Kedatangan Belanda ke Tanjung Kasau

24 Tanjung Kasau menjadi terabaikan. Keadaan ini memberi peluang terhadap kerajaan- kerajaan Melayu yang berada di bawah pengaruh Aceh untuk menganeksasinya. Keadaan ini tidaklah memberi keberuntungan kepada Tanjung Kasau sebagai sebuah kerajaan kecil karena terjadi perseteruan secara terus-menerus diantara raja- raja Melayu. Pertikaian yang terjadi secara terus-menerus membuat kerajaan Tanjung Kasau yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Simalungun lama kelamaan menjadi terpengaruh oleh kerajaan Melayu. Terlebih bahwa kebutuhan ekonomi kerajaan Tanjung Kasau banyak berhubungan dengan kerajaan-kerajaan melayu yaitu keberadan selat Malaka sebagai jalur perdagangan. Raja-raja dan masyarakat Tanjung Kasau pun lebih mendekat kepada melayu dan beragama Islam.Kondisi ini berlangsung hingga kedatangan Belanda ke Tanjung Kasau dan sekaligus menguasainya pada tahun 1882.

2.3.3 Kedatangan Belanda ke Tanjung Kasau

Pada tahun 1824 telah ditandatangani perjanjian antara Inggris dan Belanda yang disebut dengan Perjanjian London. Tujuan dari traktat ini adalah untuk ssmenghindari pertikaian antara Inggris dengan Belanda mengenai daerah jajahan mereka di sekitar Selat Malaka. Pada prinsipnya perjanjian ini adalah pertukaran jajahan antara Belanda dengan Inggris, yaitu Inggris menyerahkan Bengkulu kepada Belanda, dan Belanda menyerahkan Malaka kepada Inggris dan tidak lagi menuntut Singapura. Kemudian kedua-duanya berjanji tidak akan meluaskan jajahan ke daerah yang bukan haknya sesuai dengan isi perjanjian tersebut. Seperti Inggris tidak lagi 25 mengganggu ke Sumatera, demikian juga Belanda tidak akan ke Semenanjung Melayu dan juga tidak akan mengganggu kedaulatan Aceh. Tetapi walaupun perjanjian itu telah ada namun karena pertimbangan keuntungan ekonomi, maka masing-masing pihak masih terus secara diam-diam meluaskan daerahnya, seperti Inggris belum menutup mata ke Sumatera dan juga Belanda belum melepaskan tekanannya di Perak dan Selangor. Hal seperti itu mencemaskan Belanda. Belanda takut akan kehilangan haknya di Sumatera sesuai dengan isi perjanjian tersebut. Untuk dapat menguasai daerah Sumatera Timur maka Belanda harus dapat menguasai kerajaan Siak, karena menurut Sultan Siak seluruh Sumatera Timur adalah daerah jajahannya. Pada tahun 1857, ketika Wilson seorang petualang Inggris menguasai Kerajaan Siak maka Sultan Siak meminta bantuan kepada Belanda yang berpusat di Batavia. Ketika Belanda dapat penguasai petualang Inggris tersebut maka Belanda sudah mulai meminta imbalan jasa dengan mengikat perjanjian dengannya pada tanggal 1 Februari 1858. 12 Perjanjian itu disebut dengan Tracktaad Siak yang berisikan kesediaan Sultan Siak untuk tunduk di bawah kekuasaan Belanda. Dengan tekanan Belanda, Siak mengakui bahagian dari Hindia Belanda dan tunduk dibawah kedaulatan Agung Belanda. 13 Dalam perjanjian itu juga ada dinyatakan bahwa jajahan dan daerah takluknya seperti Kerajaan Melayu Sumatera Timur di masukkan di bawah lindungan pemerintah Hindia Belanda. Selain itu Siak memohon pula bantuan Belanda untuk mempertahankan daerahnya dari serangan musuh Siak. Atas alasan ini lah maka 12 T. Lukman Sinar, Op. cit., hal. 68. 