menyebabkan keadaan tadi”.er zijn feiten, die de algemene vefligheid van onen of goederen zozeer in
gevaar brengen of zo groot en onherstelbaar nadeel bijzondere personen berokkenen, dat de wet ook de
onvoorzichtigheid, de tigheid, het gebrek aan voorzorg, in een woord, schuld, waar het feit prong heeft, moet tekeer
gaan”
1. Pengertian kealpaan atau culpa dalam arti sempit
Menurut M.v.T kealpaan disatu pihak berlawanan benar-benar dengan kesengajaan dan dipihal lain dengan
hal yang kebetulan toevel atau caous.kealpaan merupakan bentuk kesalahan yang lebih ringan dari pada
kesengajaan, akan tetapi bukannya kesengajaan yang ringan.
Beberapa penulis menyebut beberapa syarat untuk adanya kealpaan:
a. Hazenwinkel – Suringa
Ilmu pengetahuan hukum dan jurispruden mengartikan “schuld” kealpaan sebagai:
kekurangan penduga – duga atau kekurangan penghati-hati.
b. Van hamel
Kealpaan mengandung dua syarat: 1. tidak
mengadakan penduga-duga
sebagaimana diharuskan oleh hukum. 2. tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana
diharuskan oleh hukum.
c. Simons:
Pada umumnya “schuld” kealpaan mempunyai dua unsur :
1. Tidak adanya penghati-hati, di samping 2. dapat diduganya akibat
d. Pompe.
Ada 3 macam yang masuk kealpaan anachtzaamheid:
1. Dapat mengirakan kunnen venvachten timbulnya akibat
2. Mengetahui adanya kemungkinan kennen der mogelijkheid
3. Dapat mengetahui adanya kemungkinan kunnen kennen van de mogelijkheid
Tetapi nomor 2 dan 3 hanya apabila mengetahui atau dapat mengetahuinyaitu menyangkut juga
kewajiban untuk menghindarkan perbuatannya =untuk tidak melakukan perbuatan.
Kealpaan orang tersebut harus ditentukan secara normatif, dan tidak secara fisik atau psychis.
Tidaklah mungkin diketahui bagaimana sikap batin seseorang yang sesungguh-sungguhnya maka
haruslah ditetapkan dari luar bagaimana seharusnya ia berbuat dengan mengambil ukuran
sikap batin orang pada umunya apabila ada dalam situasi yang sama dengan si-pelaku itu.
a. “Orang pada umunya” ini berarti bahwa
tidak boleh orang yang paling cermat, paling hati-hati, paling ahli dan sebagainya.
b. Untuk menentukan adanya kealpaan ini
harus dilihat peristiwa demi peristiwa. Yang harus memegang ukuran normatif dari
kealpaan itu adalah Hakim. Undang-undang mewajibkan seseorang untuk melakukan
sesuatu atau untuk tidak melakukan sesuatu. Misalnya, dalam peraturan lalu-lintas ada
ketentuan bahwa” di simpangan jalan, apabila datangnya bersamaan waktu maka kendaraan
dari kiri harus didahulukan”. Apabila seorang pengendara dalam hal ini
berbuat lain ini berbuat lain daripada apa yang diatur itu, maka apabila perbuatannya itu
mengakibatkan tabrakan. Sehingga orang lain luka berat, maka ia dapat dikatakan karena
kealpaannya mengakibatkan orang lain Pasal. 360 1 K.U.H.P
Dalam hubungan ini VOS mengemukakan, bahwa dalam delik-delik culpa sifat melawan
hukum telah tersimpul di dalam culpa itu sendiri.
Ia menyatakan antara lain “Memang culpa tidak mesti meliputi dapat dicelanya si-pelaku,
namun culpa menunjukkan kepada tidak patutnya perbuatan itu dan jika perbuatan itu
tidak bersifat melawan hukum, maka tidaklah mungkin perbuatan itu perbuatan yang
abnormal, jadi tidak mungkin ada culpa. Dalam delik culpoos tidak mungkin
diajukan alasan pembenar rechtvaar digingsgrond.
c. Untuk adanya pemidanaan perlu adanya kekurangan hati-hati yang cukup besar, jadi
harus culpa lata dan bukanya culpa levis kealpaan yang sangat ringan.
2. Bentuk kealpaan