BAB II
RUANG LINGKUP BERLAKUNYA HUKUM PIDANA
A. RUANG BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT WAKTU
Penerapan hukum pidana atau suatu perundang- undangan pidana berkaitan dengan waktu dan
tempat perbuatan dilakukan. Serta berlakunya hukum pidana menurut waktu menyangkut
penerapan hukum pidana dari segi lain. Dalam hal seseorang melakukan perbuatan feit pidana
sedangkan perbuatan tersebut belum diatur atau belum diberlakukan ketentuan yang bersangkutan,
maka hal itu tidak dapat dituntut dan sama sekali tidak dapat dipidana.
Asas Legalitas nullum delictum nula poena sine praevia lege poenali Terdapat dalam Pasal 1 ayat
1 KUHP. Tidak dapat dipidana seseorang kecuali atas perbuatan yang dirumuskan dalam suatu
aturan perundang-undangan yang telah ada terlebih dahulu.
Dalam perkembangannya amandemen ke-2 UUD 1945 dalam Pasal 28 ayat 1 berbunyi dan berhak
untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun
dan Pasal 28 J ayat 2 Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi : “Dalam menjalankan hak dan
kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-
undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas
hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis”. Karenanya asas ini dapat pula dinyatakan sebagai asas konstitusional.
Dalam catatan sejarah asas ini dirumuskan oleh Anselm von Feuerbach dalam teori : “vom
psychologishen zwang paksaan psikologis” dimana adagium : nullum delictum nulla poena
sine praevia lege poenali yang mengandung tiga prinsip dasar :
- Nulla poena sine lege tiada pidana tanpa
undang-undang -
Nulla Poena sine crimine tiada pidana tanpa perbuatan pidana
- Nullum crimen sine poena legali tiada
perbuatan pidana tanpa undang-undang pidana yang terlebih dulu ada
Adagium ini menganjurkan supaya : 1 Dalam menentukan perbuatan-
perbuatan yang dilarang di dalam peraturan bukan saja tentang
macamnya perbuatan
yang harusdirumuskan dengan jelas, tetapi
juga macamnya pidana yang diancamkan;
2 Dengan cara demikian maka orang yang akan melakukan perbuatanyang
dilarang itu telah mengetahui terlebih dahulu pidana apa yangakan dijatuhkan
kepadanya jika nanti betul-betul melakukan perbuatan;
3 Dengan demikian dalam batin orang itu akan mendapat tekanan untuk tidak
berbuat. Andaikata dia ternyata melakukan juga perbuatan yang
dilarang, maka dinpandang dia menyetujui pidana yang akan
dijatuhkan kepadanya. Prof. Moeljatno menjelaskan inti pengertian yang
dimaksud dalam asas legalitas yaitu : 1 Tidak ada perbuatan yang dilarang dan
diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam
suatu aturan undang-undang. Hal ini dirumuskan dalam Pasal 1 ayat 1
KUHP. 2 Untuk menentukan adanya perbuatan
pidana tidak boleh digunakan analogi, akan tetapi diperbolehkan penggunaan
penafsiran ekstensif. 3 Aturan-aturan hukum pidana tidak
berlaku surut.
Schaffmeister dan Heijder merinci asas ini dalam pokok-pokok pikiran sebagai berikut :
a Tidak dapat dipidana kecuali ada ketentuan pidana berdasar peraturan
perundang-undangan formil. b Tidak
diperkenankan Analogi
pengenaan suatu undang-undang terhadap perbuatan yang tidak diatur
oleh undang-undang tersebut. c Tidak dapat dipidana hanya
berdasarkan kebiasaan Hukum tidak tertulis.
d Tidak boleh ada perumusan delik yang kurang jelas lex Certa.
e Tidak boleh Retroaktif berlaku surut f Tidak boleh ada ketentuan pidana
diluar Undang-undang. g Penuntutan
hanya dilakukan
berdasarkan atau dengan cara yang ditentukan undang-undang.
B. RUANG BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT TEMPAT LEX LOCI