Pengaruh Faktor Pengetahuan Ibu dan Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Tindakan Ibu dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita di Kelurahan Siti Rejo III Kecamatan Medan Amplas Tahun 2010

(1)

PENGARUH FAKTOR PENGETAHUAN IBU DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA TERHADAP TINDAKAN IBU DALAM PENCEGAHAN

GIZI BURUK PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS AMPLAS KOTA MEDAN

TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh :

NIM. 051000138 SISKA DEVI BANGUN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

PENGARUH FAKTOR PENGETAHUAN IBU DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA TERHADAP TINDAKAN IBU DALAM PENCEGAHAN

GIZI BURUK PADA BALITA DI KELURAHAN SITI REJO III KECAMATAN MEDAN AMPLAS

TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM. 051000138 SISKA DEVI BANGUN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan Judul :

PENGARUH FAKTOR PENGETAHUAN IBU DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA TERHADAP TINDAKAN IBU DALAM PENCEGAHAN

GIZI BURUK PADA BALITA DI KELURAHAN SITI REJO III KECAMATAN MEDAN AMPLAS

TAHUN 2010

Yang Dipersiapkan dan Dipertahankan Oleh : NIM. 051000138

SISKA DEVI BANGUN

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 28 Juni 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si

NIP. 19680320 199308 2 001 NIP. 140052649 dr. Fauzi. SKM

Penguji II Penguji III

dr. Heldy BZ, MPH

NIP. 19520601 198203 1 003 NIP. 19730803 199903 2 001 Siti Khadijah Nasution SKM, M.Kes Medan, Juli 2010

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan,

NIP. 19531018 198203 2 001 dr. Ria Masniari Lubis, M.Si


(4)

ABSTRAK

Kasus gizi buruk di Kota Medan mengalami peningkatan. Pada tahun 2007, di Kota Medan terdapat 8 kasus gizi buruk pada balita sedangkan tahun 2008 meningkat menjadi 460 kasus (0,34%). Kasus gizi buruk terbanyak berada di Puskesmas Amplas sebanyak 43 kasus (0,61%).

Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan menggunakan metode

explanatory research (penjelasan) yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh

pengetahuan ibu dan sosial ekonomi terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita di Kelurahan Siti Rejo III Kecamatan Medan Amplas Tahun 2010. Populasi adalah ibu yang mempunyai balita. Sampel sebanyak 84 responden dan menggunakan simple random sampling. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji regresi linier ganda pada α 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita adalah pengetahuan (p=0,005) dan sosial ekonomi yaitu pendapatan keluarga (p=0,000). Variabel pendidikan, pekerjaan dan jumlah anak tidak memiliki pengaruh terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita.

Disarankan kepada petugas kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Amplas agar meningkatkan pengetahuan ibu mengenai gizi buruk serta cara penanggulangannya melalui kegiatan penyuluhan. Selain itu, petugas kesehatan dan kader sebagai orang yang terdepan di masyarakat harus lebih aktif dalam memantau status gizi balita dan segera bertindak cepat apabila menemukan kasus gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Amplas.

Kata kunci : Pengetahuan, Sosial Ekonomi, Ibu, Tindakan Pencegahan Gizi Buruk, Balita


(5)

ABSTRACT

Malnutrition cases has increased in Medan. In the year 2007, in Medan City, there were 8 cases of malnutrition among children under five years old, while in 2008 increased to 460 cases (0.34%). Most cases of malnutrition took place in Amplas Health Centre as much as 43 cases (0.61%).

This study was a survey with an explanatory research method that aimed to explain the influence of mothers knowledge and socioeconomic on mother’s practice in preventing malnutrition on children under five years old in Siti Rejo III village in Medan Amplas sub district in 2010. Population were mothers who have children under five years old. The samples were 84 mothers and by using simple random sampling method. Data were analyzed by using multiple linear regression test at α 0,05.

The results showed that the variables influencing the mother’s practice in preventing malnutrition among children under five years old were knowledge of mothers (p=0,005) and family income (p=0,000). Variables of education, occupation and number of children had no influence on mother’s practice.

It is suggested to the health centre officer in the working area of Amplas Health Centre to increase the knowledge of mothers about malnutrition and how to overcome them by giving health education. In addition, health centre officer and the cadres as a leader in the community should be more active in monitoring the nutritional status of children and immediately act quickly if finding malnutrition case in the working area of Amplas Health Centre.

Keywords : Knowledge, Socio-economic, Mother, Action in Preventing Malnutrition, Children under five years old.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan hidayahNya, penulis telah menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Faktor Pengetahuan Ibu dan Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Tindakan Ibu dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita di Kelurahan Siti Rejo III Kecamatan Medan Amplas Tahun 2010”.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moral maupun materil. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan FKM-USU dan sekaligus sebagai dosen pembimbing skripsi I yang telah bersedia memberikan bimbingan, masukan dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

3. Bapak dr. Fauzi, SKM, selaku dosen pembimbing skripsi II yang telah bersedia memberikan bimbingan, masukan dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Bapak dr. Heldy BZ, MPH, selaku Dosen Penguji II yang bersedia memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

5. Ibu Siti Khadijah, SKM, M.Kes, selaku Dosen Penguji III yang bersedia memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.


(7)

6. Ibu Lita Sri Andayani, SKM, M.Kes, selaku dosen pembimbing akademik, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan.

7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen FKM-USU, terkhusus dosen pengajar di Departemen AKK yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat dan wawasan kepada penulis selama proses perkuliahan.

8. Kepada ibu dr. Hj. Emilia, selaku Kepala Puskesmas Amplas dan staf khususnya Ibu Petty dan Ibu Robiannna yang telah memberikan dukungan, kerjasama dan kesempatan untuk melakukan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Amplas Kota Medan.

9. Teristimewa kepada orangtua tercinta Ayahanda H. Bangun dan Ibunda Almh. D. Br. Ginting, yang senantiasa memberikan dukungan baik moral maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan ini dengan baik. 10.Saudara-saudaraku Rika Bangun, Martin Bangun, Wanto Bangun, Rio

Bangun, dan Ardi Bangun, juga seluruh keluarga Bangun-Ginting yang telah memberikan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

11.Sahabat-sahabatku Noni, Evalina, Irma, Franky, Evan, Elisabeth, Tika, dan Macx, yang telah banyak mendukung dan membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

12.Teman-Teman Kelas Reguler B Angkatan 2005, yang telah banyak memberikan motivasi, masukan dan saran untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.


(8)

13.Teman-teman Peminatan Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Franky, Risty, Sri, Ellina, Irfani, Ria, Bertha, Vina, Husein dan lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang bersama dalam suka dan duka dalam perkuliahan dan selama tahap penyelesaian skripsi ini.

14.Teman-teman PERMATA IMMANUEL, khususnya pengurus yang telah banyak memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan perkuliahan.

Penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, Juni 2010

Penulis SISKA DEVI BANGUN


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Perilaku Kesehatan ... 9

2.2. Pengetahuan... 10

2.3. Tindakan atau Praktik ... 11

2.4. Faktor Sosial Ekonomi ... 12

2.4.1. Pendidikan ... 13

2.4.2. Pekerjaan ... 13

2.4.3. Pendapatan ... 13

2.5. Gizi... 14

2.5.1. Pengertian Gizi... 14

2.5.2. Penyakit- penyakit Gizi ... 14

2.5.3. Penyebab Masalah Gizi ... 16

2.5.4. Gizi Buruk ... 18

2.5.5. Penilaian Status Gizi Balita ... 20

2.5.6. Upaya Pencegahan Gizi Buruk ... 21

2.5.7. Upaya Penanggulangan Gizi Buruk di Indonesia ... 22

2.6. Kerangka Konsep... 23

2.7. Hipotesis Penelitian ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

3.1. Jenis Penelitian ... 25

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

3.3. Populasi dan sampel ... 25

3.3.1. Populasi ... 25

3.3.2. Sampel ... 26

3.4. Teknik Pengambilan Data ... 27


(10)

3.5.1. Variabel Bebas ... 28

3.5.2. Variabel Terikat ... 29

3.6. Aspek Pengukuran ... 29

3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 29

3.6.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 30

3.7. Teknik Analisis Data... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 32

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 32

4.2. Deskripsi Pengetahuan Responden ... 35

4.3. Deskripsi Sosial Ekonomi Responden ... 38

4.4. Deskripsi Tindakan Responden ... 39

4.5. Hasil Uji Statistik Bivariat ... 43

4.6. Hasil Uji Statistik Multivariat ... 45

4.7. Hasil Wawancara ... 46

BAB V PEMBAHASAN... 48

5.1. Pengaruh Pengetahuan terhadap Tindakan Ibu dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita . ... 48

5.2. Pengaruh Sosial Ekonomi terhadap Tindakan Ibu dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita . ... 49

5.2.1. Pengaruh Pendidikan terhadap Tindakan Ibu dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita ... 50

5.2.2. Pengaruh Pekerjaan terhadap Tindakan Ibu dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita ... 51

5.2.3. Pengaruh Pendapatan Keluarga terhadap Tindakan Ibu dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita ... 51

5.2.4. Pengaruh Jumlah Anak terhadap Tindakan Ibu dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita ... 52

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

6.1. Kesimpulan ... 54

6.2. Saran ... ... 55 DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1. : Jumlah Balita Gizi Buruk Di Kota Medan

Tahun 2008 ... 5

Tabel 2.1. : Klasifikasi Status Gizi Menurut Lokakarya Antropometri 1975 dan Puslitbang Gizi 1978 ... 21

Tabel 3.1. : Daftar Jumlah Balita Di Wilayah Kerja Puakesmas Amplas Kecamatan Medan Amplas Tahun 2009 ... 26

Tabel 3.2. : Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 29

Tabel 3.3. : Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 30

Tabel 4.1. : Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin... 33

Tabel 4.2. : Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 33

Tabel 4.3. : Distribusi Sarana Kesehatan ... 34

Tabel 4.4. : Distribusi Tenaga Kerja Puskesmas Dan Pustu Amplas Tahun 2009 ... 34

Tabel 4.5. : Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Gizi Buruk ... 37

Tabel 4.6. : Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan tentang Gizi Buruk ... 38

Tabel 4.7. : Distribusi Responden Berdasarkan Sosial Ekonomi ... 39

Tabel 4.8. : Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Pencegahan Gizi Buruk ... 42

Tabel 4.9. : Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Tindakan Ibu terhadap Pencegahan Gizi Buruk... 43

Tabel 4.10. : Hasil Uji Statistik Korelasi Pearson ... 44


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. : Kerangka Pikir Penyebab Masalah Gizi ... ... 18 Gambar 2.2. : Kerangka Konsep Penelitian ... 23


(13)

ABSTRAK

Kasus gizi buruk di Kota Medan mengalami peningkatan. Pada tahun 2007, di Kota Medan terdapat 8 kasus gizi buruk pada balita sedangkan tahun 2008 meningkat menjadi 460 kasus (0,34%). Kasus gizi buruk terbanyak berada di Puskesmas Amplas sebanyak 43 kasus (0,61%).

Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan menggunakan metode

explanatory research (penjelasan) yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh

pengetahuan ibu dan sosial ekonomi terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita di Kelurahan Siti Rejo III Kecamatan Medan Amplas Tahun 2010. Populasi adalah ibu yang mempunyai balita. Sampel sebanyak 84 responden dan menggunakan simple random sampling. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji regresi linier ganda pada α 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita adalah pengetahuan (p=0,005) dan sosial ekonomi yaitu pendapatan keluarga (p=0,000). Variabel pendidikan, pekerjaan dan jumlah anak tidak memiliki pengaruh terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita.

Disarankan kepada petugas kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Amplas agar meningkatkan pengetahuan ibu mengenai gizi buruk serta cara penanggulangannya melalui kegiatan penyuluhan. Selain itu, petugas kesehatan dan kader sebagai orang yang terdepan di masyarakat harus lebih aktif dalam memantau status gizi balita dan segera bertindak cepat apabila menemukan kasus gizi buruk di wilayah kerja Puskesmas Amplas.

Kata kunci : Pengetahuan, Sosial Ekonomi, Ibu, Tindakan Pencegahan Gizi Buruk, Balita


(14)

ABSTRACT

Malnutrition cases has increased in Medan. In the year 2007, in Medan City, there were 8 cases of malnutrition among children under five years old, while in 2008 increased to 460 cases (0.34%). Most cases of malnutrition took place in Amplas Health Centre as much as 43 cases (0.61%).

This study was a survey with an explanatory research method that aimed to explain the influence of mothers knowledge and socioeconomic on mother’s practice in preventing malnutrition on children under five years old in Siti Rejo III village in Medan Amplas sub district in 2010. Population were mothers who have children under five years old. The samples were 84 mothers and by using simple random sampling method. Data were analyzed by using multiple linear regression test at α 0,05.

The results showed that the variables influencing the mother’s practice in preventing malnutrition among children under five years old were knowledge of mothers (p=0,005) and family income (p=0,000). Variables of education, occupation and number of children had no influence on mother’s practice.

It is suggested to the health centre officer in the working area of Amplas Health Centre to increase the knowledge of mothers about malnutrition and how to overcome them by giving health education. In addition, health centre officer and the cadres as a leader in the community should be more active in monitoring the nutritional status of children and immediately act quickly if finding malnutrition case in the working area of Amplas Health Centre.

Keywords : Knowledge, Socio-economic, Mother, Action in Preventing Malnutrition, Children under five years old.


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas merupakan modal utama atau investasi dalam pembangunan kesehatan. Gizi merupakan penentu kualitas sumber daya manusia. Kurang gizi bisa mengakibatkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, meningkatkan kesakitan dan kematian.

Masalah gizi memiliki dimensi luas, tidak hanya masalah kesehatan tetapi juga masalah sosial, ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan, dan lingkungan. Faktor pencetus munculnya masalah gizi dapat berbeda antar wilayah ataupun antar kelompok masyarakat, bahkan akar masalahnya dapat berbeda antar kelompok usia. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan gizi dan rawan penyakit. Kelompok ini merupakan kelompok usia yang paling menderita akibat kurang gizi, dan jumlahnya dalam populasi besar (Sihadi, 2009).

Kasus gizi buruk sudah banyak menyerang anak balita di seluruh penjuru dunia. Status gizi balita yang buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Kekurangan gizi yang menahun inilah yang memengaruhi kualitas sumber daya manusia. Gizi buruk pada anak balita dapat berdampak pada penurunan tingkat kecerdasan atau IQ (Intelligence Quotient). Setiap anak bergizi buruk mempunyai resiko kehilangan IQ 10-15 point (Dinkes Propinsi Sumut, 2006).

Bank Dunia dalam dokumennya yang diterbitkan pada tahun 2006 dengan judul:” Repositioning Nutrition as Central to Development: A strategy for


(16)

utamanya kekurangan gizi, masih merupakan masalah kesehatan dunia yang paling serius dan merupakan kontributor utama terhadap kematian anak. Masyarakat internasional juga semakin khawatir bahwa tujuan Millenium Development Goals tidak akan tercapai apabila masalah gizi tidak diatasi. Ini semua disebabkan oleh kenyataan bahwa masalah gizi merupakan faktor dasar (underlying factor) dari berbagai masalah kesehatan, terutama pada bayi dan anak-anak (Achadi, 2007).

Menurut data yang dirilis lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) (2009), sedikitnya 200 juta anak di bawah usia lima tahun (balita) di dunia ini harus hidup dalam kondisi gizi buruk. Hal ini membuat direktur organisasi pangan PBB, Food

and Agriculture Organization (FAO), meminta para pemimpin dunia untuk serius

memperhatikannya. Anak-anak yang mengalami gizi buruk itu merupakan bagian dari miliaran manusia di dunia yang kini terancam kelaparan (Anonim, 2009).

Sepertiga dari jumlah anak yang mengalami gizi buruk berakhir dengan kematian. Saat ini setiap enam detik terdapat satu balita di dunia yang meninggal karena gizi buruk dan kelaparan. Sebanyak 90 persen balita yang mengalami gizi buruk itu, sekarang berada di Afrika dan Asia. Wilayah Asia yang menghadapi problem tersebut secara serius meliputi negara-negara Asia Selatan seperti Nepal, India, Pakistan, Bangladesh, juga Afghanistan. Di wilayah itu terdapat sedikitnya 83 juta balita gizi buruk (Anonim, 2009).

United Nations Development Programme (UNDP) Report 2003, melaporkan

bahwa pada tahun 2003, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia menduduki peringkat 112 dari 174 negara di dunia. Pada tahun 2004, IPM Indonesia menempati peringkat 111 dari 177 negara (UNDP 2004). Pada tahun 2006 (UNDP 2006), IPM


(17)

Indonesia menduduki peringkat 109 dari 179 negara. Data ini menunjukkan bahwa IPM Indonesia belum mengalami peningkatan yang berarti selama selang waktu 3 tahun tersebut. Rendahnya IPM di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi dan kesehatan penduduk.

Hasil survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan bahwa persentase anak balita gizi buruk di Indonesia sebesar 5,4%. Walaupun angka ini menurun dibandingkan hasil Susenas tahun 2005 (8,8%), tetapi menunjukkan bahwa anak balita gizi buruk masih menjadi masalah kesehatan masyarakat utama; jika di suatu daerah ditemukan gizi buruk > 1% maka termasuk masalah berat (Depkes RI, 2008).

Menurut Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara (2008), prevalensi kasus gizi buruk di Sumut tahun 2007, sebesar 4,4% dan gizi kurang 18,8%. Berdasarkan data tersebut, kasus di Sumut masih berada di bawah angka nasional yang menetapkan maksimal kasus gizi buruk 5% dan untuk gizi kurang 20%. Fenomena gizi buruk bagai gunung es dimana banyak kasus gizi buruk yang tidak terdeteksi oleh para petugas kesehatan dan kader. Hal ini terjadi karena kurangnya partisipasi ibu dan keluarganya untuk memanfaatkan posyandu dan puskesmas yang berada di lingkungannya sehingga seluruh bayi dan balita yang seyogianya ditimbang setiap bulan untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangannya, luput dari perhatian dan tidak terpantau pertumbuhannya.

Kota Medan merupakan salah satu kota di Sumatera Utara yang mengalami masalah peningkatan kasus gizi buruk. Pada tahun 2007, di Kota Medan terdapat 8 kasus gizi buruk pada balita sedangkan tahun 2008 ditemukan 460 (0,34%) kasus


(18)

balita gizi buruk. Pada tahun 2008 ditemukan sebanyak 460 kasus gizi buruk karena dilaksanakan kegiatan secara aktif untuk menjaring balita gizi buruk melalui operasi timbang wajib yang dilaksanakan oleh seluruh puskesmas dan puskesmas pembantu sehingga balita yang selama ini tidak pernah datang ke posyandu dapat terjaring pada saat operasi ini (Profil Dinkes Kota Medan, 2009).

Operasi timbang wajib ini dilaksanakan karena berita munculnya kembali kasus gizi buruk yang diawali di propinsi NTT dan NTB yang kemudian diikuti dengan Propinsi lainnya sehingga Depkes membuat suatu kebijakan agar seluruh balita ditimbang untuk menemukan apabila ada balita yang menderita gizi kurang dan gizi buruk (Khafid, 2009).

Kasus gizi buruk terbanyak di Kota Medan berada di Puskesmas Amplas Kecamatan Medan Amplas yaitu sebanyak 43 kasus (0,61 %). Jumlah balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas Amplas sebanyak 13.811 balita sedangkan balita yang ditimbang hanya 7.021 balita (Profil Dinkes Kota Medan, 2009).


