beliau mengakui bahwa menerjemahkan kata-kata dan frasa-frasa di luar dari konteks itu merupakan latihan yang tidak menjanjikan keberhasilan, sama halnya dengan
memaksakan pemahaman keseluruhan teks tanpa pemahaman bagaimana sebenarnya masing-masing kata, frasa, dan struktur gramatikal mempengaruhi dan membentuk
keseluruhan arti dari teks. Dengan demikian baik pendekatan top-down maupun bottom-up memilki
kekuatannya masing-masing dalam upaya menganalisa dan memahami teks. Tetapi dapat disimpulkan bahwa ada baiknya menerapkan yang pertama bagi penerjemah awal
yang bukan linguis terlatih atau untuk tujuan pengajaran ataupun penganalisaan teks terjemahan sehingga tahap-tahapannya lebih mudah diikuti.
2.3 Ekuivalensi dalam Terjemahan
Terjemahan sebagai hasil dari proses menerjemah memilki target yang harus dicapai, target itu lazim dikenal dengan istilah ekuivalensi. Istilah ini digunakan oleh Catford
juga Nida dan Taber dalam mendefinisikan terjemahan. Menurut Catford ibid, Hornby 1965:20 “terjemahan adalah penggantian dari bahan tekstual dalam suatu bahasa
bahasa sumber ke bahan tekstual yang ekuivalen dalam bahasa lainnya bahasa
target” , menurut Nida dan Taber 1969:12 “terjemahan itu melibatkan usaha menghasilkan kembali ke dalam bahasa si penerima, pesan dari bahasa sumber yang
ekuivalen se-alami mungkin dan se-dekat mungkin dengan bahasa sumbernya, dari segi
arti dan style.” Dalam bahasa Indonesia istilah ini juga dikenal dengan ‘padanan’. Para penerjemah
menggunakan istilah ekuivalensi sebagai parameter untuk menilai terjemahannya. Begitu pentingnya pencapaian ekuivalensi ini dalam terjemahan, sehingga sejak tahun
1959 istilah ini sudah didiskusikan oleh Jacobson dalam paper-nya “On Linguistic
Universitas Sumatera Utara
Aspect of translation” 19592000 melalui pembahasan linguistic meaning and equivalence
. Menurutnya, secara umum tidak ada ekuivalensi penuh antar kode unit- unit, dengan memberi contoh kata cheese yang merupakan kode unit dalam bahasa
Inggris tidak sama dengan syr dalam bahasa Rusia. Selanjutnya beliau menambahkan bahwa penerjemah mengkodekan dan mengalihkan pesan yang diterimanya dari sumber
lain. Maka terjemahan itu melibatkan dua pesan yang ekuivalen dalam dua kode yang berbeda.
Catford 1965:27 mengemukakan konsep ekuivalensi yang lebih umum dan lebih abstrak dibanding yang dikemukakan oleh Jacobson dengan “textual equivalence” yang
didefinisikannya dengan segala target teks atau bagian teks yang diteliti dengan metode pencapaian ekuivalensi berdasarkan otoritas dari narasumber atau penerjemah bilingual
yang berkompetensi, untuk mendapatkan ekuivalensi dari teks sumber yang diberikan atau bagian dari teks. Sedemikian besar perhatian dan pentingnya konsep ekuivalensi
dalam terjemahan ini bagi para ahli penerjemah, tersirat dalam kutipan yang ditegaskan Snell-Hornby 1988: 15 “What all linguistically oriented schools of translation theory
have in common however, is the central concept of translation equivalence …”. Yang
dapat diartikan dengan ‘namun demikian, yang secara umum diakui sekolah-sekolah yang berorientasi pada linguistik mengenai teori terjemahan adalah konsep utama
tentang ekuivalensi terjemahan’. Berikut adalah ekuivalensi yang dikemukakan oleh beberapa ahli Wikipedia,
diakses Febuari 2010 diantaranya: A. Eugene Nida mengemukakan dua jenis ekuivalensi yakni:
1 Formal equivalence yaitu menerjemahan dari bahasa sumber ke bahasa target dengan memfokuskan pada pesan yang sedekat mungkin dengan bahasa
Universitas Sumatera Utara
sumbernya. Terjemahan ini memperhatikan bentuk gramatikal dan fungsipesan yang disampaikan teks sumber.
