Penerapan akad Musyarakah pada Pembiayaan Produktif Bank

B. Penerapan akad Musyarakah pada Pembiayaan Produktif Bank

Muamalat Indonesia 1. Implementasi Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat Indonesia Pembiayaan Musyarakah pada Bank Muamalat Indonesia BMI umumnya menggunakan jenis akad Syirkah ’Inan dimana antara bank dan nasabah bermitra dengan memberikan kontribusi dana untuk suatu usaha tertentu dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan, adapun porsi masing-masing pihak tidak harus sama baik dalam hal modal maupun bagi hasil. Konsep pembiayaan Musyarakah yang diterapkan pada produk pembiayaan produktif BMI terbagi menjadi dua, yaitu dengan konsep akad Musyarakah dan Musyarakah Mutanaqisah. Pada pembiayaan Musyarakah, akad kerjasama terjadi dengan menggabungkan modal antara pihak bank syariah dan nasabah untuk suatu usaha tertentu dalam suatu kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal. Sedangkan pada pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah, akad kerjasama dilakukan untuk kepemilikan suatu barang antara pihak bank syariah dan nasabah. Kerjasama ini secara bertahap akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak bank sementara pihak lain nasabah bertambah hak kepemilikannya melalui mekanisme pembayaran atas hak kepemilikan yang lain. Pada penerapan pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah MMQ, BMI dan nasabah melakukan kerjasama dalam kepemilikan suatu barang, kemudian untuk menghasilkan suatu usaha yang produktif dan menghasilkan keuntungan, BMI menjadikan aset Musyarakah Mutanaqisah sebagai obyek Ijarah. Selanjutnya, aset tersebut disewakan kepada nasabah mitra dengan nilai ujrah fee yang disepakati dan keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati pula dalam akad. Dalam hal ini, porsi bagi hasil yang diterima oleh bank merupakan pendapatan bank dan bagi hasil yang diterima nasabah kemudian akan digunakan oleh nasabah untuk mengambil alih kepemilikan bank secara bertahap setiap bulannya, sehingga dalam jangka waktu yang telah disepakati saat jatuh tempo kepemilikan aset sepenuhnya menjadi milik nasabah. 40 Penerapan MMQ pada Bank Muamalat Indonesia sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional No. 73DSN-MUIXI2008 tentang Musyarakah Mutanaqisah, disebutkan bahwa aset Musyarakah Mutanaqisah dapat di- ijarah-kan kepada syarik nasabah. Dan dalam MMQ berlaku pula hukum sebagaimana yang diatur dalam Fatwa DSN No. 08DSN- MUIIV2000 tentang Pembiayaan Musyarakah yang para mitranya memiliki hak dan kewajiban, diantaranya: 40 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Amin Syafi’i, Commercial Financing Risk Manager, 10 April 2015, KPO Bank Muamalat Indonesia a. Memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan pada saat akad. b. Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati dalam akad. c. Menanggung kerugian sesuai porsi modal. Pembiayaan ini diterapkan pada beberapa produk pembiayaan sesuai dengan kebutuhan nasabah, baik untuk keperluan modal kerja maupun investasi. Pembiayaan ini pula cenderung kepada pembiayaan proyek. Persyaratan untuk bisa menggunakan akad musyarakah umumnya harus memiliki pencatatan administrasi yang baik, memiliki cash flow usaha yang relatif stabil, nasabah telah aktif melakukan transaksi keuangan dan pembiayaan di BMI minimal 2 tahun, serta memiliki sistem informasi keuangan pelaporan guna menetapkan bagi hasil. Tabel 4.4 Penggunaan Akad Pembiayaan Musyarakah dan Musyarakah Mutanaqisah KEGUNAAN AKAD MUSYARAKAH MUSYARAKAH MUTANAQISAH Modal Kerja √ Modal Kerja Koperasi Multifinance √ Modal Kerja Regular √ √ Pembelian Properti √ Sumber : Bank Muamalat Indonesia 1 Pembiayaan Modal Kerja untuk Proyek Tertentu Modal kerja yang dimaksud adalah modal kerja atas proyek yang akan berlangsung dan belum muncul sebagai tagihan. Contoh apabila suatu proyek telah selesai dan kontraktor telah mengirimkan invoice kepada pihak pemberi pekerjaan bowheer, maka Bank tidak dapat memberikan pembiayaan musyarakah kepada nasabah kontraktor tersebut atas proyek yang telah selesai. Pembiayaan musyarakah hanya dapat diberikan kepada proyek yang masih berjalan atau akan dikerjakan. Dan bagi hasil musyarakah harus berasal dari proyek obyek yang dibiayai. 2 Pembiayaan Modal kerja Koperasi Multifinance Pembiayaan Modal Kerja koperasimultifinance adalah produk pembiayaan yang ditujukan untuk Lembaga Keuangan MikroMultifinance lainnya yang hendak meningkatkan pendapatan dengan memperbesar portfolio pembiayaannya kepada Nasabah atau anggotanya end-user. Pembiayaan ini dapat menggunakan akad mudharabah atau musyarakah. Sebagai dasar bagi hasil, koperasi dan multifinance wajib memberikan laporan pendapatan kepada bank setiap bulan 3 Pembiayaan Modal Kerja Reguler Pembiayaan untuk modal kerja regular ditujukan atas usaha nasabah secara umum, dan tidak terkait proyek tertentu. Pembiayaan ini dapat menggunakan akad musyarakah dan musyarakah mutanaqisah. Pada pembiayaan dengan akad musyarakah, obyek bagi hasil berasal dari keseluruhan usaha nasabah yang dibiayai. Sedangkan pada musyarakah mutanaqisah digunakan untuk pembelian properti guna kepentingan usaha nasabah, seperti rumah, ruko, gudang. 