(19)

Tabel 1.1. Jumlah Balita Gizi Buruk Di Kota Medan Tahun 2008

No Puskesmas Jumlah Balita Jumlah Balita

Gizi Buruk Balita Yang Ada Ditimbang

1 Tuntungan 2605 1564 16

2 Simalingkar 5936 2278 10

3 Medan Johor 9703 4844 26

4 Kedai Durian 4634 1771 12

5 Amplas 13811 7021 43

6 Desa Binjei 5105 1454 14

7 Tegal Sari 5288 3942 18

8 Medan Denai 3585 2101 18

9 Bromo 2713 1781 9

10 Kota Matsum 4065 2638 5

11 Sukaramai 5112 3003 28

12 M. Area Selatan 3934 1511 9

13 Teladan 3861 1769 3

14 Pasar Merah 3503 2747 8

15 Sp. Limun 4347 785 14

16 Kp. Baru 6926 4309 19

17 Polonia 4688 2953 12

18 Pd. Bulan 5166 3096 8

19 Pb. Selayang 9169 4696 10

20 Desa lalang 4079 2308 11

21 Sunggal 7307 4337 13

22 Helvetia 15072 6744 10

23 Petisah 3008 2119 1

24 darusalam 3158 1302 7

25 rantang 2165 1222 2

26 Glg. Kota 2139 1575 6

27 Pulo Brayan 2126 942 6

28 Sei Agul 4155 3612 10

29 Glugur darat 14112 7714 11

30 Sentosa Baru 10999 9647 21

31 Mandala 8098 3703 21

32 Sering 6447 2791 7

33 Mdn. Deli 14955 8903 9

34 Titi Papan 2925 2036 5

35 Mdn Labuhan 3484 1957 2

36 Pekan Labuhan 3627 1460 8

37 Martubung 6889 2585 9

38 Terjun 12902 4437 6

39 Belawan 12402 10073 13

Total 245200 133730 460


(20)

Berdasarkan survei pendahuluan dengan melakukan wawancara kepada petugas gizi di Puskesmas Amplas, ditemukan bahwa faktor pengetahuan ibu tentang gizi buruk dan sosial ekonomi keluarga menjadi penyebab terjadinya gizi buruk. Selain itu, keadaan ini diperburuk dengan adanya penyakit penyerta seperti ISPA, diare, dan sebagainya.

Menurut Notoatmodjo (2003), masalah gizi masyarakat bukan menyangkut aspek kesehatan saja, melainkan aspek-aspek terkait yang lain seperti ekonomi, sosial budaya, pendidikan, kependudukan, dan sebagainya. Keadaan sosial ekonomi merupakan aspek sosial budaya yang sangat memengaruhi status kesehatan dan juga berpengaruh pada pola penyakit, bahkan juga berpengaruh pada kematian, misalnya obesitas lebih banyak ditemukan pada golongan masyarakat yang berstatus ekonomi tinggi, dan sebaliknya malnutrisi lebih banyak ditemukan di kalangan yang berstatus ekonominya rendah.

Dari beberapa penelitian terdahulu yang sudah dilakukan, alasan yang menyebabkan gizi buruk pada anak, yaitu kurangnya pengetahuan sang ibu tentang asupan gizi pada balitanya, tentang masalah ekonomi rumah tangganya dan kesibukan sang ibu di luar rumah. Faktor tersebut sangat besar pengaruhnya pada perkembangan hidup si bayi, lebih lagi ketika seorang ibu hanya sibuk dengan urusan financial rumah tangganya (Ronie, 2009).

Menurut Jeliffe yang dikutip Supariasa (2001), ada enam faktor ekologi yang perlu dipertimbangkan sebagai penyebab malnutrisi, yaitu keadaan infeksi, sosial ekonomi, produksi pangan, konsumsi makanan, pengaruh budaya, serta pelayanan kesehatan dan pendidikan.


(21)

Menurut United Nations Children’s Fund (Unicef) (1998), gizi kurang pada anak balita disebabkan oleh beberapa faktor yang kemudian diklasifikasikan sebagai penyebab langsung, penyebab tidak langsung, pokok masalah dan akar masalah. Gizi kurang secara langsung disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan dan adanya penyakit infeksi. Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Pokok masalah adalah kemiskinan, kurang pendidikan, dan kurangnya keterampilan. Adapun penyebab mendasar atau akar masalah gizi di atas adalah terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial termasuk bencana alam, yang memengaruhi ketidak-seimbangan antara asupan makanan dan adanya penyakit infeksi, yang pada akhirnya memengaruhi status gizi balita ( Supariasa, 2001).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yusrizal (2008), faktor sosial ekonomi masyarakat (pendidikan, jenis pekerjaan) berpengaruh terhadap status gizi anak balita di wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen dan pengetahuan merupakan variabel dari faktor budaya masyarakat yang sangat berpengaruh dan paling dominan pengaruhnya terhadap status gizi anak balita di wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen.

Berdasarkan uraian diatas, maka dirasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh pengetahuan ibu dan sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anak) terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Amplas Kecamatan Medan Amplas Tahun 2010.


(22)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka perumusan masalah penelitian adalah pengaruh pengetahuan ibu dan sosial ekonomi keluarga (pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anak) terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Amplas Kecamatan Medan Amplas Tahun 2010.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk menjelaskan pengaruh pengetahuan ibu dan sosial ekonomi keluarga (pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anak) terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Amplas Kecamatan Medan Amplas Tahun 2010.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai masukan, pemantauan dan evaluasi bagi Puskesmas Amplas Kota Medan terhadap pelaksanaan program gizi.

2. Sebagai masukan bagi pihak-pihak lain yang dapat dijadikan referensi untuk penelitian lebih lanjut

3. Sebagai bahan masukan untuk pengembangan ilmu Administrasi dan Kebijakan Kesehatan


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2005), perilaku kesehatan (health behavior) adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang memengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan.

Menurut Green yang dikutip Notoatmodjo (2003), perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu:

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.

2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.

3. Faktor- faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.


(24)

2.2. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata).

Menurut Notoatmodjo (2005), pengetahuan mempunyai 6 tingkatan yaitu: a. Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

b. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah


(25)

dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.

2.3. Tindakan atau praktik (practice)

Menurut Notoatmodjo (2003), praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu:

a. Praktik terpimpin (guided response)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.

b. Praktik secara mekanisme (mechanism)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis.


(26)

c. Adopsi (adoption)

Adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang berkualitas.

2.4. Faktor Sosial Ekonomi

Masalah-masalah sosial dapat diartikan sebagai sesuatu kondisi yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan sebagian besar warga masyarakat dan merupakan sesuatu yang tidak diinginkan atau tidak disukai akan tetapi dirasakan perlu untuk diatasi atau diperbaiki.

Fungsi sosial ekonomi meliputi keadaan penduduk di suatu masyarakat (jumlah, umur, distribusi seks, dan geografis), keadaan keluarga (besarnya, hubungan, jarak kelahiran) dan tingkat pendidikan. Faktor ekonomi meliputi pekerjaan, pendapatan keluarga, dan pengeluaran (Supariasa, 2001).

Tingkat pendidikan juga termasuk dalam faktor ini. Tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi karena dengan meningkatnya pendidikan kemungkinan akan meningkatkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan daya beli makanan (Hartriyanti, 2007).

Berbagai faktor sosial ekonomi ikut memengaruhi pertumbuhan anak. Faktor sosial ekonomi tersebut antara lain: pendidikan, pekerjaan, teknologi, budaya dan pendapatan keluarga. Faktor tersebut diatas akan berinteraksi satu dengan yang lainnya sehingga dapat memengaruhi masukan zat gizi dan infeksi pada anak. Pada


(27)

akhirnya ketersediaan zat gizi pada tingkat seluler rendah yang mengakibatkan pertumbuhan terganggu (Supariasa, 2001).

2.4.1. Pendidikan

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk memengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang dapat memengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki akan lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi tentang gizi yang memadai (Berg, 1986).

2.4.2. Pekerjaan

Menurut Kartasaputra yang dikutip Yusrizal (2008), dalam melangsungkan kehidupannya manusia melakukan berbagai kegiatan atau pekerjaan fisik yang memerlukan energi. Energi yang berasal dari makanan diperlukan manusia untuk metabolisme basal, aktivitas fisik dan efek makanan. Pada anak-anak dan wanita hamil atau menyusui memerlukan kebutuhan energi yang lebih besar untuk pembentukan jaringan baru.

2.4.3. Pendapatan

Menurut Berg (1986), pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas dan kualitas makanan. Ada hubungan erat antara pendapatan dan gizi di dorong oleh pengaruh yang menguntungkan dari pendapatan yang meningkat bagi perbaikan kesehatan dan masalah keluarga lainnya yang berkaitan dengan keadaan gizi. Jelas juga kalau rendahnya peningkatan pendapatan orang miskin dan lemahnya


(28)

daya beli masyarakat telah tidak memungkinkannya untuk mengatasi kebiasaan makan dan cara-cara yang menghalangi perbaikan gizi yang efektif, terutama untuk anak-anak.

2.5. Gizi

2.5.1. Pengertian Gizi

Istilah gizi berasal dari bahasa Arab ”giza” yang berarti zat makanan; dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah nutrition yang berarti bahan makanan atau zat gizi atau sering diartikan sebagai ilmu gizi (Irianto, 2007).

Menurut Supariasa (2001), gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi.

2.5.2. Penyakit-Penyakit Gizi

1) Penyakit Kurang Kalori dan Protein (KKP)

Penyakit ini terjadi karena ketidakseimbangan antara konsumsi kalori atau karbohidrat dan protein dengan kebutuhan energi, atau terjadinya defisiensi atau defisit energi dan protein. Pada umumnya penyakit ini terjadi pada anak balita, karena pada umur tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat (Notoatmodjo, 2003).

2) Penyakit Kegemukan (Obesitas)

Penyakit ini terjadi karena ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dan kebutuhan energi, yaitu konsumsi kalori terlalu berlebih dibandingkan dengan


(29)

kebutuhan atau pemakaian energi. Akibat dari obesitas ini, para penderitanya cenderung menderita penyakit-penyakit: kardio-vaskuler, hipertensi, dan diabetes mellitus (Notoatmodjo, 2003).

