C. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada pegawai Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I sebanyak 169 pegawai. Tujuan penelitian ini adalah
untuk melihat bagaimana hubungan kepribadian Big Five dengan perilaku minor cyberloafing
. Apabila dilihat secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepribadian Big Five memiliki hubungan dengan perilaku
minor cyberloafing .
Hasil analisis data menunjukkan bahwa adanya hubungan negatif antara dimensi Openness dengan perilaku minor cyberloafing, yang artinya semakin
tinggi skor Openness karyawan maka akan semakin cenderung jarang karyawan tersebut untuk melakukan perilaku minor cyberloafing, begitu juga
sebaliknya. Tentunya ada alasan mengapa hal tersebut dapat terjadi. Dimensi kepribadian Openness sering sekali dikaitkan dengan intelektualitas,
ketertarikan akan hal-hal baru, dan juga pemikiran yang inovatif Srivastava, 2006. Apabila dikaitkan dengan penggunaan internet, seseorang dengan
kepribadian ini memiliki keterkaitan terhadap niat penggunaan internet secara umum Abdillah, 2008.
Namun dalam konteks pekerjaan, individu dengan kepribadian Openness memiliki keterkaitan yang positif dengan performansi kerja Hogan Holland,
2003; Rothman Coetzer, 2003 dan juga sukses dalam bidang managemen karena kemampuannya dalam beradaptasi Rothman Coetzer, 2003.
Berdasarkan hal tersebut, penggunaan internet yang dilakukan karyawan adalah untuk tujuan penyelesaian tugas bukan untuk tujuan pribadi seperti
Universitas Sumatera Utara
minor cyberloafing . Hal ini juga didukung oleh penelitian Ramdhani 2007 di
mana seseorang dengan kepribadian Openness memiliki keinginan dan keyakinan untuk dapat melakukan tugas-tugas yang dihadapinya, salah satunya
adalah dengan menggunakan email dalam penyelesaian tugas-tugasnya. Hasil analisis untuk dimensi Conscientiousness, diperoleh hasil adanya
hubungan yang negatif antara Conscientiousness dengan perilaku minor cyberloafing
, yang artinya semakin tinggi skor Conscientiousness seorang pegawai maka akan semakin cenderung jarang pegawai tersebut untuk
melakukan perilaku minor cyberloafing. Menurut Goldberg 1992 dalam Kalmus,
Realo dan
Siibak 2011
individu dengan
kepribadian Conscientiousness
ini biasanya cenderung untuk teratur, disiplin dan bertanggung jawab terhadap tugasnya.
Terdapat beragam
hasil penelitian
yang menunjukkan
bahwa Conscientiousness
memiliki hubungan yang positif terhadap performansi kerja Barrick Mount, 1991; Frink Ferris, 1999. Colbert dkk 2004 juga
menunjukkan bahwa orang-orang dengan kepribadian Conscientiousness yang tinggi akan lebih sedikit dalam melakukan perilaku malas. Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh prasad dkk 2010 bahwa individu yang memiliki kepribadian Conscientiousness tinggi akan lebih sedikit
dalam melakukan minor cyberloafing karena ia mampu menyeimbangkan dirinya pada rencana jangka panjang dan jangka pendek serta pada impuls-
impuls yang ada.
Universitas Sumatera Utara
Hasil analisis untuk dimensi Extraversion menunjukkan adanya hubungan positif dengan perilaku minor cyberloafing. Artinya, semakin tinggi skor
Extraversion seorang pegawai maka akan cenderung sering pegawai tersebut
untuk melakukan perilaku minor cyberloafing. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis yang diajukan oleh peneliti, yaitu adanya hubungan negatif
antara kepribadian Extraversion dengan perilaku minor cyberloafing. Ada beberapa alasan yang dapat menjelaskan mengapa hal ini dapat terjadi.