26 Belanda mulai mengirim ekspedisinya untuk mengakhiri kemerdekaan kerajaan- kerajaan Sumatera Timur. Sebenarnya setelah ditanda-tanganinya Perjanjian London 1824 Belanda sudah berhak meluaskan kekuasaannya di Sumatera Timaur kecuali Aceh, namun perluasan itu menjadi terhalang karena Belanda belum mendapat alasan yang kuat untuk mengakhir kemerdekaan raja-raja di Sumatera Timur. Disampingitu masih banyak faktor yang turut menghambat peluasan jajahannya ke Sumatera Timur seperti takut akan terulang lagi pengalaman pahit yang dihadapi ketika perang Diponegoro. Sedangkan pada waktu ini Belanda masih perang dengan Paderi, sikap Inggris dari Malaka dan juga tantangan Aceh yang seluruhnya harus diperhitungkan oleh Belanda. Untuk merealisasikan amanah dari Sultan Siak ini maka pada tahun 1862 datanglah ekspedisi Belanda yang pertama ke Sumatera Timur yang dipimpin oleh Residen Riau Elisa Netscher. 14 14 Tengku Lukman Sinar, Op.cit., hal 64. Dalam kunjungan Netshcher satu persatu kerajaan di Sumatera Timur membuat suatu perjanjian kepada Belanda dengan cara paksa yaitu dengan mempropagandakan Kerajaan Siak. Sebagai contoh adalah Elisa Netscher cukup banyak memanggil raja-raja yang ia singgahi agar datang ke kapalnya seperti Raja Panai dan Raja Bilah. Setelah Netscher memperoleh tanda tangan kerajaan- kerajaan kecil ini maka ia melanjutkan perjalanannya menuju Asahan, Deli, Serdang, Langkat dan lain sebagainya. Tujuan dari pada perjanjian ini adalah pengakuan raja- raja di Sumatera Timur terhadap kekuasaan Belanda atas daerahnya. 27 Demikian pula halnya dengan Tanjung Kasau pengakuan takluk kerajaan- kerajaan besar di atas turut pula menyeret Tanjung Kasau ke dalam ikatan politik Belanda. Kerajaan Tanjung Kasau yang pada mulanya di bawah kekuasaan raja-raja simalungun jatuh ke tangan Belanda. Khusus tentang kerajaan Tanjung Kasau ini diungkapkan sebagai berikut Raja Alam Perkasa mempunyai putra, yaitu Raja Bolon dan Raja Muda Indera Jati. Setelah Raja Alam Perkasa mangkat, digantikan oleh raja Bolon, dan Raja Indera Jati menjadi raja muda. Raja Bolon selanjutnya membuka kampung Tanjung Meraja. Raja Bolon mempunya tiga putera, penggantinya adalah raja Sabda. Raja Sabda digantikan raja Said. Raja Said memiliki lima orang purta. Putra pengganti raja Said adalah raja MadsyahMuhammadsyah. Ketika raja Madsyah inilah Belanda menguasai Tanjung Kasau dengan Besluit 16 oktober 1882 yang dikeluarkan oleh Kontroleur Asahandan Batubara yaitu Van Assen 15 . Kemudian Raja Madsyah di gantikan oleh saudaranya Jintanali. Keduduka n Raja Jintanali ini bersama pembesar-pembesarnya disumpah pula oleh kontroleur Batubara, BA Kroesen tahun 1888. 16 15 Tengku H.M. Lahusni, Op.cit., hal. 89. 16 httpgoogle.com, Keyword: Artikel Mengenai Sejarah Tanjung Kasau. Diunduh pada tanggal 5 Mei 2013. Sejak saat itu pula Kerajaan Tanjung Kasau dikeluarkan dari kultur pemerintahan simalungun menjadi wilayah melayu. Selanjutnya sejak 1888 ini kewibawaan Kerajaan Tanjung Kasau sudah hampir sirna. Hal ini disebabkan karena Kerajaan Tanjung Kasau yang pada mulanya berlandaskan pada sistim kerajaan batak di gantikan dengan sistem melayu, dimana dalam banyak hal kebiasaan tradisi batak banyak yang berbeda dengan sistem budaya melayu. Di dalam pertentangan itulah Raja Morah putra Raja Jintanali melakukan perlawanan terhadap Belanda, tetapi 28 gagal. Dan akibatnya Raja Morah menandatangani kontrak tunduk kepada Belanda tahun 1990. 