4 Pembiayaan Properti Bisnis Pembiayaan Properti Bisnis adalah Pembiayaan yang disediakan kepada nasabah untuk memenuhi kebutuhan akan pembelian AssetProperti Bisnis sebagai tambahan investasi ataupun untuk PeremajaanRenovasi dan Pembangunan Properti Bisnis baru diatas lahan milik nasabah. Jenis properti yang dapat dibeli antara lain ruko, kios, loss, gedung, dan gudang. 2. Proses Pembiayaan Musyarakah Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis pada pihak Bank Muamalat 41 , umumnya proses pembiayaan dan pencairan yang dilakukan pada semua jenis pembiayaan sama, tergantung dengan kebutuhan nasabah dan kecocokan pembiayaan menggunakan akad musyarakah. Pada tahap awal nasabah mengajukan pembiayaan dan terjadi negosiasi dengan pihak AM, kemudian AM akan melihat pembiayaan apa yang cocok untuk diberikan kepada nasabah dan membuat usulan pembiayaan, 41 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Amin Syafi’i, Commercial Financing Risk Manager, 10 April 2015, KPO Bank Muamalat Indonesia usulan tersebut akan dikomitekan ditingkat cabang atau area tergantung pada limitnya. Selanjutnya, bagian support pembiayaan melakukan kredit investigasi melalui BI checking dan taksasi jaminan, sedangkan bagian legal melakukan analisa yuridis seperti anggaran dasar perusahaan. Setelah itu usulan tersebut dikomitekan kepada branch manager yang memiliki wewenang, jika nilainya besar akan naik ke area atau pusat tergantung pada limitnya dan akan masuk pada bagian risk management dan compliance untuk direview dengan komite pembiayaan serta persetujuan direksi. Berikut tahapan proses pembiayaan secara rinci : a. Pengumpulan dan Verifikasi Data Pengumpulan dan verifikasi data calon nasabah dilakukan melalui tahapan inisiasi dan solisitasi. 1 Inisiasi - Penetapan target pasar Dalam menetapkan target market Bank perlu memperhatikan Sektor Ekonomi yang memiliki prospek bisnis yang baik sehingga posisi Bank tergolong aman dan menguntungkan dalam membiayai sektor tersebut. Kriteria bisnis yang aman dan menguntungkan antara lain bisnis yang sedang tumbuh sunrise industry, bisnis yang tidak terkena resesi, bisnis yang didukung oleh regulasi pemerintah, dan bisnis yang mempunyai pasar yang jelas - Penghimpunan Informasi Penghimpunan informasi dapat dilakukan dengan ta’aruf dan wawancara. Ta’aruf adalah proses awal perkenalan antara AM dengan nasabah melalui proses wawancara. Dalam wawancara tersebut AM akan memperoleh data-data sementara tentang kondisi nasabah pemohon pembiayaan dan AM memeriksa ulang kembali kelengkapan dan kebenaran data. Dalam proses wawancara tersebut, diperlukan adanya data standar nasabah bagi setiap AM yang ingin melakukan wawancara. Dan kemudian, dari data standar itu pula para AM bisa mengambil kesimpulan secara tepat apakah permohonan pembiayaan tersebut dapat dilanjutkan atau ditolak. 2 Solisitasi Solisitasi adalah kegiatan dalam rangka memperoleh nasabah melalui proses mengunjungi dan mendapatkan informasi data calon nasabah. Hasil solisitasi disajikan dalam bentuk laporan kunjungan Call Report On The Spot. Laporan Kunjungan Call Report On The Spot OTS adalah laporan kunjungan ke lokasi usaha nasabah yang dibuat oleh Account Manager AM dan diketahui atasannya, sebagai dasar untuk proses pembiayaan selanjutnya. Adapun standar informasi yang diperlukan terdiri dari informasi umum, informasi kebutuhan nasabah, informasi kemampuan membayar kembali, informai jaminan, dan informasi hubungan perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Tabel 4.5 Sumber Data dan Informasi yang Diperlukan dalam Pelaksanaan OTS SUMBER DATA INFORMASI YANG DIPERLUKAN 1 Kantor Nasabah a Kas b Persediaan c Harta Tetap d Piutang Dagang e Hutang Dagang f Keadaan Pegawai 2 Pabrik Toko Lokasi Usaha Lokasi Proyek a Persediaan b Harta Tetap c Fasilitas Produksi Usaha d Fasilitas Penyimpanan e Keadaan Proyek konstruksi f Hasil Produksi Barang Dagangan g Keadaan Pegawai 3 Kantor Pabrik Toko dari Pemasok Pembeli Bowheer a Piutang Hutang Dagang b Volume penjualan pembelian c Syarat-syarat penjualan pembelian d Waktu penyerahan barang e Waktu dan riwayat pembayaran f Tingkat kepuasan g SPK kontrak h Tingkat penyelesaian pekerjaan i Kuantitas dan kualitas peralatan 4 Jaminan a Lokasi dan plotting b Kondisi c Bukti Kepemilikan d Ijin e Pemanfaatan f Penghuni g Kapasitas untuk mesin h Umur teknis untuk mesin i Harga Pasar. Sumber : Bank Muamalat Indonesia b. Pengajuan Memorandum Usulan Pembiayaan MUP Pengajuan Memorandum Usulan Pembiayaan MUP dilakukan oleh account manager kepada Komite Pembiayaan, karena pembiayaan yang diberikan tergantung kepada pengambilan