respon pertumbuhan dan produksi padi sawah terhadap jumlah bibit per rumpun pada berbagai pupuk organik

(1)

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L ) TERHADAP JUMLAH BIBIT

PER RUMPUN PADA BERBAGAI PUPUK ORGANIK

SKRIPSI

OLEH

HOPMAN SIREGAR NPM : 2011 11 127

Program Studi : Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GRAHA NUSANTARA PADANGSIDIMPUAN


(2)

RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L) TERHADAP JUMLAH BIBIT PER

RUMPUN PADA BERBAGAI PUPUK ORGANIK

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian (SP)

OLEH

HOPMAN SIREGAR NPM : 2011 11 127

Program Studi : Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GRAHA NUSANTARA PADANGSIDIMPUAN


(3)

Judul Skripsi : Respon Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L) Terhadap Jumlah Bibit Per Rumpun Pada Berbagai Pupuk Organik.

Nama Mahasiswa : Hopman Siregar

NPM : 2011 11 127

Program Studi : Agroteknologi

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

(Yusriani Nasution, SP. MP) (Rasmita A. Harahap, SP. MSi) NIDN. 0130 0869 01 NIDN. 0130 1271 02

Mengetahui : Dekan,

Ir. Sutan Pulungan, M.Si NIDN. 0126 0568 02


(4)

FAKTA INTEGRITAS

Dengan ini saya menyatakan, bahwa benar isi skripsi yang saya tulis dengan judul : “RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN PADI SAWAH (Oryza sativa L) TERHADAP JUMLAH BIBIT PER RUMPUN PADA BERBAGAI PUPUK ORGANIK ” adalah karya saya, yang saya kerjakan sendiri dan tidak dikerjakan oleh orang lain yang mengambil sesuatu manfaat dari saya serta bukan merupakan jiplakan dari karya orang lain, kecuali kutipan pustaka yang sumbernya saya cantumkan.

Jika kemudian hari pernyataan saya ini terbukti tidak benar, maka saya bersedia status kelulusan dan gelar yang saya peroleh, menjadi batal dengan sendirinya demi hukum.

Padangsidimpuan, Oktober 2015 Saya yang membuat pernyataan

HOPMAN SIRAGAR NPM : 2011 11 127


(5)

ABSTRAK

Hopman Siregar, NPM : 200111127 dengan judul skripsi : Respon Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L) Terhadap Jumlah Bibit Per Rumpun Pada Berbagai Pupuk Organik. Di bawah bimbingan Yusriani Nasution, SP. MP, selaku Pembimbing I dan Rasmita Adelina Harahap, SP. MSi selaku Pembimbing II.

Penelitin ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan dan produksi padi sawah (Oryza sativa L) terhadap jumlah bibit per rumpun pada berbagai jenis pupuk organik. Penelitian ini dilaksanakan pada lahan praktek Fakultas Pertanian Universitas Graha Nusantara Padangsidimpuan dengan ketinggian tempat ± 480 meter diatas permukaan laut, yang dimulai pada bulan Februari 2015 sampai bulan Agustus 2015.

Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan 2 (dua) perlakuan dan 36 (tiga puluh enam) unit pot percobaan.

Beradasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan jumlah bibit per rumpun tidak memberikan pengaruh yang nyata pada parameter pertumbuhan dan produksi tanaman padi.

Perlakuan pemberian berbagai pupuk organik memberikan pengaruh yang nyata pada parameter tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah malai per rumpun, jumlah biji bernas per malai, bobot gabah netto kering (g) bobot hasil gabah kering (g) dan dapat meningkatkan produksi tanaman padi pada perlakuan P3 (kompos kotoran ayam) gabah netto kering mencapai 144.2 g (9. 63 ton ha-1), perlakuan P2 (kompos kulit buah kakao ) yaitu 130.79 g (8.71 ton ha-1) dan perlakuan P1 ( Kompos paitan) yaitu 125.15 g (8.34 ton ha-1).

Interaksi perlakuan jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai pupuk organik tidak memberikan pengaruh yang nyata pada parameter pertumbuhan dan produksi padi.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Panompuan Jae, Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan pada tanggal 12 Mei 1993 dari ayahanda Anjur Siregar (Alm) dan ibunda Siti Hajar Harahap. Penulis merupakan anak ke enam (6) dari enam (6) bersaudara.

Menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Negeri No. 102810 Desa Panompuan Jae pada tahun 2005. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 6 Padangsidimpuan Timur tahun 2008. Sekolah Menengah Atas di SMK Pertanian Pembangunan Negeri Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011, dan pada tahun 2011 memasuki Universitas Graha Nusantara Padangsidimpuan Fakultas Pertanian Jurusan Agroteknologi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi Co-ass Praktikum Mata Kuliah Fsiologi Tumbuhan, Budidaya Tanaman Padi dan Palawija dan Budidaya Tanaman Pangan. Penulis pernah menjadi anggota organisasi Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Pertanian Universitas Graha Nusantara Padangsidimpuan.

Penulis melaksanakan Peraktek Kerja Lapangan (PKL) di UPT Benih Induk Hortikultura Arse Dinas Pertanian Sumatra Utara pada bulan Agustus 2014 sampai bulan Oktober 2014. Melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Desa Silaiya, Kecamatan Sayurmatinggi, pada bulan April 2015 sampai bulan Juni 2015, dan melaksanakan penelitian di lahan praktek Fakultas Pertanian


(7)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Respon Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L) Terhadap Jumlah Bibit Per Rumpun Pada Berbagai Pupuk Organik.”.

Selanjutnya dalam penyelesaian Skripsi, ini penulis mendapat dukungan dari berbagai pihak yang telah memberikan moril maupun material, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1) Kedua orang tua saya yang telah memberikan motivasi dan membesarkan penulis dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.

2) Bapak Ir. Sutan Pulungan, MSi sebagai Dekan Fakultas Pertanian Universitas Graha Nusantara Padangsidimpuan.

3) Ibu Yusriani Nasution, SP. MP sebagai Pembimbing I dan Ibu Rasmita Adelina Harahap, SP. MSi sebagai Pembimbing II yang telah banyak andilnya dalam penyelesaian Skripsi ini.

4) Bapak dan Ibu Dosen beserta Staf Universitas Graha Nusantara, khususnya kepada Bapak dan Ibu Dosen yang memberikan mata kuliah pada program studi Agroteknologi.

5) Rekan-rekan Mahasiswa yang juga turut memberikan dorongan dan saran kepada penulis, baik berupa diskusi maupun bantuan buku-buku yang berhubungan dengan penyelesaian Skripsi ini.


(8)

Penulis menyadari Skrpsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak. semoga Skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Padangsidimpuan, 2015 Penulis,

HOPMAN SIREGAR NPM : 2011 11 127


(9)

DAFTAR ISI

FAKTA INTEGRITAS ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR HISTOGRAM ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Rumusan masalah ... 3

1.3. Batasan masalah ... 4

1.4. Hipotesa ... 4

1.5. Tujuan penelitian ... 5

1.6. Kegunaan penelitian ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Sistematika tanaman padi ... 6

2.2. Morfologi tanaman padi ... 6

2.3. Syarat tumbuh padi ... 9

2.4. Pengaruh jumlah bibit per rumpun terhadap pertumbuhan dan produksi padi ... 10

2.5. Pengaruh pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi padi ... 12

2.6. Paitan (Tithonia diversifolia) ... 14

2.7. Kulit buah kakao (Theobroma cacao L.) ... 15

2.8. Kotoran ayam... 16

BAB III. METODE PENELITIAN ... 18

3.1. Waktu dan tempat pelaksanaan ... 18

3.2. Alat dan bahan ... 18

3.3. Metode penelitian... 18


(10)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1. Parameter pertumbuhan ... 27

4.2. Parameter Produksi ... 34

BAB V. Kesimpulan dan Saran ... 42

5.1. Kesimpulan ... 42

5.2. Saran ... 42 DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

1. Rata-rata tinggi tanaman (cm) padi dari perlakuan jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai pupuk organik serta interaksinya pada semua umur pengamatan minggu setelah tanam (MST). ... 28 2. Rata-rata jumlah anakan (cm) tanaman padi dari perlakuan jumlah bibit per

rumpun dan pemberian berbagai pupuk organik serta interaksinya pada

semua umur pengamatan minggu setelah tanam (MST). ... 31 3. Rata-rata jumlah malai per rumpun (batang), jumlah biji bernas per malai

(bulir), jumlah biji hampa per malai (bulir), bobot per 1000 gabah kering(g), bobot gabah netto kering (g), bobot hasil gabah kering (g), pada perlakuan kombinasi jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai


(12)

DAFTAR HISTOGRAM

No. Judul Halaman

1. Histogram tinggi tanaman (cm) pada perlakuan pemberian berbagai pupuk organik (P) pada umur pengamatan minggu setelah tanam. ... 30 2. Histogram jumlah anakan (batang) pada perlakuan pemberian berbagai pupuk

organik (P) pada umur pengamatan minggu setelah tanam... 34 3. Histogram rata-rata jumlah malai per rumpun, jumlah biji bernas per malai,

bobot gabah netto kering (g) dan bobot hasil gabah kering pada perlakuan pemberian berbagai pupuk organik (P) ... 41


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Deskripsi padi varietas Ciherang ... 47

2. Denah penelitian ... 49

3. Rata-rata tinggi tanaman (cm) umur 3 MST ... 50

4. Daftar dwi kasta tinggi tanaman (cm) umur 3 MST ... 50

5. Analisis sidik ragam tinggi tanaman umur 3 MST ... 50

6. Rata-rata tinggi tanaman (cm) umur 5 MST ... 51

7. Daftar dwi kasta tinggi tanaman (cm) umur 5 MST ... 51

8. Analisis sidik ragam tinggi tanaman umur 5 MST ... 51

9. Rata-rata tinggi tanaman (cm) umur 7 MST ... 52

10.Daftar dwi kasta tinggi tanaman (cm) umur 7 MST ... 52

11.Analisis sidik ragam tinggi tanaman umur 7 MST ... 52

12.Rata-rata tinggi tanaman (cm) umur 9 MST ... 53

13.Daftar dwi kasta tinggi tanaman (cm) umur 9 MST ... 53

14.Analisis sidik ragam tinggi tanaman umur 9 MST ... 53

15.Rata-rata tinggi tanaman (cm) umur 11 MST ... 54

16.Daftar dwi kasta tinggi tanaman (cm) umur 11 MST ... 54

17.Analisis sidik ragam tinggi tanaman umur 11 MST ... 54

18.Rata-rata jumlah anakan (batang) umur 3 MST ... 55


(14)

20.Analisis sidik ragam jumlah anakan (batang) umur 3 MST ... 55

21.Rata-rata jumlah anakan (batang) umur 5 MST ... 56

22.Daftar dwi kasta jumlah anakan (batang) umur 5 MST ... 56

23.Analisis sidik ragam jumlah anakan (batang) umur 5 MST ... 56

24.Rata-rata jumlah anakan (batang) umur 7 MST ... 57

25.Daftar dwi kasta jumlah anakan (batang) umur 7 MST ... 57

26.Analisis sidik ragam jumlah anakan (batang) umur 7 MST ... 57

27.Rata-rata jumlah anakan (batang) umur 9 MST ... 58

28.Daftar dwi kasta jumlah anakan (batang) umur 9 MST ... 58

29.Analisis sidik ragam jumlah anakan (batang) umur 9 MST ... 58

30.Rata-rata jumlah anakan (batang) umur 11 MST ... 59

31.Daftar dwi kasta jumlah anakan (batang) umur 11 MST ... 59

32.Analisis sidik ragam jumlah anakan (batang) umur 11 MST ... 59

33.Rata-rata jumlah malai per rumpun (bulir) ... 60

34.Daftar dwi kasta jumlah malai per rumpun (bulir) ... 60

35.Analisis sidik ragam jumlah malai per rumpun (bulir) ... 60

36.Rata-rata jumlah biji bernas per malai (bulir) ... 61

37.Daftar dwi kasta jumlah biji bernas per malai (bulir) ... 61

38.Analisis sidik ragam jumlah biji bernas per malai (bulir) ... 61

39.Rata-rata jumlah biji hampa per malai (bulir) ... 62

40.Daftar dwi kasta jumlah biji hampa per malai (bulir) ... 62

41.Analisis sidik ragam jumlah biji hampa per malai (bulir) ... 62

42.Rata-rata bobot 1000 gabah kering (gr) ... 63


(15)

