Teknik Analisis data Metodologi Penelitian

ket urunan dari Ja’far As-Shadiq Ibn Muhammad al-Baqir Ibn Ali Zain al- ‘Abidin ibn al Husain putra dari Fatimah az-Zahra bin Muhammad saw”. Ketika Muhammad Ali mengambil alih seluruh kekayaan di Mesir, harta orang tua Ath-Thahthawi termasuk kekayaan yang diambi alih dan dikuasai itu. Ia terpaksa belajar di masa kecilnya dengan bantuan dari keluarga ibunya. Ketika umur 16 tahun ia pergi ke Kairo untuk belajar di al-Azhar. Ia adalah murid kesayangan dari gurunya Al-Syaikh Hasan Al- ‘Attar yang banyak mempunyai hubungan dengan ahli-ahli ilmu pengetahuan Perancis yang datang dengan Napoleon ke Mesir. Ia selalu mengadakan kunjungan kepada ahli-ahli itu untuk mengetahui kemajuan ilmu pengetahuan mereka. Kunjungan-kunjungan itu mereka terima dengan senang hati, karena mereka dapat memperdalam pengetahuan mereka tentang bahasa Arab dari pergaulan dengan beliau sebagai ulama besar Al-Azhar. Selama beliau menjadi mahasiswa di Al-Azhar dan menjadi salah satu murid dari Syeikh Al- ‘Attar, Syeikh al-‘Attar melihat bahwa Ath- Thahthawi merupakan seorang pelajar yang sungguh-sungguh dan tajam pikirannya. Penilaian terhadap Ath-Thahthawi tersebut dilihat dari bagaimana cara belajar Ath-Thahthawi dalam kesehariannya. Oleh karenanya, Syeikh al- ‘Attar selalu memberi dorongan kepadanya untuk senantiasa menambah ilmu pengetahuan, agar pengetahuan yang ia punya tak hanya terfokus pada satu bidang saja akan tetapi dapat menguasai bidang yang lain juga. Ath-Thahthawi menuntut ilmu di Al-Azhar selama lima tahun dan menyelesaikan studinya pada tahun 1822, kemudian beliau mengabdikan dirinya dengan mengajar di sana selama 2 tahun sampai tahun 1824. 3 Setelah menjabat sebagai imam tentara selama 2 tahun, beliau diangkat menjadi imam mahasiswa-mahasiswa yang dikirim ke Paris oleh Muhammad Ali Pasya. Dan akhirnya menetap di sana selama 5 tahun. Selama di sana, beliau belajar bahasa Perancis yang dalam waktu singkat 3 Nasution. Op. cit., h. 42 dapat ia kuasai dengan baik. Jadi, selain dari mempergunakan waktunya untuk bekerja sebagai imam, beliau turut pula belajar. Sedangkan imam- imam yang lain tidak memanfaatkan waktunya untuk mengikuti pelajaran. Untuk mengadaptasikan dirinya selama berada di Perancis, Ath- Thahthawi berusaha keras mempelajari bahasa mereka dan pada akhirnya beliau pun menguasai bahasa Perancis tersebut. Karena beliau telah menguasai bahasa Perancis, beliau berhasil menerjemahkan berbagai risalah bahasa Perancis ke dalam bahasa Arab. Selain itu, dengan kemampuan tersebut, beliau dapat membaca dan mempelajari buku-buku sejarah, filsafat Yunani, ilmu hitung, logika, dan bahkan pemikiran para pemikir bangsa Perancis abad ke-19, seperti Voltaire, Condillac, Roeseau dan Montesque dalam bahasa Perancis. Hal ini menyebabkan beliau mempunyai pengetahuan yang luas dalam berbagai bidang keilmuan. 4 Di antara orang yang dikirim Muhammad Ali, Ath-Thahthawi tercatat sebagai satu-satunya orang yang mengkhususkan dirinya dalam bidang penterjemahan. Kegiatan yang demikian merupakan salah satu yang diperlukan pada waktu itu. Ketika Muhammad Ali memerintah Mesir, Ath-Thahthawi memang dimanfaatkan, bukan hanya untuk kepentingan pemerintah bahkan juga untuk kemajuan rakyat kecil. Setelah lima tahun lamanya beliau tinggal di Perancis, akhirnya beliau kembali ke Mesir. Dan sekembalinya beliau di Mesir, beliau langsung diberikan jabatan sebagai guru bahasa Perancis dan berbagai jabatan Kepala Sekolah, serta pimpinan Badan Penterjemah Undang- undang Perancis. Berangkat dari latar belakang pendidikan dan pengalaman tersebut, hal itu turut membentuk wawasan kependidikan beliau. Beliau merupakan seorang sosok yang mempunyai intelektual tinggi, kecerdasan, serta membawa pemikiran-pemikiran yang baru. Berbagai ilmu telah banyak ia kuasai, sikap kepeduliannya terhadap perkembangan zaman, serta bahasa yang dikuasai selain bahasa Arab 4 Nasution. Op. cit., h. 43