Latar Belakang Dr. It Jamilah, M. Sc 3. Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karet Hevea brasiliensis diketahui sebagai tanaman perkebunan yang memiliki peranan penting bagi subsektor perkebunan di Indonesia. Penyakit pada tanaman karet sering menjadi kendala utama dalam pengelolaan perkebunan karet. Penyakit yang menyerang tanaman karet menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar, bukan hanya karena hilangnya produksi akibat kerusakan tanaman, tetapi juga karena biaya yang diperlukan untuk pengendalian penyakit sangat besar Muharni Widjajanti 2011. Salah satu penyakit yang banyak menyerang tanaman karet ialah jamur akar putih JAP. Penyakit JAP disebabkan oleh jamur Rigidoporus microporus yang menyebabkan lapuk pada akar dan leher akar sehingga menyebabkan kematian tanaman. Penyakit JAP mengakibatkan kerugian finansial yang cukup besar yang disebabkan kematian tanaman karet maupun akibat biaya pengendaliannya. Kerugian finansial akibat kematian tanaman diperkirakan sekitar Rp. 3.3 trilliun per tahun Suwandi 2008. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2012 nilai ekspor karet Sumut mencapai US614,24 juta dan nilai ekspor karet mengalami penurunan pada tahun 2013 yaitu sebesar 3,4 menjadi US593,36 juta Badan Pusat Statistik 2013. Pengendalian penyakit JAP umumnya dilakukan dengan cara mekanis dan kimia. Fungisida sintetik banyak digunakan karena dianggap praktis dan hasilnya cepat terlihat, akan tetapi menimbulkan residu pada lingkungan dan membunuh organisme yang bukan sasaran Muharni Widjajanti 2011. Oleh karena itu pula diupayakan pengendalian JAP dengan cara pengendalian hayati yang ramah Universitas Sumatera Utara lingkungan. Pengendalian hayati penyakit tanaman dapat dilakukan dengan menggunakan mikroorganisme seperti jamur dan bakteri Suryanto Munir 2006. Sejauh ini agen pengendali hayati yang digunakan untuk mengendalikan penyakit JAP adalah Trichoderma sp. Trichoderma diketahui bersifat antagonis terhadap jamur patogen melalui proses mikoparasitisme, antibiosis, dan kompetisi. Pencarian isolat baru yang potensial untuk mengendalikan penyakit tanaman masih harus terus dilakukan. Salah satu agen pengendali hayati yang saat ini sedang dikembangkan adalah bakteri kitinolitik yang menghasilkan enzim kitinase. Pengendalian hayati jamur dengan menggunakan bakteri kitinolitik didasarkan pada kemampuan bakteri ini menghasilkan enzi m kitinase dan β 1-3 glukanase yang dapat melisiskan dinding sel jamur El- Katatny et al. 2000. Genus bakteri yang sudah banyak dilaporkan memiliki kitinase antara lain Enterobacter Wahyuni 2011; Suryanto et al. 2012, Pseudomonas sp, Alcaligenes denitrificans, Aeromonas hydrophila Brezezinska Donderski 2006, Bacillus dan Pyrococcus Lorito et al. 1992, Stenotrophomonas sp. Soeka Sulistiani 2011. Aeromonas caviae diketahui efektif dalam mengontrol serangan Rhizoctonia solani dan Fusarium oxysporum pada kapas, dan Scelrotium rolfsii pada buncis Muharni Widjajanti 2011. Penelitian Suryanto et al. 2012 menyebutkan bahwa isolat bakteri kitinoitik Bacillus sp. BK17 berhasil menurunkan serangan Ganoderma boninense penyebab busuk pangkal batang pada tanaman kelapa sawit. Aktivitas kitinase dari bakteri kitinolitik sangat potensial digunakan sebagai pengendali hayati penyakit tanaman termasuk JAP yang disebabkan Rigidoporus microporus . Sejauh ini, pengujian bakteri kitinolitik terhadap jamur R. microporus masih belum banyak dilakukan. Muharni Widjajanti 2011 melakukan pengujian bakteri kitinolitik dengan jamur R. microporus hanya sampai pada tahapan pengujian secara in vitro. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian dan pengujian lebih lanjut yaitu dengan melakukan uji in vitro dan in vivo untuk mengetahui potensi bakteri kitinolitik dalam menghambat pertumbuhan jamur R. microporus. Universitas Sumatera Utara

1.2 Permasalahan