Keberatan terhadap pendirian bahwa kesengajaan itu berwarna ialah akan merupakan beban yan
berat bagi jaksa apabila untuk membuktikan adanya kesengajaan, tiap kali ia harus
membuktikan bahwa pada terdakwa ada kesadaran atau pengetahuan tentang dilarangnya
perbuatan itu. Sebaliknya, alasan bahwa kesengajaan itu berwarna ialah kesalahan itu, jadi
termasuk kesengajaan, berisi bahwa sipelaku harus sadar bahwa perbuatan itu keliru.
Apabila ia sama sekali tidak sadar akan itu, meskipun pada kenyataannya ia melakukan
perbuatan yang dilarang, yang melawan hukum, ia tidak dapat dipidana.
4. Perumusan Unsur Sengaja dalam KUHP
M.v.T. memuat suatu asas yang mengatakan antara lain, bahwa “unsur-unsur delik yang terletak
dibelakang perkataan opzettelijk dengan sengaja dikuasai atau diliputi olehnya”.
Oleh karena itu pembentuk undang-undang menetapkan dengan seksama dimana letak perkataan
“opzettelijk” itu. bacalah ps. 151 dan 152 dan bandingkan letak perkataan sengaja dalam kedua
pasal tersebut. Unsur yang terletak di muka perkataan “opzettelijk” disebut “diobjektip-kan”
geobjektiveerd, artinya dilepaskan dari kekuasaan kesengajaan. Jadi tidak perlu dibuktikan bahwa
kesengajaan sipelaku ditujukan kepada hal tersebut, seperti halnya ps. 152. Lihat ps. 303 KUHP.
Kesengajaan disini harus ditujukan kepada hal-hal apa saja ? Pecahkanlah sendiri
Dalam hal itu asas yang dianut M.v.T. itu tidak berlaku untuk semua delik. Ada pengecualiannya.
Lihat ps. 187 KUHP. Di sini ada keadaan-keadaan, yang disebut di belakang perkataan sengaja,
diobjektipkan, sehingga tak perlu dibuktian bahwa kesengajaan pelaku ditujukan kepada hal tersebut
yang diobjektipkan, artinya yang tidak perlu ditanyakan apakah sipelaku mengetahui atau
menghendakinya, ialah “dapat terjadinya bahaya umum atau bahaya maut tersebut”.
Demikianlah teknik perundang-undangan yang diikuti oleh KUHP dalam teks Belanda. Yang menjadi
masalah ialah apabila kita menghadapi KUHP dalam teks Bahasa Indonesia, yang sebenarnya bukan teks
resmi. Tata bahasa kedua bahasa itu tidak sama, oleh karena itu teknik perundang-undangan dalam
menyusun kalimat tentunya tidak dapat atau tidak perlu mengikuti KUHP sepenuhnya. Menghadapi teks
terjemahan yang diusahakan oleh beberapa penulis sekarang ini tidak ada jalan lain bagi pelaksana
hukum misalnya hakim, untu melihat teks aslinya ialah teks Bahasa Belanda dan mendasarkan penafsiran
pada teks tersebut. Pada delik-delik yang memuat unsur-unsur “met
het oogmerk om ........ dengan tujuan untuk, misalnya pada delik pencurian ps. 362, pemalsuan
surat ps. 263, ialah yang disebut “Tendenz-delikte” atau Absicht-delikte”, ada pendapat bahwa unsur
tersebut bukannya unsur kesengajaan, melainkan unsur melawan hukum subjektif. Unsur ini
memberi.sifat atau arah dari perbuatan yang dimaksud dalam rumusan delik yang bersangkutan.
Pada delik-delik yang memuat unsur-unsur ”met het oogmerk om..............dengan tujuan untuk.........,
misalnya dalam delik pencurian pasal 362, pemalsuan surat pasal 263, ialah apa yang disebut
“Tendenz-delikte” atau “Absicht-delikte”, ada pendapat bahwa unsur tersebut bukannya unsur kesengajaan,
melainkan unsur melawan hukum yang subjektif. Unsur ini memberi sifat atau arah dari perbuatan yang
dimaksud dalam rumusan delik yang bersangkutan. 4.1. Kata “dan”
Dalam KUHP teks Belanda, dalam merumuskan sesuatu delik, terdapat bentuk rumusan:
- Sengaja tanpa ada rumusan unsur melawan
hukum wederrechtelijk -
Sengaja melawan hukum wederrechtelijk tanpa kata dan
- Meyisipkan kata “dan” diantara perkataan
“sengaja” dan perkataan “melawan hukum”, jadi merumuskan sebagai “sengaja dan melawan
hukum” opzettelijk en wederrechtelijk.