44.Analisis sidik ragam bobot 1000 gabah kering(gr) ... 63

45.Rata-rata bobot gabah netto kering (gr) ... 64

46.Daftar dwi kasta bobot gabah netto kering (gr) ... 64

47.Analisis sidik ragam bobot gabah netto kering (gr) ... 64

48.Rata-rata bobot hasil gabah kering (gr) ... 65

49.Daftar dwi kasta bobot hasil gabah kering (gr) ... 65

50.Analisis sidik ragam bobot hasil gabah kering (gr) ... 65

51.Uji berganda Duncan... 66

52.Rata- rata potensi hasil produksi ... 67

53.Cara menghitung dosis pupuk ... 67

54.Konversi Kebutuhan Pupuk Kimia dengan Pupuk Organik (Paitan, kulit buah Kakao dan Kotoran Ayam) Pada Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L)... 69

55.Uraian kegiatan ... 71


(16)

BAB. I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas yang strategis di Indonesia karena pada umumnya penggunaan beras sebagai bahan konsumsi makanan pokok bagi mayoritas rakyat Indonesia. Tantangan yang dihadapi dalam pengadaan produksi padi semakin berat, karena perbandingan laju pertumbuhan penduduk dan tingkat konsumsi beras yang relative masih tinggi, sebagian lahan sawah yang subur telah beralih fungsi untuk usaha lainnya, dan tingkat produktivitas lahan sawah yang menurun akibat rendahnya kandungan bahan organik tanah.

Menurut data Badan Pusat Statistik Sumatra Utara (2014), produksi padi meningkat dengan Angka Tetap (ATAP) produksi padi tahun 2013 sebesar 3.727.249 ton GKG, naik sebesar 11.735 ton dibanding produksi ATAP tahun 2012. Kenaikan produksi disebabkan kenaikan hasil per hektar sebesar 1,61 ku/ha atau 3,32 persen (BPS SUMUT, 2014).

Penggunaan pupuk organik saat ini diperuntukkan untuk mengurangi degradasi lahan di samping memperbaiki kondisi lahan sawah dengan jalan penyediaan unsur hara bagi tanaman, pupuk organik juga dapat meningkatkan produksi padi. Pupuk organik merupakan hasil akhir dari peruraian bagian-bagian atau sisa-sisa (serasah) tanaman dan binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, bungkil, guano, tepung tulang dan lain sebagainya. Pupuk organik mampu menggemburkan lapisan permukaan tanah (top soil), meningkatkan jasad


(17)

renik, mempertinggi daya serap dan daya simpan air, sehingga kesuburan tanah meningkat (Yuliarto, 2009).

Bibit juga merupakan komponen teknologi produksi yang sangat penting untuk mendapatkan tingkat produksi yang optimal. Kamil (1982) menyatakan bahwa bibit merupakan tumbuhan muda yang sangat menentukan untuk pertumbuhan tanaman selanjutnya. Untuk tanaman padi sawah, penggunaan bibit dengan umur dan jumlah yang tepat perlu diperhatikan. Secara umum yang sering digunakan untuk rekomendasi pada padi sawah adalah penggunaan bibit umur 21 hari setelah semai (HSS) dengan jumlah bibit 1-3 batang/rumpun. Namun demikian masih banyak petani yang menggunakan bibit yang berumur lebih tua dari 21 HSS, bahkan ada petani yang menggunakan bibit yang telah berumur lebih dari 30 HSS, dengan jumlah bibit yang lebih banyak (5-10 batang/rumpun).

Hasil penelitian Atman (2007) dengan penanaman jumlah 1 bibit per lubang tanam memberikan hasil gabah tertinggi (5,45 ton/ha), dimana dengan penanaman 1 bibit perlubang tanam menghasilkan panjang malai, jumlah gabah per malai, berat 1000 biji dan hasil gabah yang lebih tinggi dari pada penanaman 3, 5, 7, dan 9 per lubang tanam.

Bahan organik yang dapat digunakan sebagai alternatif adalah paitan (Tithonia diversifolia), kulit buah kakao (Theobroma cacao L.) dan kotoran ayam yang memiliki potensi besar untuk memperbaiki kesuburan tanah. Paitan adalah salah satu jenis bahan kompos yang tergolong famili Asteraceae yang berasal dari Meksiko, karena bunganya seperti bunga matahari, maka disebut tanaman bunga matahari Mexico, juga dikenal dengan tanaman bunga pahit (Sumatera Barat). Paitan berbentuk semak, agak besar, sehingga dalam waktu yang sangat singkat


(18)

dapat membentuk semak yang lebat. Bunga tithonia bewarna kuning dengan susunan yang mirip sekali dengan susunan bunga matahari ( Zein, 2008).

Kulit buah kakao merupakan salah satu limbah dari perkebunan kakao. Apabila tidak dimanfaatkan dapat mencemarkan lingkungan di sekitar perkebunan. Salah satu cara untuk memanfaatkan kulit buah kakao adalah dijadikan kompos yang dapat digunakan sebagai pupuk organik (Sudirja, 2005).

Pupuk kandang ayam tergolong pupuk panas yang penguraiannya oleh jasad renik berjalan cepat sehingga tidak terbentuk panas. Pupuk kandang ayam ini dapat berbentuk padat-cair yaitu pupuk dari kotoran padat yang sudah tercampur dengan kotoran cair atau urine. Menurut data dari Agromedia (2007) bahwa unsur hara yang terkandung pada pupuk kandang dari kotoran ayam nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk kandang dari kotoran hewan lainnya.

Hasil percobaan Naidu (1981), bahwa penggunaan pupuk organik, baik yang berasal dari pupuk kandang atau pupuk hijau memberikan hasil panen padi yang sama dengan pupuk anorganik. Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai respon pertumbuhan dan produksi padi sawah (Oryza sativa L) terhadap jumlah bibit per rumpun pada berbagai jenis pupuk organik.

1.2. Rumusan masalah

Budidaya padi sawah di Desa Panompuan jae, Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan, menggunakan pupuk kimia (anorganik). Penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus selain harganya mahal pupuk kimia (anorganik) dapat mengakibatkan produktivitas lahan menurun, tidak dapat


(19)

menyelesaikan masalah kerusakan fisik dan biologi tanah, serta pemupukan yang tidak tepat dan berlebihan menyebabkan pencemaran lingkungan.

Bahan organik seperti Paitan, kulit buah kakao dan kotoran ayam dapat digunakan sebagai pengganti pupuk kimia ( anorganik). Paitan merupakan gulma yang banyak tumbuh di sekitar areal pertanian maupun non pertanian yang berpotensi sebagai pupuk organik , sedangkan kulit buah kakao hanya sebagai limbah di lingkungan dan sumber penyakit bagi tanaman kakao. Kotoran ayam merupakan pupuk organik yang mudah di dapat di lingkungan sekitar, tetapi petani tidak memanfaakannya sebagai pupuk.

Selain penggunaan pupuk kimia (anorganik), dalam budidaya padi sawah petani menggunakan lebih dari 10 bibit per rumpun, hal ini mengakibatkan pertumbuhan dan produksi padi tidak optimal. Sehingga topik penelitian ini adalah respon pertumbuhan dan produksi padi sawah (Oryza sativa L) terhadap jumlah bibit per rumpun pada berbagai jenis pupuk organik.

1.3. Batasan masalah

Penelitian ini dibatasi hanya untuk mengetahui respon pertumbuhan dan produksi padi sawah (Oryza sativa L) terhadap jumlah bibit per rumpun pada berbagai jenis pupuk organik.

1.4. Hipotesis

1. Jumlah bibit per rumpun berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah (Oryza sativa L)

2. Berbagai jenis pupuk organik berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah (Oryza sativa L)


(20)

3. Interaksi jumlah bibit per rumpun berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi padi sawah (Oryza sativa L).

1.5. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan dan produksi padi sawah (Oryza sativa L) terhadap jumlah bibit per rumpun pada berbagai jenis pupuk organik.

1.6. Kegunaan penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang memerlukannya, terutama untuk petani padi sawah (Oryza sativa L)

2. Sebagai bahan dasar untuk penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan Gelar Sarjana Pertanian (SP) di Universitas Graha Nusantara Padangsidimpuan.


(21)

BAB. II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi tanaman padi

Tanaman padi termasuk suku graminae (keluarga rumput-rumputan), kelas monokotiledonae. Memiliki akar serabut, batangnya beruas-ruas dan berongga, tingginya 1-1,5 m, pada tiap buku batang tumbuh daun yang berbentuk pita dan berpelepah yang membalut sekeliling batang. Buahnya mempunyai selaput yang berisi vitamin dan zat warna. Menurut Tjitrosoepomo (2007), klasifikasi tanaman padi:

Divisio : Spermatophytae Subdivisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Poales

Famili : Graminae Genus : Oryza Linn Spesies : Oryza sativa L. 2.2. Morfologi tanaman padi 2.2.1. Akar

Akar adalah bagian tanaman yang berfungsi menyerap air dan zat makanan dari tanaman tanah, kemudian terus diangkut kebagian atas tanaman. Akar tanaman padi dibedakan lagi menjadi : (1) akar tunggang yaitu, akar yang tumbuha saat benih berkecambah; (2) akar serabut yaitu akar yang tumbuh setelah padi berumur 5-6 hari dan berbentuk akar tunggang yang akan menjadi akar serabut; (3) akar rumput yaitu akar yang keluar dari akar tunggang dan akar


(22)

serabut, dan merupakan saluran pada kulit akar yang berada diluar serta berfungsi sebagai penghisap air dan zat makanan; (4) akar tajuk yaitu akar yang tumbuh dari ruas batang ( Mubaroq, 2013)

2.2.2. Batang

Batang padi tersusun dari rangkaian ruas-ruas dan antara ruas yang satu dengan yang lainnya dipisah oleh suatu buku. Ruas batang padi di dalamnya berongga dan bentuknya bulat. Dari atas ke bawah, ruas batang itu makin pendek. Ruas-ruas yang terpendek terdapat di bagian bawah dari batang dan ruas-ruas ini praktis tidak dapat dibedakan sebagai ruas-ruas yang berdiri sendiri.

Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi bila malai belum keluar, dan sesudah malai keluar tingginya diukur dari permukaan tanah sampai ujung malai tertinggi. Tinggi tanaman adalah suatu sifat baku (keturunan). Adanya perbedaan tinggi dari suatu varietas disebabkan oleh suatu pengaruh keadaan lingkungan. Bila syarat-syarat tumbuh baik, maka tinggi tanaman padi sawah biasanya 80-120 cm. Pada tiap-tiap buku, duduk sehelai daun. Di dalam ketiak daun terdapat kuncup yang tumbuh menjadi batang. Pada buku-buku yang terletak paling bawah mata-mata ketiak yang terdapat antara ruas batang-batang dan upih daun, tumbuh menjadi batang-batang sekunder yang serupa dengan batang primer. Batang-batang sekunder ini pada gilirannya nanti menghasilkan batang-batang tersier dan seterusnya. Peristiwa ini disebut pertunasan atau menganak (Norsalis, 2011).