3) Anemia (Penyakit Kurang Darah)

Penyakit ini terjadi karena konsumsi zat besi (Fe) pada tubuh tidak seimbang atau kurang dari kebutuhan tubuh. Program penanggulangan anemia besi, khususnya untuk ibu hamil sudah dilakukan melalui pemberian Fe secara cuma-cuma melalui Puskesmas atau Posyandu. Akan tetapi karena masih rendahnya pengetahuan sebagian besar ibu-ibu hamil, maka program ini tampak berjalan lambat (Almatsier, 2003).

4) Xerophthalmia (Defisiensi Vitamin A)

Penyakit ini disebabkan karena kekurangan konsumsi vitamin A di dalam tubuh. Program penanggulangan xerophthalmia ditujukan pada anak balita dengan pemberian vitamin A secara cuma-cuma melalui puskesmas dan atau posyandu. Di samping itu, program pencegahan dapat dilakukan melalui penyuluhan gizi masyarakat tentang makanan-makanan yang bergizi, khususnya makanan-makanan sebagai sumber vitamin (Irianto, 2007).

5) Penyakit Gondok Endemik

Zat Iodium merupakan zat gizi esensial bagi tubuh, karena merupakan komponen dari hormon Thyroxin. Terapi penyakit ini pada penderita dewasa umumnya tidak memuaskan. Oleh sebab itu, penanggulangan yang paling baik adalah pencegahan, yaitu dengan memberikan dosis iodium kepada para ibu hamil (Notoatmodjo, 2003).


(30)

2.5.3. Penyebab Masalah Gizi

Masalah gizi (malnutrition) adalah gangguan pada beberapa segi kesejahteraan per orangan dan atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari makanan (Rimbawan, 2004).

Malnutrition (gizi salah, malnutrisi) adalah keadaan patologis akibat

kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi (Supariasa, 2001).

Berbagai studi menunjukkan bahwa gizi kurang pada anak balita disebabkan oleh penyebab langsung dan berbagai penyebab tidak langsung. Anak yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk umumnya disebabkan oleh beberapa hal berikut:

Pertama, penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena makanan yang kurang, tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang penyakit atau demam, akhirnya dapat menderita kurang gizi. Demikian juga pada anak yang makan tidak cukup baik, maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah. Dalam keadaan demikian mudah diserang infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan dan akhirnya dapat menderita kurang gizi dalam kenyataan keduanya (makanan dan penyakit) secara bersama-sama merupakan penyebab kurang gizi.

Kedua, penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan


(31)

pangan di keluarga adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun gizinya. Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Ketiga faktor ini saling berhubungan dan berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan keluarga. Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan, terdapat kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan anak, dan makin banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada demikian juga sebaliknya.

Dalam berbagai faktor penyebab masalah gizi yang disebutkan diatas, kemiskinan dinilai memiliki peranan yang cukup menonjol. Kemiskinan merupakan penyebab dari rendahnya kualitas intake zat gizi, penyakit infeksi, buruknya pengetahuan dan praktek keluarga berencana, yang pada akhirnya berpengaruh pada rendahnya status gizi anak balita dan ibu hamil (Dinkes Propinsi Sumut, 2006).

Konsep terjadinya keadaan gizi mempunyai dimensi yang sangat kompleks. Daly, et al. (1979) membuat model faktor-faktor yang memengaruhi keadaan gizi yaitu konsumsi makanan dan tingkat kesehatan. Konsumsi makanan dipengaruhi oleh pendapatan, makanan, dan tersedianya bahan makanan (Supariasa, 2001).


(32)

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penyebab Masalah Gizi (Menurut Unicef, yang dikutip DinKes Propinsi Sumut, 2006). 2.5.4. Gizi buruk

Gizi buruk adalah keadaan di mana asupan zat gizi sangat kurang dari kebutuhan tubuh. Umumnya gizi buruk ini di derita oleh balita karena pada usia tersebut terjadi peningkatan energi yang sangat tajam dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi virus / bakteri (Almatsier, 2003).

Adapun klasifikasi gizi buruk adalah sebagai berikut: 1. Kwashiorkor

Dengan gejala klinis:

- wajah membulat dan sembab

Status Infeksi

Pola asuh

Pemberian ASI/MP ASI, Pola Asuh, Penyediaan Makanan Sapihan, Praktik Higiene Asuh

Yankes&Kesling Ketahanan

Pangan Intake Gizi

Komunikasi, Informasi Dan Edukasi Status Gizi Anak Balita


(33)

- edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis) - pandangan mata sayu

- cengeng dan rewel

- rambut kusam, pirang dan mudah dicabut

- bercak merah coklat pada kulit (crazy pavement dermatosis)

- perubahan status mental, apatis dan rewel

- otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk - anoreksia

- pembesaran hati

- sering disertai dengan anemia, diare dan infeksi 2. Marasmus

Dengan gejala klinis:

- tampak sangat kurus, tinggal tulang terbalut kulit - wajah seperti orang tua

- cengeng dan rewel - perut cekung - iga gambang

- kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy

pant/pakai celana longgar)


(34)

3. Kwashiorkor-marasmus

Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus, dengan BB/U <60% baku median World Health Organization-National

Centre for Health Statistics (WHO-NCHS) disertai edema yang tidak mencolok

(Depkes RI, 2000).

2.5.5. Penilaian Status Gizi Balita

Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut reference. Baku antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia adalah WHO-NCHS. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes dalam pemantauan status gizi (PSG) anak balita tahun 1999 menggunakan baku rujukan WHO-NCHS. Pada Loka Karya Antropometri tahun 1975 telah diperkenalkan baku Harvard. Berdasarkan Semi Loka Antropometri, Ciloto, 1991 telah direkomendasikan penggunaan baku rujukan WHO-NCHS.

Berdasarkan baku harvard status gizi dapat dibagi menjadi empat yaitu: a. Gizi lebih untuk overweight, termasuk kegemukan dan obesitas.

b. Gizi baik untuk well nourished

c. Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderate PCM

(Protein Calori Malnutrition)

d. Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus, marasmik-kwasiokor dan kwasiokor.

Dalam klasifikasi status gizi menurut Rekomendasi lokakarya Antropometri, 1975 serta Puslitbang Gizi, 1978 digunakan lima macam indeks yaitu: BB/U, TB/U,


(35)

LLA/U, BB/TB, dan LLA/TB. Baku yang digunakan adalah Harvard. Garis baku adalah persentil 50 baku Harvard.

Tabel 2.1. Klasifikasi Status Gizi Menurut Rekomendasi Lokakarya Antropometri 1975 dan Puslitbang Gizi 1978

Kategori BB/U*) TB/U*) LLA/U BB/TB*) LLA/TB Gizi baik 100-80 100-95 100-85 100-90 100-85 Gizi kurang < 80-60 < 95-85 < 85-70 < 90-70 < 85-75 Gizi buruk**) < 60 < 85 < 70 < 70 < 75 *) Garis baku adalah persentil 50 baku Harvard

**) Kategori gizi buruk termasuk marasmus, marasmik-kwashiokor dan kwashiokor.

Adapun cara yang dilakukan untuk menilai status gizi anak usia 0-5 tahun adalah dengan menggunakan indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB. Indeks LLA/U digunakan pada anak usia ½-5 tahun dan 6-17 tahun dan LLA/TB pada anak usia 1-10 tahun. Setiap indeks tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing (Irianto, 2007).

2.5.6. Upaya Pencegahan Gizi Buruk

Menurut Depkes RI (2000), ada beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan terjadinya gizi buruk/KEP berat di tingkat rumah tangga yaitu:

- Ibu membawa anak untuk ditimbang di posyandu secara teratur setiap bulan untuk mengetahui pertumbuhan berat badannya

- Ibu memberikan hanya ASI saja kepada bayi usia 0-6 bulan - Ibu tetap memberikan ASI kepada anak sampai usia 2 tahun


(36)

- Ibu memberikan MP-ASI sesuai usia dan kondisi kesehatan anak sesuai anjuran pemberian makanan

- Ibu memberikan makanan beraneka ragam bagi anggota keluarga lainnya - Ibu segera memberitahukan pada petugas kesehatan/kader bila balita

mengalami sakit atau gangguan pertumbuhan - Ibu menerapkan nasehat yang dianjurkan petugas

2.5.7. Upaya Penanggulangan Gizi Buruk di Indonesia

Upaya penanggulangan masalah gizi dilakukan dalam bentuk pelayanan secara langsung ke masyarakat, yaitu dilakukan dalam bentuk pelayanan gizi di puskesmas dan posyandu. Pelayanan gizi di posyandu dengan sasaran khusus ibu dan anak. Pelayanan secara tidak langsung dilakukan dalam bentuk penyuluhan gizi, fortifikasi makanan dengan vitamin, pemakaian garam beryodium serta pemanfaatan pekarangan (Suhardjo, 1999).

Perbaikan gizi kelompok balita dicoba dijangkau melalui Taman BALITA. Program PMT (Pemberian Makanan Tambahan) dan UPGK (Usaha Perbaikan Gizi Keluarga). Di taman balita diadakan upaya rehabilitasi para penderita KKP dan melatih para ibu dan mereka yang bertanggung jawab atas pengurusan balita di dalam keluarga, bagaimana mengurus dan memasak serta menyediakan makanan bergizi bagi anak-anak balita.

Proyek PMT berupa pemberian makanan bergizi, suplemen pada makanan anak balita yang biasa dikonsumsi untuk terapi dan rehabilitasi anak-anak yang kondisi gizinya tidak memuaskan. Kegiatan-kegiatan ini terutama ditujukan kepada


(37)

masyarakat lapisan yang kurang mampu, baik di kota, tetapi terutama di daerah pedesaan. Program UPGK merupakan upaya pendidikan terpadu untuk meningkatkan produksi bahan makanan bergizi di lahan pekarangan sekitar rumah, dipergunakan untuk konsumsi meningkatkan kondisi kesehatan gizi keluarga (Sediaoetama, 2008).