17 Meskipun telah diadakan Traktat London 1824 yang mengisyaratkan pembatasan wilayah daerah jajahan antara Inggris dengan Belanda di perairan Selat Malaka, serta kedua-duanya mengakui kedaulatan Aceh. Tetapi karena ambisi yang besar dari Belanda, maka Belanda secara terus menerus berupaya menguasai Sumatera. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengikat kontrak dengan Berdasarkan inilah Belanda menempatkan posisinya sehingga secara tidak langsung Tanjung Kasau di bawah langsung pemerintahan Belanda. Hal ini mengakibatkan banyak terjadi kekacauan-kekacauan yang sangat berarti bagi Belanda dalam menerapkan politik devide et imperanya. Turut campur Belanda ini terlihat secara jelas ketika terjadi berbagai keributan dalam kerajaan Tanjung Kasau tahun 1916. Belanda turut campur dengan mencalonkan mantan Jaksa dari kerajaan Bilah yaitu Abdul Somad dengan gelar Tengku Busu menjadi pemangku negri Tanjung Kasau berdampingan dengan Raja Poso dari keturunan Jintanali. Selanjutnya pada tahun 1920 kerajaan Tanjung Kasau disatukan dengan beberapa kerajaan lain seperti Batubara, daerah Tanjung, Sipare-pare dan Pagurauan. Semuanya dijadikan satu kerajaan bernama Indrapura. Sebagai rajanya oleh Belanda diangkatlah Tengku Abdullah SemanSomad alias Tengku Busu yang sekaligus menandatangani perjanjian pendek korte verklaring 21 Oktober 1920. 2.4Pembukaan Areal Perkebunan 17 Tengku H.M. Lah Husny Op.cit.,hal 89. 29 Kerajaan Siak. Karena melalui kontrak itu, berarti seluruh jajahan Siak akan menjadi daerah taklukanya. Selain itu perubahan haluan politik Belanda dari politik konservatif menjadi politik liberal mempercepat proses perluasan wilayah ke Sumatera. Para pemilik modal di Eropa ingin melibatkan diri untuk menanamkan modal ataupun saham sekaligus membuka perusahaan-perusahaan. Hal ini pasti membutuhkan lahan. Sumatera, Sumatera Timur khusunya memiliki alam dan daerah yang sangat menjanjikan. Selain Sumatera Timurmemiliki lahan yang sangat subur, penduduk yang relatif masih sedikit sehingga dapat dijadikan sebagai lahan-lahan perkebunan. Hal ini dapat kita lihat ketika Jacobus Nienhuys telah lebih dahulu membuka perkebunan tembakau sebelum Friedrich Nietzsche datang melakukan penaklukan. Keberhasilan Belanda menjadikan Sumatera Timur sebagai daerah jajahan baik melalui korte verklaring perjanjian pendek maupun lange verklaring perjanjian panjang membuka peluang kepada pengusaha-pengusaha Belanda untuk menanamkan modal. Setelah Sumatera Timur terbuka bagi Belanda sekaligus melihat potensi wilayah yang sangat besar sejalan pula peta politik di Belanda dari politik konservatif yang bersifat tertutup menjadi politik pintu terbuka open door police. 