Norma Hukum Negara Republik Indonesia

32 waktu yang akan dating. 4. Peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang dapat dimengerti. 5. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang bertentangan satu sama lain. 6. Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan. 7. Tidak boleh ada kebiasaan untuk sering mengubah peraturan sehingga menyebabkan seseorang akan kehilangan orientasi. 8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaan sehari-hari. 51

2. Norma Hukum Negara Republik Indonesia

Istilah norma, yang berasal dari bahasa Latin, atau kaidah dalam bahasa Arab dan sering disebut dengan pedoman, patokan atau aturan dalam bahasa Indonesia, diartikan sebagai suatu ukuran atau patokan bagi seseorang dalam bertindak atau bertingkah laku dalam masyarakat. Jadi, inti norma adalah segala aturan yang harus dipatuhi. 52 Di dalam kehidupan masyarakat, selalu terdapat berbagai macam norma yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi tata cara kita berperilaku atau bertindak. Di Negara kita, norma-norma yang masih sangat dirasakan adalah norma-norma adat, norma-norma agama, norma- norma moral dan norma-norma hukum Negara. Norma-norma hukum itu dapat dibentuk secara tertulis ataupun tidak tertulis oleh lembaga-lembaga yang berwenang membentuknya, sedangkan norma-norma moral, adat, agama dan lainya terjadi secara tidak tertulis, tumbuh dan berkembang dari kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat. 51 Ibid, hal. 51 52 Maria Farida, op. cit, hal. 6 commit to user 33 Di dalam bukunya yang berjudul General Theory of Law and State, Hans Kelsen mengemukakan adanya dua sistem norma, yaitu sistem norma yang statik nomostatic dan sistem norma yang dinamik nomodynamic. 53 Statika sistem norma nomostatic adalah suatu sistem yang melihat pada “isi” suatu norma, dimana suatu norma umum dapat ditarik menjadi norma khusus, atau norma-norma khusus itu dapat ditarik dari suatu norma yang umum. Penarikan norma-norma khusus dari suatu norma umum, dalam arti norma umum itu dirinci menjadi norma-norma yang khusus dari segi “isi’nya. 54 Sistem norma yang dinamik nomodynamics adalah suatu sistem norma yang melihat pada berlakunya suatu norma atau dari cara pembentukan atau penghapusannya. Menurut Hans Kelsen, norma itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu susunan hierarkis, dimana norma yang di bawah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang labih tinggi berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya samapai akhirnya ‘regressus’ ini berhenti yang tidak dapat ditelusuri lagi pada suatu norma tertinggi yang yang disebut norma dasar Grundnorm. Norma dasar atau sering disebut Grundnorm, basis norm, atau fundamental norm ini merupakan norma yang tertinggi yang berlakunya tidak berdasar dan bersumber pada norma yang lebih tinggi lagi tetapi berlakunya secara presupposed, yaitu ditetapkan lebih dahulu oleh masyarakat. 55 Hans Kelsen mengatakan bahwa hukum termasuk dalam sistem norma yang dinamik nomodynamics karena hukum itu selalu dibentuk dan dihapus oleh lembaga-lembaga atau otoritas-otoritas yang berwenang 53 Ibid, hal. 7 54 Ibid, hal. 8 55 Ibid, hal. 8 commit to user 34 membentuknya, sehingga dalam hal ini tidak kita lihat dari segi isi norma tersebut, tetapi dari segi berlakunya atau pembentukannya. 56 Dalam kaitannya dengan hierarki norma hukum, Hans Kelsen mengemukakan teorinya mengenai jenjang norma hukum Stufentheorie, dimana ia berpendapat bahwa norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan, dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya samapai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif, yaitu norma dasar Grundnorm. 57 Norma dasar yang menjadi gantungan norma-norma dibawahnya tersebut tidak dibentuk melainkan ditetapkan telebih dahulu oleh masyarakat, sehingga dikatakan suatu norma dasar pre-supposed. Teori jenjang norma hukum dari Hans Kelsen ini diilhami oleh seorang muridnya yng bernama Adolf Merkl yang mengemukakan bahwa suatu norma hukum itu selalu mempunyai dua wajah das Doppelte Rechtsantlitz. Menurut Adolf Merkl, suatu norma hukum itu ke atas ia bersumber dan berdasar pada norma yang di atasnya, tetapi ke bawah ia juga menjadi dasar dan menjadi sumber bagi norma hukum di bawahnya sehingga suatu norma hukum itu mempunyai masa berlaku rechtskracht yang relatif oleh karena masa berlakunya suatu norma hukum itu tergantung pada norma hukum yang berada di atasnya sehingga apabila