Teori Konflik Tinjauan Pustaka

10 dikuasai jumlahnya lebih banyak, diperintah, dan dikendalikan oleh kelas yang memerintah dengan cara yang masa kini kurang lebih legal diktatorial dan kejam T.B.Battomore, 1996. Mosca percaya bahwa yang membedakan karakteristik elit adalah kecakapan untuk memimpin dan menjalankan kontrol politik, sekali kelas yang memrintah tersebut hilang kepercayaan dan orang – orang yang diluar kelas tersebut menunjukkan kecakapan yang lebih baik, maka terdapat segala kemungkinan bahwa kelas berkuasa akan dijatuhkan dan digantikan oleh penguasa yang baru. Kemudian, Bottomore 1996 menegaskan baik Preto, maupun Mosca, keduanya memusatkan kajiannya pada elit dalam artian kelompok orang yang secara langsung menggunakan atau berada dalam posisi memberikan pengaruh yang sangat kuat terhadap penggunaan kekuatan politik. Skema konseptual yang telah diwariskan oleh Pareto dan Mosca mencakup gagasan – gagasan umum bahwa setiap masyarakat ada dan harus ada suatu minoritas yang menguasai anggota masyarakat lain. Minoritas itu adalah adalah kelas politik atau elit yang memerintah yang terdiri dari mereka yang menduduki jabatan - jabatan komando politik dan secara lebih tersamar, mereka yang dapat langsung mempengaruhi keputusan - keputusan politik. Dalam perspektif Pareto maupun Mosca, elit menunjuk kepada sesuatu yang memerintah menjalankan fungsi – fungsi sosial yang penting, dan mewakili dari sebagian dari nilai – nilai sentral masyarakat. Yusron,2009

2.2. Teori Konflik

Permasalahan konflik sosial sangatlah konfleks untuk dibahas karena berkaitan erat dengan semua aspek kehidupan manusia. Konsep konflik itu sendiri Universitas Sumatera Utara 11 telah banyak diungkapkan dan dirumuskan oleh para ahli ilmu sosial. Dalam kajian sosiologis misalnya, Coser dalam Poloma,1999 : 108 mengatakan bahwa konflik adalah suatu bentuk interaksi yang bersifat instrumental sebagai upaya untuk pembentukan, penyatuan, dan pemeliharaan struktur sosial supaya dapat memperkuat identitas kelompok masing-masing sehingga tidak lebur kedalam dunia sosial di sekelilingnya. Berbeda dengan pandangan Coser yang berpijak pada paradigma sosiologis, Maka dalam kajian antropologi, Persudi Suparlan 1999 : 7 Mengatakan bahwa konflik adalah sebuah perjuangan individu atau kelompok untuk memenangkan suatu tujuan yang diinginkan. Artinya setiap individu atau kelompok mempunyai kepentingan yang ingin di capai melalui persaingan dan perjuangan. Dalam perjuangan memperebutkan kepentingan tersebut, kadang kala terjadi konflik antar individu atau kelompok karena mereka menempuh cara-cara yang dipandang melanggar aturan. Sedangkan William Chang 2003 mengatakan bahwa konflik merupakan bagian dari kehidupan umat manusia yang tidak pernah dapat diatasi sepanjang sejarah umat manusia. Sepanjang manusia masih hidup hampir mustahil untuk menghilangkan konflik dimuka bumi ini. Konflik antar individu atau antar kelompok merupakan bagian dari sejarah kehidupan umat manusia. Berbagai macam keinginan dan perbedaan pandangan dapat menjadi faktor penyebab terjadinya konflik dalam masyarakat. Walaupun pandangan Chang tersebut adalah benar, tetapi tidak berarti kita harus pasrah membiarkan masyarakat saling menyerang dan membunuh antara satu dengan yang lainnya. Sebagai seorang Universitas Sumatera Utara 12 ilmuan sudah barang tentu kewajiban untuk senantiasa berupaya mengantisipasi munculnya potensi dalam masyarakat. Dalam kondisi sosial politik dan ekonomis indonesia yang kacau seperti dewasa ini, setiap individu atau kelompok manusia senantiasa berjuang keras untuk memenuhi keinginan, memperoleh sumber penghidupan yang memadai, baik melalui sektor pertanian, perdagangan maupun melalui jabatan strategis dalam pemerintahan. Dengan demikian, terjadilah persaingan atau kompetisi yang ketat dan terkadang berupaya menghalalkan segala cara untuk mencapai keinginannya. Upaya-upaya yang demikian sudah barang tentu bertentangan dengan nilai dan norma sosial politik dan ekonomi yang berlaku dalam masyarakat. Dengan demikian terjadilah akumulasi ketidakpuasan antara mereka dan pada akhirnya menjelma menjadi potensi konflik dalam masyarakat.

2.3. Teori Pemekaran Wilayah