18 18 C.S.T Kansil S.H. “Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia”, Jakarta: Erlangga, 1984, hal 11. Kebijakan pemerintah Belanda dengan politik pintu terbuka itu mendorong masuknya penanam modal asing. Dengan demikian Sumatera Timur memiliki banyak peluang untuk dimasuki pengusaha-pengusaha. Baik pengusaha Belanda maupun pengusaha Asing. Namun demikian karena banyaknya pertikaian yang terjadi di 30 Sumatera Timur umumnya, khusunya Tanjung Kasau mengakibatkan upaya pembukaan perkebunan terhambat. Baik pemerintah Belanda maupun pengusaha merasa khawatir untuk mengembangkan usaha mereka karena belum mendapat jaminan keamanan. Hal ini sejalan dengan berbagai pengalaman mereka di Kerajaan Deli maupun Serdang, dimana bangsal-bangsal pengeringan daun tembakau banyak yang dibakar oleh rakyat. Pembukaan perusahaan perkebunan di Tanjung Kasau baru dimulai tahun 1889, dan jenis tanaman yang dikembangkan adalah jenis karet. 19 1. Sedikitnya cadangan pekerja; tenaga kerja dari kalangan penduduk tidak mencukupi Khusus di Tanjung Kasau penanaman modal dilaksanakan oleh perusahaan perkebunan Harison, yaitu suatu perusahaan yang banyak menanamkan modal dalam bidang aneka tanaman. Khusus di Tanjung Kasau Harison mengembangkan jenis perkebunan karet. Untuk membuka perkebunan itu sudah tentu membutuhkan lahan. Lahan diperoleh melalui pemerintah Belanda setelah melakukan kontrak. Lahan yg di peroleh seluas 2.591ha. Setelah lahan diperoleh maka pihak perkebunan mulai mengerjakan lahan untuk dijadikan perkebunan. Para pekerja pada umumnya didatangkan dari Pulau Jawa melalui sistim kontrak yang disebut dengan kuli kontrak setelah gagal mendapatkan tenaga kerja dari daerah Tanjung Kasau sendiri. Kegagalan untuk mendapatkan tenaga kerja itu disebabkan oleh dua faktor yaitu: 19 Wawancara dengan Bapak Kepala Desa Perkebunan Tanjung Kasau, H. Indra Syahrul, S.PsI, tanggal 12 Mei 2013. 31 2. Karena budaya; masyarakat pribumi atau penduduk tempatan tidak dapat dijadikan tenaga kerja karena adanya suatu pandangan hina jika bekerja sebagai upahan si perusahaan atau tempat orang lain. Hal inilah yang menyebabkan Belanda mengupayakan tenaga kerja dari luar Sumatera Utara. Secara umum tenaga kerja yang menjadi kuli kontrak di Sumatera Utara untuk pertama kalinya adalah orang-orang cina yang didatangkan dari Malaysia. Selanjutnya karena tenaga kerja dari cina belum mencukupi maka disertakan orang- orang India dan yang terakhir adalah etnis jawa. Khusus di Tanjung Kasau tenaga kerja yang ada berasal dari Pulau Jawa. Mereka ditempatkan di barak-barak dalam perkebunan sehingga meskipun mereka di sumatera Utara, mereka tidak memiliki komunikasi atau hubungan dengan penduduk setempat sehingga pola kehidupan sangat berbeda. Kehidupan masyarakat setempat yang masih merdeka tetap mengembangkan diriberdasarkan kehidupan tradisionalnya, sementara kaum buruh juga mengembangkan prinsip hidup mereka sesuai dengan kontrak. Namun demikian, walaupun Belanda memisahkan kedua pola kehidupan itu, lambat laun kontrak dan komunikasi berjalan atau terjalin melalui sesi perdagangan. Walaupun yang ada pada saat itu perdagangan hanya kecil-kecilan atau tradisional namun sangat mempengaruhipembauran antara kedua pola kehidupan yang saling berinteraksi. Adapun rute perdagangan itu adalah Tanjung Tiram-Limapuluh- Kampung Semujur Indrapura- Bandar Tinggi-Kampung Durian Tanjung Kasau- Dolok Masihul-Tebing Tinggi. Demikian sebaliknya. 