signifikan dibanding dengan kadar 1 mgl. Namun hsCRP tidak dapat dikatakan sebagai faktor risiko dalam menyebabkan PPOK tetapi dapat dianggap sebagai prediktor.
Penelitian ini juga tidak menemukan hubungan antara variasi dalam gen CRP sebagai penanda perubahan kadar hsCRP dan insiden PPOK. Hasil ini menunjukkan bahwa
faktor endogen atau eksogen lain memiliki peran kausal dalam hubungan antara inflamasi sistemik dan PPOK.
Alavi dkk. 2011 dalam studi cross-sectional pada 160 pasien PPOK eksaserbasi di Iran menunjukkan bahwa kadar hsCRP secara signifikan berhubungan dengan stadium
penyakit PPOK sesuai dengan kriteria GOLD rata-rata kadar hsCRP 11,65 + 15,03.
12
Berdasarkan latar belakang di atas yang menginformasikan bahwa terjadi proses inflamasi sistemik pada pasien PPOK stabil dan eksaserbasi dimana penanda biologis
yang paling direkomendasikan adalah CRP serta belum adanya informasi kadar CRP pada penderita PPOK stabil dan eksaserbasi yang berobat ke poli paru RS HAM Medan
maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai perbedaan kadar CRP pada penderita PPOK eksaserbasi dan PPOK stabil di RA3 dan poli paru RS HAM Medan.
13
1.2 Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas perlu diteliti mengenai adakah perbedaan kadar CRP antara penderita PPOK stabil dan eksaserbasi di RA3 dan poli paru RS HAM
Medan Desember – Mei 2012.
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui perbedaan kadar CRP pada penderita PPOK stabil dan PPOK eksaserbasi.
Universita Sumatera Utara
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik penderita PPOK eksaserbasi dan stabil. 2. Untuk mengetahui nilai rerata kadar CRP pada penderita PPOK stabil dan
eksaserbasi. 3. Untuk mengetahui apakah kadar CRP pada penderita PPOK stabil lebih rendah
atau sebaliknya dibandingkan dengan eksaserbasi.
1.4 Manfaat penelitian
1. Memberikan informasi besarnya kadar CRP pada penderita PPOK stabil dan eksaserbasi, sehingga dapat diketahui bahwa proses inflamasi yang terjadi pada
pasien PPOK dapat menimbulkan perubahan kadar CRP, dan dapat digunakan sebagai tanda awal terhadap penatalaksaanaan.
2. Peningkatan kadar CRP pada penderita PPOK dapat digunakan sebagai petanda untuk menentukan prognosa sehingga pemeriksaan ini harus dilakukan secara
rutin bagi penderita PPOK stabil dan eksaserbasi. 3. Selama ini penilaian pasien PPOK eksaserbasi adalah dari anamnesa dan
pemeriksaan klinis saja sehingga dengan adanya data kadar CRP yang meningkat dapat berguna untuk mengidentifikasi dan mengkonfirmasi PPOK eksaserbasi.
4. Peningkatan kadar CRP pada pasien PPOK stabil maupun eksaserbasi di RSHAM Medan akan digunakan sebagai penambah data yang membuktikan
bahwa pasien PPOK mengalami inflamasi yang berlangsung secara terus menerus, sehingga diperlukan terapi anti inflamasi baik inhalasi maupun sistemik
pada pasien PPOK terutama penderita PPOK eksaserbasi. 5. Menambah data yang mendukung pernyataan keterlibatan mediator inflamasi
sistemik yaitu CRP pada penderita PPOK.
Universita Sumatera Utara
6. Sebagai langkah awal untuk penelitian selanjutnya mengenai pemeriksaan biomarker inflamasi pada penderita PPOK.
Universita Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik PPOK
2.1.1 Defenisi PPOK
Penyakit Paru Obstruktif Kronik PPOK adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang persisten, bersifat
progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracunberbahaya, disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat
berat penyakit.
14
2.1.2 Epidemiologi PPOK
Di Indonesia tidak ditemukan data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Survei Kesehatan Rumah Tangga SKRT 1992 menemukan angka kematian emfisema,
bronkitis kronik dan asma menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia. Pada tahun 1997 penderita PPOK yang dirawat inap di RSUP
Persahabatan sebanyak 124 39,7, sedangkan rawat jalan sebanyak 1837 atau 18,95. Di RSUD dr. Moewardi Surakarta ditemukan penderita PPOK rawat inap sebanyak 444
15, dan rawat jalan 2368 14. Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyebab morbiditas dan kematian
ke-4 terbesar di dunia dan WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2020 PPOK menjadi penyebab kematian ketiga tertinggi di dunia. Angka prevalensi, morbiditas, dan
mortalitas PPOK bervariasi antar negara dan di antara kelompok populasi, umumnya berkaitan dengan prevalensi perokok serta kondisi polusi udara akibat pembakaran yang
juga telah diidentifikasi sebagai faktor risiko PPOK.
15
14
Universita Sumatera Utara