METODE PENELITIAN Sistematika Penulisan
mengada atau adaan beings.
11
Guna mempreteli pandangan filsafatmetafisika Barat atas makna Ada, Heidegger menciptakan sebuah konsep yang dikenal
sebagai “destruksi”. Dengan istilah ini Heidegger berhasil menunjukkan bahwa ontos ada telah dipersoalkan bahkan pada periode filsafat Yunani Kuno. Ke-ada-
an yang secara diam-diam dilupakan memberikan pengaruh pada tradisi filsafat setelahnya.
Heidegger mencontohkan dalam filsafat Descartes yang memiliki istilah “cogito ergo sum” yang berarti “aku berpikir maka aku ada”. Terlihat bahwa ke-
ada-an manusia selalu ditentukan oleh pikirannya. Metafisika Barat cenderung berangkat dari cogito atau pikiran, ketimbang bertolak dengan mempertanyakan
sum atau ada. Ekses dari keterpisahan ada dengan waktu telah menjadikan metafisika cenderung meletakkan pikiran sebagai pusat dari eksistensi. Dengan
demikian, pikiran menjadi tolok ukur bagi keberadaan seluruh fenomena yang eksternal.
Konsep destruksi yang dibawa Heidegger digunakan untuk mengkritik sebuah bangunan epsitemologis, yang dalam hal ini berupa tradisi metafisika
barat, namun tetap membuka peluang lebar untuk membangunnya kembali dan merekonstruksinya.
Bersama dengan
destruksi-nya, Heidegger
hendak menghancurkan logosentrisme yang bersemayam di dalam filsafat tradisional.
Namun ia masih mengalami kesulitan untuk keluar dari tradisi logosentrisme yang telah mengakar itu. Adapun konsep heidegger yang cukup terasa nuansa
logosentris-nya terdapat di konsep aletheia, yaitu menyingkap sang ada.
11
Ibid., h. 18.
Penyingkapan tidak meninggalkan apa- apa selain “jejak”. Yang tersisa adalah
jejak yang terus menunda kehadiran. Namun pada saat yang sama juga menunda penyingkapan sang ada dengan kelupaan-kelupaan yang baru. Sejarah ontologi
dan metafisika, dengan demikian, adalah sejarah pergulatan tanpa henti untuk menyingkapkan ada dan melupakannya. Dalam membangun konsep tersebut
Heidegger menggunakan metode fenomenologi yang pada akhirnya menyebabkan dia mengalami kebuntuan dalam penyingkapan sang ada.
Derrida, yang melihat ikhtiar Heidegger yang hendak membongkar struktur dasar metafisika barat, melakukan penyempurnaan atas konsep destruksi. Derrida
memberikan sentuhan radikalnya yang membuat konsep buatannya tidak hanya selesai pada tahap pembongkaran metafisika saja, melainkan melangkah lebih
jauh hingga tataran penggugatan ontologi itu sendiri. Bersama dekonstruksi, Derrida tidak hanya berhenti pada mengkritik, tetapi merombak dan mencari
kontradiksi-kontradiksi yang inheren dalam bangunan metafisika lalu membiarkannya centang-perenang dan tidak memungkinkannya untuk dibangun
kembali.
12
Lebih lanjut dekonstruksi merelatifkan bahkan menihilkan segala unsur penting yang membentuk pandangan-dunia, seperti diri, Tuhan, tujuan, makna,
dunia nyata, metafisika. Namun yang harus digarisbawahi adalah Derrida tidak menuju nihilisme, yang ia lakukan adalah melakukan pembelaan terhadap bahasa
lain dalam teks.
13
Dengan mempersoalkan struktur metafisika yang membangun sebuah wacana, dekonstruksi mengambil porsi teoritiknya sebagai sebuah kritik atas
12
Ibid., h. 21.
13
Ibid., h. 15.