32 Dengan demikian dapatlah kita pastikan bahwa Tanjung Kasau sangat jauh dari perhatian masyarakat. Keberadaan Tanjung Kasau mulai dapat diperhatikan setelah berdirinya rumah sakit Hospital Committee.Demikianlah perkembangan perkebunan Harison hingga munculnya penetapan pemerintah untuk menasionalisasikan berbagai perusahaan milik Belanda di Indonesia pada tahun 19571958. 20 Pandangan seperti ini mengakibatkan perkebunan horison yang telah menjadi milik negara mengalami kerugian. Gaji para buruh tidak terbayar, akibatnya para buruh pun menjarah hasil perkebunan. Mereka berbondong-bondong menyadap hasil perkebunan pada malam hari dan saling berebut yang mengakibatkan pertikaian antar penyadap. Begitu pula negara tidak mendapat hasil keuntungan, maka pada tahun 1962 perkebunan Horison diambil alih oleh negara dengan menjadikannya sebagai Perusahaan Perkebunan Daerah Sumatera Utara PPDSU. Memasuki nasionalisasi perkebunan Horison ini bagaikan tak bertuan. Rakyat menganggap bahwa nasionalisasi itu berarti apa yang dimiliki Belanda sebelumnya menjadi milik negara, selanjutnya milik negara adalah milik rakyat. 21 Selanjutnya pada tahun 1978 usaha perkebunan karet diganti dengan perkebunan kelapa sawit hingga saat ini. 20 Sartono Kartodirjo, “ Profil dan Petunjuk Industri Perkebunan Besar di Indonesia”. Jakarta: Alogo Sejahtera, 1989, hal. 11. 21 Wawancara dengan Kepala Desa Tanjung Kasa, Indra Syahrul, Tanggal 13 Mei 2013. 33 2.5Berdirinya Rumah Sakit Hospital Comite Sejalan dengan perkembangan perkebunan maka di Tanjung Kasau didirikan pula rumah sakit yaitu Rumah Sakit Hospital Comite. Rumah sakit ini didirikan pada tahun 1936. Pendirian rumah sakit ini dilatarbelakangi oleh tuntutan perkembangan perkebunan di daerah ini. Pihak perkebunan berkewajiban memberikan perlindungan kesehatan terhadap buruh. Itulah sebabnya rumah sakit ini disebut Hospital Comite karena bertugas memberi pelayanan kesehatan kepada seluruh kaum buruh dari setiap perkebunan yang memiliki ikatan kerja dengan Hospital Committee.Melihat banyaknya perkebunan-perkebunan yang dikembangkan oleh Belanda, maka Hospital Committee pun didirikan di Tanjung Kasau. Daerah ini dianggap pusat atau pertengahan dari daerah-daerah perkebunan di Sumatera Utara. Hal ini dapat kita lihat dari posisi perkebunan yang ada mulai dari Timbang Langkat Kab. Langkat sampai dengan Wing Foot, Aek Nabara Kab. Labuhan Batu. Perlu diketahui bahwa Hospital Committee ini merupakan rumah sakit pertama yang berdiri di Sumatera Utara. Hal lain yang mendukung adalah daerah ini cukup jauh dari keramaian sehingga cukup tenang untuk memberikan perawatan sekaligus kenyamanan kepada pasien. 22 Pada prinsipnya pihak perkebunan telah menciptakan pelayanan kesehatan kepada para buruh, tetapi bentuk perawatan itu kebanyakan hanya pada tingkat ringan Selain bertugas melayani para kaum buruh, rumah sakit ini juga melayani masyarakat biasa yang terlepas dari perkebunan. Perbedaan pelayanan adalah kaum buruh dibiayai oleh perusahaan sementara masyarakat biasa dengan biaya sendiri. 22 Wawancara dengan Bapak Ngadineming tanggal 25 Juni 2013. 