Tinjauan Umum tentang Sistem Pengawasan Peradilan

C. Tinjauan Umum tentang Sistem Pengawasan Peradilan

Pengawasan diorientasikan untuk memastikan bahwa semua hakim memiliki sikap berintegritas tinggi, jujur, imparsial, dan profesional dalam menjalankan kewenanganya maupun dalam keseharianya yang akan mempengaruhi tugas yudisialnya. Pengawasan dapat mencegah potensi pelanggaran atau pengabaian independensi oleh pribadi hakim sendiri, pimpinan pengadilan, dari pihak-pihak yang berperkara, tekanan kekuatan lainya, atau dari masyarakat tertentu. Pengawasan dibutuhkan untuk menjaga akuntabilitas hakim agar selalu dapat mempertanggungjawabkan setiap perbuatanya hanya berdasarkan kebenaran. 64 Urgensi dari adanya sebuah pengawasan menurut Bambang Widjajanto, “Adanya sistem pengawasan yang baik yang memuat rinci atas hal-hal penting yang perlu diawasi untuk menjaga martabat dan kehormatan kekuasaan kehakiman, adanya kode etik dan, perilaku yang applicable, tersedianya tata cara dan mekanisme pengawasan yang utuh dan solid, tersedianya orang-orang yang memiliki profesionalitas dan integritas dalam melakukan pengawasan.” 65 Untuk meneliti sistem pengawasan terhadap Hakim konstitusi berikut akan disampaikan konsep-konsep dari pengawasan secara umum maupun pengawasan Dalam bahasa lebih sedehana, pengawasan harus memiliki pengaturan yang jelas dan terperinci untuk dapat mencapai tujuan utama dari adanya pengawasan yaitu menciptakan hakim yang memiliki profesionalitas sesuai kode etik dan perilaku hakim. 64 Suparman Marzuki, “Kewenangan… “ Loc.. Cit. hlm. 101. 65 Bambang Widjojanto, Negara Hukum dan Kekuasaan Kehakiman : Upaya Membangun Akuntabilitas Kekuasaan Kehakiman, Jakarta : Komisi Yudisial, 2010, hlm 142. Universitas Sumatera Utara yang teradapat dalam lembaga peradilan. Paulus Effendi Lotulung memetakan suatu lembaga pengawasan sebagai berikut 66 Konsep selanjutnya untuk dapat mengklasifikasikan sistem pengawasan terhadap Hakim Konstitusi, menurut Suparman Marzuki menyatakan ada tiga pendekatan Pengawasan Hakim yaitu Preemtif, Preventif, dan Represif sebagai pendekatan yang saling melengkapi, sebagai berikut : a. Ditinjau dari segi kedudukan dari badan atau organ yang melaksanakan kontrol 1. Kontrol intern atau built in control, berarti pengawasan yang dilakukan oleh organisasi atau struktural masih termasuk dalam lingkungan pemerintah sendiri; dan 2. Kontrol eksternal, pengawasan yang dilakukan oleh organ atau lembaga-lembaga yang secara organisasi atau struktural berada di luar pemerintah. b. Ditinjau dari segi waktu pelaksanaanya suatu kontrol 1. Kontrol a priori, yaitu pengawasan yang dilakukan sebelum dikeluarkannya peraturan perundang-undangan yang memberikan kewenangan pengawasan kepadanya; dan 2. Kontrol a poteriori, yakni pengawasan yang baru terjadi sesudah dikeluarkan peraturan perundangan atau sesudah terjadinya tindakan atau peristiwa yang akan dikontrol. c. Ditinjau dari segi obyek yang diawasi 1. Kontrol segi hukum, adalah kontrol untuk menilai segi-segi pertimbangan yang bersifat hukum dari tindakan pemerintah; dan 2. Kontrol dari segi kemanfaatan, adalah untuk menilai tepat tidaknya tindakan pemerintah dilihat dari segi pertimbangan kemanfaatannya. 67 a. Pengawasan dengan Pendekatan Preemtif : Dijalankan dengan program-program peningkatan kapasitas pelatihan dan peningkatan kesejahteraan. b. Pengawasan dengan Pendekatan Preventif Dilakukan dengan pemantauan persidangan, pemantauan terhadap hakim tertentu secara rutin atau insidental. c. Pengawasan dengan Pendekatan Represif penindakan 66 Ahmad Basuki, “Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebagai Upaya dalam Mewujudkan Akuntabilitas Peradilan Pidana”, Jurnal Perspektif Volume XVIII No. 1 Tahun 2013 Edisi Januari, hlm. 62. 