Dasar Teoritis Kewenangan Mahkamah Konstitusi

terhadap Undang Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. 2. Mahkamah Konstitusi wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran Presiden danatau Wakil Presiden menurut Undang Undang Dasar. Secara khusus, wewenang Mahkamah Konstitusi tersebut diatur lagi dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi dengan rincian sebagai berikut 153 : 1. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannnya bersifat final untuk : a. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. Memutus pembubaran partai politik; dan d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum; 2. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden danatau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, danatau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden danatau Wakil Presiden.

2. Dasar Teoritis Kewenangan Mahkamah Konstitusi

Secara teoritis pembentukan Mahkamah Konstitusi di Indonesia sesuai dengan teori kewenangan dimana dengan pemberian kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi diharapkan akan terwujud negara yang demokratis. Untuk mempertajam 153 Lihat Pasal 10 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Universitas Sumatera Utara pemahaman berkaitan dengan kewenangan yang dimiliki Mahkamah Konstitusi berikut ini akan diuraikan secara singkat berkaitan dengan teori kewenangan.

a. Karakteristik Kekuasaan dan Kewenangan

Dalam ilmu politik, kekuasaan sering digunakan untuk menganalisis kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Sedangkan dalam ilmu hukum, menurut Bagir Manan, kekuasaan lebih tepat digunakan untuk membagi kekuasaan itu. Penggunaan kata kekuasaan secara tepat berada pada kekuasaan legislatif, kewenangan eksekutif, kompetensi untuk yudikatif. 154 Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan dalam arti bahwa ada satu pihak yang memerintah dan ada satu pihak yang diperintah the rule and the ruled. 155 Berdasarkan pengertian ini, dapat terjadi kekuasaan yang tidak berkaitan dengan hukum. Henc Van Maarseveen mengatakan kekuasaan seperti itu disebui blote macht. 156 Max Weber menyebutkan kekuasaan yang berkaitan dengan hukum adalah wewenang rasional atau legal, yakni wewenang yang berdasarkan suatu sistem hukum ini dipahami sebagai kaidah-kaidah yang telah diakui serta dipatuhi oleh masyarakat dan bahkan yang diperkuat oleh negara. 157 Dalam hukum tata negara, wewenang bevoegdheid dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum rechtsmacht. Dalam hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan. 154 Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan ……, Op.Cit., hlm. 207. 155 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000, hlm. 37. 156 Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan ……, Ibid. 157 A. Gunawan Setiardja, Dialetika Hukum dan Moral Dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia, Yogyakarta: Kanisius, 1990, hlm. 52. Universitas Sumatera Utara Kekuasaan mempunyai makna yang sama dengan wewenang karena kekuasaan yang dimiliki oleh legislatif, eksekutif dan yudikatif adalah merupakan formal. Dalam literarur ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu hukum sering ditemukan istilah kekuasaan, kewenangan dan wewenang. Kekuasaan sering disamakan dengan kewenangan. Istilah kewenangan sering disamakan dengan wewenang, otomatis kewenangan disamakan dengan kekuasaan. Akan tetapi yang jelas, baik dalam ilmu politik, ilmu hukum, maupun ilmu pemerintahan objek kajiannya adalah negara. Kekuasaan menurut ilmu politik merupakan suatu seni yang sifatnya abstrak yang berasal dari dunia barat Eropa dan Amerika Serikat sedangkan oleh dunia timur diberi makna konkret yang berwujud misalnya keris dan jumlah pasukan. Kekuasaan merupakan unsur esensial dari suatu negara dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di samping unsur hukum, kewenangan, keadilan kejujuran, kebijakbestarian dan kebijakan. 