2 Dynamic equivalence yaitu menerjemahan dari bahasa sumber ke bahasa target dengan memfokuskan pada kesamaan pesan yang disampaikan teks sumber
dengan pesan yang diterima dari teks target. Terjemahan ini lebih mengutamakan keluwesan bahasa dan fungsipesan dari pada bentuk
gramatika teks. B. Koller yang dikutip dari Munday 2001: 47 mengemukakan lima jenis
ekuivalensi yakni: 1 Denotative equivalence yaitu menerjemahan dari bahasa sumber ke bahasa
target dengan memfokuskan pada extralinguistic content atau ada yang menyebutnya dengan ‘content invariance’ dari suatu teks.
2 Connotative equivalence yaitu menerjemahan dari bahasa sumber ke bahasa target dengan memfokuskan pada pilihan-pilihan leksikal yang berdekatan
sinonimnya atau ada yang menyebutnya dengan ‘stylistic equivalence’. 3 Text-normative equivalence yaitu menerjemahan dari bahasa sumber ke
bahasa target dengan memfokuskan pada tipe teks yang memilki penyajian yang berbeda.
4 Pragmatic equivalence communicative equivalence yaitu menerjemahan dari bahasa sumber ke bahasa target dengan memfokuskan pada penerima dari teks
atau penerima pesan. Istilah ini dikenal dengan dynamic equivalen-nya Nida. 5 Formal equivalence yaitu menerjemahan dari bahasa sumber ke bahasa target
dengan memfokuskan pada bentuk dan estetika teks, termasuk permainan kata dan
Universitas Sumatera Utara
ciri stilistik individu dari teks sumber. Ada yang menyebutnya dengan “expressive equivalence
”. C. Venuti Wikipedia, diakses Febuari 2010mengemukakan dua jenis ekuivalensi
yakni: 1 Ekuivalen yang memihak pada bahasa sumber, foreignizing yaitu
menerjemahan dari satu bahasa ke bahasa yang lain dengan lebih memperhatikan mempertahankan keaslian dari gramatika dan pesan teks
sumber daripada teks target. Terjemahan ini lebih mengutamakan style bahasa sumbernya.
2 Ekuivalen yang memihak pada bahasa target, domesticating yaitu menerjemahan dari satu bahasa ke bahasa yang lain dengan lebih
memperhatikan gramatika, style dan penyampaian pada teks targetnya daripada teks sumbernya. Terjemahan ini lebih mengutamakan keterbacaan
dari pembaca teks target. D. Mona Baker 1992 mengemukakan jenis ekuivalensi berdasarkan tingkatan-
tingkatannya yakni: 1 Equivalence in word level yaitu suatu pendekatan yang berusaha untuk
mendapatkan ekuivalensi kata melalui kajian makna dari kata-kata dalam teks. 2 Equivalence above word level yaitu suatu pendekatan yang berusaha untuk
mendapatkan ekuivalensi melalui kajian kombinasi kata-kata dan frasa-frasa. 3 Grammatical equivalence yaitu suatu pendekatan yang berusaha untuk
mendapatkan ekuivalensi melalui kajian kategori-kategori gramatikal.
Universitas Sumatera Utara
4 Textual equivalence yaitu suatu pendekatan yang berusaha untuk mendapatkan ekuivalensi tekstual melalui kajian dari peran susunan kata dalam
menyampaikan pesan–pesan di tingkat teks. 5 Pragmatic equivalence yaitu suatu pendekatan yang berusaha untuk
mendapatkan ekuivalensi melalui kajian yang memperhatikan bagaimana teks- teks itu digunakan dalam situasi komunikasi yang melibatkan penulis,
pembaca, dan konteks budaya. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa adanya keseragaman dalam
pengunaan istilah ekuivalensi dalam terjemahan tetapi criteria ekuivalensi itu sangat tergantung kepada fokus dari kajian yang ditargetkan. Bell 1991: 6
mengatakan bahwa untuk mendapatkan ekuivalensi ideal yang murni itu merupakan impian belaka. Terdapat perbedaan antar bahasa dalam bentuk kode-kode unit,
bentuk aturan dalam menyusun struktur gramatika ungkapan-ungkapan bahasa dan bentuk-bentuk ini memiliki arti yang berbeda.
2.4 Aspek Semantik dalam Terjemahan