2.6. Kerangka Konsep

Pengaruh pengetahuan ibu dan sosial ekonomi terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Amplas Kota Medan Tahun 2010 digambarkan dalam kerangka konsep sebagai berikut:

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep, dapat dirumuskan definisi konsep variabel penelitian sebagai berikut:

1. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2003). 2. Sosial ekonomi adalah suatu konsep, dan untuk mengukur sosial ekonomi

keluarga misalnya, harus melalui variabel-variabel: tingkat pendidikan, pekerjaan dan pendapatan keluarga itu (Notoatmodjo, 2005).

Pengetahuan

Sosial ekonomi - Pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan - Jumlah anggota

keluarga

Tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita


(38)

3. Tindakan adalah pelaksanaan atau mempraktekkan apa yang diketahui ataupun disikapinya (Notoatmodjo, 2003).

2.7. Hipotesis Penelitian

1. Ada pengaruh pengetahuan terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita.

2. Ada pengaruh sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga) terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita.


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei dengan pendekatan explanatory (penelitian penjelasan), yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh pengetahuan dan sosial ekonomi terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Amplas Kota Medan tahun 2010.

Explanatory research adalah penelitian yang menjelaskan hubungan kausal

antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun, 1989).

3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Amplas yang merupakan wilayah kerja Puskesmas Amplas Kota Medan. Pemilihan lokasi ini berdasarkan pertimbangan yaitu: berdasarkan data dari Profil Kesehatan Kota Medan tahun 2009, Puskesmas Amplas merupakan puskesmas yang tertinggi jumlah kasus gizi buruknya yaitu 43 kasus. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Mei 2010.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja Puskesmas Amplas Kecamatan Medan Amplas tahun 2009. Berdasarkan survei awal dan laporan dari petugas gizi puskesmas diketahui bahwa pada tahun 2009 di wilayah kerja Puskesmas Amplas terdapat 14.741 orang ibu yang mempunyai balita yang tersebar di 7 kelurahan.


(40)

Tabel 3.1. Daftar Jumlah Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Amplas Kecamatan Medan Amplas Tahun 2009

Kelurahan Jumlah balita

Harjosari 2 1.775

Harjosari 1 2.200

Sitirejo 2 7.900

Sitirejo 3 528

Amplas 650

Timbang Deli 1.280

Bangun Mulya 408

Jumlah 14.741

Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Amplas Tahun 2009.

Melihat jumlah populasi yang begitu besar yaitu 7 kelurahan dan berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti baik berupa tenaga, waktu maupun biaya, maka peneliti mengambil satu kelurahan sebagai populasi yaitu Kelurahan Siti Rejo III dengan jumlah balita sebanyak 528 balita.

3.3.2. Sampel

Penetapan jumlah sampel dengan menggunakan rumus Notoatmodjo (2005).

) ( 1 N d2

N n + = n = ) 1 , 0 ( 528 1 528 2 +

n = 84,07 = 84 orang

Keterangan: n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi


(41)

Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh sampel sebanyak 84 responden. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple random sampling.

3.4. Teknik Pengambilan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder, yaitu: 1. Data primer adalah data yang diperoleh melalui metode wawancara langsung

kepada responden dengan berpedoman kepada kuesioner penelitian yang sudah disiapkan.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari laporan petugas gizi Puskesmas Amplas dan dari Dinas Kesehatan Kota Medan

3.5. Definisi Operasional Variabel 3.5.1. Variabel Bebas

1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh responden mengenai gizi buruk. Pengetahuan dikategorikan menjadi:

1. Pengetahuan buruk jika responden tidak tahu segala sesuatu mengenai gizi buruk.

2. Pengetahuan sedang jika responden kurang tahu segala sesuatu mengenai gizi buruk.

3. Pengetahuan baik jika responden tahu segala sesuatu mengenai gizi buruk. 2. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh dan

ditamatkan oleh responden. Kategori pendidikan dibagi menjadi: 1. Pendidikan rendah, jika responden tidak sekolah atau tamat SD. 2. Pendidikan sedang, jika responden tamat SMP atau SMA.


(42)

3. Pendidikan tinggi, jika responden tamat akademi atau perguruan tinggi.

3. Pekerjaan adalah suatu kegiatan/aktivitas yang dilakukan responden secara rutin selain sebagai ibu rumah tangga dan mendapatkan imbalan berupa uang atau barang untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dengan kategori:

1. Ibu yang tidak bekerja 2. Ibu yang bekerja

4. Pendapatan adalah jumlah penghasilan kepala keluarga dari responden dalam satu bulan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Pendapatan diukur berdasarkan Upah Minimum Propinsi (UMP) Sumatera Utara tahun 2010 sesuai Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara no 561 tahun 2009 yaitu sebesar Rp. 965.000, dengan kategori:

1. ≤ UMP atau ≤ Rp 965.000/ bulan 2. > UMP atau > Rp 965.000/ bulan

5. Jumlah anak adalah banyaknya anak kandung yang dilahirkan hidup oleh ibu. Jumlah anak dibagi menjadi dua kategori yaitu:

3.5.2. Variabel Terikat

Tindakan ibu terhadap pencegahan gizi buruk adalah hal-hal yang berhubungan dengan tindakan yang dapat dilakukan oleh ibu dalam mencegah terjadinya kasus gizi buruk pada balitanya. Tindakan dikategorikan menjadi:

1. Tindakan buruk jika responden tidak melakukan tindakan pencegahan gizi buruk pada balita.


(43)

2. Tindakan sedang jika responden dapat melakukan sebagian tindakan pencegahan gizi buruk pada balita.

3. Tindakan baik jika responden dapat melakukan tindakan pencegahan gizi buruk pada balita.

3.6. Aspek Pengukuran

3.6.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas

Aspek pengukuran variabel bebas dalam penelitian seperti terlihat pada tabel 3.2 berikut ini:

Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Bebas

No Variabel

Indika- tor Kategori Jawaban Bo- bot

Kriteria Skor Skala Ukur 1 Pengetahuan 9 1. Tidak

Tahu 2. Tahu 1 2 1. Buruk 2. Sedang 3. Baik 9-11 12-14 15-18 Interval

2 Pendidikan 1. Rendah

2. Sedang 3. Tinggi

Ordinal

3 Pekerjaan 1. Tidak

Bekerja 2. Bekerja

Nominal

4 Pendapatan 1. ≤ UMP

2. > UMP

Ordinal

5 Jumlah Anak Ordinal

3.6.2. Aspek Pengukuran Variabel Terikat

Variabel terikat penelitian ini adalah tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk, yang terdiri dari 7 pertanyaan dengan menggunakan skala interval, aspek pengukuran variabel secara terperinci terlihat pada tabel dibawah ini:


(44)

Tabel 3.3. Aspek Pengukuran Variabel Terikat

No Variabel

Indika- tor Kategori Jawaban Bo- bot

Kriteria Skor Skala Ukur 1 Tindakan

Pencegahan

8 1. Tidak 2. Ya 1 2 1. Buruk 2. Sedang 3. Baik 8-10 11-13 14-16 Interval

3.7. Teknik Analisis Data

Data yang sudah dikumpulkan akan diedit dan dikoding dengan bantuan komputer, serta dianalisis, untuk mengetahui pengaruh faktor pengetahuan ibu dan sosial ekonomi keluarga terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita di Kelurahan Siti Rejo III Kecamatan Medan Amplas Tahun 2010. Data hasil penelitian tersebut dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji regresi linier berganda dengan α 0.05.

Uji regresi linier berganda digunakan bila variabel independen lebih dari satu variabel yang dihubungkan dengan satu variabel dependen. Variabel dependen harus bersifat numerik, sedangkan untuk variabel independen boleh semuanya numerik atau campuran numerik dengan kategorik. Regresi linier ganda adalah persamaan garis lurus untuk memprediksi variabel dependen (tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita) dari beberapa variabel independen (pengetahuan dan sosial ekonomi).

Rumus Regresi Linier Berganda:


(45)

Keterangan:

Y : variabel dependen

α : intercept + nilai Y jika X = 0

β : slope = koefisien regresi = besarnya perubahan nilai Y setiap satu unit perubahan X

x : variabel independen

e : residual/ error term sampel = beda antara nilai Y observasi dengan nilai Y prediksi (ei = Y-v)


(46)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Amplas terletak di jalan Garu II B Kelurahan Harjosari I, Kecamatan Medan Amplas.

Adapun batas-batas wilayah adalah sebagai berikut: - Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Johor - Sebelah Timur berbatasan dengan Tanjung Morawa

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Denai - Sebelah Selatan berbatasan dengan Patumbak

Wilayah kerja Puskesmas Amplas terdiri dari 7 kelurahan yaitu: - Kelurahan Amplas

- Kelurahan Siti Rejo II - Kelurahan Siti Rejo III - Kelurahan Harjosari I - Kelurahan Harjosari II - Kelurahan Timbang Deli - Kelurahan Bangun Mulia

Wilayah kerja Puskesmas Amplas terdiri dari 26.501 KK, dengan jumlah penduduk 138.484 jiwa dan luas wilayah 1.337,3 Ha. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 61.792 jiwa dan perempuan sebanyak 76.692 jiwa.


(47)

Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Kelurahan Jlh

penduduk

Laki-laki Perempuan Jumlah KK

1 Amplas 15.152 7.152 8.000 2.936

2 Siti Rejo II 11.230 5.711 5.519 2.270

3 Siti Rejo III 14.106 720 6.589 2.782

4 Harjosari I 37.282 19.909 18.373 7.097

5 Harjosari II 35.289 17.724 27.306 6.801

6 Timbang Deli 16.864 8.571 8.393 3.783

7 Bangun Mulia 4.380 2.005 2.515 824

Jumlah 138.484 61.792 76.692 26.501

Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Amplas Tahun 2009.

Distribusi penduduk berdasarkan pekerjaan sebagian besar sebagai pedagang yaitu sebanyak 5.729 orang (40,4%) dan selanjutnya sebagai pegawai swasta sebanyak 3.716 orang (26,2%).

Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan N

o

Pekerjaan Kelurahan

Am plas SR II SR III

HS I HS II T. Deli B. Mulia Jlh

1 PNS 335 789 375 1366 220 194 26 3305

2 Peg. Swasta 387 423 349 1630 785 117 25 3716

3 ABRI 115 12 10 45 255 37 25 499

4 Petani 65 0 0 12 65 89 220 451

5 Pedagang 270 695 1489 970 2175 84 46 5729

6 Pensiunan 65 40 50 110 120 83 15 483

Jumlah 1237 1959 2273 4133 3620 604 357 14183

Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Amplas Tahun 2009.