keputusan komite yang menyatakan setuju atau tidak setuju. Keputusan ini dapat dilihat melalui memorandum pembiayaan. Memorandum pembiayaan adalah suatu analisa yang menggambarkan tentang kualitas permintaan baru yang diajukan nasabah. Dalam melakukan analisa kelayakan pembiayaan ditentukan oleh kelayakan usaha nasabah sebagai sumber utama pelunasan pembiayaan first way out dan kelayakan agunan sebagai sumber pelunasan kedua second way out apabila sumber pelunasan yang utama tidak berjalan. Proses analisa kelayakan usaha dilakukan dengan menggunakan beberapa tata cara analisa yang meliputi: 1 Analisa aspek-aspek perusahaan 2 Analisa laporan keuangan 3 Evaluasi kebutuhan danapembiayaan 4 Analisa kesuaian aspek syariah 5 Struktur fasilitas pembiayaan. c. Keputusan Pemberian Pembiayaan Keputusan pembiayaan dilakukan setelah dilakukannya review oleh beberapa unit seperti unit Support pembiayaan, Branch Manager, dan Komite Pembiayaan atas MUP yang diajukan. Keputusan pembiayaan dilakukan oleh Branch Manager dan Komite Pembiayaan tergantung pada limit dan case pembiayaan. Keputusan pembiayaan oleh Komite Pembiayaan dapat dilakukan dua cara yaitu rapat komite dan sirkulasi. d. Realisasi Keputusan Pada tahap ini, AM melaksanakan keputusan KPP dengan melakukan penyampaian Surat Persetujuan Pembiayaan SPP kepada nasabah, penyampaian dokumentasi dan administrasi, dan penandatanganan akad pembiayaan serta jaminan yang diberikan nasabah. e. Pemantauan Nasabah Pemantauan nasabah dilakukan pasca pencairan pembiayaan. Pemantauan yang dilakukan antara lain pemantauan usaha nasabah, jaminan, pembinaan nasabah, dan pemantauan pembayaran nasabah. f. Pelunasan Pembiayaan Pada Bank Muamalat, apabila nasabah tersebut telah selesai menunaikan kewajibannya terhadap fasilitas pembiayaan yang telah diterima dan menyelesaikan seluruh administrasinya, maka bank mempunyai kewajiban untuk mengembalikan jaminan nasabah yang telah diagunkan kepada pihak bank yang dijadikan sebagai persyaratan untuk mendapatkan fasilitas bank. Review FPN dan Pemberian Keputusan di Cabang Review FPN Form Pemeringkatan Nasabah Review FPN dan Pemberian Keputusan Gambar 4.1 Skema Proses Pembiayaan Musyarakah BMI Form Permohonan Nasabah 1. Inisiasi 2. Sosilitasi Paraf Form Permohonan Pembiayaan FPP dan tanda tangan Laporan Kunjungan Nasabah LKN 1. Melakukan trade checking 2. BI checking 3. DHN 4. Taksasi 5. Analisa Laporan Keuangan 6. Analisa Rek. Koran Melengkapi dokumen 1. Legalitas 2. Jaminan 3. Data Keuangan Verifikasi hasil trade checking 1. BI checking 2. DHN 3. Taksasi 4. Analisa Yuridis 5. Opini Legal Analisa Kelayakan Pembiayaan Calon Nasabah Account Manager Branch Manager Unit Support Pembiayaan FRO RMD Komite Pembiayaan Risk Assessment Pembuatan Memorandum Usulan Pembiayaan Penerbitan SPP Review SPP Penandatanganan SPP Penyampaian SPP Penerimaan SPP 3. Kendala Penerapan Pembiayaan Musyarakah Bank Muamalat Indonesia Dalam proses pembiayaan musyarakah, BMI memiliki beberapa kendala dalam penerapannya. 42 Pertama, pada sisi nasabah, umumnya secara administrasi manajemennya masih kurang dan munculnya masalah moral hazard yaitu nasabah terkadang tidak membuat laporan realisasi pendapatan atau melakukan penyelewengan dengan membuat laporan yang tidak sesuai dengan realisasi pendapatannya. Selain itu, budaya nasabah yang hanya meminjam uang kemudian menyetor pembayaraan masih melekat dan belum adanya kesadaran dalam membuat laporan, terutama bagi nasabah yang tidak mempunyai bagian khusus manajemen keuangan. Kedua, pada sisi bank, diantaranya terkait dengan teknologi, pembiayaan musyarakah dengan prinsip bagi hasil mempunyai jumlah pendapatan yang tak menentu, namun sistem tidak bisa secara otomatis mengatur naik turunnya jumlah tersebut yang berarti bank harus melakukan pendebetan manual. Dengan demikian, bank lebih banyak menggunakan akad Musyarakah Mutanaqisah, karena ada barang yang disewakan dan jumlah fee tetap, sedangkan pada Musyarakah biasa pendapatan bank tergantung pada realisasi yang sifatnya fluktuatif. Dalam 42 Wawancara Pribadi dengan Bpk. Amin Syafi’i, Commercial Financing Risk Manager, 10 April 2015, KPO Bank Muamalat Indonesia hal ini bank pula harus memperhatikan fluktuasi pendapatan tersebut terkait dengan manajemen likuiditas dan perhitungan kolektibilitas. Ketiga, pada sisi kolektibilitas, pembiayaan menggunakan akad musyarakah dan mudharabah memiliki sistem kolektibilitas yang berbeda dengan akad lainnya. Pada pembiayaan musyarakah perhitungan kolektibilitas dihitung secara kumulatif sesuai periode jadwal angsuran, hal ini sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia No. 1313PBI2011 tentang Penilaian Kualitas Aktiva bagi BUS dan UUS Pasal 12 Ayat 2. Bank harus teliti dalam perhitungan sistem kolektibilitas, jika tidak maka bank akan mendapat denda dari BI atau protes dari nasabah karena hal tersebut berkaitan dengan posisi nasabah di BI checking.

