Kadar CRP C-reactive protein CRP

kehilangan berat badan, kaheksia, osteoporosis, dan penyakit kardiovaskular. Hubungan antara PPOK, peradangan sistemik, dan penyakit kardiovaskular sangat erat dimana lebih dari setengah pasien dengan PPOK meninggal karena penyakit kardiovaskular. Selain itu, selama periode eksaserbasi terjadi peningkatan secara signifikan kadar plasma CRP, fibrinogen dan kadar serum IL-6, yang selanjutnya dapat menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada pasien dengan PPOK. Olafsdottir dkk. 2007 dalam studi kohort mengikutsertakan 53 pasien PPOK. Dengan hasil bahwa kadar CRP lebih besar pada penderita PPOK dibanding yang tidak 1,4 mgl vs 1,0 mgl, p=0,003, subjek dengan peningkatan kadar CRP OR 95 CI 3.21 1.13–9.08 memiliki resiko menderita PPOK dan penurunan FEV 34 1 pada laki-laki rata-rata 44 mL dan perempuan rata-rata 31 mL. Laki-laki dengan kadar CRP 0,46 mgl mengalami penurunan FEV 1 sementara pada kadar yang sama perempuan tidak mengalami penurunan FEV 1 yang signifikan. Hubungan negatif antara CRP dan FEV 1 terjadi lebih besar pada laki-laki dibanding perempuan p=0,04, terdapat hubungan kadar CRP dan FVC p=0,01 pada laki-laki saja. Olafsdottir 2011 dalam disertasinya menyimpulkan terdapat hubungan antara kadar CRP dan gejala respirasi seperti mengi, sesak napas yang berhubungan dengan aktifitas, batuk malam hari, dimana hal ini menunjukkan bahwa penanda inflamasi sistemik tidak hanya bermanfaat sebagai penanda penyakit tahap lanjut tetapi juga untuk menilai perjalanan penyakit. 35 36

2.2.3 Kadar CRP

Secara tradisional, kadar serum CRP dapat diukur dengan nephelometry, yang memiliki batas deteksi dari 6 sampai 10 mg L yang disebut test serum CRP. Bentuk komersialnya adalah high-sensitivity CRP hs-CRP. Pemeriksaan ini memiliki batas Universita Sumatera Utara deteksi sesuai dengan nama dagangnya seperti metode immulite automated analyzer dengan batas deteksi pengukuran 0,10 – 500 mgl, berdasarkan BNA nephelometer dengan batas deteksi pengukuran 0,18-115 mgl, berdasarkan immage dengan batas deteksi pengukuran 0,2-1440 mgl. Kao dkk. 2006 menuliskan bahwa populasi Asia memiliki kadar serum CRP yang lebih rendah dibandingkan dengan populasi Eropa sehingga diperlukan pemeriksaan yang lebih sensitif untuk menilai kadar CRP pada populasi Asia. 37 30 Jika ada perangsangan terhadap protein fase akut ini, nilainya dapat meningkat antara lebih 50 ugl sampai 500 mgl, yaitu 10.000 kali lipat. Kadar CRP plasma diproduksi oleh sel hati, terutama di bawah kontrol transkripsi sitokin IL-6, TNF-a dan IL-1 meskipun telah pernah dikemukakan kemungkinan sumber lain dapat membentuk CRP lokal. 38 Broz BR dalam studinya menyatakan bahwa parenkim paru dan jaringan bronkus juga dapat mensintesa CRP. Hutchinson dkk. 2000 dalam studi epidemiologi menilai kadar CRP pada populasi dewasa dari Augsburg 2291 laki-laki, 2203 perempuan, usia 25-74 tahun, Glasgow 604 laki-laki, 650 perempuan, usia 25-64 tahun dengan hasil bahwa kadar CRP hampir sama pada kedua populasi yaitu 1 mgl pada usia muda dan 2 mgl pada usia tua, dimana kadarnya lebih tinggi pada wanita. Rata-rata kadar CRP pada kedua populasi yaitu 0,75 sampai 2,40 mgl. 39 Dalam semua kondisi baik normal ataupun dalam kondisi sedang mengalami inflamasi maka waktu paruh plasma CRP adalah sekitar 19 jam, hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kadar CRP dalam sirkulasi akan berkurang dalam sebanyak 50 setiap 19 jam jika individu tersebut diberi stimulus yang memperbaiki penyebab peningkatan CRP, jika dibanding dengan parameter biokimia lain viskositas plasma atau sedimentasi eritrosit, maka kadar sirkulasi CRP lebih akurat. 40 38 Universita Sumatera Utara Lacoma dkk. 2011 dalam studinya memeriksa kadar PCT, CRP dan neopterin, pada 46 pasien PPOK stabil, 217 PPOK eksaserbasi, 55 PPOK dengan pneumonia dengan hasil PCT dan CRP meningkat pada pasien pneumonia kemudian eksaserbasi p0,0001, sementara neopterin tidak menunjukkan perubahan. Ketiga biomarker ini meningkat lebih tinggi pada pasien yang meninggal dalam waktu satu bulan setelah pemeriksaan darah dibanding dengan yang meninggal dalam waktu lebih dari satu bulan. Dari 217 pasien PPOK eksaserbasi, 23 orang pasien diperiksakan kembali menemukan kadar PCT, CRP dan neopterinnya satu bulan kemudian dan hasilnya bahwa kadar PCT P=฀0.0788 dan CRP P=฀0.0181 mengalami penurunan setelah satu bulan episode eksaserbasi fase pemulihan sementara kadar neopterin meningkat P =฀0.0325. Halvani dkk. 2006 dalam studi komperatif-deskriptif pada 45 pasien PPOK stabil dengan jenis kelamin laki-laki tanpa penyakit jantung iskemi dan 45 orang sehat sebagai kontrol menemukan bahwa kadar hsCRP pada pasien PPOK secara signifikan p=0,04 berhubungan dengan derajat sesak napas dengan berdasarkan skala MMRC dimana derajat I, II, III masing-masing 22,78 ngml; 28,88 ngml dan 36.90 ngml. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kadar CRP dan beratnya penyakit, episode eksaserbasi dan penggunaan kortikosteroid inhalasi. CRP merupakan marker inflamasi sistemik dan faktor utama yang menyebabkan komplikasi ekstrapulmonal. 41 42

2.2.4 Cut off CRP

Dokumen yang terkait

Perbandingan nilai Limfosit T CD8+ pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik dengan laki-laki dewasa sehat perokok di RSUP H.Adam Malik Medan

0 68 74

Perbandingan Kadar C- Reactive Protein Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil dengan Eksaserbasi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

4 95 88

Gambaran EKG Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Tahun 2012

6 113 83

Hubungan Keparahan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Stabil Dengan Disfungsi Ereksi

0 67 108

Karakteristik Umum Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik Eksaserbasi Akut di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009

1 34 78

Prevalensi Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan Riwayat Merokok di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan Periode Januari 2009 – Desember 2009

1 50 51

Perbandingan Kadar C- Reactive Protein Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Stabil dengan Eksaserbasi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

0 0 5

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan penelitian - Perbandingan Kadar C- Reactive Protein Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Stabil dengan Eksaserbasi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 2.1.1 Defenisi PPOK - Perbandingan Kadar C- Reactive Protein Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Stabil dengan Eksaserbasi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

0 0 23

Perbandingan Kadar C- Reactive Protein Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik Stabil dengan Eksaserbasi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

0 0 22