B. Tinjauan Umum tentang Akuntabilitas Peradilan
Akuntabilitas merupakan prinsip yang dibutuhkan untuk melengkapi independensi, seperti pada independensi peradilan, basis moral dari akuntabilitas
adalah kepercayaan dari masyarakat sehingga keduanya menjadi instrumen penguat kepercayaan dari pemberi kekuasaan kepemegang kekuasaan.
57
Disinilah tujuan dari eksistensi akuntabilitas peradilan memiliki keterkaitan dengan
independensi peradilan, menurut Shameela Seedat dalam Judicial Accountability Mechanism
58
Keberadaan dari akuntabilitas tidak terlepas dari adanya kekuasaan yang dimiliki oleh suatu instansi atau seseorang, keberadaan akuntabilitas menurut
Gayus Lumbun, ,
Akuntabilitas merupakan pelengkap independensi. Aturan konflik kepentingan, mekanisme pencegahan suap, dan pengawasan hakim
merupakan contoh mekanisme akuntabilitas yang bertujuan memastikan hakim bertindak independen, imparsial, dan profesional dalam proses
ajudikasi. Dengan begitu, mekanisme akuntabilitas tak bisa dilihat sebagai ancaman terhadap independensi, melainkan lebih menumbuhkan
kepercayaan publik terhadap hakim dan peradilan.
59
57
Suparman Marzuki, “Kekuasaan…” Loc.. Cit. hlm. 302.
Akuntabilitas menuntut adanya kewajiban pihak pemegang amanah untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan
mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah. Pemberi amanah dapat diartikan
pihak yang mengangkat, pihak yang dilayani secara langsung maupun kepada pihak masyarakat atau publik, yang merupakan sumber utama dari
kewenangan dan tanggung jawab yang diembannya. Untuk itu, pemegang amanah diharapkan untuk memberikan penjelasan atas apa yang telah
dilakukan, baik dalam bentuk keberhasilan maupun kegagalan dalam pelaksanaan tugas yang diembanya.
58
Oce Madril, “Komisi Yudisial dan Akuntabilitas Hakim” http:nasional.kompas.comread2011063002385890KY.dan.Akuntabilitas.Hakim
[diakses 1 Maret 2014]
59
Gayus Lumbun, “Tetang Pembaruan Pengadilan Khusus dalam Perspektif Mahkamah Agung”, Bunga Rampai Komisi Yudisial Edisi tahun 2013, hlm. 200.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Artidjo Alkostar, akuntabilitas peradilan ditujukan untuk,
60
“para Hakim yang telah memiliki knowledge, skill legal technic capacity, and integrity
harus dapat mempertanggung jawabkan pekerjaan profesionalnya kepada kebenaran ilmu pengetahuan, institusi, publik, hati nurani dan kepada Allah Yang
Maha Kuasa.” Sedangkan Romzek menyatakan jenis-jenis dari akuntabilitas antara lain,
61
Ada beberapa pendekatan untuk lebih mamahami konsep dari akuntabilitas peradilan menurut J. Djohansjah, antara lain
“1 akuntabilitas hukum, dicirikan dengan otonomi kelembagaan yang rendah dengan kontrol eskternal; 2 akuntabilitas politik, dicirikan dengan
otonomi kelembagaan yang tinggi dan control eksternal; 3 akuntabilitas hirarki, dicirikan dengan otonomi kelembagaan yang rendah dan kontrol internal; 4
akuntabilitas professional, dicirikan dengan otonomi kelembagaan yang tinggi dan kontrol internal.”
62
60
Artidjo Alkostar, “Independesi dan Akuntabilitas Kekuasaan Kehakiman”, Pemerkuatan Pemahaman Hak Asasi Manusia Untuk Hakim seluruh Indonesia, Lombok, 2012, hlm. 3
61
J. Djohansyah, Reformasi Mahkamah Agung menuju Independensi Kekuasaan Kehakiman, Bekasi : Percetakan KBI, 2008, hlm. 178.
62
J. Djohansjah, Loc. Cit. hlm 181.
, Pendekatan pertama adalah pendekatan kultural, yang lebih menekankan
pada tanggung jawab personal personal obligation dalam akuntabilitas. Dalam pandangan ini, esensi akuntabilitas terletak pada pengembangan
komitmen dan moralitas individu, etos kerja, dan etika organisasi yang kondusif bagi pengabdian lembaga kekuasaan kehakiman kepada
masyarakat.Pendekatan kedua, lebih menekankan pada aspek-aspek eskternal. Akuntabilitas kekuasaan kehakiman kepada publik sangat
ditentukan oleh tekanan-tekanan eksternal yang memaksa dan menkondisikan hakim untuk mengabdi kepada kepentingan publik.
Pendekatan ini tidak menjadikan komitmen individu dan nilai-nilai normatif dan dogmatik sebagai basis bagi akuntabilitas kepada publik,
sekalipun tidak menolak pentingnya hal tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Menyambung ide pendekatan untuk membahas mengenai akuntabilitas peradilan tersebut, Gayus Lumbun memberikan konsep dari pembenahan prioritas
jangka pendek adalah pengembangan akuntabilitas dan tranparansi khususnya pada aspek kinerja badan peradilan, diuraikan sebagai berikut
63
: Akuntabilitas dan Tranparansi dari aspek Kinerja merupakan aspek krusial
yang menyangkut kinerja di lingkungan badan peradilan dalam hal penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Secara konseptual, kegiatan
pelatihan berkaitan dengan peningkatan kompetensi hakim. Akuntabilitas dan transparansi penyelenggaraan diklat sangatlah penting untuk
menjamin bahwa kepersetaan dalam diklat relevan dengan bidang tugas dan tanggung jawabnya, dan narasumber yang berkompeten dengan
kriteria yang jelas.
Dari berbagai argumentasi-argumentasi mengenai akuntabilitas peradilan diatas ada beberapa hal yang dapat disimpulkan antara lain, dasar munculnya
akuntabilitas peradilan adalah karena adanya kekuasaan yang diberikan oleh pemegang kekuasaan asli yaitu rakyat kepada pemegang kekuasaan kehakiman
yaitu hakim sehingga segala aktivitas dan perbuatan hakim tersebut haruslah sesuai dengan amanah yang diberikan oleh rakyat. Realisasi dari akuntabilitas ini
ditujukan terutama seharusnya kepada Allah Yang Maha Esa dan hati nurani seorang hakim, namun dikarenakan hal tersebut bersifat abstrak dan sulit diukur
maka diperlukan indikator lain untuk melihat akuntabilitas dari seorang hakim yaitu melalui keprofesionalanya yang tercermin dari etika dan perilaku yang
dimilikinya sedangkan akuntabilitas terhadap ilmu pengetahuan, institusi dan publik dapat tercermin melalui argumentasi hukum dalam putusanya.
63
Gayus Lumbun, Loc.. Cit. hlm. 200.
Universitas Sumatera Utara
C. Tinjauan Umum tentang Sistem Pengawasan Peradilan