peraturan-peraturan hukum positif yang berlaku di dalam suatu masyarakat, tidak hanya yang berupa perundang-undangan akan tetapi juga yang berupa keputusan-
keputusan lembaga peradilan dalam menyelesaikan perkara in concreto.
44
Metode deduksi dikerjakan untuk menyimpulkan pengetahuan-pengetahuan kongkret
mengenai kaidah yang benar dan tepat untuk diterapkan menyelesaikan suatu permasalahan tertentu.
45
Bab IV : Bab IV akan membahas mengenai Pengaturan Sistem Pengawasan
Hakim Konstitusi dan Perspektif Independesi Peradilan dan
G. Sistematika Penulisan
Bab I : Bab I merupakan bab pendahuluan. Dalam bab ini akan dibahas
mengenai Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Metode Penulisan, dan Sistematika
Penulisan. Bab II
: Bab II akan membahas mengenai Tinjauan Umum dan Korelasi Independesi Peradilan, Akuntabilitas Peradilan, dan Sistem
Pengawasan Peradilan. Bab III
: Bab III akan membahas mengenai struktur dari Mahkamah Konstitusi, Hakim Konstitusi dan Pengawas Hakim Konstitusi yang
terdiri dari Komisi Yudisial, Majelis Kehoramatan Mahkamah Konstitusi, Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi, dan Dewan Etik
Hakim Konstitusi.
44
Bambang Sunggono, Loc.. Cit
45
Ibid. hlm. 74.
Universitas Sumatera Utara
Akuntabilitas Peradilan terhadap Sistem Pengawasan Hakim Konstitusi.
Bab V : Bab V akan membahas mengenai Kesimpulan dan Saran berdasarkan
hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya yang akan menjawab rumusan permasalahan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN UMUM DAN KORELASI
INDEPENDENSI PERADILAN, AKUNTABILITAS PERADILAN, DAN SISTEM PENGAWASAN PERADILAN
A. Tinjauan Umum tentang Independensi Peradilan
Independensi merupakan prinsip berbasis kepercayaan yang berfungsi sebagai proteksi terhadap institusi maupun seorang pemegang kekuasaan yudikatif
sebagai penegak keadilan dari kemungkinan intervensi atau pengaruh dari pihak- pihak yang berkepentingan, hal ini agar peradilan dapat menjalankan
kekuasaannya dengan baik dan benar.
46
Konsep dari independensi peradilan telah banyak dikemukakan oleh para pakar hukum di Indonesia, pembahasan akan dimulai dengan memberikan tujuan
yang hendak dicapai dari adanya independensi peradilan. Bagir Manan menyatakan,
47
“Kekuasaan kehakiman yang merdeka diperlukan untuk menjamin ‘impartiality’ dan ‘fairness’ dalam memutus perkara, termasuk perkara-perkara
yang langsung atau tidak langsung melibatkan kepentingan cabang-cabang kekuasaan yang lain.” Sedangkan menurut Efik Yusdiansyah tujuan dasar dari
kekuasaan kehakiman yang merdeka adalah
48
a. Sebagai bagian dari sistem pemisahan atau pembagian kekuasaan di
antara badan-badan penyenggara Negara, kekuasaan kehakiman yang :
46
Suparman Marzuki, “Kekuasaan …” Loc.. Cit. hlm. 285.
47
Hukum Online, “Masalah Independensi Hakim dan Rasa Keadilan Masyarakat” http:www. hukumonline.comklinikdetailcl3026masalah-independensi-hakim-dan-rasa-keadilan-
masyarakat [diakses pada 2722014]
48
Efik Yusdiansyah, Implikasi keberadaan Mahkamah Konstitusi terhadap pembentukan Hukum Nasional dalam Kerangka Negara Hukum, Bandung : Lubuk Agung, 2010, hlm. 34.
