141.19 132.26 B3 P1 respon pertumbuhan dan produksi padi sawah terhadap jumlah bibit per rumpun pada berbagai pupuk organik

50 kering dan bobot hasil gabah kering memberikan pengaruh yang nyata setelah dilakukan uji berganda Duncan taraf 5 . Rata-rata jumlah malai per rumpun batang, jumlah biji bernas per malai bulir, jumlah biji hampa per malai bulir, bobot per 1000 gabah kering g, bobot gabah netto kering g, dan bobot hasil gabah kering g, tanaman padi dari perlakuan jumlah bibit per rumpun dan perlakuan pemberian berbagai pupuk organik serta interaksinya dapat dilihat pada Tabel 3 Tabel 3. Rata-rata jumlah malai per rumpun batang, jumlah biji bernas per malai bulir, jumlah biji hampa per malai bulir, bobot per 1000 gabah kering g, bobot gabah netto kering g, dan bobot hasil gabah kering g, pada perlakuan kombinasi jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai pupuk organik, serta interakasinya. Perlakuan JMR JBBM JBHM B1000 BGNK BHGK B1 46.33 412.25 100.08 28.73 129.12 143.33 B2 48.67 387.67 103.92 29.74 119.24 132.41 B3 49.08 413.42 108.42 29.08 120.86 119.03 P0 28.78 c 319.20 b 113.22 29.35 91.84 b 102.62 c P1 49.56 b 424.44 a 110.33 29.26 125.15 a 126. 88 bc P2 49.56 b 446.22 a 84.78 28.72 130.79 a 139.11 ab P3 64.22 a 427.89 a 108.22 29.41 144.52 a 154. 94 a B1 P0 28.67 341,67 87,00 28.54 108.38 129.84 B1 P1 46.67 436,00 121,67 29.09 120.45 127.27 B1 P2 44.33 465,00 90,67 28.46 129.67 138.68 B1 P3 65.67 406,33 101,00 28.85 157.99 177.52 B2 P0 24.67 300,67 111,33 29.69 83.43 92.82 B2 P1 51.00 413,33 95,67 29.99 120.09 110.49 B2 P2 52.67 433,33 109,00