158 Kekuasaan merupakan inti dari penyelenggaraan negara agar negara dalam keadaan bergerak de staat in beweging. Dalam hal ini negara dapat menjalankan tugasnya untuk memberikan pelayanan kepada publik. Agar kekuasaan dapat dijalankan maka dibutuhkan penguasa atau organ sehingga negara itu dikonsepkan sebagai himpunan jabatan- jabatan een ambten complex dimana jabatan-jabatan itu diisi oleh sejumlah pejabat yang mendukung hak dan kewajiban tertentu berdasarkan konstruksi subjek kewajiban. Berdasarkan uraian tersebut, lahirlah teori organ atau organis 158 Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan ……, Op.Cit., hlm. 208. Universitas Sumatera Utara yang menyatakan negara merupakan subjek hukum buatan atau tidak asli. Maka dari itu, kekuasaan mempunyai dua aspek, yaitu aspek politik dan aspek hukum, sedangkan kewenangan hanya beraspek hukum saja. Artinya kekuasaan dapat bersumber dari konstitusi dan inkonstitusional, misalnya melalui kudeta ataupun perang. Sedangkan kewenangan pasti bersumber dari konstitusi. Perbedaan antara pengertian kewenangan dan wewenang dapat dipahami jika diketahui perbedaan antara authority dan competence. Kewenangan adalah kekuasaan formal, yaitu kekuasaan yang diberikan undang-undang atau legislatif dari kekuasaan eksekutif atau administratif. Kewenangan merupakan kekuasaan dari segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan atau urusan pemerintahan tertentu yang bulat. Sedangkan wewenang hanya bagian tertentu dari kewenangan. Kewenangan dibidang kekuasaan kehakiman atau kekuasaan mengadili sebaiknya disebut kompetensi atau yurisdiksi walaupun dalam praktik perbedaannya tidak selalu dirasakan perlu. 159 Di dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang. Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum publik, lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat keputusan pemerintahan, tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan tugas, dan pembentukan wewenang serta distribusi wewenang utamanya ditetapkan dalam undang-undang dasar. 159 Ateng Syafrudin, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bertanggungjawab, Majalah Pro Justitia Nomor 4 Tahun 2000, Universitas Parahyangan Bandung, hlm. 22. Universitas Sumatera Utara Menurut Harjono, membicarakan masalah wewenang, terlebih dahulu harus mengetahui perbedaan antara fungsi dan tugas. Penggunaan kata tersebut tidak hanya didasarkan atas makna kata secara harfiah, tetapi juga perlu untuk dipertimbangkan kaitannya secara utuh antara yang satu dengan yang lain. 160 Fungsi mempunyai makna yang lebih luas jika dibandingkan dengan tugas. Jika kata tugas akan digunakan, akan lebih tepat untuk menyebutkan aktivitas-aktivitas yang diperlukan agar fungsi dapat terlaksana, sebab fungsi memerlukan banyak aktivitas agar dapat terlaksana fungsi tersebut. Sebuah aktivitas perlu dilakukan oleh sebuah lembaga untuk mendukung terlaksananya sebuah fungsi. Hubungan antara aktivitas dan terlaksananya fungsi merupakan hubungan atas dasar kebutuhan. Artinya sesuatu yang dibutuhkan adanya agar sesuatu yang diharapkan dapat terlaksana. Sebuah aktivitas dilakukan oleh sebuah lembaga sehingga hubungan antara lembaga dan aktivitas tersebut sangat erat dan dapat dikatakan tidak akan diperlukan lembaga tersebut kalau aktivitas tersebut tidak dibutuhkan. Hubungan antara lembaga dan aktivitas tersimbolkan dengan penggunaan kata tugas. Gabungan antara tugas-tugas yang dilakukan oleh sebuah lembaga adalah operasionalisasi dari sebuah fungsi yang sifatnya ke dalam. Penggunaan kata tugas tidak dapat dipisahkan dengan kata wewenang. Oleh karena itu, seharusnya 160 Harjono, Kedudukan Dan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia, Makalah disampaikan pada diskusi hukum Jurusan Hukum Administrasi, Universitas Airlangga. Tanggal 6 Juni 2003. hlm. 8. Lihat juga Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan ……, Op.Cit., hlm. 210-211. Universitas Sumatera Utara kata tugas dan wewenang