C. Analisis Risiko Pembiayaan Musyarakah

Dokumen yang terkait

Strategi manajemen risiko terhadap pembiayaan mudharabah untuk mencegah pembiayaan bermasalh: studi kompirasi pada bank syariah Bukopin dan bank Muamalat Indonesia

9 81 76

Evaluasi manajemen risiko pembiayaan pada bank syariah muamalat

1 32 113

Strategi Manajemen Risiko Pembiayaan Musyarakah Pada Ksu Bmt Umj

2 61 91

PELAKSANAAN AKAD MUSYARAKAH MUTANAQISAH TERHADAP PEMBIAYAAN HUNIAN SYARIAH PADA BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG LAMPUNG

2 40 52

PENGARUH PEMBIAYAAN MURABAHAH, PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH Pengaruh Pembiayaan Murabahah, Pembiayaan Musyarakah Dan Pembiayaan Mudharabah Terhadap Profitabilitas Bank Syariah (Studi Kasus pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.).

0 3 15

PENGARUH PEMBIAYAAN MURABAHAH, PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH Pengaruh Pembiayaan Murabahah, Pembiayaan Musyarakah Dan Pembiayaan Mudharabah Terhadap Profitabilitas Bank Syariah (Studi Kasus pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.).

0 2 15

Analisis prosedur pelaksanaan pembiayaan musyarakah pada PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk Cabang Surakarta 3945

0 1 95

Analisis Dana Pihak Ketiga dan Risiko Terhadap Pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah Pada Bank Syariah di Indonesia

0 0 13

PENGARUH RISIKO PEMBIAYAAN MUDHARABAH, RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DAN RISIKO PEMBIAYAAN MURABAHAH TERHADAP PROFITABILITAS BANK SYARIAH

1 3 18

PENGARUH RISIKO PEMBIAYAAN MUDHARABAH, RISIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DAN RISIKO PEMBIAYAAN MURABAHAH TERHADAP PROFITABILITAS BANK SYARIAH - repository perpustakaan

1 24 13