Latar Belakang Pengaruh Faktor Pengetahuan Ibu dan Sosial Ekonomi Keluarga terhadap Tindakan Ibu dalam Pencegahan Gizi Buruk pada Balita di Kelurahan Siti Rejo III Kecamatan Medan Amplas Tahun 2010

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas merupakan modal utama atau investasi dalam pembangunan kesehatan. Gizi merupakan penentu kualitas sumber daya manusia. Kurang gizi bisa mengakibatkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, meningkatkan kesakitan dan kematian. Masalah gizi memiliki dimensi luas, tidak hanya masalah kesehatan tetapi juga masalah sosial, ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan, dan lingkungan. Faktor pencetus munculnya masalah gizi dapat berbeda antar wilayah ataupun antar kelompok masyarakat, bahkan akar masalahnya dapat berbeda antar kelompok usia. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan gizi dan rawan penyakit. Kelompok ini merupakan kelompok usia yang paling menderita akibat kurang gizi, dan jumlahnya dalam populasi besar Sihadi, 2009. Kasus gizi buruk sudah banyak menyerang anak balita di seluruh penjuru dunia. Status gizi balita yang buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Kekurangan gizi yang menahun inilah yang memengaruhi kualitas sumber daya manusia. Gizi buruk pada anak balita dapat berdampak pada penurunan tingkat kecerdasan atau IQ Intelligence Quotient. Setiap anak bergizi buruk mempunyai resiko kehilangan IQ 10-15 point Dinkes Propinsi Sumut, 2006. Bank Dunia dalam dokumennya yang diterbitkan pada tahun 2006 dengan judul:” Repositioning Nutrition as Central to Development: A strategy for Large- Scale Action,” menyatakan keprihatinannya bahwa ”Salah Gizi” Malnutrition, Universitas Sumatera Utara utamanya kekurangan gizi, masih merupakan masalah kesehatan dunia yang paling serius dan merupakan kontributor utama terhadap kematian anak. Masyarakat internasional juga semakin khawatir bahwa tujuan Millenium Development Goals tidak akan tercapai apabila masalah gizi tidak diatasi. Ini semua disebabkan oleh kenyataan bahwa masalah gizi merupakan faktor dasar underlying factor dari berbagai masalah kesehatan, terutama pada bayi dan anak-anak Achadi, 2007. Menurut data yang dirilis lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB 2009, sedikitnya 200 juta anak di bawah usia lima tahun balita di dunia ini harus hidup dalam kondisi gizi buruk. Hal ini membuat direktur organisasi pangan PBB, Food and Agriculture Organization FAO, meminta para pemimpin dunia untuk serius memperhatikannya. Anak-anak yang mengalami gizi buruk itu merupakan bagian dari miliaran manusia di dunia yang kini terancam kelaparan Anonim, 2009. Sepertiga dari jumlah anak yang mengalami gizi buruk berakhir dengan kematian. Saat ini setiap enam detik terdapat satu balita di dunia yang meninggal karena gizi buruk dan kelaparan. Sebanyak 90 persen balita yang mengalami gizi buruk itu, sekarang berada di Afrika dan Asia. Wilayah Asia yang menghadapi problem tersebut secara serius meliputi negara-negara Asia Selatan seperti Nepal, India, Pakistan, Bangladesh, juga Afghanistan. Di wilayah itu terdapat sedikitnya 83 juta balita gizi buruk Anonim, 2009. United Nations Development Programme UNDP Report 2003, melaporkan bahwa pada tahun 2003, Indeks Pembangunan Manusia IPM Indonesia menduduki peringkat 112 dari 174 negara di dunia. Pada tahun 2004, IPM Indonesia menempati peringkat 111 dari 177 negara UNDP 2004. Pada tahun 2006 UNDP 2006, IPM Universitas Sumatera Utara Indonesia menduduki peringkat 109 dari 179 negara. Data ini