setiap kesempatan selalu menjelaskan manfaat program program posyandu. Para pimpinan masyarakat ini aktif pula dalam mengajak warga masyarakat untuk mengelola
kegiatan Posyandu. Apabila masyarakat melihat bahwa tokoh mereka yang disegani ikut serta dalam kegiatan tersebut, maka masyarakat pun akan tertarik untuk ikut serta.
Tokoh masyarakat seperti kepala desa selalu mengadakan peninjauan terhadap pelaksanaan kegiatan posyandu dan mengikuti kegiatan lain, sehingga kader akan malu
kalau tidak turut serta dan hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Melalatoa dan Swasono dalam penelitian Widagdo 2006 bahwa kades selalu memberi
tugas kepada kader dalam pelaksanaan kegiatan posyandu yang dirasa oleh para kader sebagai suatu perhatian yang dapat merupakan dorongan bagi kader untuk selalu
melakukan kegiatan posyandu. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan dalam penelitian Pramuwito 1998 bahwa kebiasaan kades untuk selalu mau memperbaiki hubungan
dengan kader, misalnya suatu ketika kader berbuat kesalahan, maka kader tersebut mendapat teguran yang sangat keras, namun di lain kesempatan kades tersebut telah baik
kembali malah kader tersebut diberinya imbalan.
2.4. Penilaian Kinerja Kader Posyandu
Penilaian terhadap kinerja merupakan suatu evaluasi proses terhadap penentuan dari berbagai nilai dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya Kron,
1987. Untuk kinerja kader posyandu, indikator penilaian kinerja kader telah disusun berdasarkan telaah kemandirian posyandu TKP dalam buku Pedoman ARRIF
dikatakan bahwa frekuensi penyelenggaran posyandu ada 12 kali setiap tahun dan sedikitnya dikatakan posyandu cukup baik bila frekuensi 8 kali setiap tahun. Jika kurang
Universitas Sumatera Utara
dari angka tersebut dianggap posyandu tersebut masih rawan. Demikian juga keberadaan kader di posyandu, bila kader kurang aktif dinyatakan jika tidak hadir untuk bekerja di
posyandu kurang dari 8 kali dalam satu tahun. Selain kehadiran kader penilaian kinerja kader juga dapat dilihat dari peran dan
fungsi kader posyandu yang dijabarkan dalam kegiatan pelaksanaan posyandu seperti melaksanakan pencatatan dan pelaporan, membuat absensi kehadiran, melaksanakan
penyuluhan kesehatan, melakukan penimbangan balita, merujuk bila ada masalah kesehatan pada balita dan ibu hamil dan lain sebagainya.
2.5. Landasan Teori
Menurut Timple 1992 bahwa kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas
dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target, sasarankriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.
Kinerja merupakan suatu konstruksi multidimensi yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut terdiri atas faktor instrinsik individu atau
SDM Sumber Daya Manusia dan ekstrinsik yaitu kepemimpinan, sistem, tim dan situasional.
Menurut Timple terdapat dua kategori dasar atribusi yang bersifat internal atau disposisional dan yang bersifat eksternal atau situasional yang dapat mempengaruhi
kinerja. Faktor internal disposisional yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang, misalnya kinerja seseorang baik disebabkan karena kemampuan tinggi dan
seseorang itu tipe pekerja keras., sedangkan faktor eksternal situasional yaitu faktor-
Universitas Sumatera Utara
faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan, seperti perilaku, sikap dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja
dan iklim organisasi. Faktor internal dan faktor eksternal ini merupakan jenis-jenis atribusi yang mempengaruhi kinerja seseorang. Jenis-jenis atribusi yang dibuat para
karyawan memiliki sejumlah akibat psikologis dan berdasarkan kepada tindakan.
2.6. Kerangka Konsep Penelitian