2.2.3. Daun

Daun padi mula-mula muncul pada saat perkecambahan. Daun tanaman padi tumbuh pada batang dengan susunan yang berselang-seling, satu daun pada


(23)

tiap buku. Pertumbuhan daun yang satu dengan daun berikutnya (daun baru) mempunyai selang waktu 7 hari dan kemudian akan muncul daun baru lainnya (Departemen Pertanian, 1983).

2.2.4. Malai

Malai terdiri dari sekumpulan bunga-bunga padi (spikelet) yang timbul dari buku paling atas. Ruas buku terakhir dari batang merupakan sumbu utama dari malai, sedangkan butir-butir nya terdapat pada cabang pertama maupun cabang-cabang kedua. Pada waktu berbunga, malai berdiri tegak kemudian terkulai bila butir telah terisi dan menjadi buah. Panjang malai diukur dari buku terakhir sampai butir di ujung malai. Panjang malai ditentukan oleh sifat baka (keturunan) dari varietas dan keadaan keliling. Panjang malai beraneka ragam, pendek (20 cm), sedang (20-30 cm) dan panjang (lebih dari 30 cm).

Kepadatan malai adalah perbandingan antara banyaknya bunga per malai dengan panjang malai. Misalnya : 300 bunga/malai = 15 bunga/malai per cm. Panjang malai suatu varietas demikian pula banyaknya cabang cabang tiap malai dan jumlah butir tiap-tiap cabang, tergantung kepada varietas padi yang ditanam dan cara bercocok tanam. Banyak cabang tiap-tiap malai berkisar dari 7-30 buah (Norsalis, 2011)

2.2.5. Bunga

Bunga padi adalah bunga telanjang artinya mempunyai perhiasan bunga. Berkelamin dua jenis dengan bakal buah yang diatas. Jumlah benang sari ada enam buah, tangkai sarinya pendek dan tipis, kepala sari besar serta mempunyai dua kandung serbuk. Putik mempunyai dua tangkai putik dengan dua buah kepala


(24)

putik yang berbentuk malai dengan warna pada umumnya putih atau ungu (Departemen Pertanian, 1983).

Pada dasar bunga terdapat radicula (daun bunga yang telah berubah bentuknya). Radicula berfungsi mengatur dalam pembuahan palea, pada waktu berbunga ia menghisap air dari bakal buah, sehingga mengembang. Pengembangan ini mendorong lemma dan palea terpisah dan terbuka (Hasyim, 2000).

2.2.6. Buah

Buah padi sering kita sebut gabah. Gabah adalah ovary yang telah masak, bersatu dengan lemma dan palea. Buah ini merupakan penyerbukan dan pembuahan yang mempunyai bagian – bagian yaitu :

1. Embrio (lembaga), yaitu calon batang dan daun.

2. Endosperm, yaitu bagian buah atau biji padi yang besar.

3. Betakul, yaitu bagian buah padi yang berwarna cokelat (Mubaroq, 2013) 2.3. Syarat tumbuh padi

2.3.1. Iklim

Faktor iklim memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi di suatu daerah melalui perbedaan curah hujan, suhu, kelembaban udara, sinar matahari, kecepatan angina dan perbedaan gas dalam atmosfer. Tanaman padi tumbuh di daerah tropis / subtropis pada 450 LU sampai dengan 450LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan empat bulan. rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500-2000 mm/tahun.Padi tumbuh dengan baik di daerah yang berhawa panas dan udara


(25)

banyak mengandung uap air. Di negeri kita padi di tanam dari dataran rendah sampai 1300 mdpl (Sumartono dkk, 1990).

2.3.2. Tanah

Padi dapat tumbuh baik pada tanah yang ketebalan lapisannya atasnya antara 18-22 cm dengan pH tanah berkisar antara 4-7.Pada tanah yang asam efisiensi bakteri dalam mengikat N dari udara berkurang.Sedangkan pada tanah yang terlalu basa, unsur haranya kurang tersedia (Tjitrosoepomo, 2007).

Pada lapisan tanah atas untuk pertanian pada umumnya mempunyai ketebalan antara 10-30 cm dengan warna tanah coklat sampai kehitam-hitaman, tanah tersebut gembur. Sedangkan kandungan air dan udara di dalam pori-pori tanah masing-masing 25%. Selain hal tersebut, tanaman padi dapat tumbuh baik dengan pemberian pupuk organik (Tjitrosoepomo, 2007).

2.4. Pengaruh jumlah bibit per rumpun terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi.

Pemakaian jumlah bibit yang tepat merupakan salah satu upaya dalam peningkatan efesiensi penggunaan input pada tanaman padi. Di Sumatera Barat, petani masih menggunakan bibit dengan jumlah bibit yang relatif banyak (7-10 batang per rumpun, bahkan lebih dari 10 batang per rumpun). Penanaman bibit dengan jumlah yang relatif lebih banyak menyebabkan terjadinya persaingan sesama tanaman padi (kompetisi inter spesies) yang sangat keras untuk mendapatkan air, unsur hara, CO2, O2, cahaya dan ruang untuk tumbuh sehingga pertumbuhan akan menjadi tidak normal. Akibatnya, tanman padi menjadi lemah, mudah rebah, mudah terserang penyakit, dan lebih lanjut keadaan tersebut dapat mengurangi hasil gabah. Sedangkan penggunaan jumlah bibit yang lebih sedikit


(26)

(1-3 bibit per lubang tanam) menyebabkan persaingan sesama tanaman padi akan lebih ringan, lebih sedikitnya jumlah benih yang digunakan sehingga mengurangi biaya produksi, dan penghasilan gabah akan meningkat (Atman, 2007).

Teknologi yang dimungkinkan dapat meningkatkan produktivitas adalah jumlah bibit per rumpun. Hal ini dilandasi masih banyak petani yang menggunakan bibit dengan jumlah yang relatif banyak (7-10 batang per rumpun, bahkan lebih dari 10 batang per rumpun). Padahal rekomendasi umum untuk penggunaannya pada padi sawah maksimum 3 batang per rumpun. Bahkan pada teknologi SRI (The System of Rice Intensification) adalah satu batang per rumpun (Kasim, 2004).

Menurut Hasrizal & Ani (2010) bibit padi yang ditanam 1 bibit per lubang tanam memberikan hasil yang lebih tinggi 0,5%. Pada perlakuan penanaman bibit 1 per lubang tanam sejak awal pertumbuhan tanaman tidak mengalami persaingan sehingga tanaman lebih leluasa menumbuhkan anakan yang maksimal dan leluasa dalam penyerapan unsur hara dan didukung oleh tinggi tanaman yang tinggi sehingga penampang daun lebih leluasa menyerap sinar matahari untuk proses fotosintesis. Penggunaan 1 bibit per lubang tanam pada awalnya memang menunjukan pertumbuhan yang lamban akan tetapi pada minggu-minggu selanjutnya mulai berkembang dengan pesat dan bahkan dapat melampaui 2 dan 3 bibit per lubang tanam. Pemakaian bibit 2 atau 3 per lubang tanam sudah mulai terjadi persaingan antar tanaman, sedangkan dengan 1 bibit per lubang tanam persaingan ini dapat dikurangi, sehingga perkembangan anakan tetap berjalan dengan baik. Peningkatan pertumbuhan dengan jumlah 1 bibit per lubang tanam


(27)

berkembang cepat dengan semakin pesatnya pertambahan jumlah anakan per rumpun.

2.5. Pengaruh pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi.

Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral dan/atau mikroba yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Permentan No. 70/ Permentan/SR.140/10/2011). Pupuk organik memiliki banyak keunggulan, antara lain:

1. Dapat memperbaiki struktur tanah

2. Memiliki kandungan unsur hara makro dan mikro yang lengkap 3. Ramah lingkungan

4. Murah dan mudah didapat bahkan dapat dibuat sendiri

5. Mampu menyerap dan menampung air lebih lama dibanding dengan pupuk anorganik

6. Membantu meningkatkan julah mikroorganisme pada media tanaman, sehingga dapat meningkatkan unsur hara pada tanaman (Pranata, 2004). Pratikno (2001) melaporkan bahwa Paitan (Tithonia diversifolia) merupakan salah satu pupuk hijau potensial sebagai sumber N dan P di daerah Malang dan sekitarnya dan sangat berpotensi juga untuk tanaman padi sawah di Sumatera Barat (Gusnidar dan Prasetyo, 2008). Gusnidar dan Herviyanti 2010. Pemanfaatan Gulma Titonia Sebagai Pupuk Alternatif Untuk Mengurangi


(28)

Penggunaan Pupuk buatan Padi Sawah Dalam Budidaya SRI (The System of Rice Intensification).

Gusnidar dan Herviyanti (2010) telah menerapkan teknologi ini pada kelompok tani Mekanisasi di Kenagarian Sicincin Kabupaten Padang Pariaman dengan input 25 % titonia segar dan pupuk buatan 75 % setara rekomendasi ( 150 kg Urea/ha, 25 kg SP36/ha dan 37,5 kg KCl/ha) dengan hasil 9,7 ton/ha gabah kering giling (GKG).

Hasil penelitian Ramli (2011) Produksi padi, penggunaan kompos kotoran ayam memperlihatkan nilai tertinggi 6.19 ton/ha dibanding dengan kompos kotoran sapi dan kompos kacang hijau dengan dosis 5 ton/ha. Pertumbuhan dan produksi tanaman, baik tinggi tanaman, indeks luas daun, volume akar, jumlah anakan produktif, waktu berbunga 50%, dan gabah bernas, dengan kandungan unsur hara yang lebih tinggi dibanding kompos lainya, sehingga produksi yang dihasilkan lebih tinggi. Penggunaan pupuk kandang ayam 4 kg/pot (20 ton/ha) memiliki produksi gabah per rumpun mencapai 50,54 gram per rumpun, hal ini tidak lepas dari ketepatan penggunaan pupuk kandang ayam terhadap metode yang digunakan (Taufik, 2011)

Berdasarkan hasil analisis regresi, diperoleh dosis kompos kulit buah kakao yang optimal sebanyak 4,8 t ha -1 untuk menghasilkan produksi gabah kering giling yang maksimal sebesar 7,25 t ha . Hal ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan produksi padi sawah masih membutuhkan tambahan bahan organik seperti kompos kulit buah kakao, selain yang bersumber dari pupuk anorganik (Nasrudin, dkk. 2012).


(29)

Thamrin (2000) melaporkan bahwa pemberian bahan organik mampu meningkatkan hasil gabah padi kering panen secara nyata. Dalam prakteknya penggunaan pupuk organik masih jarang dilakukan petani karena jumlah yang dibutuhkan persatuan luas sangat besar. Beberapa tanaman/bahan organik yaitu : 2.6. Paitan (Tithonia diversifolia)

Paitan (Tithonia diversifolia) adalah gulma tergolong famili Asteraceae yang tumbuh baik di dekat saluran air, tebing sungai, dan pinggir jalan. Tithonia tumbuh dengan tinggi 1- 3 meter, bunga bewarna kuning, dan produksi biomassa daun cukup banyak serta tahan kekeringan (Hartatik, dkk, 2006).