67 Suparman Marzuki, “Kewenangan… “ Loc.. Cit. hlm. 102. Universitas Sumatera Utara Dijalankan dengan program pemanggilan dan pemeriksaan, serta penjatuhan sanksi baik karena tindakan murni perilaku maupun putusannya. Sebagai bahan perbandingan, Ahmad Fadlil Sumadi memberikan gambaran konsep pengawasan terhadap ranah kekuasaan Mahkamah Agung, pengawasan internal dilaksanakan oleh Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara dan pengawas tertinggi terhadap pengadilan yang berada dibawahnya sedangkan pengawasan eksternal dilakukan oleh Komisi Yudisial. 68 Pengawasan internal dapat dikategorikan menjadi dua yaitu pengawasan melekat dan pengawasan fungsional, dengan penjabaran sebagai berikut 69 Sedangkan pengawasan eksternal oleh Komisi Yudisial jika kita ingin melihat konsep pengawasanya bisa dilihat dari pernyataan Charles Simabura yang menyatakan, : a. Pengawasan Melekat Merupakan fungsi pengawasan yang inheren dalam fungsi kepempimpinan pengadilan dalam perspektif manajemen atau fungsi pengadilan atasan dalam perspektif susunan kelembagaan. b. Pengawasan Fungsional Merupakan fungsi pengawasan yang dimiliki oleh satuan organisasi yang sengaja dibentuk untuk menjalankan fungsi tersebut, yakni jika di Mahkamah Agung adalah Badan Pengawas Mahkamah Agung. 70 68 Ahmad Fadlil Sumadi, Pengawasan dan Pembinaan Pengadilan, Jakarta Timur : Setara Press, 2001, 180. 69 Ibid. 70 Charles Simabura. Membangun Sinergi dalam Pengawasan Hakim, Jurnal Mahkamah Konstitusi Volume 6 Nomor 2 bulan Juli tahun 2009, hlm. 47. Kehadiran Komisi Yudisial didasari ide tentang pentingnya pengawasan hakim dalam rangka melakukan reformasi yang mendasar terhadap sistem peradilan, tidak saja menyangkut penataan kelembagaannya institution reform ataupun menyangkut mekanisme aturan yang bersifat instrumental instrumental atau procedural reform, tetapi juga menyangkut personalitas dan budaya kerja aparat peradilan serta perilaku hukum masyarakat kita sebagai keseluruhan ethical dan bahkan cultural reform. Universitas Sumatera Utara Kembali ke pemikiran Ahmad Fadlil melengkapi konsep pengawasan internal, menyatakan ada dua bentuk pengawasan berdasarkan pelaksanaanya, antara lain 71 Setelah membahas urgernsi dan klasifikasi dari pengawasan dalam peradilan maka selanjutnya yang akan di sampaikan adalah mengenai objek yang akn menjadi pengawasan dalam peradilan khususnya bagi seorang hakim yaitu etika dan perilaku dari seorang hakim. Ruang lingkup pengawasan terhadap etika dan perilaku hakim ini masihlah sangat relevan dengan konsep pengawasan : a. Pengawasan dengan Pelaksanaan Aktif dan Terus-menerus Proses pengawasan ini dilakukan secara rutin dan reguler maka penyelenggaraan fungsi pengawasan ini memerlukan pengelolaan berdasarkan fungsi-fungsi menajemen, sehingga terdapat manajemen pengawasan. Pelaksanaan Pengawasan Aktif ini digunakan untuk melaksanakan Pengawasan Internal dengan bentuk Pengawasan Melekat dan Pengawasan Fungsional seperti yang dijelaskan sebelumnya. b. Pengawasan dengan Pelaksanaan Pasif Proses pengawasan yang pelaksanaanya bergantung pada adanya pengaduan dari masyarakat. Pengaduan ini dilaksanakan dengac cara monitoring, observasi, konfirmasi, danatau investigasi guna menungkapkan kebenaran hal yang diadukan. Pengaduan merupakan masukan yang berasal dari pengawasan masyarakat terhadap jalanya peradilan dan perilaku hakim yang menjalalankanya. Pemimpin atau lembaga pengawas berkewajiban untuk menindaklanjuti setiap pengaduan. Kewajiban tersebut dikonstruksikan bersuber dari hak masyarakat dalam mengawasi jalanya peradilan yang baik dalam konsep negara hukum yang demokratis. Termasuk ke dalam pengawasan pasif ini adalah penerimaan laporan dari pengadilan atau pimpinan bawahan kepada pengadilan atau pimpinan yang lebih tinggi, baik laporan yang bersifat rutin maupun laporan insidentil ketika terjadi kasus. 71 Ahmad Fadlil Sumadi, Loc.. Cit. hlm. 182. Universitas Sumatera Utara terhadap peradilan secara umum, dengan berbagai alasan menurut Imam Anshori Shaleh berikut 72 Pengawasan terhadap etika dan perilaku hakim ini tidak dapat terlepas dari enam prinsip penting yang harus dijadikan pegangan bagi para hakim di dunia, seperti yang tercatum dalam The Bangalore Principle of Judicial Conduct, antara lain : 1. Pada umumnya, sasaran pengawasan terhadap hakim adalah pemeliharaan atau penjagaan agar negara hukum dapat berjalan dengan baik; 2. Tolak ukurnya adalah hukum yang mengatur dan membatasi kekuasaan dan tindakan hakim dalam bentuk material maupun hukum formal rechmatigheid, serta maanfaatnya bagi kesejahteraan rakyat doelmatigheid; 3. Ada pencocokan antara perbuatan dan tolak ukur yang telah diteteapkan; 4. Jika terdapat tanda-tanda akan terjadi penyimpangan terhadap tolak ukur tersebut dapat dilakukan tindakan pencegahan. 73 72 Imam Anshori Shaleh, Konsep Pengawasan Kehakiman, Malang : Setara Press, 2014, hlm. 128. 73 Ibid. : 1. Independensi Independence Principle Yaitu jaminan bagi tegaknya hukum dan keadilan, prasyarat bagi terwujudnya cita-cita negara hukum. 2. Ketidakberpihakan Impartiality Prniciple Adalah prinisip yang melekat dalam hakikat fungsi hakim sebagai pihak yang diharapkan memberikan pemecahan terhadap setiap perkara yang diajukan kepadanya; 3. Integritas Integrity Principle Merupakan sikap batin yang mencerminkan keutuhan dan keseimbangan setiap hakim sebagai pribadi dan sebagai pejabat negara dalam menjalankan tugas jabatanya; 4. Kepantasan dan Kesopanan Propriety Priciple Adalah norma kesusilaan pribadi dan norma kesusilaan antara pribadi yang tercermin dalam perilaku setiap hakim, baik sebagai pribadi maupun sebagai pejabat negara dalam menjalankan tugas profesionalnya yang menimbulkan rasa hormat, kewibawaan, dan kepercayaan; 5. Kesetaraan Equality Principle Universitas Sumatera Utara Merupakan prinsip yang menjamin perlakuan yang sama terhadap semua orang berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lain atas dasar perbedaan agama, suku, ras, warna kulit, jenis kelamin, status perkawinan, kondisi fisik, status sosial, ekonomi, umur, pandangan politik ataupun alasan-alasan yang serupa; 6. Kecakapan dan keseksamaan Competence and Diligence Principle Merupakan prasyarat penting dalam pelaksanaan peradilan yang baik dan terpercaya. Kecakapan tercerin dalam kemampuan profesional hakim yang diperoleh dari pendidikan pelatihan, danatau pengalaman dalam pelaksanaan tugas. Sedangkan kesamaan merupakan sikap pribadi hakim yang menggambarkan kecermatan, kehati-hatian, ketelitian, dan kesungguhan dalam pelaksanaan tugas professional hakim. Dari berbagai pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi dari adanya pengawasan peradilan khususnya terhadap hakim adalah untuk menjamin agar segala perbuatan yang dilakukan oleh seorang hakim sebagai pemegang kekuasaan kehakiman haruslah dapat disesuaikan dengan peraturan yang ada, selain yang sifatnya teknis yudisial melalui adanya pengujian terhadap putusan hakim melalui tingkatan peradilan ataupun non yudusial melalui administratif peradilan, pengawasan terhadap kode etik dan perilaku yang berlaku merupakan hal yang sangat penting khususnya bagi seorang hakim. Ketika pengawasan terhadap etika dan perilaku seorang hakim telah dapat ditegakan maka setidaknya hakim telah mengikuti standard etika dan perilaku seorang yang ideal sesuai Kode Etik dan Perilaku Hakim yang telah disepakati. Pengawasan terhadap etika dan perilaku seorang hakim inilah yang dapat menjaga prinsip independensi dan akuntabilitas peradilan. Universitas Sumatera Utara

D. Korelasi Independesi Peradilan, Akuntabilitas Peradilan, dan Pengawasan Peradilan