Distribusi sarana kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Amplas sebagian besar adalah praktek bidan sebanyak 41 tempat dan praktek dokter sebanyak 39 tempat


(48)

Tabel 4.3. Distribusi Sarana Kesehatan No Sarana

Kesehatan

Kelurahan Amplas SR II SR

III

HS I HS II T. Deli

B. Mulia

Jlh

1 Pusk.Induk - - - 1 - - - 1

2 Pustu 1 - - - 1 1 1 4

3 Praktek

dokter

8 9 9 5 4 4 - 39

4 Praktek

dokter gigi

4 - - 3 1 1 - 9

5 Praktek dr.

Spesialis

1 - - 1 1 1 - 4

6 Klinik

bersalin

2 - 1 5 1 1 - 10

7 Klinik

umum

4 1 1 2 1 1 3 13

8 Praktek

bidan

6 - 6 8 9 9 3 41

9 Apotek 3 1 - 2 1 1 - 8

Jumlah 29 11 17 27 19 19 7 129

Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Amplas Tahun 2009.

Distribusi tenaga kerja Puskesmas Amplas dan Pustu seluruhnya berjumlah 63 pegawai, dengan tenaga PNS sebanyak 62 pegawai dan Honor sebanyak 1 pegawai.

Tabel 4.4. Distribusi Tenaga Kerja Puskesmas Dan Pustu Amplas No Jenis Tenaga

Kerja

Puskesmas+Pustu

Induk HS Amplas T. Deli B. Mulia Jlh

1 Dokter umum 2 1 1 1 1 6

2 Dokter gigi 1 1 1 1 0 4

3 SKM 0 0 0 0 0 0

4 Bidan 6 2 3 5 3 19

5 Akper 4 0 0 1 2 7

6 Perawat 4 5 2 4 1 16

7 Perawat gigi 1 1 1 1 0 4

8 Apoteker 1 0 0 0 0 1

9 Ass. Apoteker 0 1 1 1 1 4

10 Ahli gizi 0 0 0 0 0 0

11 Ak. Analis 1 0 0 0 0 1

12 SPPH 0 0 0 0 0 0

13 Psikologi 0 0 0 0 1 1

Jumlah 20 11 9 14 9 63


(49)

4.2. Deskripsi Pengetahuan Responden

Hasil penelitian mengenai pengertian gizi buruk menunjukkan bahwa sebanyak 63 responden (75,0%) menjawab tidak tahu, sedangkan yang tahu sebanyak 21 responden (25,0%).

Distribusi pengetahuan responden mengenai penyebab terjadinya gizi buruk adalah karena kurangnya makanan bergizi, sebanyak 49 responden (58,3%) menjawab tidak tahu, sedangkan yang tahu sebanyak 35 responden (41,7%).

Hasil distribusi pengetahuan responden tentang ciri-ciri anak yang terkena gizi buruk adalah rambut berwarna merah, perut buncit, kulit keriput, wajah seperti orang tua sebanyak 51 responden (60,7%) menjawab tahu, sedangkan yang tidak tahu sebanyak 33 responden (39,3%).

Distribusi responden yang tidak tahu bahwa jika gizi buruk tidak segera ditangani maka akan menyebabkan kematian pada anak adalah sebanyak 45 responden (53,6%), sedangkan yang tahu sebanyak 39 responden (46,4%).

Responden yang tidak tahu bahwa dalam menanggulangi masalah gizi balita di posyandu, ibu bisa mendapatkan sirup multivitamin, makanan tambahan dan penyuluhan masalah gizi adalah sebanyak 52 responden (61,9%) sedangkan yang tahu sebanyak 32 responden (38,1%).

Pengetahuan responden mengenai pencegahan terjadinya gizi buruk yaitu sebanyak 45 responden (53,6%) menjawab tidak tahu pencegahan terjadinya gizi buruk adalah memberi makanan bergizi, membawa anak ke posyandu, memberikan ASI sampai usia 2 tahun, membawa anak ke pelayanan kesehatan bila sakit dan yang menjawab tahu sebanyak 39 responden (46,4%).


(50)

Responden yang menjawab tidak tahu bahwa masalah gizi pada balita dapat terjadi karena anak menderita suatu penyakit adalah sebanyak 62 responden (73,8%), sedangkan yang tahu sebanyak 22 responden (26,2%).

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 49 responden (58,3%) menjawab tidak tahu bahwa gizi buruk dapat menurunkan tingkat kecerdasan / IQ anak, sedangkan yang tahu sebanyak 35 responden (41,7%).

Sebanyak 72 responden (85,7%) menjawab tidak tahu bahwa gizi seimbang adalah jumlah gizi yang masuk ke dalam tubuh sesuai dengan kebutuhan, sedangkan yang menjawab tahu sebanyak 12 responden (14,3%).

Uraian hasil penelitian dalam bentuk tabulasi pengetahuan responden mengenai gizi buruk dapat dilihat pada Tabel 4.5.


(51)

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Pengetahuan tentang Gizi Buruk

No Pernyataan f Persentase

(%)

1 Pengertian gizi buruk adalah asupan zat gizi kurang dari kebutuhan tubuh

- Tidak Tahu

- Tahu

63 21

75,0 25,0

Jumlah 84 100

2 Penyebab terjadinya gizi buruk adalah kurangnya makanan

bergizi

- Tidak Tahu

- Tahu

49 35

58,3 41,7

Jumlah 84 100

3 Ciri-ciri anak yang terkena gizi buruk adalah rambut berwarna merah, perut buncit, kulit keriput, wajah seperti orang tua

- Tidak Tahu

- Tahu

33 51

39,3 60,7

Jumlah 84 100

4 Jika gizi buruk tidak segera ditangani maka akan menyebabkan kematian pada anak

- Tidak Tahu

- Tahu

45 39

53,6 46,4

Jumlah 84 100

5 Ibu tahu bahwa dalam menanggulangi masalah gizi balita di posyandu, ibu bisa mendapatkan sirup multivitamin, makanan tambahan dan penyuluhan masalah gizi

- Tidak Tahu

- Tahu

52 32

61,9 38,1

Jumlah 84 100

6 Pencegahan terjadinya gizi buruk adalah memberi makanan bergizi, membawa anak ke posyandu, memberikan ASI sampai usia 2 tahun, membawa anak ke pelayanan kesehatan bila sakit.

- Tidak Tahu

- Tahu

45 39

53,6 46,4

Jumlah 84 100

7 Ibu tahu bahwa masalah gizi pada balita dapat terjadi karena anak menderita suatu penyakit

- Tidak Tahu

- Tahu

62 22

73,8 26,2

Jumlah 84 100

8 Ibu tahu bahwa gizi buruk dapat menurunkan tingkat kecerdasan / IQ anak

- Tidak Tahu

- Tahu

49 35

58,3 41,7

Jumlah 84 100

9 Ibu tahu bahwa gizi seimbang adalah jumlah gizi yang masuk ke dalam tubuh sesuai dengan kebutuhan

- Tidak Tahu

- Tahu

72 12

85,7 14,3


(52)

Berdasarkan tabulasi distribusi uraian variabel pengetahuan setelah dilakukan pengkategorian sesuai dengan jawaban responden maka diperoleh hasilnya adalah pengetahuan responden tentang gizi buruk terbanyak berada pada kategori buruk, yaitu sebanyak 44 responden (52,4%). Secara lebih terinci terlihat pada Tabel 4.6. di bawah ini:

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan tentang Gizi Buruk

Pengetahuan Jumlah Persentase (%)

1. Buruk 44 52,4

2. Sedang 15 17,8

3. Baik 25 29,8

Jumlah 84 100

4.3. Deskripsi Sosial Ekonomi Responden

Distribusi responden berdasarkan pendidikan terbanyak pada tingkat pendidikan sedang (tamat SLTP atau SLTA) yaitu sebanyak 59 responden (70,2%), pendidikan tinggi sebanyak 15 responden (17,9%), dan pendidikan rendah sebanyak 10 responden (11,9%).

Distribusi responden berdasarkan pekerjaan yaitu yang tidak bekerja sebanyak 72 responden (85,7%), sedangkan yang bekerja sebanyak 12 responden (14,3%).

Distribusi responden berdasarkan pendapatan keluarga yaitu > Rp. 965.000/bulan sebanyak 59 responden (70,2%), sedangkan pendapatan ≤ Rp.

965.000/bulan sebanyak 25 responden (29,8%).

Distribusi responden berdasarkan jumlah anak yaitu responden yang memiliki anak 1 orang sebanyak 21 responden (35,0%), jumlah anak 2 orang sebanyak 32 responden (38,0%), jumlah anak 3 orang sebanyak 15 responden (17,9%), jumlah


(53)

anak 4 orang sebanyak 10 responden (11,9%), jumlah anak 5 orang sebanyak 3 responden (3,6%), jumlah anak 6 orang sebanyak 2 responden (2,4%), dan jumlah anak 7 orang sebanyak 1 responden (1,2%).

Distribusi responden berdasarkan sosial ekonomi secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 4.7. di bawah ini:

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Sosial Ekonomi

Pendidikan Jumlah Persentase (%)

1. Rendah 10 11,9

2. Sedang 59 70,2

3. Tinggi 15 17,9

Jumlah 84 100

Pekerjaan

1. Tidak bekerja 72 85,7

2. Bekerja 12 14,3

Jumlah 84 100

Pendapatan keluarga

1. ≤ Rp. 965.000/bulan 25 29,8

2. > Rp. 965.000/bulan 59 70,2

Jumlah 84 100

Jumlah anak

1.1 orang 21 25,0

2. 2 orang 32 38,0

3. 3 orang 15 17,9

4. 4 orang 10 11,9

5. 5 orang 3 3,6

6. 6 orang 2 2,4

7. 7 orang 1 1,2

Jumlah 84 100

4.4. Deskripsi Tindakan Responden

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 50 responden (59,5%) rutin membawa anaknya ke posyandu, sedangkan sebanyak 34 responden (40,5%) tidak rutin membawa anaknya ke posyandu.