29.20 141.19

132.02 B2 P3 66.33 403,33 99,67

30.07 132.26

140.81 B3 P0 33.00 315,33 141,33 29.81 83.70

85.19 B3 P1

51.00 424,00 113,67 28.69 134.90 142.89 B3 P2 51.67 440,33 54,67 28.50 121.52 146.63 B3 P3 60.67 474,00 124,00 29.31 143.31 154.94 Keterangan :Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji ganda Duncan α = 0.05. JMR Jumlah malai per rumpun, JBBM Jumlah biji bernas per malai, JBHM Jumlah biji hampa per malai, B1000 Bobot per 1000 gabah kering, BGNK Bobot gabah netto kering, BHGK Bobot hasil gabah kering 51 Berdasarkan Tabel. 3 dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan jumlah bibit per rumpun secara rata-rata jumlah malai pe rumpun tertinggi pada perlakuan B3 dan terendah B1. Jumlah bji bernas per malai tertinggi pada perlakuan B3 dan terendah B2. Jumlah biji hampa per malai tertinggi pada perlakuan B3 dan yang terendah B1. Bobot per 1000 gabah kering tertinggi pada perlakuan B2 dan yang terendah B1. Bobot gabah netto kering tertinggi pada perlakuan B1 dan yang terenndah B2. Bobot hasil gabah kering tertinggi pada perlakuan B1 dan yang terendah B3. Penelitian Husein, 2013 jumlah bibit per rumpun tidak memeberikan pengaruh yang nyata pada parameter produksi tanaman padi pada pengamatan jumlah malai per rumpun batang, jumlah biji bernas permalai biji, jumlah biji per malai biji, berat bruto gabah kering per rumpun gram, berat netto gabah kering per rumpun gram dan berat per 1000 biji gabah kering per rumpun gram. Penelitian Wangiyana et al. 2009 penanaman jumlah bibit 1, 2 dan 3 per lobang tanam tidak nyata menurut Anova pada pengamatan jumlah anakan produktif per rumpun, jumlah gabah per malai, berat 1000 gabah g, berat gabah kering panen, persentase gabah hampa dan indeks panen . Perlakuan pemberian berbagai pupuk organik dari uji ganda Duncan dapat dilihat bahwa jumlah malai pada perlakuan P3 berbeda nyata dengan P1 dan P2 dan P0. Perlakuan P1 dan P2 tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan P0. Hal ini di duga pupuk kompos kotoran ayam banyak mengandung unsur hara N, P, dan K. 52 Penelitian Setiobudi 2007 bahwa ketersedian unsur hara makro N, P dan K sangat berpengaruh terhadap pengisian gabah atau mengurangi kehampaan gabah. Tingkat pengisian gabah lebih ditentukan oleh: a asimilat yang dihasilkan, b kandungan N selama fase heading, c indeks luas daun, d jumlah gabah per malai yang dihasilkan, dan e efisiensi pengisian gabah selama fase pengisian gabah. Jumlah biji bernas per malai pada perlakuan P2, P3 dan P1 tidak berbeda nyata di tunjukkan dengan notasi yang sama, tetapi berbeda nyata pada perlakuan P0 di tunjukkan dengan notasi yang berbeda. Peningkatan jumlah gabah berisi serta penurunan jumlah gabah hampa berpengaruh terhadap meningkatknya nilai indeks panen. Hal ini diduga disebabkan dengan adanya penambahan bahan organik pada dosis tersebut menyebabkan terciptanya lingkungan tumbuh yang ideal bagi perkembangan tanaman padi sehingga proses-proses fisiologis dapat berlangsung. Ketersediaan hara di media perakaran yang selanjutnya diangkut ke dalam tubuh tanaman akan tetap menjamin berlangsungnya proses fotosintesis untuk membentuk asimilat yang pada akhirnya akan ditranslokasikan ke bagian biji gabah. Semakin banyak asimilat yang ditranslokasikan ke biji akan semakin meningkatkan hasil gabah kering. Thamrin 2000, melaporkan bahwa penambahan bahan organik mampu meningkatkan hasil gabah padi kering panen secara nyata. Bobot netto gabah kering g pada perlakuan P3 , P2 dan P1 tidak berbeda nyata di tunjukkan dengan notasi yang sama, tetapi berbeda nyata pada perlakuan P0 di tunjukkan dengan notasi yang berbeda. 53 Bobot hasil gabah kering g pada perlakuan P3 tidak berbeda nyata pada perlakuan P2, tetapi berbeda nyata pada perlakuan P1 dan P0. Perlakuan P2 tidak berbeda nyata pada perlakuan P1, tetapi berbeda nyata pada P0. Demikian pula Perlakuan P1 tidak berbeda nyata pada P0. Hasil gabah netto kering tertinggi pada perkaluan P3 mencapai 144.2 g 9.63 ton ha-1, P2 130.79 g 8.71 ton ha-1, P1 125.15 g 8. 