menunjukkan bahwa IPM Indonesia belum mengalami peningkatan yang berarti selama selang waktu 3 tahun tersebut. Rendahnya IPM di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi dan kesehatan penduduk. Hasil survei Riset Kesehatan Dasar Riskesdas tahun 2007, menunjukkan bahwa persentase anak balita gizi buruk di Indonesia sebesar 5,4. Walaupun angka ini menurun dibandingkan hasil Susenas tahun 2005 8,8, tetapi menunjukkan bahwa anak balita gizi buruk masih menjadi masalah kesehatan masyarakat utama; jika di suatu daerah ditemukan gizi buruk 1 maka termasuk masalah berat Depkes RI, 2008. Menurut Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara 2008, prevalensi kasus gizi buruk di Sumut tahun 2007, sebesar 4,4 dan gizi kurang 18,8. Berdasarkan data tersebut, kasus di Sumut masih berada di bawah angka nasional yang menetapkan maksimal kasus gizi buruk 5 dan untuk gizi kurang 20. Fenomena gizi buruk bagai gunung es dimana banyak kasus gizi buruk yang tidak terdeteksi oleh para petugas kesehatan dan kader. Hal ini terjadi karena kurangnya partisipasi ibu dan keluarganya untuk memanfaatkan posyandu dan puskesmas yang berada di lingkungannya sehingga seluruh bayi dan balita yang seyogianya ditimbang setiap bulan untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangannya, luput dari perhatian dan tidak terpantau pertumbuhannya. Kota Medan merupakan salah satu kota di Sumatera Utara yang mengalami masalah peningkatan kasus gizi buruk. Pada tahun 2007, di Kota Medan terdapat 8 kasus gizi buruk pada balita sedangkan tahun 2008 ditemukan 460 0,34 kasus Universitas Sumatera Utara balita gizi buruk. Pada tahun 2008 ditemukan sebanyak 460 kasus gizi buruk karena dilaksanakan kegiatan secara aktif untuk menjaring balita gizi buruk melalui operasi timbang wajib yang dilaksanakan oleh seluruh puskesmas dan puskesmas pembantu sehingga balita yang selama ini tidak pernah datang ke posyandu dapat terjaring pada saat operasi ini Profil Dinkes Kota Medan, 2009. Operasi timbang wajib ini dilaksanakan karena berita munculnya kembali kasus gizi buruk yang diawali di propinsi NTT dan NTB yang kemudian diikuti dengan Propinsi lainnya sehingga Depkes membuat suatu kebijakan agar seluruh balita ditimbang untuk menemukan apabila ada balita yang menderita gizi kurang dan gizi buruk Khafid, 2009. Kasus gizi buruk terbanyak di Kota Medan berada di Puskesmas Amplas Kecamatan Medan Amplas yaitu sebanyak 43 kasus 0,61 . Jumlah balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas Amplas sebanyak 13.811 balita sedangkan balita yang ditimbang hanya 7.021 balita Profil Dinkes Kota Medan, 2009. Universitas Sumatera Utara Tabel 1.1. Jumlah Balita Gizi Buruk Di Kota Medan Tahun 2008 No Puskesmas Jumlah Balita Jumlah Balita Gizi Buruk Balita Yang Ada Ditimbang 1 Tuntungan 2605 1564 16 2 Simalingkar 5936 2278 10 3 Medan Johor 9703 4844 26 4 Kedai Durian 4634 1771 12 5 Amplas 13811 7021 43 6 Desa Binjei 5105 1454 14 7 Tegal Sari 5288 3942 18 8 Medan Denai 3585 2101 18 9 Bromo 2713 1781 9 10 Kota Matsum 4065 2638 5 11 Sukaramai 5112 3003 28 12 M. Area Selatan 3934 1511 9 13 Teladan 3861 1769 3 14 Pasar Merah 3503 2747 8 15 Sp. Limun 4347 785 14 16 Kp. Baru 6926 4309 19 17 Polonia 4688 2953 12 18 Pd. Bulan 5166 3096 8 19 Pb. Selayang 9169 4696 10 20 Desa lalang 4079 2308 11 21 Sunggal 7307 4337 13 22 Helvetia 15072 6744 10 23 Petisah 3008 2119 1 24 darusalam 3158 1302 7 25 rantang 2165 1222 2 26 Glg. Kota 2139 1575 6 27 Pulo Brayan 2126 942 6 28 Sei Agul 4155 3612 10 29 Glugur darat 14112 7714 11 30 Sentosa Baru 10999 9647 21 31 Mandala 8098 3703 21 32 Sering 6447 2791 7 33 Mdn. Deli 14955 8903 9 34 Titi Papan 2925 2036 5 35 Mdn Labuhan 3484 1957 2 36 Pekan Labuhan 3627 1460 8 37 Martubung 6889 2585 9 38 Terjun 12902 4437 6 39 Belawan 12402 10073 13 Total 245200 133730 460 Sumber: Dinas Kesehatan Kota Medan, 2009. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan survei pendahuluan dengan melakukan wawancara kepada petugas gizi di Puskesmas Amplas, ditemukan bahwa faktor pengetahuan ibu tentang gizi buruk dan sosial ekonomi keluarga menjadi penyebab terjadinya gizi buruk. Selain itu, keadaan ini diperburuk dengan adanya penyakit penyerta seperti ISPA, diare, dan sebagainya. Menurut Notoatmodjo 2003, masalah gizi masyarakat bukan menyangkut aspek kesehatan saja, melainkan aspek-aspek terkait yang lain seperti ekonomi, sosial budaya, pendidikan, kependudukan, dan sebagainya. Keadaan sosial ekonomi merupakan aspek sosial budaya yang sangat memengaruhi status kesehatan dan juga berpengaruh pada pola penyakit, bahkan juga berpengaruh pada kematian, misalnya obesitas lebih banyak ditemukan pada golongan masyarakat yang berstatus ekonomi tinggi, dan sebaliknya malnutrisi lebih banyak ditemukan di kalangan yang berstatus ekonominya rendah. Dari beberapa penelitian terdahulu yang sudah dilakukan, alasan yang menyebabkan gizi buruk pada anak, yaitu kurangnya pengetahuan sang ibu tentang asupan gizi pada balitanya, tentang masalah ekonomi rumah tangganya dan kesibukan sang ibu di luar rumah. Faktor tersebut sangat besar pengaruhnya pada perkembangan hidup si bayi, lebih lagi ketika seorang ibu hanya sibuk dengan urusan financial rumah tangganya Ronie, 2009. Menurut Jeliffe yang dikutip Supariasa 2001, ada enam faktor ekologi yang perlu dipertimbangkan sebagai penyebab malnutrisi, yaitu keadaan infeksi, sosial ekonomi, produksi pangan, konsumsi makanan, pengaruh budaya, serta pelayanan kesehatan dan pendidikan. Universitas Sumatera Utara Menurut United Nations Children’s Fund Unicef 1998, gizi kurang pada anak balita disebabkan oleh beberapa faktor yang kemudian diklasifikasikan sebagai penyebab langsung, penyebab tidak langsung, pokok masalah dan akar masalah. Gizi kurang secara langsung disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan dan adanya penyakit infeksi. Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Pokok masalah adalah kemiskinan, kurang pendidikan, dan kurangnya keterampilan. Adapun penyebab mendasar atau akar masalah gizi di atas adalah terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial termasuk bencana alam, yang memengaruhi ketidak- seimbangan antara asupan makanan dan adanya penyakit infeksi, yang pada akhirnya memengaruhi status gizi balita Supariasa, 2001. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yusrizal 2008, faktor sosial ekonomi masyarakat pendidikan, jenis pekerjaan berpengaruh terhadap status gizi anak balita di wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen dan pengetahuan merupakan variabel dari faktor budaya masyarakat yang sangat berpengaruh dan paling dominan pengaruhnya terhadap status gizi anak balita di wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen. Berdasarkan uraian diatas, maka dirasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh pengetahuan ibu dan sosial ekonomi pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anak terhadap tindakan ibu dalam pencegahan gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Amplas Kecamatan Medan Amplas Tahun 2010. Universitas Sumatera Utara

1.2. Perumusan Masalah