diperlukan secara bersama-sama dalam pembuatan suatu perundang-undangan. Dibandingkan dengan fungsi ataupun tugas, kata wewenang lebih mempunyai makna yang berkaitan dengan hukum secara langsung. Oleh karena itu, diperlukan pengkajian secara mendalam penggunaan kata wewenang dalam hukum publik, maupun dalam hukum perdata. Dalam hukum perdata, wewenang selalu dikaitkan dengan hak, sedangkan fungsi selalu berkaitan dengan kewajiban. Konsep hukum perdata tidak dapat langsung diterapkan dalam hukum publik khususnya sengketa tata negara. Berdasarkan konsep tata negara, agar fungsi dapat terealisasi maka diperlukan aktivitas, sehingga dalam pelaksanaannya suatu lembaga dikatakan mempunyai tugas. Aktivitas mempunyai dua aspek, yakni keluar dan ke dalam. Pelaksanaan sebuah tugas dapat menyebabkan akibat di luar lembaga pelaksana tugas. Atas akibat ke luar tersebut, suatu lembaga memerlukan dasar hukum agar pihak di luar juga terkait. Maka dari itu, lembaga tersebut diberi wewenang. Dengan diberikannya wewenang kepada lembaga negara tersebut, maka akan timbul akibat yang sifatnya kategorial ataupun eksklusivistis. Kategorial artinya membedakan antara lembaga yang mempunyai wewenang dan lembaga yang tidak mempunyai wewenang. Sedangkan bersifat ekslusivistis, artinya Universitas Sumatera Utara menjadikan lembaga-lembaga yang tidak disebut sebagai tidak menjadi bagian dari lembaga yang diberi wewenang. 161 Konsekuensi yang timbul dari uraian tersebut adalah seluruh akibat ke luar yang ditimbulkan oleh aktivitas serupa yang dilakukan oleh lembaga yang tidak diberi wewenang tidak mempunyai akibat hukum. Sifat kategorial-eksklusivistis berlaku secara horizontal artinya menyangkut hubungan dengan lembaga lain yang kedudukannya sederajat. Di samping itu juga mempunyai sifat subordinat yang bersifat vertikal yaitu menumbuhkan kewajiban bagi mereka yang berada di bawah lembaga tersebut untuk tunduk pada lembaga yang diberi wewenang. Sedangkan pada lembaga yang lebih tinggi menimbulkan kewajiban untuk memberi pengakuan atas akibat ke luar atas aktivitas lembaga yang diberi wewenang tersebut bahkan termasuk akibat yang mungkin timbul terhadap lembaga yang lebih tinggi tersebut. Teori fungsi yang dikembangkan oleh Harjono, menurut Kunto Wibisono 162 merupakan rangkaian dari teori organ dalam kerangka ontologi. Artinya jika bekerjanya fungsi itu karena ada aktivitas-aktivitas, sebelum bekerjanya fungsi itu harus lebih dahulu ada organ-organ yang tersistemik dalam suatu komponen 161 Ibid., hlm. 212. 162 Ibid., hlm. 213. Komponen atau organ dapat diselaraskan dengan molekul dalam ilmu fisika yang membentuk wujud suatu benda, atau dapat diselaraskan dengan organ-organ dalam negara yang biasanya diwujudkan dalam bentuk institusi atau lembaga-lembaga negara yng dirumuskan dalam Undang-Undang Dasar. Fungsi dapat bekerja dengan baik jika organ-organ dalam suatu Konstitusi sistelliik itu rnernpunyai tujuan yang sarna. Jika dalam suatu organ tidak mempunyai tujuan yang sama, maka fungsi itu tidak bisa berjalan atau bekerja. Universitas Sumatera Utara yang saling bersinergi. Komponen itulah yang merupakan elemen atau semacam molekul-molekul sebagai wujud untuk bekerjanya suatu fungsi. Kaitannya dengan Mahkamah Konstitusi penulis sependapat dengan Max Weber, kewenangan merupakan kekuasaan Mahkamah Konstitusi yang bersumber dari UUD 1945 setelah perubahan. Kewenangan tersebut diberikan kepada Mahkamah Konstitusi dengan tujuan agar tidak terjadi penyimpangan substansi undang- undang terhadap UUD 1945 yang merupakan produk dari legislatif bersama dengan eksekutif. Apabila substansi undang-undang tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945 maka supremasi hukum dapat ditegakkan sehingga pelaksanaan demokrasi dapat berjalan dengan baik. Konsep mengenai kewenangan lebih lanjut dapat dipahami apabila diketahui sumber kewenangan tersebut. Oleh karena itu, pada pembahasan selanjutnya akan diuraikan mengenai sumber kewenangan.

b. Sumber Kewenangan

Kewenangan yang dimiliki oleh organ institusi pemerintahan atau lembaga negara dalam melakukan tindakan riil, mengadakan pengaturan, atau mengeluarkan keputusan selalu dilandasi oleh kewenangan yang diperoleh dari konstitusi secara atribusi, delegasi maupun mandat. Suatu atribusi menunjuk pada kewenangan yang asli atas dasar Undang-Undang Dasar atau ketentuan hukum tata negara. Pada kewenangan delegasi harus ditegaskan suatu pelimpahan wewenang kepada organ pemerintahan yang lain. Adapun mandat tidak terjadi pelimpahan apapun dalam arti pemberian wewenang. Akan tetapi pejabat yang Universitas Sumatera Utara diberi mandat bertindak atas nama pemberi mandat. Dalam pemberian mandat, pejabat yang diberi mandat menunjuk pejabat lain untuk bertindak atas nama mandator pemberi mandat. Bertalian dengan konsep atribusi, delegasi, ataupun mandat, J.G Brouwer dan A.E Schilder, menyatakan 163 : a. With attribution power, is granted to an administrative authority by an independent legislative body. The power is initial originair, which is to say that is not derived from a previously existing power. The legislative body creates independent and previously nonexistent power and assigns them to an authority. b. Delegation is the transfer of an acquired attribution of power from one administrative authority to another, so that the delegate the body that has acquired the power can exercise power in its own name. c. With mandate, there is not transfer, but the mandate giver mandans assigns power to the body mandataris to make decision or take action in its name. J.G Brouwer berpendapat pada atribusi, kewenangan diberikan kepada satu organ institusi pemerintahan atau lembaga negara oleh suatu badan legislatif yang independen. Kewenangan ini adalah asli, yang tidak diambil dari kewenangan sebelumnya. Badan legislatif menciptakan kewenangan mandiri dan bukan perluasan kewenangan sebelumnya dan memberikan kepada organ yang berkompeten. Kewenangan harus dilandasi oleh suatu ketentuan hukum yang ada konstitusi sehingga kewenangan merupakan kewenangan yang sah. Dengan demikian, pajabat dalam mengeluarkan keputusan didukung oleh sumber kewenangan tersebut. Stroink menjelaskan, bahwa sumber kewenangan dapat diperoleh bagi 163 Ibid., hlm. 218. Universitas Sumatera Utara pejabat atau institusi pemerintahan dengan cara atribusi, delegasi dan mandat. Bahwa kewenangan institusi pemerintah adalah suatu kewenangan yang dikuatkan oleh hukum positif guna mengatur dan mempertahankannya. Tanpa suatu kewenangan tidak dapat dikeluarkan suatu keputusan yuridis yang benar. Pengertian kewenangan kemudian juga merupakan inti pengertian yang ada, baik dalam hukum tata negara maupun hukum administrasi. Kewenangan juga berhubungan dengan asas negara hukum, bagian paling sentral dalam pemikiran negara hukum rechstaatdenken diformulasikan melalui asas wetmatigheids ataupun legaliteit beginsel. Dalam pengertian hanya dengan kekuatan undang-undang maka kewenangan pemerintah dapat dinyatakan menurut undang-undang dasar atau undang-undang organik yang dibentuk oleh parlemen. 164 Berdasarkan pengertian di atas, maka kewenangan dapat dideskripsikan sebagai aturan hukum yang berlaku dalam hukum publik dan istilah kekuatan dipakai untuk membagi kekuasaan secara politis yang dalam literatur politik, dan hukum tata negara disebut kekuasaan negara yang terdiri dari kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Sedangkan kewenangan dan wewenang dipakai dalam rangka penggunaan kekuasaan yang bersifat formal dari suatu organ pemerintahan atau lembaga negara yang sekurang-kurangnya memiliki tiga komponen yaitu: a. Pengaruh; 164 Ibid. Universitas Sumatera Utara