Ciri dan sifat Tithonia meliputi akar tunggang yang dalam, batang lembut dengan anatomi menyerupai legum, bercabang banyak, terinfeksi mikoriza, berasosiasi dengan Azotobacter, dan berdaun sukulen, sehingga menghasilkan bahan organik yang banyak dan mudah lapuk. Dengan memanfaatkan Tithonia sebagai pupuk hijau akan mengurangi kehadirannya dan merupakan salah satu cara yang cukup praktis dalam pengendaliannya (Ardi et al., 2003).

Tanaman pupuk hijau merupakan sumber pupuk organik yang murah dan berperan dalam membangun dan mempertahankan kandungan bahan organik dan kesuburan tanah. Ada tiga manfaat utama penggunaan tanaman pupuk hijau dalam pergiliran tanaman yaitu menambah bahan organik tanah, meningkatkan kandungan nitrogen dan memperbaiki daur hara dan konversi tanah (Sutanto, 2006). Hakim dan Agustian (2008), yang menyatakan pemberian Tithonia dapat meningkatkan kesuburan tanah/produktivitas lahan (menurunkan Al, serta meningkatkan pH tanah, bahan organik, kandungan hara N, P, K, Ca dan Mg tanah, sehingga meningkatkan produktivitas tanaman). Kandungan hara Tithonia


(30)

diversifolia cukup tinggi, yaitu 1.35 % N; 0.93 % P; 1.27 % K, 1.98 % Ca; dan 0.54 % Mg (Hartatik, et al., 2005).

Menurut Sanchez dan Jama (2000), paitan sudah dimanfaatkan sebagai sumber hara N dan K oleh petani di Kenya Afrika dan memberikan hasil yang tinggi. Hasil penelitian Hartatik (2007) menunjukkan bahwa jagung yang dipupuk dengan urea 60 kg N/ha hasilnya 3,7 ton/ha lebih rendah dibandingkan jagung yang dipupuk dengan Tithonia setara dengan 60 kg N/ha hasilnya 4,0 ton/ha. Penelitian lainnya yaitu dengan pemberian pupuk kandang sapi 20 ton/ha dan kompos tithonia 3 ton/ha dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman sayuran yang dibudidayakan secara organik.

2.7. Kulit buah kakao (Theobroma cacao L.)

Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) adalah tanaman perkebunan yang umumnya tumbuh di daerah tropis. Produksi yang tinggi menghasilkan kulit buah kakao sebagai limbah perkebunan meningkat. Menurut Darmono dan Panji,T (1999), limbah kulit buah kakao yang dihasilkan dalam jumlah banyak akan menjadi masalah jika tidak ditangani dengan baik. Produksi limbah padat ini mencapai sekitar 60 % dari total produksi buah.

Spillane (1995) mengemukakan bahwa kulit buah kakao dapat dimanfaatkan sebagai sumber unsur hara tanaman dalam bentuk kompos, pakan ternak, produksi biogas dan sumber pektin. Sebagai bahan organik, kulit buah kakao mempunyai komposisi hara dan senyawa yang sangat potensial sebagai medium tumbuh tanaman).

Kandungan hara mineral kulit buah kakao cukup tinggi, khususnya hara Kalium dan Nitrogen. Dilaporkan bahwa 61% dari total nutrien buah kakao


(31)

disimpan di dalam kulit buah. Kadar air dan bahan organik pada produk samping kakao sekitar 86%, pH, 5,4, N- total 1,30 %, C-organik 33,71%, P2O5 0,186 %. K2O 5,5 %, CaO 0,23 %, dan MgO 0,59% (Soedarsono et al, 1997). Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Goenadi et.al (2000) menemukan bahwa kandungan hara kompos yang dibuat dari kulit buah kakao adalah 1,81 % N, 26,61 % C-organik, 0,31% P2O5, 6,08% K2O, 1,22% CaO, 1,37 % MgO, dan 44,85 cmol/kg KTK. Aplikasi kompos kulit buah kakao dapat meningkatkan produksi hingga 19,48%.

Menurut Darmono dan Panji (1999), produk samping kulit kakao yang dihasilkan dalam jumlah banyak akan menjadi masalah jika tidak ditangani dengan baik. Kompos yang sudah matang siap diaplikasikan ke lahan. Kompos ini dapat langsung diaplikasikan apabila tidak memerlukan pengolahan lebih lanjut, terutama jika digunakan untuk kebutuhan sendiri.

2.8. Pupuk kandang kotoran ayam

Pupuk kandang mengandung unsur hara lengkap yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhannya. Di samping mengandung unsur hara makro seperti N, P, K, pupuk kandangpun mengandung unsur hara mikro seperti : kalsium (ca), magnesium (Mg), dan sulfur (s). Unsur P dalam pupuk kandang sebagian besar dari kotoran padat dan N, K berasal dari kotoran cair ( Musnamar, 2005).

Penggunaan bahan organik hingga saat ini dianggap sebagai upaya terbaik dalam perbaikan produktifitas tanah marginal termasuk tanah masam. Menurut Dinesh et al. (2010) bahwa aplikasi bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kapasitas menahan air, dan meningkatkan kehidupan biologi tanah. Lebih jauh Acquaah (2005) menyatakan bahwa bahan organik berperan


(32)

penting dalam meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologis tanah.

Kandungan hara dalam kotoran ayam tiga kali lebih besar dari hewan ternak lain (sapi, kambing dan kuda). Hal ini disebabkan lubang pembuangan ayam hanya satu sehingga kotoran cair dan padat tercampur. Komposisi kandungan unsur hara pupuk kandang sangat dipengaruhi oleh beberapa factor seperti jenis ternak, umur dan kondisi ternak, macam pakan, serta perlakuan dan penyimpanan pupuk sebelum diaplikasikan ke lahan (Musnamar, 2004). Menurut Sutanto (2002) bahwa kotoran ayam mengandung 29 % senyawa organik, 1,0 – 2,1 % N, 8,9 – 10,01 % P, dan 0,4 % K. Melihat kan-dungan hara yang dimiliki oleh kotoran ayam tersebut dinilai sangat berpotensi sebagai bahan baku pupuk organik.

Sebagai persediaan zat makanan di dalam tanah ternyata pupuk kandang ini mempunyai pengaruh susulan waktu lama, artinya secara bertahap akan bebas, tetapi secara bertahap pula akan tersedia kembali bagi tanaman. Pemberian pupuk kandang secara teratur kedalam tanah, maka daya menghasilkan tanah tersebut dalam jangka waktu yang lama akan tetap baik , hal ini karena di dalam tanah terbentuk sejumlah unsur hara atau zat makanan yang esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang ditanam pada tanah ini (Sutedjo, 1995)


(33)

BAB. III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada lahan praktek Fakultas Pertanian Universitas Graha Nusantara Padangsidimpuan dengan ketinggian tempat 480 meter diatas permukaan laut, yang dimulai pada bulan Februari 2015 sampai bulan Agustus 2015.

3.2. Bahan dan alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi varietas siherang, tanah pada lahan sawah yang diambil sampai dengan kedalaman 20 cm dari permukaan, pot dengan volume 18 kg, air, bahan pupuk organik yaitu: Paitan (Tithonia diversifolia.) kulit buah kakao (Theobroma cacao L), kotoran ayam , dedak padi, sekam padi, EM4 (Effective microorganism), gula aren, air, jaring, tali, paku, karung goni, kayu, spanduk, pestisida nabati, fungisida nabati, dan bahan lainnya yang mendukung penelitian ini.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: Cangkul, parang, gembor, plastik, alat ukur, palu, kipas angin, sabit, timbangan analitik, kamera, kertas lebel, perangkat lunak komputer dan alat-alat tulis.

3.3. Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor yaitu :


(34)

1. Faktor berdasarkan jumlah bibit per rumpun B1 = 1 bibit per rumpun

B2 = 2 bibit per rumpun B3 = 3 bibit per rumpun

2. Faktor berdasarkan pemberian pupuk kompos P0 = Kontrol

P1 = Paitan (Tithonia diversifolia) + dedak padi + sekam padi, dosis 950 gram/pot

P2 = Kulit buah kakao (Theobroma cacao L) + dedak padi + sekam padi, dosis 950 gram/pot

P3 = Kotoran ayam + dedak padi + sekam padi, dosis 950 gram/pot Jumlah kombinasi perlakuan 3 x 4 = 12 perlakuan :

B1P0 B2P0 B3P0

B1P1 B2P1 B3P1

B1P2 B2P2 B3P2

B1P3 B2P3 B3P3

Kebutuhan ulangan diperoleh dengan rumus sebagai berikut : ( t.c – 1)( n –1 ) ≥ 15

( 3.4 – 1 ) ( n –1 ) ≥ 15 ( 12 – 1 ) ( n –1) ≥ 15

11 ( n –1 ) ≥ 15 11 n ≥ 15 + 11 11 n ≥ 26 n ≥ 26/11


(35)

Jumlah plot perlakuan : 12 x 3 = 36 plot perlakuan Jumlah tanaman/pot : 1

Kebutuhan pot seluruhnya : 36 pot

Sampel/plot : 1

Jarak antar sampel : 30 cm

Jumlah ulangan : 3

Jarak antar perlakuan : 30 cm Jarak antar ulangan : 50 cm

Analisis data yang digunakan sesuai dengan model matematika menurut Gomez and Gomez (1995) adalah sebagai berikut :

Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ) jk + ∑ijk

Yijk : Hasil pengamatan blok ke- i dengan perlakuan jumlah bibit per rumpun pada taraf ke- j dan berbagai pupuk organic ke- k

µ : Nilai tengah perlakuan ρi : Pengaruh blok ke-i

αj : Pengaruh jumlah bibit per rumpun pada taraf ke-j βk : Pengaruh berbagai pupuk organik pada taraf ke -k

(αβ) jk : pengaruh interaksi antara jumlah bibit per rumpun pada taraf ke-j dan berbagai pupuk organik pada taraf ke-k

∑ijk : Pengaruh galat percobaan blok ke-i yang mendapat perlakuan jumlah bibit per rumpun dengan berbagai pupuk organik taraf ke-k (Gomez and Gomez, 1995).

Kemudian dilanjutkan menggunakan uji berganda Duncan taraf 5%. 3.4. Pelaksanaan penelitian

3.4.1. Pembuatan pupuk organik

Bahan yang digunakan untuk pembuatan pupuk organik adalan paitan (Tithonia diversifolia), kulit buah kakao (Theobroma cacao L) kotoran ayam dan


(36)

bahan campuaran yang digunakan dedak padi dan sekam padi, EM4 (Effective microorganism), gula aren. Perbandingan masing – masing ( titonia, kulit buah kakao kotoran ayam ) dengan dedak padi dan sekam padi 2:1:1 yaitu : paitan, kulit buah kakao dan kotoran ayam sebanyak 10 kg /perlakuan sedangkan untuk dedak padi dan sekam padi masing-masing 3 kg/perlakuan, jadi untuk setiap perlakuan pupuk organik kebutuhan paitan, kulit buah kakao dan kotoran ayam serta bahan tambahan dedak padi dan sekam padi sebanyak 13 kg/perlakuan dan total keseluruhan pupuk organik yang di butuhkan dalam penelitian ini sebanyak 39 kg

Adapun tahapan-tahapan pembuatan pupuk organik (pengomposan) adalah sebagai berikut:

1. Siapkan media pengolahan kompos pada tempat terlindung atau tidak kena matahari langsung, bisa dibawah atap pondok atau dibawah pohon dengan alas atau lantai dibuat agak tinggi untuk menghindari genangan air.