(54)

Responden yang tidak memberikan ASI saja kepada bayi saat berusia 0-6 bulan sebanyak 70 responden (83,3%), sedangkan sebanyak 14 responden (16,7%) memberikan ASI saja kepada bayi usia 0-6 bulan.

Hasil distribusi tindakan responden menunjukkan dari 54 responden yang memiliki anak berusia di atas 2 tahun, sebanyak 29 responden (34,5%) tidak memberikan ASI kepada anak sampai usia 2 tahun dan sebanyak 25 responden (29,8%) memberikan ASI kepada anak sampai usia 2 tahun. Sebanyak 30 responden yang memiliki anak berusia di bawah 2 tahun, 22 responden (26,2%) menjawab tidak lagi memberi ASI kepada anaknya, dan 8 responden (9,5%) menjawab masih memberi ASI kepada anaknya.

Distribusi tindakan responden menunjukkan sebanyak 50 responden (59,5%) selalu memberikan makanan beranekaragam kepada anak setelah berusia 6 bulan, sedangkan sebanyak 34 responden (40,5%) tidak memberikan makanan beranekaragam kepada anaknya.

Sebanyak 50 responden (59,5%) tidak segera membawa anak ke pelayanan kesehatan bila anak mengalami sakit, dan sebanyak 34 responden (40,5%) segera membawa anak ke pelayanan kesehatan bila sakit.

Tindakan responden mengenai penyuluhan kesehatan menunjukkan sebanyak 72 responden (85,7%) tidak pernah mengikuti penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan, sedangkan sebanyak 12 responden (14,3%) pernah mengikuti penyuluhan kesehatan.


(55)

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 48 responden (57,1%) tidak menerapkan nasehat yang dianjurkan petugas kesehatan dan sebanyak 36 responden (42,9%) menjawab menerapkan nasehat yang dianjurkan petugas kesehatan.

Hasil distribusi responden menunjukkan sebanyak 56 responden (66,7%) menjawab bahwa status imunisasi anaknya lengkap, sedangkan sebanyak 28 responden (33,3%) menjawab status imunisasi anaknya tidak lengkap.

Uraian hasil penelitian dalam bentuk tabulasi mengenai tindakan responden terhadap pencegahan gizi buruk dapat dilihat pada Tabel 4.8. berikut ini:


(56)

Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Tindakan Pencegahan Gizi Buruk

No Pertanyaan f Persentase

(%) 1 Apakah ibu rutin membawa anak ibu ke posyandu?

- Tidak - Ya 34 50 40,5 59,5

Jumlah 84 100

2 Apakah ibu hanya memberikan ASI saja kepada bayi saat berusia 0-6 bulan?

- Tidak - Ya 70 14 83,3 16,7

Jumlah 84 100

3 a. Apakah ibu tetap memberikan ASI kepada anak sampai usia 2 tahun?

- Tidak - Ya

b. Apakah ibu tetap memberikan ASI kepada anak ibu sampai saat ini?

- Tidak - Ya 29 25 22 8 34,5 29,8 26,2 9,5

Jumlah 84 100

4 Apakah ibu selalu memberikan makanan beraneka ragam kepada anak ibu setelah berusia 6 bulan?

- Tidak - Ya 34 50 40,5 59,5

Jumlah 84 100

5 Apakah ibu segera membawa anak ke pelayanan kesehatan bila anak ibu mengalami sakit?

- Tidak - Ya 50 34 59,5 40,5

Jumlah 84 100

6 Apakah ibu mengikuti penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan?

- Tidak - Ya 72 12 85,7 14,3

Jumlah 84 100

7 Apakah ibu menerapkan nasehat yang dianjurkan petugas kesehatan? - Tidak - Ya 48 36 57,1 42,9

Jumlah 84 100

8 Apakah status imunisasi anak ibu lengkap? - Tidak - Ya 28 56 33,3 66,7


(57)

Berdasarkan tabulasi distribusi uraian variabel tindakan setelah dilakukan pengkategorian berdasarkan jawaban responden diperoleh bahwa tindakan responden terhadap pencegahan gizi buruk terbanyak berada pada kategori buruk, yaitu sebanyak 48 responden (57,1%). Secara lebih terinci terlihat pada Tabel 4.9. di bawah ini:

Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Tindakan Ibu dalam Pencegahan Gizi Buruk

Tindakan Jumlah Persentase (%)

1. Buruk 48 57,1

2. Sedang 19 22,6

3. Baik 17 20,3

Jumlah 84 100

4.5. Hasil Uji Statistik Bivariat

Untuk menjelaskan hubungan pengetahuan ibu dan sosial ekonomi keluarga (pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, jumlah anak) dengan tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita digunakan uji statistik korelasi Pearson

Product Moment dengan hasil sebagai berikut:

1. Variabel pengetahuan (ρ=0,001) memiliki hubungan secara signifikan dengan tindakan pencegahan gizi buruk pada balita di mana ρ<0,05. Pada variabel sosial ekonomi responden, hanya pendidikan ibu (ρ=0,003) dan pendapatan keluarga (ρ=0,001) yang berhubungan secara signifikan dengan tindakan pencegahan gizi buruk pada balita.

2. Jumlah anak dan pekerjaan tidak memiliki hubungan secara signifikan dengan tindakan pencegahan gizi buruk pada balita (ρ>0,05).


(58)

3. Menurut Colton (Hastono,2001) melalui hasil uji statistik dari korelasi

Pearson dapat dilihat kekuatan hubungan dari dua variabel secara kualitatif

sehingga ditarik kesimpulan sebagai berikut :

a. Hubungan variabel pengetahuan responden dengan tindakan pencegahan gizi buruk pada balita menunjukkan hubungan yang sedang (r=0,368) dan berpola positif, artinya semakin tinggi pengetahuan responden maka akan terjadi peningkatan tindakan pencegahan gizi buruk pada balita.

b. Hubungan pendidikan responden dengan tindakan pencegahan gizi buruk pada balita menunjukkan hubungan yang sedang (r=0,324) dan berpola positif, artinya semakin tinggi pendidikan responden maka akan terjadi peningkatan tindakan pencegahan gizi buruk pada balita.

c. Hubungan pendapatan keluarga responden dengan tindakan pencegahan gizi buruk pada balita menunjukkan hubungan yang sedang (r=0,353) dan berpola positif, artinya semakin tinggi pendapatan keluarga responden maka akan terjadi peningkatan tindakan pencegahan gizi buruk pada balita.

Secara lebih terinci dapat dilihat pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10. Hasil Uji Statistik Korelasi Pearson

No Variabel Correlation Coefficient (r) Sig (ρ)

1 Pendidikan 0,324 0,003*

2 Pekerjaan 0,000 1,000

3 Pendapatan Keluarga 0,353 0,001*

4 Jumlah Anak -0,109 0,325

5 Pengetahuan 0,368 0,001*


(59)

4.6. Hasil Uji Statistik Multivariat

Berdasarkan hasil uji statistik bivariat, dapat diketahui bahwa variabel pengetahuan, pendidikan, dan pendapatan keluarga dapat dilanjutkan ke analisis multivariat regresi linier berganda karena ρ-value<0,25.

Hasil uji statistik regresi linier berganda dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05) menunjukkan bahwa:

1. Terdapat pengaruh yang bermakna antara variabel pengetahuan (ρ=0,005), dan pendapatan keluarga (ρ=0,000) terhadap tindakan pencegahan gizi buruk pada balita karena nilai ρ<0,05.

2. Pendidikan (ρ= 0,696) tidak memiliki pengaruh yang bermakna terhadap tindakan pencegahan gizi buruk pada balita.

3. Nilai koefisien determinasi (R Square) adalah 0,325 artinya pengetahuan dan pendapatan keluarga memberikan pengaruh hanya sebesar 32,5% terhadap tindakan pencegahan gizi buruk pada balita, sedangkan sisanya 67,5% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini. Hasil uji Anova memiliki nilai F hitung 12,851 (F=12,851) dan ρ=0,000<0,05.

4. Model persamaan regresi yang terbentuk adalah: Y = 5,539 (konstanta) + 0,220 X1 + 1,763 X2.3

Keterangan:

Y = Variabel tindakan pencegahan gizi buruk pada balita

X1 =variabel pengetahuan


(60)

Berdasarkan persamaan di atas dapat dideskripsikan bahwa :

1. Apabila dinaikkan satu poin pengetahuan, maka tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita akan naik sebesar 0,220.

2. Apabila dinaikkan satu poin pendapatan keluarga maka tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita akan naik sebesar 1,763

Hasil analisis regresi tersebut sesuai dengan Tabel 4.11 berikut ini: Tabel 4.11. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

No. Variabel Taraf

Signifikan

B R R

Square ρ Value 1. Pendidikan 0,696 0,159 0,570 0,325 0,000 2. Pendapatan Keluarga 0,000 1,763

3. Pengetahuan 0,005 0,220

4.7. Hasil Wawancara

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa masih banyak responden yang tidak tahu mengenai pengertian dan penyebab gizi buruk, tetapi tahu mengenai ciri-ciri gizi buruk. Pengetahuan responden mengenai ciri-ciri-ciri-ciri gizi buruk diperoleh melalui tayangan televisi atau membaca brosur mengenai gizi buruk. Menurut responden, gizi buruk disebabkan karena anak tidak mau makan dan timbangan anak tidak naik-naik.

Selain itu, masih banyak responden yang sebenarnya tidak bekerja namun tidak membawa anak ke posyandu dengan alasan sering lupa jadwal posyandu padahal tanggal posyandu ditetapkan sama setiap bulan untuk memudahkan ibu mengingat jadwal posyandu.


(61)

Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan responden yang tidak memberikan makanan beranekaragam kepada anaknya sebagian besar hanya memberikan nasi + ikan dengan alasan si anak tidak mau makan sayur. Bahkan ada responden yang hanya memberikan nasi + kecap dengan alasan anak hanya mau makan bila diberi lauk seperti itu.

