putusan sela ini hanya berlaku
untuk keperluan pemeriksaan. Putusan sela tidak berlaku bagi putusan akhir Mahkamah Konstitusi. Misalnya saja dalam putusan Mahkamah Konstitusi
memeriksakan untuk pemungutan suara ulang, maka apabila dalam proses pengulangan tersebut ditemukan adanya kecurangan maka Mahkamah Konstitusi
dapat mengelaurkan suatu keputusan yang lebih bersifat objektif pada akhir persidangan. Hal ini terbentur oleh ketentuan Pasal 13 Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 15 Tahun 2008 yang menyatakan jika Mahkamah Konstitusi harus menyelesaikan perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah selama 14 hari
kerja. Putusan yang sudah ditetapkan Mahkamah Konstitusi kemudian disampaikan kepada DPRD setempat, pemerintah, dan kedua belah pihak.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV AKIBAT HUKUM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
TERKAIT PENETAPAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH
A. Putusan Mahkamah Konstitusi