2. Paitan (Tithonia diversifolia), kulit buah kakao (Theobroma cacao L) terlebih dahulu di potong kecil-kecil (2- 5 cm), agar proses pembusukan berlangsung lebih cepat.

3. Campurkan masing- masing bahan organik paitan (Tithonia diversifolia), kulit buah kakao (Theobroma cacao L) dan kotoran ayam) dengan sekam padi yang telah di sterilisasi (dikukus dengan suhu ± 100 0C) dan dedak padi. Adapun perbandingan antara masing- masing bahan organik (paitan, kulit buah kakao dan kotoran ayam) dengan sekam padi dan dedak padi yaitu; 2:1:1, diaduk merata, kemudian tabur kapur pertanian sebanyak 0,97 kg ( 0,32 kg/ perlakuan).


(37)

4. Untuk mempercepat proses pembusukan dilakukan penyiraman dengan menggunakan EM4 (Effective microorganism) sebanyak 390 cc (130 cc/ perlakuan), dan gula aren sebanyak 39 gram (13 gram/perlakuan) yang dilarutkan dalam air. kemudian di tutup dengan lembaran plastik (terpal) 5. Tumpukan bahan tersebut dibalik seminggu sekali dengan waktu proses

pengomposan selama 3-4 minggu ( Tahir, 2008) 3.4.2. Persiapan lahan penelitian

Area penelitian dibersihkan dari rerumputan, Permukaan tanah diratakan serta dibuat parit draenase untuk menghindari terjadinya penggenangan air bila turun hujan.

3.4.3. Pengambilan tanah

Tanah yang di jadikan sebagai media tanam adalah tanah lahan sawah di Desa Panompuan Jae Kec. Angkola Timur , Kab. Tapanuli Selatan, dengan pH tanah 6. Adapun taksonomi tanah di Desa Panompuan Jae adalah sebagai berikut : Ordo/order : Inceptisol

Sub ordo : Tropepts

Great group : Dystropepts (USDA, 1975)

Pengambilan tanah dilakuan dengan mencangkul tanah sampai dengan kedalaman 20 cm dari permukaan, sebelum di bawa ke lokasi penelitian terlebih dahulu tanah distrerilisasikan dengan cara menjemur tanah di terik sinar matahari dengan tujuan, agar gas beracun yang ada di dalam tanah tersebut menguap ke atas sehingga tanah menjadi lebih steril.

3.4.4. Pengisian pot


(38)

sawah yang diambil sampai dengan kedalaman 20 cm dari permukaan sebanyak 18 kg/pot, kemudian dicampur dengan pupuk organik ( sesuai dengan perlakuan ), dan diaduk hingga merata, kemudian diberikan air secukupnya hingga tanah dalam keadaan macak-macak.

3.4.5. Persemaian

Sebelum melakukan penyemaian, benih direndam terlebih dahulu menggunakan garam. Benih yang mengapung akan dibuang, biji yang tenggelam direndam selama 24 jam dan diperam 24 jam hingga berkecambah.

Bibit padi di semaikan dalam botol air mineral ukuran 125 ml, dengan 1 bibit/pot, tujuannya yaitu; untuk memudahkan penanaman, pada saat penanaman tidak terjadi stress pada bibit.

3.4.6. Penanaman

Penanaman dilakukan secara bersamaan pada setiap perlakuan penanaman dengan model dangkal dan tegak. Umur bibit 14 hari setelah semai dengan jumlah bibit/ lobang tanam 1, 2 dan 3 (sesuai pada perlakuan).

3.4.7. Pemeliharaan tanaman a. Penyulaman

Penyulaman dilakukan pada saat penyiangan pertama atau ke dua. Penyulaman tanaman dilakukan dengan memindahkan tanaman lengkap dengan tanahnya. Penyiangan tanaman dilakukan sebanyak empat kali yaitu waktu tanaman berumur 10, 20, 30, dan 40 hari HST.

b. Pengairan

Pengelolaan air dilakukan 1:2 yaitu penggenangan satu hari dan dua hari dalam keadaan macak-macak. Pengelolaan air dilakukan sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman padi yaitu: Fase vegetatif kebutuhan air dalam keadaan


(39)

macak- macak tujuannya: untuk memicu pembentukan akar dan pertumbuhan anakan.

Pada fase generatif, kebutuhan air dalam kondisi tergenang (2 cm, tujuannya : untuk memicu pembentukan malai dan pembungaan. Pada fase pemasakan kebutuhan air sedikit dan diperlukan pengeringan , tujuannya: agar pemasakan bulir serentak. Penggunaan air dalam penelitian ini yaitu dengan siklus tertutup. Siklus tertutup merupakan penggunaan air yang ber ulang-ulang pada tanaman, tujuannya agar hara yang terlarut dalam air tidak terbuang percuma dan kembali dipergunakan oleh tanaman.

c. Pemupukan

Pemupukan dilakukan hanya satu kali, yaitu pada waktu pengisian pot dengan dosis pupuk organik 950 gram/pot (30 ton/ha).

d. Pengendalian hama dan penyakit

Untuk pengendalian hama dan penyakit akan dilakukan jika tanaman terserang hama dan penyakit. Adapun Hama yang menyerang tanaman padi yaitu hama Walang sangit (Leptocorisa aquta) pada umur ± 75 hari setelah tanam. Penyakit yang menyerang tanaman padi yaitu penyakit hawar daun (Xhantomonas oryzae).

Pengendalian Hama dan Penyakit menggunakan pestisida nabati dari ekstrak daun sirsak (Annona muricata L) dengan bahan aktif annonain dan resin dan ekstrak bawang putih (Allium sativum) dengan bahan aktif alliin


(40)

3.4.8. Panen dan pasca panen

Ketepatan waktu panen sangat menentukan kualitas bulir, waktu yang tepat adalah bila secara visual 90-95% bulir padi sudah bernas. Selanjutnya dilakukan pemotongan batang di bawah dengan mengunakan sabit.

3.5. Parameter penelitian a. Tinggi tanaman (cm)

Pengukuran dilakukan dengan mengukur tanaman mulai dari pangkal batang hingga ujung daun tertinggi. Pengukuran dilakukan mulai tanaman berumur satu minggu setelah tanam dengan interval waktu satu kali dalam dua minggu hingga tanaman mengeluarkan bulir.

b. Jumlah anakan per rumpun (batang)

Dengan menghitung jumlah anakan yang muncul pada saat umur satu minggu setelah tanam dengan interval waktu satu kali dalam dua minggu hingga tanaman mengeluarkan bulir.

c. Jumlah malai per rumpun (biji)/pot

Menghitung jumlah malai per rumpun sebelum panen/saat panen. d. Jumlah biji bernas per malai (butir)/pot

Penghitungan dilakukan dengan menghitung jumlah biji bernas tiap malai dalam satu rumpun dan mengambil 3 malai yang mewakili contoh, tanaman yang diambil secara acak dan dilakukan pada saat panen.

e. Jumlah biji hampa per malai (butir)/pot

Penghitungan dilakukan dengan menghitung jumlah biji hampatiap malai dalam satu rumpun dan mengambil 3 malai yang mewakili contoh, tanaman yang diambil secara acak dan dilakukan pada saat panen.


(41)

f. Berat per 1000 biji gabah kering bernas (gram)/pot

Dengan menimbang 1000 butir gabah kering bernas dari setiap rumpun perlakuan.

g. Bobot gabah netto kering per rumpun (gram)

Penimbangan dengan menimbang hasil gabah dari setiap satuan perlakuan yang dilakukan setelah gabah dikeringkan dan membuang biji yang hampa.

h. Bobot hasil gabah kering per rumpun (gram) /pot

Dengan menimbang hasil gabah dari setiap rumpun perlakuan yang dilakukan pada saat panen dengan terlebih dahulu dilakukan pengeringan hasil gabah.


(42)

BAB. IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Parameter Pertumbuhan

a. Tinggi tanaman (cm)

Berdasarkan hasil analisis ragam dari perlakuan jumlah bibit per rumpun dan perlakuan pemberian berbagai pupuk organik terhadap parameter tinggi tanaman (cm) tanaman padi dapat dilihat pada lampiran 3 sampai lampiran 17. Perlakuan jumlah bibit per rumpun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman pada semua umur pengamatan (umur 3 MST sampai 11 MST), demikian juga interaksi dari perlakuan jumlah bibit per rumpun dan perlakuan pemberian berbagai pupuk organik terhadap tinggi tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata pada semua umur pengamatan. Perlakuan pemberian berbagai pupuk organik terhadap tinggi tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata pada pengamatan 3 MST dan 5 MST, sementara untuk pengamatan 7 MST sampai 11 MST memberikan pengaruh yang nyata setelah dilakukan uji berganda Duncan taraf 5 %.

Rata-rata tinggi tanaman (cm) tanaman padi dari perlakuan jumlah bibit per rumpun dan perlakuan pemberian berbagai pupuk organik serta interaksinya pada semua umur pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1.


(43)

Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman (cm) padi dari perlakuan jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai pupuk organik serta interaksinya pada semua umur pengamatan minggu setelah tanam (MST).

Perlakuan Umur Pengamatan Minggu Setelah Tanam (MST)

3 5 7 9 11

B1 28.81 41.47 60.58 79.11 91.32

B2 27.08 40.85 59.41 79.07 94.53

B3 28.14 41.03 59.01 81.17 98.33

P0 30.21 42.01 56.68 b 79.11 b 85.86 c

P1 26.06 39.69 57.61 b 77.46 b 96.23 b

P2 27.14 37.22 55.66 b 75.46 b 91.41 bc

P3 28.63 45.53 68.72 a 93.13 a 105.24 a

B1 P0 29.03 37.73 53.70 67.07 77.40

B1 P1 26.96 42.20 61.33 81.53 94.53

B1 P2 28.63 40.23 56.77 77.63 91.87

B1 P3 30.63 45.70 70.53 90.20 101.13

B2 P0 29.17 44.20 59.73 73.97 85.53

B2 P1 23.93 37.57 53.63 73.23 94.70

B2 P2 26.63 34.27 52.70 74.17 89.43

B2 P3 28.60 47.40 71.57 94.90 108.47

B3 P0 32.43 44.10 56.60 78.23 94.63

B3 P1 27.30 39.33 57.87 77.60 99.47

B3 P2 26.17 37.17 57.50 74.57 93.10

B3 P3 26.67 43.50 64.07 94.27 106.13

Keterangan :Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji ganda Duncan (α = 0.05).

Berdasarkan Tabel 1 dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan jumlah bibit per rumpun pada semua umur pengamatan minggu setelah tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata. Namun secara rata-rata tinggi tanaman (cm) tertinggi terdapat pada perlakuan B3 (3 bibit/ lobang tanam) dan yang terendah pada perlakuan B1 (1 bibit/ lobang tanam). Sejalan dengan penelitian Husein (2012) penggunaan jumlah bibit per rumpun tidak memberikan pengaruh yang nyata parameter tinggi tanaman (cm) pada umur 9 MST, 11 MST dan 13 MST.


(44)

perlakuan P3 (kompos kotoran ayam ) berbeda nyata pada P1 (kompos paitan), P2 (kompos kulit buah kakao) dan P0 (kontrol). Perlakuan P1 tidak berbeda nyata dengan P2 dan P0. Umur pengamatan 11 MST pada perlakuan P3 berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, dan P0. Perlakuan P1 tidak berbeda nyata dengan P2, tetapi bebeda nyata dengan P0, demikian pula P1 tidak berbeda nyata dengan P0 yang ditunjukkan dengan notasi yang sama.

