merupakan fenomena censorship yang tertuang secara kontekstual pada teks Antologi Kepustakawanan Indonesia.
Definisi selanjutnya adalah teks. Teks dinilai sebagai sebuah entitas yang memiliki tujuan untuk mengkonstruksi pemaknaan tertentu. Pada
penelitian, teks yang akan dilakukan analisis adalah teks Antologi Kepustakawanan Indonesia karangan Blasisus Sudarsono.
E. Sistematika Penulisan
Agar bahasan bab demi bab terjalin secara sistematis, maka penulis membaginya dalam lima bab, adapun urutannya adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini dikemukakan latar belakang penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II TINJAUAN LITERATUR
Bab ini memuat teori yang digunakan dalam penelitian. Pada bab ini peneliti membahas tentang Latar Belakang
Dekonstruksi, Pemaknaan Teks dalam Teori Dekonstruksi, Perspektif Rumusan Dekonstruksi.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menjabarkan tentang jenis dan pendekatan penelitian, fokus penelitian, observasi teks, dan teknik
analisis data.
BAB IV BIBLIOGRAFI TEKS DAN ANALISIS TEKSTUAL
Bab ini memuat pemaparan deskripsi bibliografis teks dan hasil analisis terhadap objek kajian yang peneliti tentukan
dalam permusan masalah dengan menggunakan perspektif dekonstruksi. Pada bab ini peneliti akan membagi dua
bagian; bagian pertama membahas deskripsi bibliografis teks dan bagian kedua adalah analisis dekonstruktif
terhadap teks.
BAB V PENUTUP
Berisi kesimpulan penelitian dan saran-saran dari peneliti.
11
BAB II TINJAUAN LITERATUR
A. Dekonstruksi
Dekonstruksi adalah Derrida dan Derrida adalah dekonstruksi. Istilah tersebut menggambarkan sebuah keterikatan yang Shahih. Derrida memang
pembuat teori Dekonstruksi. Namun jika ditelusuri, yang Derrida lakukan adalah menyempurnakan sebuah konsep yang sudah ada dan kemudian ia radikalkan.
Jacques Derrida adalah filsuf Prancis kontemporer yang melontarkan pandangan provokatif
melalui kritik
radikal atas
tradisi metafisika
Barat,
8
logosentrisme,
9
dan fonosentrisme.
10
Namun cikal-bakal Dekonstruksi bermula dari Martin Heidegger, seorang filsuf Jerman, yang mempersoalkan
status Ontologi dalam filsafatmetafisika barat. Ia berpandangan bahwa selama ini metafisi
ka barat telah melupakan makna “ada”. Hal ini terlihat dari upaya pemisahan hubungan antara ada dengan waktu. Konsep ini yang kemudian
dikenal sebagai destruksi. Ontologi memiliki arti sebagai ilmu tentang ada. Ontologi adalah sumber
dari eksistensi segala sesuatu di dunia fenomenal yang diberi istilah sebagai
8
Cara melihat pusat-pusat yang bersifat metafisik hadir untuk menjadi jaminan dan fondasi bagi setiap tanda. Lihat, Yasraf Amir Piliang, Semiotika dan Hipersemiotika: Kode, Gaya
Matinya Makna, ed. 4 Bandung: Matahari, 2012, h. 237.
9
Kecenderungan untuk menyandarkan tanda dan makna pada fondasi atau pusat dalam sistem bahasa yang menjadikan kebenaran bersifat final. Ibid., h. 368.
10
Sebuah keterpusatan Bahasa pada bunyi, citra akustik, dan meyakini aksara tidak memliki peran dalam aktivitas linguistik sehari-hari pada individu. Lihat, Muhammad Al-Fayyadl,
Derrida Yogyakarta: LKIS, 2011, h. 43-48.