34 ton ha-1, dan P0 91.84 6.12 ton ha-1. Sejalan dengan penelitian Ramli, 2011 kompos kotoran ayam memberikan hasil yang tertinggi 6.19 ton ha-1 dan berbeda nyata dengan kompos kotoran sapi 5.64 ton ha -1 , namun berbeda tidak nyata dengan kompos berangkasan kacang hijau 6.15 ton ha-1. Menurut Atman 2007, salah satu faktor yang mempengaruhi peningkatan hasil gabah varietas Batang Piaman adalah meningkatnya nilai komponen hasil, antara lain: panjang malai, jumlah gabah per malai, dan jumlah gabah bernas per malai. Persentase gabah isi lebih dipengaruhi oleh faktor genetik sedangkan secara lingkungan disebabkan karena kondisi lingkungan yang tidak normal seperti serangan hama penyakit, suhu yang tinggi yang dapat menyebabkan respirasi yang tinggi dan terbatasnya hara karena tanah kurang subur. Makarim dan Ikhwani 2008 menyatakan bahwa lingkungan berkorelasi dengan komponen hasil sebagai contoh jumlah gabah permalai berkorelasi dengan keadaan status air tanah. Perlakuan interaksi perlakuan jumlah bibit per rumpun dan pemberian berbagai pupuk organik dari hasil analisis sidik ragam dapat dilihat bahwa. rata- rata jumlah malai per rumpun batang tertinggi terdapat pada perlakuan B2P3 dan yang terendah B2P0. 54 Rata-rata jumlah biji bernas per malai bulir tertinggi terdapat pada perlakuan B3P3 dan yang terendah B2P0. Rata-rata jumlah biji hampa per malai bulir tertinggi terdapat pada perlakuan B3P3 dan yang terendah B2P2. Rata-rata bobot per 1000 gabah kering g tertinggi terdapat pada perlakuan B2P3 dan yang terendah B2P2. Rata-rata bobot gabah netto kering g tertinggi terdapat pada perlakuan B1P3 dan yang terendah B2P0. Rata-rata bobot hasil gabah kering g tertinggi terdapat pada perlakuan B1P3 dan yang terendah B3P0. Dalam pelaksanaan pemanenan dilakukan 2 kali yaitu pemanenan pertama sebanyak 31 pot dan pemanenan kedua sebanyak 5 pot yaitu perlakuan B1P1, B1P0, B2P0, B1P2 dan B1P0. Hal ini terjadi karena kondisi lahan ternaungi oleh pohon mahoni sehingga terjadi keterlambatan panen karena tanaman padi memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Sesuai dengan pendapat Franklin 1991, bahwa radiasi matahari merupakan sumber energi untuk tanaman budidaya. Tumbuhan menyerap energi matahari dan mengubahnya menjadi energi kimia melalui proses fotosintesis. Faktor lingkungan sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, salah satu faktor lingkungan yang diamati pada penelitian ini adalah kelembaban udara . Kelembaban udara dapat mempengaruhi proses fotosintesis dan respirasi tanaman padi, proses tersebut dapat berlangsung secara optimal pada kelembaban relative antara 50-90 . Pendapat Franklin 1991, sepanjang fase perkembangan tertentu lebih banyak hasil asimilasi diproduksi dari pada yang digunakan untuk tubuh dan berkembang dan kelebihan ini dapat disimpan sebagai senyawa cadangan. Pada 55 pase lanjut, misalnya pada masa berbuah, pada saat fotosintesis tidak dapat mencukupi kebutuhan akan asimilasi di daerah-daerah pemanfaatan, senyawa cadangan dapat diremobilisasi dan dipindahkan ketempat-tempat yang aktif, misalnya perkembangan biji. Perlakuan antara pemberian berbagai pupuk organik dan jumlah bibit per rumpun tidak maching, sehingga tidak memberikan prngaruh yang nyata pada perlakuan jumlah bibit per rumpun.Sinkronisasi menurut Myers et. al., 1997 adalahmatching menurut waktu antara ketersediaan unsur hara dan kebutuhan tanaman akan unsur hara. Apabila penyediaan unsur hara tidak match, maka akan terjadi difisiensi unsur hara atau kelebihan unsur hara, meskipun jumlah total penyediaan sama dengan jumlah total ke butuhan. Sedangkan tidak terjadinya sinkoronisasi disebut asinkroni disebabkan dua hal yakni jika penyediaan yang terjadi lebih lambat untuk kebutuhan atau jika penyediaan terjadi lebih awal dibanding kebutuhan pada situasi dimana unsur hara yang tersedia melebihi kebutuhan tanaman, sehingga mempunyai resiko hilang dari sistim atau dikonversi menjadi bentuk-bentuk yang tidak tersedia. Gambar 3. memperlihatkan histogram rata-rata jumlah malai per rumpun, jumlah biji bernas per malai, bobot gabah netto kering g dan bobot hasil gabah kering pada perlakuan pemberian berbagai pupuk organik P: 56 Gambar 3. Histogram parameter produksi tanaman padi pada perlakuan pemberian berbagai pupuk organik P 100 200 300 400 500 JMR JBBM BGNK g BHGK g P0 P1 P2 P3 57 BAB. V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan