Korelasi Independesi Peradilan, Akuntabilitas Peradilan, dan Pengawasan Peradilan

D. Korelasi Independesi Peradilan, Akuntabilitas Peradilan, dan Pengawasan Peradilan

Dari ketiga komponen pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya yaitu independensi peradilan, akuntabilitas peradilan, dan sistem pengawasan peradilan dapat di hasilkan sebuah korelasi yang saling menghubungkan ketiga hal tersebut. Kembali kepada konsep peradilan secara umum, Bagir Manan menyatakan ada 4 empat asas peradilan demokratis yaitu 74 1. Prinsip praduga tak bersalah presumption of innocence, hal ini menyebabkan tidak boleh membentuk pendapat umum yang dikesankan bahwa terdakwa bersalah; : 2. Larangan peradilan oleh Pers Trial by press, tidak jarang pengadilan oleh pers ini melanggar hak pribadi dan kematian perdata atau pembunuhan karakter terhadap seseprang bahkan terhadap keluarganya; 3. Prinsip Fairness, yang mengandung makna tidak saja memuat tanggung jawab hakim untuk berlaku jujur dan tidak memihak, tetapi mengandung makna pula bahwa setiap pihak yang berperkara termasuk terdakwa mempunyai kesempatan yang sama untuk memenangkan perkara. Keadilan bukan hanya hak publik atau hak korban, tetapi juga hak mereka yang disangkakan bersalah atau sedang diadili; dan 4. Prinsip kebebasan hakim, kebebasan ini termasuk di dalamnya bebas dari rasa kebimbangan dan rasa takut hakim sebagai akibat dari adanya tekanan publik baik berupa perusakan gedung pengadilan atau penganiayaan yang ditunjukan pada hakim. Dari pendapatnya tersebut terlihat konsep independensi peradilan sangat dibutuhkan untuk menciptakan peradilan yang demokratis, lebih lanjut Bagir Manan berpendapat bahwa ada beberapa substansi dalam kekuasaan kehakiman yang merdeka yaitu 75 1. Kekuasaan kehakiman yang merdeka adalah kekuasaan dalam menyelenggarakan fungsi peradilan atau fungsi yustisial meliputi : 74 Efik Yusdiansyah, Loc.. Cit. hlm. 35. 75 Ibid. hlm. 32. Universitas Sumatera Utara memeriksa dan memutus suatu perkara atau sengketa, dan kekuasaan membuat suatu ketetapan hukum; 2. Kekuasaan kehakiman yang merdeka dimaksudkan untuk menjamin kebebasan hakim dari berbagai kekhawatiran atau rasa takut akibat suatu putusan atau ketetapan hukum; 3. Kekuasaan kehakiman yang merdeka bertujuan menjamin hakim bertindak objektif, jujur, dan tidak memihak; 4. Pengawasan kekuasaan kehakiman yang merdeka dilakukan semata- mata melalui upaya hukum baik berupa hukum biasa maupun luar biasa oleh dan dalam lingkungan kekuasaan kehakiman sendiri; 5. Kekuasaan kehakiman yang merdeka melarang segala bentuk campur tangan dari kekuasaan di luar kekuasaan kehakiman; dan 6. Semua tindakan terhadap hakim samara-mata dilakukan menurut undang-undang. Meski demikian, konsep independensi peradilan bukanlah tanpa batasan. Al insaanu ma’al khoto’ wal nisyaan, manusia adalah tempat salah dan lupa. Pepatah Arab tersebut memiliki korelasi dengan doktrin umum yang diungkapkan oleh Lord Acton, power tends to corrupt, absolute power, courrupt absolutely. Kekuasaan cenderung dikorupsi, kekuasaan mutlak, mutlak dikorupsi. Hal inipun disadari oleh Bagir Manan yang merumuskan bahwa diperlukan batasan-batasan terhadap independensi kekuasaan kehakiman yaitu 76 1. Hakim hanya memutus menurut hukum, hal ini membawa konsekuensi bahwa setiap putusan yang dikeluarkan oleh hakim dalam memutus perkara kongret harus dapat menunjuk secara tegas ketentuan hukum dalam perkara tersebut. Hal ini sejalan dengan asas legalitas dari suatu negara yang berdasarkan hukum; : 2. Hakim memutus semata-mata untuk memberikan keadilan. Hal ini berimplikasi bahwa hakim dapat melakukan penafsiran, melakukan konstruksi, bahkan tidak menerapkan atau mengenyampingkan suatu ketentuan hukum yang berlaku. Semua itu dilakukan dalam rangka menciptakan keadilan sehingga tidak dapat dilaksanakan dengan sewenang-wenang; 3. Harus diciptakan suatu mekanisme yang memungkinkan menindak hakim yang sewenang-wenang atau menyalahgunakan kewenangan atau kebebasannya. 