34 atau penyakit-penyakit rutin pada buruh perawatan di polik klinik. Tetapi apabila buruh membutuhkan perawatan lebih baik atau penyakit yang diderita sudah pada tingkat lanjut serius sudah barang tentu membutuhkan perawatan yang lebih intensif. Bila perlu sampai pada rawat inap. Untuk itu dibutuhkanlah rumah sakit. Demikian lah latar belakang kehadiran Hospital Committee sebagai rumah sakit pertama untuk menangani kaum buruh dan masyarakat sipil di Sumatera Utara. Dalam pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit memiliki banyak kekurangan terlebih-lebih rakyat Indonesia lebih percaya pada mistik. Di sisi lain terdapat cerita miris yaitu sebuah kisah dimana banyak pasien yang sakit dirawat, bukannya sembuh tetapi malah meninggal sehingga disebut Rumah Sakit Samber Nyowo 23 Akibatnya muncul penilaian buruk dari masyarakat sehingga keberadaan rumah sakit itu tidak didukung oleh masyarakat sehingga fungsi rumah sakit tidak berjalan sebagaimana mestinya. Atas dasar ini lah akhirnya rumah sakit Hospital Comite ini dipindahkan ke Tebing Tinggi padatahun 1945 dengan merubah nama . Setelah ditelusuri mereka yang justru meninggal kaum buruhorang-orang yang berasal dari Solo. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan hal ini dikarenakan setiap pasien yang berasal dari Solo tidak akan selamat atau mati karena pada rumah sakit ini dikepalai oleh satu orang dokter saja, dan beberapa mantri yang membantunya. Dokter itu memiliki dendam pribadi yaitu dikarenakan ayahnya yang bernama Bong Seng mati dibunuh oleh orang Solo di Yogyakarta pada masa perang Diponegoro. Oleh sebab itu setiap pasien selalu menyembunyikan identitasnya, jika ia orang Solo agar terlepas dari maut atau kematian. 23 Wawancara dengan Bapak Udin, 24 April 2013, di Tanjung Kasau. 35 menjadi Rumah Sakit Sri Pamela. Hal lain yang mendorong perpindahan itu adalah sesuai dengan keberadaan rumah sakit untuk melayani kesehatan. Dimana rumah sakit Hospital Comite Tanjung kasau jauh dari jangkauan masyarakat umum. Demikian pula dengan pergantian nama dari Hospital Comite menjadi Sri Pamela untuk menghilangkan penilaian buruk. Pada masa perang kemerdekaan bangunan ini dikosongkan bahkan menakutkan bagi rakyatkarena banyaknya orang-orang yang meninggal. Hal lain yang menyebabkan kekosongan itu adalah karena indonesia masih dalam keadaan perang fisik yaitu perang kemerdekaan sehingga keberadaan bangunan ini tidak terfungsikan. Begitu pula pihak Belanda tidak dapat memanfaatkannya karena takut akan serbuan yang dilakukan kaum republik. Pada tahun 1948 bangunan ini diambil alih oleh negara dan dijadikan sebagai tempat pelatihan para kadet polisi negara yang saat ini disebut Sekolah Polisi Negara SPN. SPN memakai bangunan ini hingga meletusnya G 30 SPKI 1965. SPN akhirnya dipindahkan ke Sampali hingga pada saat ini. Sementara bangunan bekas SPN di Tanjung Kasau dijadikan sebagai Tapol PKI Kamp Konsentrasi B tahun 1965-1978. Pada tahun 1978 bangunan ini dirubuhkan dan dijadikan sebagai bagian dari perusahaan perkebunan yang dikelolah oleh Badan Usaha Milik Daerah BUMD hingga saat ini. 36

BAB III KEBERADAAN TPU TANJUNG KASAU SEBAGAI TEMPAT TAPOL PKI