Responden yang tidak membawa anaknya untuk di imunisasi sebagian besar dengan alasan takut pada efek samping setelah di imunisasi, misalnya anak menjadi demam. Selain itu, ada responden yang tidak membawa anak untuk di imunisasi karena tidak diberi ijin oleh suami.


(62)

BAB V PEMBAHASAN

Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa pengetahuan ibu memiliki pengaruh tehadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita. Dari variabel sosial ekonomi, hanya pendapatan keluarga yang memiliki pengaruh terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita, sedangkan pendidikan, pekerjaan dan jumlah anak tidak memiliki pengaruh terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita.

5.1. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Tindakan Ibu dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita

Hasil uji regresi linier ganda menunjukkan pengetahuan mempunyai pengaruh terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita (ρ=0,005<0,05).

Hal ini sesuai dengan penelitian Isharianto (2007), yang menyebutkan bahwa pengetahuan ibu mempunyai pengaruh terhadap tindakan penanggulangan gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Sungai Tarab II. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Yusrizal (2008), yang menunjukkan bahwa pengetahuan merupakan variabel yang sangat berpengaruh terhadap status gizi anak balita di wilayah pesisir Kabupaten Bireuen.

Menurut Notoatmodjo (2003), tindakan seseorang terhadap masalah kesehatan pada dasarnya akan dipengaruhi oleh pengetahuan seseorang tentang masalah tersebut. Semakin baik pengetahuan seseorang terhadap suatu masalah, maka diharapkan tindakannya terhadap masalah tersebut juga akan semakin baik.


(63)

Menurut Suharjo yang dikutip Himawan (2006), pengetahuan gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor, di samping pendidikan yang pernah dijalani, faktor lingkungan sosial dan frekuensi kontak dengan media massa juga memengaruhi pengetahuan gizi. Salah satu sebab gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan gizi atau kemauan untuk menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu untuk meningkatkan pengetahuan ibu akan masalah kesehatan terutama masalah gizi pada balita dan penanggulangannya, sebaiknya diadakan kegiatan berupa penyuluhan serta pembagian leaflet atau brosur sehingga tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk juga semakin baik.

Posyandu merupakan tempat dimana ibu bisa meperoleh pengetahuan mendasar mengenai masalah kesehatan balita. Pemberian penyuluhan biasanya dilakukan di posyandu. Berdasarkan pengamatan di lapangan, banyak ibu yang sering lupa jadwal posyandu meskipun tanggal sudah ditetapkan sama untuk setiap bulannya. Oleh sebab itu, sebaiknya kader selalu mengingatkan jadwal posyandu kepada ibu-ibu sehingga tidak lupa membawa anaknya ke posyandu.

5.2. Pengaruh Sosial Ekonomi terhadap Tindakan Ibu dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita

Berdasarkan uji regresi linier ganda diperoleh hasil bahwa dari seluruh variabel sosial ekonomi dalam penelitian ini, hanya pendapatan yang berpengaruh terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita (ρ=0,000), sedangkan pendidikan, pekerjaan dan jumlah anak tidak memiliki pengaruh terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita.


(64)

5.2.1. Pengaruh Pendidikan terhadap Tindakan Ibu dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh pendidikan ibu terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita (ρ=0,696>0,05).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Isharianto (2007), bahwa tidak ada pengaruh pendidikan ibu terhadap tindakan penanggulangan kasus gizi kurang pada balita. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Yusrizal (2008), yang memyebutkan bahwa pendidikan ibu berpengaruh terhadap status gizi anak balita di wilayah pesisir Kabupaten Bireuen.

Hasil ini juga tidak sejalan dengan Depkes RI (1990), di mana disebutkan bahwa pendidikan ibu merupakan modal utama dalam menunjang ekonomi keluarga, juga berperan dalam penyusunan makan keluarga, serta pengasuhan dan perawatan anak. Bagi keluarga dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah menerima informasi kesehatan khususnya bidang gizi, sehingga dapat menambah pengetahuannya dan mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa ibu-ibu dengan pendidikan rendah hampir sama banyaknya dengan ibu-ibu yang berpendidikan sedang dan tinggi dalam hal memanfaatkan pelayanan kesehatan seperti ke posyandu. Tingkatan pendidikan tidak menjadikan perbedaan pada ibu-ibu dalam hal pencegahan gizi buruk pada balitanya.


(1)

LAMPIRAN

KUESIONER PENELITIAN

PENGARUH FAKTOR PENGETAHUAN IBU DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA TERHADAP TINDAKAN IBU DALAM PENCEGAHAN

GIZI BURUK PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS AMPLAS KOTA MEDAN

TAHUN 2010

I. Identitas Responden

Nama Ibu : Jumlah Balita : Nama Balita : 1.

2. 3. Alamat :

II. Sosial Ekonomi Keluarga

1. Pendidikan ibu : 1. Tidak sekolah 2. Tamat SD 3. Tamat SLTP 4. Tamat SLTA

5. Tamat Akademi/Perguruan Tinggi 2. Pekerjaan ibu : 1. Tidak Bekerja

2. Bekerja

3. Pendapatan keluarga : 1. ≤ Rp. 965.000/ bulan 2. > Rp. 965.000/ bulan

4. Jumlah anak : ... orang

III. Pengetahuan Responden

No Pernyataan

Jawaban Tahu Tidak

Tahu

1 Pengertian gizi buruk adalah asupan zat gizi kurang dari kebutuhan tubuh


(2)

2 Penyebab terjadinya gizi buruk adalah kurangnya makanan bergizi

3 Ciri-ciri anak yang terkena gizi buruk adalah rambut berwarna merah, perut buncit, kulit keriput, wajah seperti orang tua

4 Jika gizi buruk tidak segera ditangani maka akan menyebabkan kematian pada anak

5 Ibu tahu bahwa dalam menanggulangi masalah gizi balita di posyandu, ibu bisa mendapatkan sirup multivitamin, makanan tambahan dan penyuluhan masalah gizi

6 Pencegahan terjadinya gizi buruk adalah memberi makanan bergizi, membawa anak ke posyandu, memberikan ASI sampai usia 2 tahun, membawa anak ke pelayanan kesehatan bila sakit.

7 Ibu tahu bahwa masalah gizi pada balita dapat terjadi karena anak menderita suatu penyakit

8 Ibu tahu bahwa gizi buruk dapat menurunkan tingkat kecerdasan / IQ anak

9 Ibu tahu bahwa gizi seimbang adalah jumlah gizi yang masuk ke dalam tubuh sesuai dengan kebutuhan

IV. Tindakan Responden

No Pertanyaan

Jawaban

Ya Tidak

1 Apakah ibu rutin membawa anak ibu ke posyandu? 2 Apakah ibu hanya memberikan ASI saja kepada bayi

usia 0-6 bulan?


(3)

b. Apakah ibu tetap memberikan ASI kepada anak ibu sampai saat ini?

4 Apakah ibu selalu memberikan makanan beraneka ragam kepada anak ibu setelah berusia 6 bulan?

5 Apakah ibu segera membawa anak ke pelayanan kesehatan bila anak ibu mengalami sakit?

6 Apakah ibu mengikuti penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan?

7 Apakah ibu menerapkan nasehat yang dianjurkan petugas kesehatan?


(4)

PEDOMAN KUESIONER PENGETAHUAN

Menjawab Tahu, skor = 2 Menjawab Tidak tahu, skor = 1

9 Pertanyaan Total Skor = 18

No Pernyataan

Jawaban Tahu Tidak

Tahu

1 Pengertian gizi buruk adalah asupan zat gizi kurang dari kebutuhan tubuh

2 Penyebab terjadinya gizi buruk adalah kurangnya makanan bergizi

3 Ciri-ciri anak yang terkena gizi buruk adalah rambut berwarna merah, perut buncit, kulit keriput, wajah seperti orang tua

Ket:

- Responden dikatakan tahu apabila dapat menjawab minimal 2 ciri-ciri anak yang terkena gizi buruk

4 Jika gizi buruk tidak segera ditangani maka akan menyebabkan kematian pada anak

5 Ibu tahu bahwa dalam menanggulangi masalah gizi balita di posyandu, ibu bisa mendapatkan sirup multivitamin, makanan tambahan dan penyuluhan masalah gizi

6 Pencegahan terjadinya gizi buruk adalah memberi makanan bergizi, membawa anak ke posyandu, memberikan ASI sampai usia 2 tahun, membawa anak ke pelayanan kesehatan bila sakit.


(5)

- Responden dikatakan tahu apabila dapat menjawab minimal 2 pencegahan gizi buruk

7 Ibu tahu bahwa masalah gizi pada balita dapat terjadi karena anak menderita suatu penyakit

8 Ibu tahu bahwa gizi buruk dapat menurunkan tingkat kecerdasan / IQ anak

9 Ibu tahu bahwa gizi seimbang adalah jumlah gizi yang masuk ke dalam tubuh sesuai dengan kebutuhan

TINDAKAN

Jika menjawab Ya, skor = 2 Jika menjawab Tidak, skor = 1

8 Pertanyaan Total Skor = 16

No Pertanyaan

Jawaban

Ya Tidak

1 Apakah ibu rutin membawa anak ibu ke posyandu? 2 Apakah ibu hanya memberikan ASI saja kepada bayi

usia 0-6 bulan?

3 a. Apakah ibu tetap memberikan ASI kepada anak sampai usia 2 tahun?

b. Apakah ibu tetap memberikan ASI kepada anak ibu sampai saat ini?

Ket:

- pertanyaan a ditanyakan bila anak berusia >2 tahun - pertanyaan b ditanyakan bila anak berusia ≤ 2 tahun 4 Apakah ibu selalu memberikan makanan beraneka

ragam kepada anak ibu setelah berusia 6 bulan?

5 Apakah ibu segera membawa anak ke pelayanan kesehatan bila anak ibu mengalami sakit?


(6)

6 Apakah ibu mengikuti penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan?

7 Apakah ibu menerapkan nasehat yang dianjurkan petugas kesehatan?