bahan tekstual dalam suatu bahasa bahasa sumber ke bahan tekstual yang ekuivalen dalam bahasa lainnya bahasa target”.
Menurut Nida dan Taber 1969:12 “Translating consists in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source language message, first in terms
of meaning and secondly in terms of style .” dalam bahasa Indonesia berbunyi “terjemah
an itu melibatkan usaha menghasilkan kembali ke dalam bahasa si penerima, pesan dari bahasa sumber yang ekuivalen, se-alami, se-dekat mungkin dengan bahasa sumbernya,
dari segi arti dan style.” Dari definisi-definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa fenomena terjemahan itu
pada dasarnya adalah pengalihan dari bahasa sumber ke bahasa target dengan memperhatikan ekuivalensinya.
2.2.1 Tahap-tahapan Terjemahan.
Dalam proses pengalihan atau menerjemahkan dari bahasa sumber ke bahasa target terdapat tahap-tahapan seperti yang dikemukakan oleh Nida dan Taber 1969:33 bahwa
ada tiga tahapan: tahap pertama yaitu menganalisis analysis teks bahasa sumber, tahap kedua yaitu mengalihkan transfer teks bahasa sumber ke bahasa sasaran dan tahap
ketiga yaitu menyusun atau menyempurnakan kembali restructuring apa yang sudah dialihkan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Berikut adalah skemanya:
A source language B target language
analysis restructuring
X transfer
Y
Gambar 1. Skema proses terjemahan Nida dan Taber
Universitas Sumatera Utara
Tahap-tahapan yang dikemukakan Larson dalam bukunya yang berjudul “Meaning Based Translation, A Guide to Cross-language Equivalence” yang
diterjemahkan oleh Kencanawati Taniran ke bahasa Indonesia dengan judul “Penerjemahan Berdasarkan Makna: Pedoman untuk pemadanan Antarbahasa”
1998:3 yaitu: 1 mempelajari leksikon, sruktur gramatikal, situasi komunikasi, dan
konteks budaya dari teks bahasa sumber, 2 menganalisis teks bahasa sumber untuk menemukan maknanya,
3 mengungkapkan kembali makna yang sama itu dengan menggunakan leksikon dan sruktur gramatikal yang sesuai dalam bahasa sasaran dan
konteks budayanya.
Berikut adalah skema tahap-tahapannya:
Gambar 2. Skema tahap-tahapan terjemahan Larson
Dari skema Larson dapat dilihat bahwa pada umumnya tahapannya sama dengan yang dikemukakan oleh Nida dan Taber yakni menganalisis termasuk memahami teks bahasa
sumber, kemudian mentranfernya ke bahasa target, dan tahap terakhir adalah memyempurnakan bahasa target dengan menyusunmengungkapkannya kembali agar
BAHASA SUMBER Teks yang akan
diterjemahkan BAHASA SASARAN
Terjemahan
MAKNA Penafsiran
makna Pengungkapan
kembali maknanya
Universitas Sumatera Utara
mencapai ekuivalensi dari terjemahannya. Tetapi dalam hal ini Larson lebih menekankan pada penerjemahanekuivalensi makna.
2.2.2 Metodologi Penganalisaan Terjemahan
Terjemahan melibatkan teks, baik teks sumber maupun teks target yang mesti dianalisis dalam tahap menerjemahkan lihat skema terjemahan Nida dan Taber serta
Larson untuk mendapatkan hasil terjemahan yang diinginkan. Demikian pula dalam menganalisis suatu terjemahan baik teks sumber maupun teks target mesti dianalisis,
untuk itu metode pendekatan dalam penganalisaan itu adalah mutlak. Metode pendekatan dalam penganalisaan teks terjemahan itu adalah :
A. Pendekatan top-down teks – kalimat – klausafrasa - kata yaitu penganalisaan
teks yang diawali dengan pemahaman teks secara keseluruhan kemudian bergerak ke unit yang lebih kecil.
B. Pendekatan bottom-up kata – frasaklausa – kalimat - teks yaitu penganalisaan
teks yang diawali dengan pemahaman dari unit yang kecil kata kemudian bergerak ke unit yang lebih besar.
Snell-Hornby 1988:69 menyarankan pendekatan top-down dalam analisis teks atau disebutnya dengan istilah the macro to the micro level, dari text to sign, demikian juga
dalam model dari proses penerjemahan Hatim dan Mason ibid, Baker 1992:6 yang mengadopsi pendekatan sama dengan tipe teks dan konteks sebagai awal dari
pembahasan permasalahan-permasalahan dan strategi-strategi dalam terjemahan. Tetapi Baker 1992:6 menyarankan pendekatan bottom-up dengan argumentasi bahwa
walaupun teks itu adalah unit yang memiliki arti, bukannya unit bentuk, tetapi arti itu dipahami melalui bentuk dan tanpa memahami arti dari bentuk-bentuk individunya,
seseorang tidak dapat menginterpretasikan arti dari keseluruhan teks. Namun demikian
Universitas Sumatera Utara
beliau mengakui bahwa menerjemahkan kata-kata dan frasa-frasa di luar dari konteks itu merupakan latihan yang tidak menjanjikan keberhasilan, sama halnya dengan
memaksakan pemahaman keseluruhan teks tanpa pemahaman bagaimana sebenarnya masing-masing kata, frasa, dan struktur gramatikal mempengaruhi dan membentuk
keseluruhan arti dari teks. Dengan demikian baik pendekatan top-down maupun bottom-up memilki
kekuatannya masing-masing dalam upaya menganalisa dan memahami teks. Tetapi dapat disimpulkan bahwa ada baiknya menerapkan yang pertama bagi penerjemah awal
yang bukan linguis terlatih atau untuk tujuan pengajaran ataupun penganalisaan teks terjemahan sehingga tahap-tahapannya lebih mudah diikuti.
2.3 Ekuivalensi dalam Terjemahan