norma hukum yang berada di atasnya dicabut atau dihapus, maka norma- norma hukum yang berada di bawahnya tercabut atau terhapus pula. 58 Berdasarkan teori Adolf Merkl tersebut, dalam teori jenjang 56 Ibid, hal. 9 57 Ibid, hal. 25 58 Ibid, hal. 26 commit to user 35 normanya Hans Kelsen juga mengemukakan bahwa suatu norma hukum itu selalu berdasar dan bersumber pada norma di atasnya, tetapi ke bawah norma hukum itu juga menjadi sumber dan menjadi dasar bagi norma yang lebih tinggi. Dalam hal tata susunanhierarki sistem norma, norma yang tertinggi Norma Dasar itu menjadi tempat bergantungnya norma-norma di bawahnya sehingga apabila Norma Dasar itu berubah, maka akan menjadi rusaklah sistem norma yang berada di bawahnya. Hans Nawiasky, salah seorang murid dari Hans Kelsen, mengembangkan teori gurunya tentang teori jenjang norma dalam kaitannya suatu negara. Hans Nawiasky dalam bukunya yang berjudul Allgemeine Rechtslehre mengemukakan bahwa sesuai dengan Teori Hans Kelsen suatu norma hukum dari Negara mana pun selalu berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, di mana norma yang di bawah berlaku, berdasar, dan bersumber pada norma yang lebih tinggi. Norma yang lebih tinggi berlaku, berdasar, dan bersumber norma yang lebih tinggi lagi, sampai pada suatu norma tertinggi yang disebut norma dasar. Tetapi Hans Nawiasky juga berpendapat bahwa selain norma itu berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang, norma hukum dari suatu Negara itu juga berkelompok-kelompok. Hans Nawiasky mengelompokan norma-norma hukum dalam suatu Negara itu menjadi empat kelompok besar yang terdiri atas: Kelompok I : Staatsfundamentalnorm Norma Fundamental Negara Kelompok II : Staatgrundgesetz Aturan DasarPokok Negara Kelompok III : Formell Gesetz Undang-undang formal Kelompok IV : Verordnung Autonome Satzung Aturan pelaksana dan aturan otonom 59 . Kelompok-kelompok norma hukum tersebut hampir selalu ada 59 Ibid, hal. 27 commit to user 36 dalam tata susunan norma hukum setiap Negara walaupun mempunyai istilah yang berbeda-beda ataupun jumlah norma norma hukum yang berbeda dalam tiap kelompoknya. Norma fundamental Negara yang merupakan norma tertinggi dalam suatu Negara adalah norma yang tidak dibentuk oleh suatu norma yang lebih tinggi lagi, tetapi pre-supposed atau ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat dalam suatu Negara dan merupakan suatu norma yang menjadi 60 tempat bergantungnya norma-norma hukum di bawahnya. Menurut Hans Nawiasky, isi staatsfundamentalnorm ialah norma yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau undang-undang dasar suatu Negara Staatvervassung, termasuk norma pengubahannya. Hakikat hukum Staatsfundamentalnorm ialah syarat bagi berlakunya suatu konstitusi atau undang-undang dasar. Ia ada terlebih dahulu sebelum adanya konstitusi atau undang-undang dasar. 61 Aturan Dasar Negara atau Aturan Pokok Negara Staatgrundgesetz merupakan kelompok norma hukum di bawah di bawah norma fundamental Negara. Norma-norma dari Aturan DasarPokok Negara ini merupakan aturan-aturan yang masih bersifat pokok dan merupakan aturan-aturan umum yang masih bersifat garis besar sehingga masih merupakan norma tunggal dan belum disertai norma sekunder. 62 Menurut Hans Nawiasky, suatu aturan dasarpokok Negara dapat dituangkan dalam suatu dokumen Negara yang disebut Staatvervassung atau dapat juga dituangkan dalam beberapa dokumen Negara yang tersebar yang disebut dengan istilah Staatgrundgesetz. Di dalam setiap aturan dasar pokok Negara biasanya diatur hal-hal mengenai pembagian kekuasaan Negara di puncak pemerintahan, dan selain itu diatur juga hubungan antara 61 Ibid, hal. 28 62 Ibid, hal. 30 commit to user 37 lembaga-lembaga tinggitertinggi Negara serta diatur hubungan antara Negara. 63 Kelompok norma-norma hukum yang berada di bawah aturan dasar pokok Negara Staatsgrundgesetz adalah Formell Gesetz atau diterjemahkan dengan undang-undang ‘formal’. Berbeda dengan kelompok-kelompok norma di atasnya, yaitu norma dasar Negara dan aturan dasarpokok Negara, maka norma-norma dalam suatu undang- undang sudah merupakan norma hukum yang lebih konkret dan terinci serta sudah dapat langsung berlaku di dalam masyarakat. Norma-norma hukum dalam undang-undang ini tidak saja hanya norma yang bersifat tunggal, tetapi norma-norma hukum tersebut sudah dapat dilekati norma sekunder disamping norma-norma primernya, sehingga suatu undang- undang sudah dapat mencantumkan norma-norma yang bersifat sanksi, baik itu sanksi pidana maupun sanksi pemaksa. 