Hal ini sejalan dengan penelitian (Ramli, 2011) pengamatan tinggi tanaman kompos kotoran ayam memberikan hasil yang tertinggi (110.44 cm) dan berbeda nyata dengan perlakuan kompos kotoran sapi (107.48 cm) dan kompos berangkasan kacang hijau (107.18 cm). Pupuk kandang ayam memiliki kandungan unsur hara N, P dan K yang lebih banyak daripada pupuk kandang jenis ternak lainnya karena kotoran padat pada ternak unggas tercampur dengan kotoran cairnya.

Perlakuan interaksi dari jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai pupuk organik, secara rata- rata tanaman tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan B2P3 dan yang terendah pada perlakuan B1P0. Hal ini di duga karena penyediaan hara lambat, menyediakan hara dalam jumlah terbatas dan proses dekomposisi bahan organik lambat.

Handayanto (1996) menyatakan bahwa dekomposisi bahan organik mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kesuburan tanah. Pengaruh langsung disebabkan karena pelepasan unsur hara melalui mineralisasi, sedangkan pengaruh tidak langsung adalah menyebabkan akumulasi bahan organik tanah, yang pada gilirannya juga akan meningkatkan penyediaan unsur hara tanaman. Salah satu upaya perbaikan bahan organik tanah yang cukup murah


(45)

adalah dengan mengembalikan bahan organik ke dalam tanah, baik berupa perombakan sisa tanaman atau hewan oleh mikroorganisme.

Gambar 1. Memperlihatkan Histogram tinggi tanaman (cm) pada perlakuan pemberian berbagai pupuk Organik (P) pada umur pengamatan minggu setelah tanam.

Gambar 1. Histogram tinggi tanaman (cm) pada perlakuan pemberian berbagai pupuk organik (P) pada umur pengamatan minggu setelah tanam.

b. Jumlah anakan (batang)

Berdasarkan hasil analisis ragam dari perlakuan jumlah bibit per rumpun dan perlakuan pemberian berbagai pupuk organik terhadap parameter jumlah anakan (batang) tanaman padi dapat dilihat pada lampiran 18 sampai lampiran 32. Perlakuan jumlah bibit per rumpun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah anakan (batang) pada semua umur pengamatan (umur 3 MST sampai 11 MST), demikian juga interaksi dari perlakuan jumlah bibit per rumpun dan perlakuan pemberian berbagai pupuk organik terhadap jumalah anakan (batang) tidak memberikan pengaruh yang nyata pada semua umur pengamatan. Perlakuan pemberian berbagai pupuk organik terhadap jumlah anakan (batang) tidak memberikan pengaruh yang nyata pada pengamatan 3 MST, sementara

0 20 40 60 80 100 120

3 MST 5 MST 7 MST 9 MST 11 MST

T in ggi T an am an ( Cm )

Umur Pengamtan Minggu Setelah Tanam (MST)

P0 P1 P2 P3


(46)

untuk pengamatan 5 MST sampai 11 MST memberikan pengaruh yang nyata setelah dilakukan uji berganda Duncan taraf 5 %.

Rata-rata jumlah anakan (batang) tanaman padi dari perlakuan jumlah bibit per rumpun dan perlakuan pemberian berbagai pupuk organik serta interaksinya pada semua umur pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata jumlah anakan (batang) tanaman padi dari perlakuan jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai pupuk organik serta interaksinya pada semua umur pengamatan minggu setelah tanam (MST).

Perlakuan Umur Pengamatan Minggu Setelah Tanam (MST)

3 5 7 9 11

B1 1.17 5.00 15.92 33.33 42.92

B2 1.42 5.58 17.17 35.42 50.67

B3 1.50 7.75 22.00 40.67 55.25

P0 0.89 5.11 b 11.67 b 20.78 b 29.78 c

P1 1.33 4.89 b 14.33 b 26.16 b 42.11 bc

P2 1.44 4.33 b 13.11 b 28.44 b 45.00 b

P3 1.78 10.11 a 34.33 a 70.56 a 81.56 a

B1 P0 0.67 3.00 7.67 15.00 20.33

B1 P1 1.33 4.67 1.33 28.00 35.33

B1 P2 1.00 4.00 10.67 23.67 39.67

B1 P3 1.67 8.33 33.00 66.67 76.33

B2 P0 1.33 5.33 11.33 20.33 26.33

B2 P1 1.33 3.33 13.00 22.67 42.33

B2 P2 1.33 4.00 13.00 26.67 45.00

B2 P3 1.67 9.67 31.33 72.00 89.00

B3 P0 0.67 7.00 16.00 27.00 42.67

B3 P1 1.33 6.67 17.67 27.67 48.67

B3 P2 2.00 5.00 15.67 35.00 50.33

B3 P3 2.00 12.33 38.67 73.00 79.33

Keterangan :Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji ganda Duncan (α = 0.05).

Berdasarkan Tabel 2 dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan jumlah bibit per rumpun pada semua umur pengamatan minggu setelah tanam tidak memberikan pengaruh yang nyata. Namun secara rata-rata jumlah


(47)

perlakuan B1. Hal ini disebab pada jumlah bibit yang lebih banyak (3 batang/ rumpun) tersebut masih terjadi kompetisi inter spesies diantara tanaman padi, sedangkan yang ditanam 1 batang/rumpun tidak terjadi kompetisi tersebut, sehingga lebih mendorong pertumbuhan kearah samping atau memperbanyak jumlah anakan.

Penelitian Wangiyana et al. (2009) penanaman jumlah 3 bibit per lubang tanam memberikan hasil yang lebih produktif. Penggunaan 3 bibit per lubang tanam menghasilkan jumlah daun, jumlah anakan dan berat kering jerami yang lebih tinggi dari pada penanaman jumlah 1 dan 2 bibit perlubang tanam, namun semua penelitian ini dilakukan pada lahan sawah.

Menanam bibit dengan jumlah yang relatif lebih banyak (3 batang/rumpun) juga mendorong pertumbuhan tanaman lebih tinggi dibanding dengan tanam 1 batang/rumpun (Burbey et al, 2014).

Perlakuan pemberian berbagai pupuk organik dari hasil uji ganda Duncan dapat dilihat bahwa jumlah anakan umur pengamatan 5 MST, 7 MST dan 9MST pada perlakuan P3 berbeda nyata dengan perlakuan P2, P1 dan P0. Perlakuan P2 tidak berbeda nyata dengan P1, tetapi berbeda nyata dengan P0, demikian pula P1 tidak berbeda nyata dengan P0 yang ditunjukkan dengan notasi yang sama Hal ini karena kandungan terbesar dalam pupuk kandang ayam yaitu unsur P. Unsur hara N dan P sangat diperlukan tanaman untuk pertumbuhan. Pembentukan anakan, tinggi tanaman, lebar daun dan jumlah gabah dipengaruhi oleh ketersediaan N.

Daradjat dkk., (2008) menyatakan bahwa hara P sangat diperlukan tanaman padi terutama pada saat awal pertumbuhan, pada fase pertumbuhan tanaman tersebut, P berfungsi memacu pembentukan akar dan penambahan


(48)

jumlah anakan. Suatu tanaman akan tumbuh dengan baik apabila segala elemen (unsur hara) yang dibutuhkannya tersedia dengan lengkap dan unsur hara tersebut terdapat dalam jumlah cukup dan berimbang untuk diserap oleh tanaman. Kandungan hara dalam kompos tithonia kususnya unsur Nitrogen (N) sangat dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan fase fegetative.

Hasil pengamatan jumlah anakan produktif menunjukkan bahwa pemberian kompos kulit buah kakao secara mandiri berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah anakan produktif padi sawah varietas Situ Bagendit (Nasruddin, dkk, 2012).

Perlakuan interaksi dari jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai pupuk organik, secara rata- rata tanaman tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan B2P3 dan yang terendah B1P0. Tiap batang bibit dapat membentuk anakan, kemudian anakannya juga membentuk anakan lagi, demikian secara bertingkat menurut teori phyllochron, maka juga ada peluang terjadinya pertambahan jumlah anakan (batang) dengan bertambahnya bibit per lubang tanam. Namun, karena dapat terjadi persaingan, baik ruang maupun nutrisi dan air antar tanaman atau anakan dalam satu rumpun, maka ada kemungkinan pertambahan jumlah anakan per bibit akan tidak sama besarnya antar jumlah bibit per lubang tanam yang berbeda. (Wangiyana et al. 2009).

Gambar 2 memperlihatkan Histogram jumlah anakan (batang) pada pemberian berbagai pupuk organik pada umur pengamatan minggu setelah tanam (MST).


(49)

Gambar 2. Histogram jumlah anakan (batang) pada perlakuan pemberian berbagai pupuk organik (P) pada umur pengamatan minggu setelah tanam.

4.2. Parameter Produksi

Berdasarkan hasil analisis ragam dari perlakuan jumlah bibit per rumpun dan perlakuan pemberian berbagai pupuk organik terhadap parameter produksi, rata-rata jumlah malai per rumpun (batang), jumlah biji bernas per malai (bulir), jumlah biji hampa per malai (bulir), bobot per 1000 gabah kering (g), bobot gabah netto kering (g), dan bobot gabah bruto kering (g), serta hasil analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 33 sampai 50.

Perlakuan jumlah bibit per rumpun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap semua parameter produksi, demikian juga interaksi dari perlakuan jumlah bibit per rumpun dan perlakuan pemberian berbagai pupuk organik terhadap parameter produksi tidak memberikan pengaruh yang nyata pada semua parameter pengamatan. Perlakuan pemberian berbagai pupuk organik terhadap jumlah anakan (batang) tidak memberikan pengaruh yang nyata pada pengamatan jumlah biji hampa per malai dan bobot 1000 biji (g), sementara untuk pengamatan jumlah malai per rumpun, jumlah biji bernas per rumpun, bobot gabah netto

0 20 40 60 80 100

3 MST 5 MST 7 MST 9 MST 11 MST

Jum lah anak an (B at an g)

Umur Minggu Setelah Tanam (MST)

P0 P1 P2 P3


(50)

kering dan bobot hasil gabah kering memberikan pengaruh yang nyata setelah dilakukan uji berganda Duncan taraf 5 %.

Rata-rata jumlah malai per rumpun (batang), jumlah biji bernas per malai (bulir), jumlah biji hampa per malai (bulir), bobot per 1000 gabah kering (g), bobot gabah netto kering (g), dan bobot hasil gabah kering (g), tanaman padi dari perlakuan jumlah bibit per rumpun dan perlakuan pemberian berbagai pupuk organik serta interaksinya dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 3. Rata-rata jumlah malai per rumpun (batang), jumlah biji bernas per malai (bulir), jumlah biji hampa per malai (bulir), bobot per 1000 gabah kering (g), bobot gabah netto kering (g), dan bobot hasil gabah kering (g), pada perlakuan kombinasi jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai pupuk organik, serta interakasinya.