Universitas Sumatera Utara
merdeka diperlukan untuk menjamin dan melindungi kebebasan individu;
b. Kekuasaan kehakiman yang merdeka diperlukan untuk mencegah
penyelenggara pemerintah bertindak dengan kekerasan atau semena- mena dan menindas;
c. Kekuasaan kehakiman yang merdeka diperlukan untuk menilai
keabsahan secara hukum tindakan pemerintah atau suatu peraturan perundang-undagan sehingga sistem hukum dapat dijalankan dan
ditegakan; dan
d. Kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menjamin sikap tidak
memihak, adil, jujur, atau netral impartiality dari hakim dalam memutus suatu perkara.
Sedangkan untuk dapat menguji apakah tujuan dari indepedensi peradilan tersebut menurut Erhard Blakenburg dapat dilihat dari dua hal,
49
Dari tujuan keberadaan prinsip independensi peradilan tersebut menunjukan bahwa kekuasaan peradilan harus merdeka dari berbagai campur
tangan atau intervensi pihak-pihak yang dapat mengganggu independensi peradilan, Salman Luthan mencoba mengartikan mendeskripsikan bentuk dari
intervensi terhadap independesi tersebut dengan menamakan independesi struktural dan independensi fungsional, yaitu sebagai berikut
Ketidakberpihakan impartiality dan keterputusan relasi dengan para aktor politik political insularity. Imparsialitas terlihat pada gagasan
bahwa para hakim akan mendasarkan putusanya pada hukum dan fakta- fakta di persidangan, bukan atas dasar keterkaitan dengan salah satu pihak
berperkara. Imparsialitas proses peradilan hanya dapat dilakukan jika hakim dapat melepaskan diri dari konflik kepentingan atau faktor
semangat pertemanan collegial dengan pihak yang berperkara karenanya hakim harus mengundurkan diri dari proses persidangan jika ia melihat
ada potensi imparsialitas. Sementara itu, pemutusan relasi dengan dunia politik penting bagi seorang hakim agar ia tidak menjadi alat untuk
merealisasikan tujuan-tujuan politik.
50
Peradilan yang bebas dari campur tangan kekuasaan di luar kekuasaan badan peradilan, misalnya bebas dari campur tangan eksekutif, legilatif,
:
49
Ibid.
50
Salman Luthan, Loc. Cit. hlm. 316.
Universitas Sumatera Utara
dan campur tangan kekuatan-kekuatan sosial yang terdapat dalam masyarakat. Dalam pengertian ini termasuk pula pengertian peradilan
tertentu bebas dari campur tangan peradilan lain misalkan peradilan umum beras dari campur tangan peradilan militer, peradilan yang lebih
rendah bebas campur tangan dari peradilan yang lebih tinggi kecuali melalui mekanisme upaya hukum dan pembinaan peradilan.
Melengkapi konsep dari bentuk intervensi ini, selain peradilan harus independen dari intervensi lembaga negara lainya dan kekuatan sosial yang
terdapat dalam masyarakat, menurut Ansyahrul,
51
Dari bentuk intervensi yang telah dibahas maka independensi peradilan dapat dilasifikasikan, menurut Richard D. Aldrich membagi kekuasan kehakiman
yang merdeka ke dalam dua pengertian, Dalam mengemban tugasnya Hakim harus bebas dari berbagai tekanan
kepentingan, baik eksternal kekuasaan Eksekutif, Legislatif, dan kekuatan-kekuatan politik lainya, maupun internal dari lingkungan
kekuasaan Yudikatif sendiri. Juga terkandung di dalamnya bebas dari pengaruh-pengaruh dari pihak-pihak yang berperkara, pihak-pihak yang
berkepentingan, serta pengaruh dari kepentingan Hakim itu sendiri.
52
yaitu : “Kemerdekaan personal personal independent dan kemedekaan substatif substantive independent.
Kemerdekaan personal adalah kemerdekaan yang dikaitkan dengan keberadaan dari individu hakim itu sendiri. Sedangkan kemerdekaan substantif adalah
kebebasan yang berkaitan dengan isi dari putusan yang akan dilakukanya.” Seide dengan pendapat ini Shimon Sheret dalam Judicial Independence : New
Conceptual Dimentions and Contemporary Challenges membagi Independence of Judiacry menjadi empat hal yaitu
53
51
Ansyahrul, Pemuliaan Peradilan dari Dimensi Integritas Hakim, Pengawasan, dan Hukum Acara, Jakarta : Mahakamah Agung RI, 2008, hlm. 179.