76 Efik Yusdiansyah, Loc.. Cit. hlm. 35. Universitas Sumatera Utara Sehingga dibutuhkan suatu konsep lagi untuk dapat mendampingi konsep independensi peradilan yaitu akuntabilitas peradilan. Fungsi akuntabilitas peradilan terhadap independensi peradilan ini menurut Suparman Marzuki, 77 Pembatasan mengenai independensi peradilan dengan adanya akuntabilitas peradilan lebih lanjut menurut Suparman Marzuki menyatakan, “Keberadaan Akuntabilitas adalah untuk memastikan bahwa kewenangan kekuasaan kehakiman dilaksanakan dengan baik, sumber daya dipakai secara patut, sekaligus untuk mencegah timbulnya “tirani yudisial” yang pada akhirnya akan menghancurkan prinsip Independensi kekuasaan kehakiman itu sendiri.” Jadi fungsi dari akuntabilitas peradilan ini akan mengawal agar independensi peradilan tidak disalahgunakan oleh pemegang kekuasaan kehakiman maka segala aktivitas yang berhubungan dengan kekuasaan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan. 78 Mengkorelasikan antara independensi peradilan dan akuntabilitas peradilan dengan sistem pengawasan peradilan maka pendapat Paulus E Lotolung “Tidak ada independensi tanpa pertanggungjawaban. Indepedensi dibatasi oleh asas-asas umum berperkara yang baik, oleh hukum materiil dan formil yang berlaku, kehendak para pihak yang berperkara, komitmen ketuhanan para hakim, Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim KE dan PPH, serta nilai-nilai keadilan.” Aspek-aspek inilah yang harus dicapai untuk dapat menciptakan independensi peradilan yang akuntabel. 77 Suparman Marzuki, Kewenangan Komisi Yudisial dalam konteks Politik Hukum Kekuasaan Kehakiman. Bunga Rampai Komisi Yudisial Edisi tahun 2013. Hlm. 101. 78 Suparman Marzuki, “Kewenangan… “ Loc.. Cit. hlm. 100. Universitas Sumatera Utara dalam makalahnya “Streghtening the Independence and Efficiency of Judiciary” berikut dapat dijadikan rujukan 79 Menanggapi doktrin tersebut Imam Anshori Shaleh memberikan pandanganya terhadap eksistensi dari pengawasan peradilan terhadap independensi dan akuntabilitas peradilan, pengawasan diharapkan, , “…perlunya independensi peradilan tidak berarti bahwa hakim tidak dapat dikritik atau diawasi. Sebagai keseimbangan dari independensi, selalu harus dapat terdapat akuntabilitas peradilan atau tanggung jawab peradilan untuk mencegah ketidakadilan. Mekanisme tu harus dikembangkan oleh lembaga peradilan itu sendiri dan masyarakat dalam pengertian untuk menjadi akuntabilitas seorang hakim.” 80 Pengejawantahan dari pertemuan konsep independensi dan akuntabilitas peradilan ini yang secara mekanisme terdapat dalam sistem pengawasan peradilan, dengan adanya pengawasan maka hakim khususnya hakim sebagai 1. Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan, dan ketidak-adilan. 2. Mencegah terulangnya kembali kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan, dan ketidak-adilan. 3. Mendapatkan cara-cara yang lebih baik untuk mencapai tujuan dalam melaksankan tugas pokok dan fungsinya secara efektif. Dari berbagai pandangan dari ahli hukum diatas maka dapat di simpulkan bahwa ada hubungan yang erat antara konsep independensi peradilan dan akuntabilitas peradilan dengan pengawasan. Independensi peradilan yang merupakan prinsip dasar untuk terciptanya kekuasaan kehakiman yang professional tidak bisa berjalan dengan sendirinya, disinilah prinsip dari akuntabilitas peradilan melengkapi independensi peradilan untuk menghindari terhadap penyalahgunaan independensi peradilan tersebut. 79 Imam Anshori Shaleh, Loc. Cit. hlm. 127. 80 Ibid. Universitas Sumatera Utara pemegang kekuasaan kehakiman dapat dituntut untuk selalu menjaga etika dan perilakunya agar selalu mencerminkan sikap independensi dan akuntabel sehingga hanya mendasarkan setiap berbuatannya baik di dalam dan diluar peradilan berdasarkan hukum dan kebenaran. Universitas Sumatera Utara BAB III MAHKAMAH KONSTITUSI, HAKIM KONSTITUSI, DAN PENGAWAS HAKIM KONSTITUSI

A. Mahkamah Konstitusi sebagai Cabang Kekuasaan Kehakiman di Indonesia