Perlakuan JM/R JBB/M JBH/M B/1000 BGNK BHGK B1 46.33 412.25 100.08 28.73 129.12 143.33 B2 48.67 387.67 103.92 29.74 119.24 132.41 B3 49.08 413.42 108.42 29.08 120.86 119.03

P0 28.78 c 319.20 b 113.22 29.35 91.84 b 102.62 c

P1 49.56 b 424.44 a 110.33 29.26 125.15 a 126. 88 bc

P2 49.56 b 446.22 a 84.78 28.72 130.79 a 139.11 ab

P3 64.22 a 427.89 a 108.22 29.41 144.52 a 154. 94 a

B1 P0 28.67 341,67 87,00 28.54 108.38 129.84 B1 P1 46.67 436,00 121,67 29.09 120.45 127.27 B1 P2 44.33 465,00 90,67 28.46 129.67 138.68 B1 P3 65.67 406,33 101,00 28.85 157.99 177.52 B2 P0 24.67 300,67 111,33 29.69 83.43 92.82 B2 P1 51.00 413,33 95,67 29.99 120.09 110.49 B2 P2 52.67 433,33 109,00 29.20 141.19 132.02 B2 P3 66.33 403,33 99,67 30.07 132.26 140.81 B3 P0 33.00 315,33 141,33 29.81 83.70 85.19 B3 P1 51.00 424,00 113,67 28.69 134.90 142.89 B3 P2 51.67 440,33 54,67 28.50 121.52 146.63 B3 P3 60.67 474,00 124,00 29.31 143.31 154.94 Keterangan :Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji ganda Duncan (α = 0.05).

JM/R (Jumlah malai per rumpun), JBB/M (Jumlah biji bernas per malai), JBH/M (Jumlah biji hampa per malai), B/1000 (Bobot per 1000 gabah kering), BGNK (Bobot gabah netto kering), BHGK (Bobot hasil gabah kering)


(51)

Berdasarkan Tabel. 3 dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan jumlah bibit per rumpun secara rata-rata jumlah malai pe rumpun tertinggi pada perlakuan B3 dan terendah B1. Jumlah bji bernas per malai tertinggi pada perlakuan B3 dan terendah B2. Jumlah biji hampa per malai tertinggi pada perlakuan B3 dan yang terendah B1. Bobot per 1000 gabah kering tertinggi pada perlakuan B2 dan yang terendah B1. Bobot gabah netto kering tertinggi pada perlakuan B1 dan yang terenndah B2. Bobot hasil gabah kering tertinggi pada perlakuan B1 dan yang terendah B3.

Penelitian Husein, (2013) jumlah bibit per rumpun tidak memeberikan pengaruh yang nyata pada parameter produksi tanaman padi pada pengamatan jumlah malai per rumpun (batang), jumlah biji bernas permalai (biji), jumlah biji per malai (biji), berat bruto gabah kering per rumpun (gram), berat netto gabah kering per rumpun (gram) dan berat per 1000 biji gabah kering per rumpun (gram).

Penelitian Wangiyana et al. (2009) penanaman jumlah bibit 1, 2 dan 3 per lobang tanam tidak nyata menurut Anova pada pengamatan jumlah anakan produktif per rumpun, jumlah gabah per malai, berat 1000 gabah (g), berat gabah kering panen, persentase gabah hampa dan indeks panen (%).

Perlakuan pemberian berbagai pupuk organik dari uji ganda Duncan dapat dilihat bahwa jumlah malai pada perlakuan P3 berbeda nyata dengan P1 dan P2 dan P0. Perlakuan P1 dan P2 tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan P0. Hal ini di duga pupuk kompos kotoran ayam banyak mengandung unsur hara N, P, dan K.


(52)

Penelitian Setiobudi (2007) bahwa ketersedian unsur hara makro (N, P dan K) sangat berpengaruh terhadap pengisian gabah atau mengurangi kehampaan gabah. Tingkat pengisian gabah lebih ditentukan oleh: (a) asimilat yang dihasilkan, (b) kandungan N selama fase heading, (c) indeks luas daun, (d) jumlah gabah per malai yang dihasilkan, dan (e) efisiensi pengisian gabah selama fase pengisian gabah.

Jumlah biji bernas per malai pada perlakuan P2, P3 dan P1 tidak berbeda nyata di tunjukkan dengan notasi yang sama, tetapi berbeda nyata pada perlakuan P0 di tunjukkan dengan notasi yang berbeda. Peningkatan jumlah gabah berisi serta penurunan jumlah gabah hampa berpengaruh terhadap meningkatknya nilai indeks panen. Hal ini diduga disebabkan dengan adanya penambahan bahan organik pada dosis tersebut menyebabkan terciptanya lingkungan tumbuh yang ideal bagi perkembangan tanaman padi sehingga proses-proses fisiologis dapat berlangsung. Ketersediaan hara di media perakaran yang selanjutnya diangkut ke dalam tubuh tanaman akan tetap menjamin berlangsungnya proses fotosintesis untuk membentuk asimilat yang pada akhirnya akan ditranslokasikan ke bagian biji (gabah). Semakin banyak asimilat yang ditranslokasikan ke biji akan semakin meningkatkan hasil gabah kering. Thamrin (2000), melaporkan bahwa penambahan bahan organik mampu meningkatkan hasil gabah padi kering panen secara nyata.

Bobot netto gabah kering (g) pada perlakuan P3 , P2 dan P1 tidak berbeda nyata di tunjukkan dengan notasi yang sama, tetapi berbeda nyata pada perlakuan P0 di tunjukkan dengan notasi yang berbeda.


(53)

Bobot hasil gabah kering (g) pada perlakuan P3 tidak berbeda nyata pada perlakuan P2, tetapi berbeda nyata pada perlakuan P1 dan P0. Perlakuan P2 tidak berbeda nyata pada perlakuan P1, tetapi berbeda nyata pada P0. Demikian pula Perlakuan P1 tidak berbeda nyata pada P0.

Hasil gabah netto kering tertinggi pada perkaluan P3 mencapai 144.2 g ( 9.63 ton ha-1), P2 130.79 g (8.71 ton ha-1), P1 125.15 g (8. 34 ton ha-1), dan P0 91.84 (6.12 ton ha-1). Sejalan dengan penelitian (Ramli, 2011) kompos kotoran ayam memberikan hasil yang tertinggi ( 6.19 ton ha-1) dan berbeda nyata dengan kompos kotoran sapi (5.64 ton ha -1 ), namun berbeda tidak nyata dengan kompos berangkasan kacang hijau (6.15 ton ha-1).

Menurut Atman (2007), salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan hasil gabah varietas Batang Piaman adalah meningkatnya nilai komponen hasil, antara lain: panjang malai, jumlah gabah per malai, dan jumlah gabah bernas per malai. Persentase gabah isi lebih dipengaruhi oleh faktor genetik sedangkan secara lingkungan disebabkan karena kondisi lingkungan yang tidak normal seperti serangan hama penyakit, suhu yang tinggi yang dapat menyebabkan respirasi yang tinggi dan terbatasnya hara karena tanah kurang subur.

Makarim dan Ikhwani (2008) menyatakan bahwa lingkungan berkorelasi dengan komponen hasil sebagai contoh jumlah gabah permalai berkorelasi dengan keadaan status air tanah.

Perlakuan interaksi perlakuan jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai pupuk organik dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa. rata-rata jumlah malai per rumpun (batang) tertinggi terdapat pada perlakuan B2P3 dan yang terendah B2P0.


(54)

Rata-rata jumlah biji bernas per malai (bulir) tertinggi terdapat pada perlakuan B3P3 dan yang terendah B2P0. Rata-rata jumlah biji hampa per malai (bulir) tertinggi terdapat pada perlakuan B3P3 dan yang terendah B2P2. Rata-rata bobot per 1000 gabah kering (g) tertinggi terdapat pada perlakuan B2P3 dan yang terendah B2P2.

Rata-rata bobot gabah netto kering (g) tertinggi terdapat pada perlakuan B1P3 dan yang terendah B2P0. Rata-rata bobot hasil gabah kering (g) tertinggi terdapat pada perlakuan B1P3 dan yang terendah B3P0.

Dalam pelaksanaan pemanenan dilakukan 2 kali yaitu pemanenan pertama sebanyak 31 pot dan pemanenan kedua sebanyak 5 pot yaitu perlakuan B1P1, B1P0, B2P0, B1P2 dan B1P0. Hal ini terjadi karena kondisi lahan ternaungi oleh pohon mahoni sehingga terjadi keterlambatan panen karena tanaman padi memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan.

Sesuai dengan pendapat Franklin (1991), bahwa radiasi matahari merupakan sumber energi untuk tanaman budidaya. Tumbuhan menyerap energi matahari dan mengubahnya menjadi energi kimia melalui proses fotosintesis. Faktor lingkungan sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, salah satu faktor lingkungan yang diamati pada penelitian ini adalah kelembaban udara (%). Kelembaban udara dapat mempengaruhi proses fotosintesis dan respirasi tanaman padi, proses tersebut dapat berlangsung secara optimal pada kelembaban relative antara 50-90 % .

Pendapat Franklin (1991), sepanjang fase perkembangan tertentu lebih banyak hasil asimilasi diproduksi dari pada yang digunakan untuk tubuh dan berkembang dan kelebihan ini dapat disimpan sebagai senyawa cadangan. Pada


(55)

pase lanjut, misalnya pada masa berbuah, pada saat fotosintesis tidak dapat mencukupi kebutuhan akan asimilasi di daerah-daerah pemanfaatan, senyawa cadangan dapat diremobilisasi dan dipindahkan ketempat-tempat yang aktif, misalnya perkembangan biji.

Perlakuan antara pemberian berbagai pupuk organik dan jumlah bibit per rumpun tidak maching, sehingga tidak memberikan prngaruh yang nyata pada perlakuan jumlah bibit per rumpun.Sinkronisasi menurut Myers et. al., (1997) adalahmatching menurut waktu antara ketersediaan unsur hara dan kebutuhan tanaman akan unsur hara. Apabila penyediaan unsur hara tidak match, maka akan terjadi difisiensi unsur hara atau kelebihan unsur hara, meskipun jumlah total penyediaan sama dengan jumlah total kebutuhan. Sedangkan tidak terjadinya sinkoronisasi disebut asinkroni disebabkan dua hal yakni jika penyediaan yang terjadi lebih lambat untuk kebutuhan atau jika penyediaan terjadi lebih awal dibanding kebutuhan pada situasi dimana unsur hara yang tersedia melebihi kebutuhan tanaman, sehingga mempunyai resiko hilang dari sistim atau dikonversi menjadi bentuk-bentuk yang tidak tersedia.

Gambar 3. memperlihatkan histogram rata-rata jumlah malai per rumpun, jumlah biji bernas per malai, bobot gabah netto kering (g) dan bobot hasil gabah kering pada perlakuan pemberian berbagai pupuk organik (P):


(56)

Gambar 3. Histogram parameter produksi tanaman padi pada perlakuan pemberian berbagai pupuk organik (P)

0 100 200 300 400 500

JM/R JBB/M BGNK (g) BHGK (g)

P0 P1 P2 P3


(57)

BAB. V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Perlakuan jumlah bibit per rumpun tidak memberikan pengaruh yang nyata pada parameter pertumbuhan dan produksi tanaman padi.

2. Perlakuan pemberian berbagai pupuk organik memberikan pengaruh yang nyata dari hasil uji ganda Duncan taraf 5 % pada parameter tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah malai per rumpun, jumlah biji bernas per malai, bobot gabah netto kering (g) bobot hasil gabah kering (g) yang tertinggi pada perlakuan P3 (kompos kotoran ayam) kemudian perlakuan P2 (kompos kulit buah kakao) dan P1 (kompos paitan) yang dapat meningkatkan produksi tanaman padi

3. Interaksi perlakuan jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai pupuk organik tidak memberikan pengaruh yang nyata pada parameter pertumbuhan dan produksi padi.