b. Dasar hukum dan c. Konformasi hukum.

165 Komponen pengaruh artinya penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subjek hukum. Komponen dasar hukum artinya bahwa wewenang itu selalu dapat dirujuk dasar hukumnya. Sedangkan komponen komformitas hukum mengandung makna adanya standar wewenang, yaitu standar umum semua jenis wewenang dan standar khusus wewenang jenis tertentu. Berdasarkan uraian mengenai sumber kewenangan di atas diketahui bahwa jika kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi terkait dengan sengketa hasil pemilihan kepala daerah merupakan kewenangan atribusi yakni kewenangan yang bersumber dari konstitusi maupun undang-undang. Sebagaimana amanat UUD 1945 setelah perubahan jika Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga yudikatif yang baru dibentuk. Perubahan UUD 1945 menerapkan prinsip pemisahan kekuasaan antara cabang-cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, yudikatif dan auditatif yang diwujudkan dalam pelembagaan organ pemerintahan yang sederajat sekaligus saling mengontrol dan mengimbangi satu sama lain checks and balances. Meskipun demikian, bukan berarti struktur parlemen berubah menjadi dua kamar bicameral. Hal ini disebabkan MPR yang terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD. Lain halnya dengan Kongres Amerika Serikat yang terdiri dari House of Representatives dan Senate. Implikasi dari diterapkannya prinsip checks and balances adalah tidak adanya lembaga negara tertinggi lagi. Kedudukan antar lembaga negara adalah 165 Ibid., hlm. 220. Universitas Sumatera Utara seimbang bukan hubungan vertikal-horizontal hierarki tetapi hubungan fungsional. Karenanya jika terjadi sengketa antar lembaga negara, diserahkan melalui lembaga kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah Konstitusi. Wewenang Mahkamah Konstitusi berasal dari UUD 1945 yang diatur dalam pasal 7A, 7B dan 24C kemudian dijabarkan dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003.

3. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Berdasarkan Undang-Undang Dasar

Dokumen yang terkait

Calon Independen dalam Pemilihan Kepala Daerah Ditinjau dari Undang-undang Pemerintahan Daerah

2 79 104

Tingkahlaku Politik Etnis Tionghoa Dalam Pemilihan Kepala Daerah 2010 Di Kelurahan Pusat Pasar Medan Kota

0 50 99

Strategi Pemenangan Calon Independen Dalam pemilihan kepala Daerah Medan 2010 (Studi kasus Prof.Dr.H.M.Arif Nasution dan H.Supratikno WS).

3 66 147

Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Memutus Hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (studi kasus Pilkada Kabupaten Dairi)

0 31 119

KAJIAN YURIDIS PENYELESAIAN SENGKETA HASIL PEMILUKADA OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI (Berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 15 Tahun 2008 Tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Putusan Mahkamah Konstitusi No.

0 4 15

KAJIAN YURIDIS TERHADAP KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH

1 22 69

KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH

0 14 83

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MEMUTUS SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH (STUDI KASUS : PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH KOTAWARINGIN BARAT).

1 2 18

Redesain Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Penyelesaian Sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

0 0 22

A. PENDAHULUAN - KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

0 0 13