kompetensi Mahkamah Konstitusi dan bukan merupakan perkara yang baru, tetapi yang digugat tetap Putusan No. 41PHPU.D-VI2008.
Jika melihat keputusan Mahkamah Konstitusi untuk tidak menerima gugatan Khofifah Indar Parawansah-Mudjiono tersebut secara tidak langsung bertentangan
dengan kode etik seorang hakim karena hakim tidak boleh menolak suatu perkara, apalagi tanpa melakukan suatu proses persidangan yang dapat membuktikan
kebenaran Pemohon. Tetapi yang perlu ditegaskan disini adalah permohonan yang diajukan oleh Khofifah Indar Parawansah-Mudjiono merupakan permohonan yang
berkaitan dengan hukum pidana. Jadi bukan merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi, dan apabila Mahkamah Konstitusi menerima permohonan tersebut berarti
Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal konsitusi sendiri telah mencederai amanat yang diembannya. Mahkamah Konstitusi sebagai Court of Law harus cermat dapat
menanggapi berbagai permasalahan yang diajukan kepadanya, sehingga hal ini dapat menjaga nama baik Mahkamah Konstitusi sendiri dan bangsa Indonesia di mata
internasional.
2. Permohonan Ditolak
Putusan hakim konstitusi menyatakan permohonan ditolak apabila permohonannya tidak beralasan. Dalam hal ini Mahkamah Konstitusi menilai jika
selama proses persidangan pemohon tidak dapat menunjukkan bahwa telah terjadi kesalahan atau kecurangan dalam pemilihan kepala daerah. Saksi-saksi maupun
bukti-bukti yang diajukan selama proses persidangan tidak dapat mendukung atau
Universitas Sumatera Utara
memperkuat tuntutan yang diajukan. Yang menjadi pembeda antara putusan ditolak dengan tidak diterima Mahkamah Konstitusi adalah jalannya proses persidangan.
Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya berbunyi Permohonan ditolak apabila permohonan tidak beralasan masih melalui proses persidangan, sedangkan
permohonan yang tidak diterima belum menjalani proses persidangan karena perkara tersebut tidak dapat dimasukkan dalam buku registrasi perkara konstitusi.
Putusan Mahkamah Konstitusi menolak permohonan dapat diamati dari
sengketa hasil pemilihan kepala daerah Kabupaten Langkat Sumatera Utara.
Putusan Nomor 66PHPU.D-VI2008 Tentang Sengketa Perselisihan Hasil pemilihan kepala daerah Kabupaten Langkat-Sumatera Utara tersebut menyatakan permohonan
ditolak secara keseluruhan. Keputusan Mahkamah Konstitusi tidak menerima permohonan tersebut dikarenakan dalil-dalil yang dikeluarkan Pemohon tidak dapat
dibenarkan, selain itu tingkat validitas bukti yang diajukan juga diragukan. Beberapa dalil yang digunakan Pemohon dapat dijawab oleh pihak Termohon yakni KPU
Kabupaten Langkat. Sebagian besar penyataan Pemohon tidak dapat dibenarkan, karena bukti yang lebih konkret dan mendukung dimiliki oleh KPU Kabupaten
Langkat. Selain masalah rekapitulasi, dalil Pemohon selanjutnya berkaitan dengan
pengurangan jumlah DPT yang terjadi pada pemilihan Putaran II. Mahkamah Konstitusi menimbang jika dalil tersebut tidak berpengaruh terhadap perolehan suara
hasil pemilihan kepala daerah dan adalah mustahil jika jumlah suara yang hilang atau tepatnya berkurang tersebut mutlak menjadi milik Pemohon. Pernyataan-pernyataan
Universitas Sumatera Utara
yang demikian membuktikan jika dalil yang dikeluarkan oleh pemohon tidak dapat dibenarkan sehingga keputusan Mahkamah Konstitusi yang paling tepat adalah
menolak permohonan yang diajukan oleh pemohon.
3. Permohonan Diterima