supaya ikut serta dalam kegiatan posyandu sehingga kader merasa kurang senang dan terpaksa untuk mengikuti kegiatan posyandu.
Kader kurang menyukai pekerjaan sebagai kader posyandu karena kurangnya minat dan merasa terganggu oleh kegiatan tersebut, selain itu kader beranggapan
bahwa laporan yang di buat setelah kegiatan posyandu di anggap sebagai suatu beban bagi kader. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Djuwita 2003,
yang menyatakan bahwa minat merupakan motivasi yang kuat dalam bekerja, dan pendapat Winkell 1984, yang menyatakan bahwa minat sebagai kecenderungan yang
menetap dalam subjek untuk merasa senang berkecimpung dalam bidang itu. Hal sama juga diungkapkan oleh Hurigck 1978 dalam Gunarso 1985 bahwa minat merupakan
salah satu aspek psikologis yang mempunyai hubungan cukup besar dengan sikap perilaku seseorang. Minat merupakan sumber motivasi yang akan mengarahkan
seseorang melakukan sesuatu, yang menyebabkan individu berhubungan secara aktif dengan obyek yang menarik baginya. Untuk memperbaiki minat kader perlu dilakukan
kegiatan keterampilan dan wirausaha lain, yang diselenggarakan oleh pihak kecamatan, guna meningkatkan kesejahteraan keluarga kader.
5.1.2. Hubungan Kemampuan dengan Kinerja Kader Posyandu
Kemampuan kader paling banyak tidak mampu yaitu 69 orang 42,6 dan paling sedikit yang mampu yaitu 38 23,5. Dari 69 orang kader posyandu yang tidak
mampu dalam melaksanakan tugasnya sebagai kader, paling banyak dengan kinerja kurang 68,1 dan paling sedikit dengan kinerja kader baik 7,2. Kader yang mampu
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan tugasnya paling banyak dengan kinerja baik 47,4 dan paling sedikit dengan kinerja kurang 21,1.
Hasil penelusuran jawaban responden diketahui paling banyak kader yang menunggu instruksi dari pembina posyandu dalam melakukan tugas setiap bulan, kurang
diberi kesempatan untuk mengambil keputusan dalam peningkatan kegiatan posyandu. Kader terkadang kurang memahami semua pekerjaan selaku kader posyandu, kurang
mendahulukan penyelesaian masalah yang dianggap lebih prioritas. Selain itu kader juga masih tidak mengetahui kondisi balita yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk
berdasarkan KMS Kartu Menuju Sehat, dan tindak lanjutnya bila menemukan balita gizi buruk.
Kurangnya kemampuan kader ini dilatar belakangi oleh pendidikan kader yang lebih banyak berpendidikan dasar dan usia kader yang berkisar antara 41-60 tahun,
sehingga kemampuannya juga menurun. Kondisi tersebut disebabkan mayoritas kader berpendidikan dasar SD dan SLTP, sehingga masih dianggap kurang mampu untuk
menerima bimbingan dari petugas puskesmas. Hal ini sesuai dengan pendapat Timple 1993, bahwa faktor kinerja berhubungan dengan sifat-sifat seseorang, seperti ;
kemampuan, ketrampilan, sikap, perilaku, tanggung jawab. Kinerja seseorang baik disebabkan karena kemampuan tinggi dan seseorang itu termasuk tipe pekerja keras,
sedangkan seseorang mempunyai kinerja jelek disebabkan orang tersebut mempunyai kemampuan rendah dan orang tersebut tidak berusaha untuk memperbaiki kemampuan.
Faktor kemampuan individu seperti tingkat pendidikan dan pengetahuan, yang rendah akan berdampak negatif pada kinerja. Sejalan juga dengan itu pendapat yang
Universitas Sumatera Utara
sama dikemukan oleh Baron dan Greenberg 1990, bahwa kemampuan seseorang akan memhubungan kinerja, sebab seseorang yang mempunyai kemampuan yang rendah,
akan menghasilkan kinerja yang lebih rendah dan seseorang yang mempunyai kemampuan yang lebih tinggi akan menghasilkan kinerja yang lebih baik. Hal ini sesuai
dengan pendapat Thoha 2000 bahwa kemampuan merupakan suatu kondisi yang menunjukkan unsur kematangan yang berkaitan pula dengan pengetahuan dan
ketrampilan yang dapat di peroleh dari pendidikan, latihan.
Kader yang mempunyai kemampuan yang baik akan lebih mudah memberikan dorongan bagi ibu-ibu yang mrmpunyai balita agar tetap memantau perkembangan
anaknya ke posyandu setiap bulan. Hal ini sejalan dengan pendapat menurut Koto, YF Mubasysyir 2007 bahwa ketrampilan dan kemampuan petugas posyandu
merupakan salah satu keberhasilan dari sistem pelayanan di posyandu. Pelayanan posyandu yang dilakukan oleh kader posyandu yang trampil akan mendapat respon
positif dari ibu-ibu balita sehingga kader tersebut terkesan ramah dan baik. Kader posyandu yang ramah, trampil dalam memberikan pelayanan kesehatan dapat
menyebabkan ibu-ibu balita rajin datang dan memanfaatkan pelayanan kesehatan di posyandu.
Hasil uji statistik regresi berganda menunjukkan bahwa variabel kemampuan pada α 5 berhubungan dengan kinerja kader posyandu dengan nilai koefisien sebesar
0,491 dan p = 0,006 0,05. Hal ini diketahui dari banyaknya kader yang kurang mampu mempunyai kinerja yang kurang baik. Kemampuan kader yang kurang karena
selain tingkat pengetahuan yang rendah, juga pengalaman kader yang masih kurang 2-3
Universitas Sumatera Utara
tahun menjadi kader posyandu serta minimal hanya satu kali mendapat pelatihan, karena adanya anggapan dari petugas puskesmas dan kelurahan bahwa kader yang
sudah bekerja selama lebih dari 5 tahun yang diharapkan dapat memberikan arahan dan bimbingan bagi kader-kader yang lebih muda dan masa kerjanya yang masih di bawah 5
tahun Kemampuan berkaitan dengan kapasitas individu yang diperlukan untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu. Kemampuan dalam bekerja disuatu bidang tertentu dapat dijadikan tombak untuk memudahkan dalam pencapaian tujuan organisasi
Hartoyo, 2009. Kader yang tidak mampu melaksanakan kegiatan disebabkan karena kurangnya pengetahuan kader mengenai pembinaan bagi masyarakat tentang kesehatan
ibu dan balita. Kader masih kurang mampu mengetahui kondisi balita yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk, dan tidak mengetahui tindak lanjut bila menemukan balita
yang mengalami gizi buruk, selain itu kurang keterampilan kader dalam membuat laporan bagi petugas puskesmas sesudah kegiatan posyandu berjalan. Untuk
meningkatkan kemampuan kader perlu dilakukan kerjasama lintas program dan sektoral dengan memberikan pelatihan bagi kader minimal 1 kali dalam satu tahun , sehingga
kader mempunyai pengetahuan dan mampu untuk menyelesaikan kegiatan sebelum dan sesudah pelaksanaan posyandu. Selain itu kader bersama-sama dengan pembina kader
dapat melakukan studi banding pada posyandu di wilayah lain, agar kader dapat mengetahui dan belajar guna meningkatkan pelayanan di posyandu.
Universitas Sumatera Utara
5.2. Hubungan Motivasi Ekstrinsik dengan Kinerja Kader Posyandu