52
Efik Yusdiansyah, Loc.. Cit. hlm. 33.
: “Substantive Independence Independensi
53
Saldi Isra, “Putusan Mahkamah Konstitusi No 005PUU-IV2006 Isi, Implikasi, dan Masa Depan Komisi Yudisial” http:www.saldiisra.web.idindex.php?option=com_contentview
=articleid=98:putusan-mahkamah-konstitusi-no-005puu-iv2006-isi-implikasi-
Universitas Sumatera Utara
dalam memutus perkara, Personal Independence misalnya adanya jaminan kerja dan jabatan, Internal Independence misalnya Independensi dari atasan dan rekan
kerja, dan Collective Independence misalnya adanya partisipasi pengadilan dalam administrasi pengadilan, termasuk penentuan budget pengadilan.” Lebih
lanjut berdasarkan doktrin independesi peradilan dari Simon ini, menurut Saldi Isra Independensi Hakim yang tidak dapat disentuh hanyalah Independensi dalam
memutus perkara Substantive Independence.
54
Dari sudut pandang lain Salman memberikan indikator perkembangan dari independensi peradilan yang dapat dilihat independensi dalam tataran normatif
dan independesi peradilan dalam tataran budaya, seperti berikut
55
a. Independensi Peradilan dalam tataran Normatif
:
Independensi ini terkait dengan apakah norma-norma hukum memberikan perlindungan terhadap Independensi Struktural dan
Fungsional dari lembaga peradilan.
b. Independensi Peradilan dalam tataran Budaya
Independesi ini terkait dengan sikap dan perilaku institusi, termasuk perilaku apaturnya hakim dalam menjalankan Indepedensi Struktural
dan Independensi Fungsionalnya.
Melengkapi doktrin-doktrin dari independesi peradilan, Ansyahrul menyatakan bahwa independensi peradilan, “harus bebas dari dan bebas untuk”.
56
1. Lembaga-lembaga negara lainya seperti eksekutif dan legislatif; Dari konsep tersebut jika disandingkan berbagai pendapat ahli diatas dapat
disimpulkan bahwa independensi peradilan mencakup dua dimensi yaitu ‘bebas dari’ dan ‘bebas untuk’. Bebas dari maksudnya, peradilan harus independen dari
berbagai intervensi dari berbagai pihak yang berkepentingan, antara lain seperti :
dan-masa-depan-komisi-yudisialcatid=18:jurnalnasionalItemid=5 [diakses 3 Maret 2014]
54
Ibid.
55
Salman Luthan, Loc. Cit.. Hlm. 317.
56
Ansyahrul, Loc. Cit. hlm. 179.
Universitas Sumatera Utara
2. Lembaga peradilan itu sendiri seperti atasan dan rekan kerja; 3. Pihak-pihak yang berperkara;
4. Kekuatan politik; 5. Kelompok masyarakat;
6. Media massa. 7. Kepentingan hakim sendiri.
Sedangkan bebas untuk maksudnya, hakim bebas untuk mewudkan dari tujuan- tujuan dari peradilan yang hendak dicapai dari adanya independensi peradilan
antara lain : 1. Merupakan pengembangan lebih lanjut dari konsep pemisahan kekuasaan dari
cabang-cabang kekuasaan lainya dalam suatu negara; 2. Menguatkan check and balances diantara cabang kekuasaan negara lainya
dengan kewenangan peradilan menilai keabsahan secara hukum peraturan perundang-undagan sehingga sistem hukum dapat menciptakan keadilan dan
kepastian hukum; 3. Menjaga agar hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman memiliki sikap
dan perilaku adil, jujur, imparsial dalam memeriksa, mengadili, dan memutuskan perkara yang diajukan kepadanya;
4. Menjamin agar hakim dalam melaksanakan kewenanganya tetap berdasarkan peristiwa hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
5. Melindungi hak-hak individu dari setiap warga negara agar tetap sesuai dengan hukum.
Universitas Sumatera Utara
B. Tinjauan Umum tentang Akuntabilitas Peradilan