64 Kelompok norma hukum yang terakhir adalah peraturan pelaksanaan Verordnung dan peraturan otonom Autonome Satzung. Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom ini merupakan peraturan- peraturan yang terletak di bawah undang-undang, di mana peraturan pelaksanaan bersumber dari kewenangan delegasi, sedangkan peraturan norma otonom bersumber dari kewenangan atribusi. 65 Sistem norma hukum Indonesia pernah mengalami perubahan hierarki susunan peraturan perundang-undangan. Hierarki susunan peraturan perundang-undangan Indonesia saat ini tercantum dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 . 636363 Ibid 64 Ibid, hal. 32 65 Ibid, hal. 35 commit to user 38 Sebelum berlakunya Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011, pedoman hierarki peraturan perundang-undangan Indonesia tercantum dalam dua produk hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara TAP MPRMPRS. Pertama, TAP MPRS No. XXMPRS1966 tentang Memorandum DPRGR mengenai Sumber Tertib Hukum RI dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan RI. Kedua, TAP MPR No. IIIMPR2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan. Tata Urutan Peraturan Peundang-Undangan Indonesia menurut TAP MPRS No. XXMPRS1966, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; 3. Undang-UndangPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 4. Peraturan Pemerintah 5. Keputusan Presiden; dan 6. Peraturan-Peraturan Pelaksanaan lainnya, seperti: - Peraturan Menteri - Instruksi Menteri - Dan lain-lainnya Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan menurut TAP MPR No. IIIMPR2000 , adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945; 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia; 3. Undang-Undang; 4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 5. Peraturan Pemerintah; 6. Keputusan Presiden; dan 7. Peraturan Daerah. commit to user 39 Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan menurut Undang- Undang No. 10 Tahun 2004 sebagaimana telah dirubah dengan Undang- Undang No. 12 Tahun 2011, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945; 2. Undang-UndangPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 3. Peraturan Pemerintah; 4. Peraturan Presiden; 5. Peraturan Daerah: a. Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur; b. Peraturan Daerah kabupatenkota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupatenkota bersama bupatiwalikota; c. Peraturan Desaperaturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya. Sistem norma hukumhierarki perundang-undangan di Indonesia merupakan pencerminan dari teori jenjang norma dari Hans Kelsen dan teori jenjang norma hukum dari Hans Nawiasky. Hal ini terlihat dalam sistem norma hukum Negara Republik Indonesia yang pernah diberlakukan TAP MPRS No. XXMPRS1966 dan TAP MPR RI No. IIIMPR2000 dan yang saat ini sedang berlaku Undang-Undang No. 10 Tahun 2004, berada dalam suatu sistem hierarkisusunan yang berjenjang-jenjang, berlapis-lapis, dan sekaligus berkelompok-kelompok. Norma hukum yang satu selalu berlaku, bersumber, dan berdasarkan pada norma hukum yang lebih tinggi diatasnya, dan norma hukum yang lebih tinggi juga selalu merujuk pada norma hukum yang lebih tinggi lagi. Demikian seterusnya sampai pada suatu norma fundamental Negara Staatsfundamentalnorm Republik Indonesia, yaitu Pancasila. Asasnya adalah peraturan perundang-undangan yang lebih commit to user 40 rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Sistem norma hukum Indonesia menggaris bawahi bahwa Pancasila merupakan norma hukum tertinggi atau sumber dari segala sumber hukum negara. Jenjang di bawah Pancasila sekaligus menempati puncak hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah UUD 1945 sebagai aturan dasar Negaraaturan pokok Negara Staatsgrundgesetz. Namun sebelum Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dibentuk, disamping UUD 1945, TAP MPRSMPR juga menjadi aturan dasar Negaraaturan pokok Negara. Saat ini TAP MPRSMPR tidak lagi termasuk dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia. Norma hukum selanjutnya di bawah UUD 1945 adalah Undang- UndangPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Formell Gesszt, dan terakhir Peraturan Daerah masuk dalam kategori sebagai peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom Verordnung dan Autonome Satzung.

3. Ruang Lingkup Sinkronisasi dan Sinergitas Peraturan Perundang- undangan