Walaupun dalam konteks kerja dimensi kepribadian Extraversion memiliki hubungan terhadap performansi tugas, namun hubungan tersebut
tidak terlalu signifikan Rothmann Coetzer, 2003. Sebagai pendukung, hasil penelitian Zywica Danowski 2008 dan Correa et al 2010 menunjukkan
bahwa dimensi kepribadian Extraversion memiliki hubungan yang positif dengan penggunaan media sosial. Individu dengan dimensi kepribadian ini
memiliki relasi yang banyak di jejaring sosial maupun di dunia nyata. Hasil penelitian Ross et al 2009 juga menunjukkan adanya hubungan
positif antara dimensi kepribadian Extraversion dengan kepemilikan grup yang ada di Facebook. Individu dengan dimensi kepribadian ini juga memiliki
keterkaitan dengan penggunaan internet dalam melakukan suatu transaksi, menggunakan jejaring sosial dan juga hal-hal yang berkaitan dengan finansial
Tan Yang, 2012. Adapun penggunaan jejaring sosial bagi mereka berfungsi sebagai media agar orang-orang tahu apa yang sedang mereka
pikirkan.
Universitas Sumatera Utara
Hasil analisis dimensi kepribadian Agreeableness menunjukkan adanya hubungan negatif dengan perilaku minor cyberloafing. Hal ini memiliki arti
bahwa semakin tinggi skor Agreeableness yang dimiliki seorang pegawai maka akan semakin cenderung jarang pegawai tersebut untuk melakukan perilaku
minor cyberloafing . Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Debora Ali
2004 di mana dalam konteks kerja, individu dengan dimensi kepribadian Agreeableness
memiliki hubungan yang signifikan dengan OCB Organization Citizenship Behavior
yang berarti bahwa individu tersebut memiliki keterlibatan yang baik dengan organisasi dan juga menunjukkan kinerjanya
yang efektif. Dimensi agreeableness ini juga merupakan prediktor yang cukup signifikan dalam melihat performansi kerja seseorang Salgado, 1997.
Sedangkan dalam konteks penggunaan internet, hasil penelitian Landers dan Lonsbury 2006 menyatakan bahwa dimensi Agreeableness memiliki
hubungan yang negatif terhadap penggunaan internet. Di mana individu dengan kepribadian ini cenderung tidak berinteraksi dalam waktu yang lama dengan
komputer dan juga dalam penggunaan internet. Hasil analisis untuk dimensi Neuroticism menunjukkan adanya hubungan
positif dengan perilaku minor cyberloafing. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi skor Neuroticism seorang pegawai maka akan cenderung sering
pegawai tersebut untuk melakukan perilaku minor cyberloafing. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Barrick Mount 1991 yang
menyatakan bahwa individu dengan skor Neuroticism yang tinggi akan
Universitas Sumatera Utara
cenderung memiliki keberfungsian diri yang kurang efektif serta kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas.
Karyawan dengan dimensi kepribadian Neuroticism yang tinggi memiliki kemungkinan untuk memiliki pemikiran yang irasional, cukup sulit dalam
mengontrol impuls dan kurang mampu dalam menghadapi stres Hormann Maschke, 1996; Judge et al, 1999. Hal ini menunjukkan bahwa performansi
kerja seseorang dengan dimensi kepribadian tersebut akan cenderung rendah Rothmann Coetzer, 2003.
Sedangkan dalam konteks penggunaan internet, penelitian Amichai Hamburger 2010 menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan
antara dimensi Neuroticism dengan aktivitas secara online. Hal tersebut dikarenakan individu dengan dimensi kepribadian Neuroticism memiliki
karakteristik yang cenderung menghindari kontak langsung dengan orang lain, sehingga individu tersebut memiliki dorongan untuk menggunakan internet
sebagai media interaksi. Seperti yang telah dijelaskan pada dimensi Extraversion
, individu dengan dimensi kepribadian Neuroticism juga menggunakan internet dalam hal transaksi dan jejaring sosial Tan Yang,
2012. Sebagai tambahan, Lieberman 2011 menyatakan bahwa berbagai
perilaku menyimpang di tempat kerja seperti minor cybeloafing dianggap sebagai respon emosional terhadap pengalaman kerja yang membuat seorang
pegawai mengalami frustasi. Sehingga, individu dengan dimensi kepribadian
Universitas Sumatera Utara
Neuroticism melakukan minor cyberloafing sebagai bentuk respon dari impuls
negatif yang diperoleh di tempat kerja. Adapun penelitian ini tentunya dilakukan dengan melalui beberapa proses
yang mungkin dapat mempengaruhi hasil penelitian. Salah satunya adalah data penelitian yang diperoleh tidak dapat memenuhi asumsi untuk dianalisis
dengan statistik parametrisk dikarenakan data variabel penelitian tidak terdistribusi mendekati normal. Menurut Emory dalam Sugiyono, 2010
statistik parametrik memiliki kekuatan yang lebih daripada statistik nonparametrik, bila asumsi yang melandasi dapat terpenuhi. Sehingga akan
lebih baik jika penelitian ini dapat menggunakan statistik parametrik. Selain hal tersebut, kelemahan dalam penelitian ini juga terletak dari
pembuatan skala minor cyberloafing. Validitas yang digunakan untuk skala ini adalah validitas konstruksi yang dilakukan dengan profesional judgement.