5.2. Saran

1. Untuk mendapatkan produksi padi sawah yang tinggi disarankan kepada petani agar menggunakan pupuk kompos kotoran ayam, kompos paitan dan kompos kulit buah kakao dengan dosis 30 ton/ha.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pengaplikasian pemberian berbagai pupuk organik di lapangan.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Acquaah G. 2005. Principles of Crop Production. Theory, Technique, and Technology. Pearson, Prentice Hall, New Jersey.

Agromedia. 2007. Petunjuk Pemupukan. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Ardi; D. Jahja; dan Wenny. 2003. Substitusi Nitrogen dari Urea dengan Tithonia (Tithonia diversifolia) dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Gambir (Uncaria gambir Roxb.) Muda. Stigma 11(3):202-208.

Atman. 2007. Teknologi Budidaya Padi Sawah Varietas Unggul Baru Batang Piaman. Jurnal Ilmiah Tambuah, 6 (1): 58-64 hal

BPS Sumatra Utara, 2014. Produksi Padi dan Palawija Sumatra Utara (Angka Tetap Tahun 2013). Berita Resmi Statistik Sumatra Utara, No. 45/07/12/Thn. XVII, 1 Juli 2014. Medan.

Burbey., Syahrial. A., Nieldalina. 2014. Pengaruh Umur dan Jumlah Bibit pada Padi Sawah Varietas Umur Genjah (Vug) dan Sangat Genjah (Vusg) di Situng. Kabupaten Darmasraya.

Darmono dan Tri Panji, 1999. Penyediaan Kompos Kulit Buah Kakao Bebas Phytophthora palmivora. Warta Penelitian PerkebunanV(1):33-38

Departemen Pertanian, 1983. Pedoman Bercocok Tanam Padi, Palawija sayur sayuran. Satuan Pengendalian Bimas, Jakarta.

[DEPTAN] Departemen Pertanian, 2011. Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah. Peraturan Menteri R.I. No. 70/Permentan/ SR. 140/ 10/2011. Jakarta.

[DEPTAN] Departemen Pertanian, 2009. Dekripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian R.I. Jakarta

Dinesh R, Srinivasan V, Hamza S, Manjusha A. 2010. Short-term incorporation of organik manures and biofertilizers influences biochemical and microbial characteristics of soils under an annual crop turmeric (Curcuma longa L.). Bioresource Technol. 101:4697-4702.

Franklin P. Gardner, R. Brend Pearce, Roger L. Mitchell (1991), Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas indonesia (UI-Press). Jakarta.


(59)

Goenadi D, Siswanto H, Sugiarto Y. 2000. Bioactivation of poorly soluble phosphate rocks with a phosphorus-solubilizing fungus. Soil Sci Soc Am J64:927-932.

Gomez, K. A., dan A. A. Gomez, 1995. Prosedur statistic untuk Penelitian Pertanian Edisi Kedua. UI- Press. Jakarta.

Gusnidar dan T. B. Prasetyo. 2008. Pemanfaatan Tithonia Diversifolia pada Tanah Sawah yang Dipupuk P Secara Starter terhadap Produksi serta Serapan Hara N, P, dan K Tanaman Padi. J. Tanah Trop. 13(3): 209- 216.

Gusnidar dan Herviyanti 2010. Pemanfaatan Gulma Titonia Sebagai Pupuk Alternatif Untuk Mengurangi Penggunaan Pupuk buatan Padi Sawah Dalam Budidaya SRI (The System of Rice Intensification). Warta Pengabdian Andalas XVI, no.25. Halaman 122-129. Padang.

Hakim, N dan Agustian. 2008. Gulma Tithonia dan Pemanfaatannya Sebagai Unsur Hara untuk Tanaman Hortikultura. Laporan Penelitian Hibah Bersaing XI/I Perguruan Tinggi. FakultasPertanian Universitas Andalas. Hartatik, W. 2007. Tithonia diversifolia sebagai Pupuk Hijau. Warta Penelitian

dan PengembanganPertanian 29(5):3-5.

Hartatik, W., D. Setyorini, S. Widati, dan J. Purwani. 2005. Laporan Penelitian Teknologi Pengelolaan Hara pada Budidaya Pertanian Organik. Balai Penelitian Tanah. Bogor.

Hartatik, W., D. Setyorini, dan S. Widati. 2006. Laporan Penelitian Teknologi Pengelolaan Hara pada Budidaya Pertanian Organik. Balai Penelitian Tanah. Bogor.

Hasrizart, I. dan N. Ani. 2010. Peningkatan Produksi Beberapa Varietas Padi Sawah (Oryza sativa L.) dengan Teknologi Pengolahan Tanah dan Jumlah Bibit. Jurnal Ilmiah Pendidikan Tinggi, 3 (1): ISSN LIPI: 1979-9640. Hasyim (2000), Taksonomi Tumbuhan.Yogyakarta: Gajah Mada Universiti Pres. Husein. M. 2013. Pengaruh Jumlah Bibit Per Rumpun Dan Umur Bibit Terhadap

Pertumbuhan Dan Produksi Padi Sawah Dengan Metode SRI. Skripsi Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Graha Nusantara Padangsidimpuan.

Kamil. J. 1982. Teknologi Benih, Penerbit Angkasa Raya, Padang Sumatera Barat, Indonesia, 2 32 hal.

Kasim, M. 2004. Manajemen penggunaan air: meminimalkan penggunaan air untuk meningkatkan produksi padi sawah melalui sistem intensifikasi padi (The System of rice intensification-SRI). Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar Unand. Padang 2004.


(60)

Makarim, A.K dan Ikhwani. 2008. Respon Komponen Hasil Varietas Padi terhadap Perlakuan Agronomis. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, Vol. 27 NO. 3

Mubaroq I. A, 2013. Kajian Potensi Nutrien Caf Dengan Penaambahan Ion Logam Terhadap Pertumbuhan Dan Perkembangan Tanaman Padi. Universitas Pendidikan Indonesia. Reposytori upi.edu.

Musnamar, E.I. 2004. Pupuk Organik : Cair dan Padat, Pembuatan, Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta. 14 hal.

Musnamar, E. I. 2005. Pupuk Organik Cair dan Padat, Pembuatan, Aplikasi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Naidu, M., 1981. Studies On The Appropriate Proportion Of Organic And Chemical Fertilizer. Thesis. Tannil Nadiu Agric.Univ.Coimbatre.

Nasrudin., Sabaruddin. L., dan Safuan. L. 2012. Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L) Pada Berbagai Dosis Azolla Segar dan Kompos Kulit Buah Kakao. Fakultas Pertanian Universitas Haluole. Kedari. Vol. 1 No. 1 Hal. 16-25.

Norsalis, E. 2011. Padi Sawah Dan Padi Gogo Tinjauan Secara Morfologi, Budidaya Dan Fsiologi. Publish, 10-11-2011. Diakses tanggal 05 Januari 2015.

Pratikno, H. 2001. Studi Pemanfaatan berbagai Biomasa Flora untuk Peningkatan Ketersediaan P dan bahan Organik Tanah Berkapur di DAS Brantas Malang Selatan. Thesis. Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya. Malang.

Ramli. M. 2011. Pengaruh Pupuk Organik Pada Berbagai Varietas Padi Sawah (Oryza sativa L) dan Umur Transplanting Terhadap Pertumbuhan dan Produksi. Pasca Sarjana, Universitas Hasanuddin.

Sanchez, P.A and Jama, B.A. 2000. Soil Fertility Replenishment Takes Off In East and Southern Africa. International Symposium on Balanced Nutrient Management Systems For The Moist Savana and Humid Forest Zones Of Africa. Held on 9 Oktober 2000 in Benin., Africa. 655 pp.

Setiobudi, D. dan H. Sembiring, 2008. Tanggap Pertumbuhan dan Hasil Padi Tipe Baru Terhadap Pupuk Makro dan Mikro pada Spesifik Jenis Tanah. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi.

Spillane, J., 1995. Komoditi Kakao, Peranannya dalam Perekonomian Indonesia. Kanisius. Yogyakarta.


(61)

Sudirja R., Solihin M.A., Rosniawaty S., 2005. Pengaruh Kompos Kulit Buah Kakao dan Kascing Terhadap Perbaikan Beberapa Sifat Kimia Fluventic Eutrudepts. Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran Bandung. 43 hlm. Sumartono., B. Samad dan R. Hardjono., 1990. Bercocok Tanam Padi. Cetakan

12. CV. Yasaguna, Jakarta.

Sutanto, R, 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius Yogyakarta

Sutedjo, M. M. 1995. Pupuk dan Cara Pemupukan, PT Rineka Cipta. Jakarta. Taufik. M. 2011. Pemberian Berbagai Pupuk Organik dan Hormon Tanaman Padi

Swah (Oryza sativa L). Skripsi Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian. Universitas Islam Riau. Pekanbaru.

Tahir, I. 2008. Pembuatan Kompos. Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta 55281.

Tejitrosoepomo, G. (2007). Taksonomi Tumbuhan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Thamrin. 2000. Perbaikan beberapa sifat fisik dan Typic Kanhapludults dengan pemberian bahan organik pada tanaman padi sawah. Skripsi. Faperta, Universitas Padjajaran, Bandung.

USDA, 1975. Soil Taksonomi Tanah.

Wangiyana, W., Z. Laiwan. dan Sanisah. 2009. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi Var. Ciherang dengan Teknik Budidaya “SRI (System Of Rice Intensification)” Pada Berbagai Umur dan Jumlah Bibit Perlubang Tanam. Yuliarto N. 2009. 1001 Cara Menghasilkan Pupuk Organik. Andi. Yogyakarta. Zein, AO. 2008. Pembuatan Pestisida Atau Ramuan Nabati. Balai Diklat


(1)

Lampiran. 54. Konversi Kebutuhan Pupuk Kimia dengan Pupuk Organik (Paitan, kulit buah Kakao dan Kotoran Ayam) Pada Tanaman Padi Sawah (Oryza sativa L).

 Kebutuhan Pupuk kimia

Urea : 225 kg/ha, Kandungan hara N = 46 × 225 kg = 103,5 kg 100

SP36 : 150 kg/ha, Kandungan hara P = 36 × 150 kg = 100 kg 100

Kcl : 100 kg/ha, Kandungan hara K = 60 × 100 kg = 60 kg 100

ZA : 100 kg/ha, Kandunngan hara N = 21 × 100 kg = 21 kg 100

 Kandungan Hara Paitan (Thitonia difersifolia), kulit buah kakao (Theobrema cacao L ) dan kotoran ayam dalam 30 ton.

1. Paitan (Thitonia difersifolia)

Kandungan hara paitan yaitu N : 1,35%, P : 1,27 %, K : 1,98 %, Ca dan Mg : 0,54 %.

N : 1,35 × 30.000 kg = 405 kg 100

P : 1,27 × 30.000 kg = 381 kg 100

K : 1,98 × 30.000 kg = 594 kg 100

Ca dan Mg : 0,54 × 30.000 kg = 162 kg 100

2. Kulit buah kakao (Theobrema cacao L )

Kandungan hara kulit buah kakao yaitu : N : 1,81 %, P : 0,31 %, K : 1,22 %, Ca : 1,37 %.

N : 1,81 × 30.000 kg = 543 kg 100


(2)

Kandungan hara kotora ayam yaitu : N : 2,1 %, P : 8,9 %, K : 0,4 %. N : 2,1 × 30.000 kg = 630 kg

100

P : 8,9 × 30.000 kg = 2.670 kg 100

K : 0,4 × 30.000 kg = 120 kg 100


(3)

(4)

Gambar. Penjemuran tanah

Gambar. Pengomposan


(5)

Gambar Pengukuran Tinggi Tanaman


(6)