Contoh: Pasal 333: Hij die opzettelijk iemand wederrechtelijk
van devrijhiid berooft of berooft houdt.............. Dalam pasal ini jelas bahwa kesengajaan meliputi
melawan hukumnya perbuatan dengan perkatan lain pelaku harus tahu, bahwa perbuatan yang dilakukan
itu bertentangan dengan hukum, disamping ia berbuat dengan sengaja. Apabila ia dengan iktikad baik te
goeder trouw mengira, bahwa ia dalam keadaan tertentu boleh merampas kemerdekaan seseorang,
maka ia tak dapat dipidana. Disini ada kesesatan yang bisa membebaskan.
Pasal 406: Hij die opzettelijk en wederrechitelijk enig goed dat geheel of ten deele aan een onder toebe
hoort, vernielt, beschadigt, onbruik baar maakt of wegmaakt, wordt.....................
Dalam rumusan dalam bahasa Belanda yang demikian ini menjadi persoalan apakah sifat melawan
hukumnya perbuatan juga harus diliputi oleh
kesengajaan. Mengenai hal ini terdapat tiga pandangan:
a. Perkataan “en” dan menunjukkan kedudukan yang sejajar. Kesengajaan pelaku tidak perlu
ditujukan kepada sifat melawan hukumnya perbuatan, dengan perkataan lain sifat melawan
hukum ini diobjektipkan. Sipelaku tidak perlu tahu bahwa perbuatannya melawan hukum.
Contoh pasal 406 : Seorang pekerja yang mendapat perintah dari pemilik rumah untuk
membongkar rumahnya, tetapi sebelum melaksanakan perintah tersebut, tanpa diketahui
olehnya rumah itu ganti pemilik. Ia terus saja membongkar. Ia merusak dengan sengaja dan
dengan melawan hukum. Ia dapat dipidana. b. Perkataan “en” dan tidak ada artinya.
Semua delik yang menurut unsur “sengaja melawan hukum” dapat dibaca “sengaja dan
melawan hukum”, yang berarti dua hal yang terpisah dan tidak berpengaruh satu sama lain,
meskipun tidak ada perkataan “en” dan tersebut : Dalam hukum, pendapat ini diragukan.
c. Perkataan “en” dan tidak ada artinya Berbeda dengan pendapat ke 2 tersebut,
pendapat ini justru mengartikan sengaja dan melawan hukum “sebagai” sengaja melawan
hukum. Jadi meskipun ada perkataan dan, kesengajaan sipelaku harus ditujukan kepada
melawan hukumnya perbuatan, sesuai dengan asas, bahwa semua unsur yang terletak di
belakang perkataan sengaja dikuasai olehnya. Jadi menurut pendapat ini dalam contoh tersebut
di atas, si-pekerja tidak dapat dipidana karena ia sama sekali tidak mengetahui sifat melawan
hukumya perbuatan yang ia lakukan. Van Hamel, Simons, Pompe menganut pendapat yang
pertama, sedang Vos, Zevenbergen, Langemeyer mengikuti pendapat yang ketiga. Hoge Raad
mengikuti pendapat pertama. Dalam arrest tgl. 21 Desember 1914 dimuat antara lain : karena antara
unsur kesengajaan dan unsur melawan hukum ada
perkataan “en”, maka unsur melawan hukum tidak diliputi oleh kesengajaan.
Bagi Prof. Muljatno perkataan “dan” diantara perkataan “sengaja” dan perkataan “melawan hukum”
tidak mempunyai arti. Unsur sifat melawan hukum itu harus dikuasai oleh unsur kesengajaan. Pelaku harus
tahu bahwa yang dilakukan itu bersifat melawan hukum.
5. Kesengajaan Menurut Doktrin