Namun yang menjadi kelemahan adalah profesional judgement tersebut hanya dilakukan oleh satu orang saja, sementara jumlah tenaga ahli yang digunakan
minimal terdiri dari tiga orang ahli. Tidak hanya validitas saja, kelemahan dalam penelitan ini juga terletak
pada reliabilitas pada BFI Big Five Inventory. Reliabilitas yang rendah mengakibatkan eror standar dalam penelitian juga cukup besar, sehingga hal ini
juga mempengaruhi dalam melakukan kategorisasi data penelitian. Azwar 2010 menyatakan bahwa dalam melakukan kategorisasi data ke dalam dua
kategori dengan mean sebagai nilai batas dapat mengakibatkan masalah,
Universitas Sumatera Utara
sehingga perlu dilakukan pemisahan kategori rendah dan tinggi dengan menggunakan fluktuasi skor mean.
Hal tersebut dapat terjadi disebabkan oleh kendala dalam menggunakan instrumen penelitian untuk mengumpulkan data. Peneliti memiliki keterbatasan
di mana proses pengumpulan data tidak dilakukan langsung dengan pengawasan peneliti. Instrumen tersebut diberikan kepada instansi dan dalam
waktu satu minggu kemudian dikembalikan lagi oleh pihak instansi kepada peneliti. Hal tersebut memungkinkan subjek mengisi skala penelitian dengan
tidak sungguh-sungguh. Menurut Sugiyono 2010, tidak hanya berdasarkan validitas dan reliabilitas instrumen saja, namun kondisi objek yang diteliti serta
kemampuan peneliti dalam menggunakan instrumen penelitian juga akan mempengaruhi valid dan reliabelnya suatu hasil penelitian. Sehingga
diharapkan kepada
pembaca ataupun
peneliti selanjutnya
untuk mempertimbangkan penelitian ini apabila ingin dijadikan suatu rujukan.
Sebagai tambahan juga, penelitian ini hanya melihat ada atau tidaknya hubungan antara perilaku minor cyberloafing dengan dimensi kepribadian Big
Five . Penelitian ini tidak menjelaskan tentang sebab akibat antara kedua
variabel. Sehingga akan lebih baik lagi jika peneliti selanjutnya melakukan penelitian regresi tentang kedua variabel ini, guna untuk memperdalam
pengetahuan tentang fenomena perilaku minor cyberloafing dengan dimensi kepribadian Big Five.
Universitas Sumatera Utara
57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian. Kemudian akan diberikan juga saran-saran yang dapat digunakan
dalam penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
A. KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil analisis dan interpretasi data penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Ada hubungan negatif antara dimensi openness dengan perilaku minor cyberloafing
pada pegawai kantor pajak artinya, semakin dominan dimensi openness seorang pegawai maka semakin jarang pegawai
tersebut melakukan perilaku minor cyberloafing. 2. Ada hubungan negatif antara dimensi conscientiousness dengan
perilaku minor cyberloafing pada pegawai kantor pajak artinya semakin dominan dimensi cyberloafing seorang pegawai maka semakin jarang
pegawai tersebut melakukan perilaku minor cyberloafing. 3. Ada hubungan positif antara dimensi extraversion dengan perilaku
minor cyberloafing pegawai kantor pajak artinya, semakin dominan
dimensi extraversion seorang pegawai maka semakin sering pegawai tersebut melakukan perilaku minor cyberloafing.
Universitas Sumatera Utara