Besar Sampel Alur Penelitian

28 = 2πr r + t = 2 x 3,14 x 11 11 + 34 = 3108.6 cm 2 = 0.31086 m 2 Dari luas kelambu tersebut, dapat dihitung kebutuhan larutan Cypermethrin 100 EC yang digunakan yaitu sebagai berikut: Kebutuhan larutan Cypermethrin = luas kelambu x 15 mlm 2 = 0.31086 m 2 x 15 mlm 2 = 4.6629 ml Setelah mendapat jumlah larutan Cypermethrin 100 EC yang dibutuhkan maka kita dapat membuat larutan Cypermehtrin 100 EC dalam berbagai konsentrasi dengan perhitungan sebagai berikut. Rumus kebutuhan insektisida 10 : Luas kelambu m 2 x konsentrasi gramm 2 x 1konsentrasi insektisida 1. Kebutuhan Cypermethrin untuk konsentrasi 100 mgm 2 = luas kelambu x konsentrasi Cypermethrin x 1000ml100gr = 0.31086 m 2 x 100 mgm 2 x 1000 ml 100 gr = 0.31086 ml = 31.086 µl Kebutuhan air sebagai pelarut = kebutuhan larutan – kebutuhan cypermethrin = 4.6629 ml – 0.31086 ml = 4.35204 ml 2. Kebutuhan Cypermethrin untuk konsentrasi 200 mgm 2 = luas kelambu x konsentrasi Cypermethrin x 1000ml100gr = 0.31086 m 2 x 200 mgm 2 x 1000 ml 100 gr = 0.62172 ml 29 = 62.172 µl Kebutuhan air sebagai pelarut = kebutuhan larutan – kebutuhan cypermethrin = 4.6629 ml – 0.62172 ml = 4.04118 ml 3. Kebutuhan Cypermethrin untuk konsentrasi 300 mgm 2 = luas kelambu x konsentrasi Cypermethrin x 1000ml100gr = 0.31086 m 2 x 300 mlm 2 x 1000 ml 100 gr = 0.93258 ml = 93.258 µl Kebutuhan air sebagai pelarut = kebutuhan larutan – kebutuhan cypermethrin = 4.6629 ml – 0.93258 ml = 3.73032 ml 4. Kebutuhan Cypermethrin untuk konsentrasi 400 mgm 2 = luas kelambu x konsentrasi Cypermethrin x 1000ml100gr = 0.31086 m 2 x 400 mlm 2 x 1000 ml 100 gr = 1.24344 ml = 124.344 µl Kebutuhan air sebagai pelarut = kebutuhan larutan – kebutuhan cypermethrin = 4.6629 ml – 1.24344 ml = 3.41946 ml 5. Kebutuhan Cypermethrin untuk konsentrasi 500 mgm 2 = luas kelambu x konsentrasi Cypermethrin x 1000ml100gr = 0.31086 m 2 x 500 mgm 2 x 1000 ml 100 gr = 1.5543 ml = 155.43 µl Kebutuhan air sebagai pelarut 30 = kebutuhan larutan – kebutuhan cypermethrin = 4.6629 ml – 1.5543 ml = 3.1086 ml Setelah didapatkan banyaknya Cypermethrin 100 EC dan air yang dibutuhkan, kedua bahan tersebut dicampur di dalam sebuah wadah.. Pencelupan kelambu dalam larutan Cypermethrin 100 EC dilakukan sesuai dengan masing- masing konsentrasi yang berbeda. Setelah dicampur, dilakukan pengeringan pada tempat yang teduh tidak terkena sinar matahari langsung. 10

3.6.3. Uji pendahuluan

A. Uji resistensi enzim esterase terhadap larva nyamuk Culex quinquefasciatus dengan metode Lee Sebelum dilakukan uji bioassaydengan kelambu celup Cypermethrin 100 EC, maka dilakukan uji esterase dengan ELISA terlebih dahulu untuk mengetahui status kerentanan nyamuk terhadap insektisida. Uji esterase dilakukan pada larva yang nantinya akan menjadi nyamuk yang akan digunakan dalam bioassay. 37 Sebelum dilakukan pembacaan dengan menggunakan ELISA, dilakukan persiapan sampel dengan reagen terlebih dahulu.Berikut adalah tahapan – tahapan persiapan sampel tersebut. 37 a. Ambil seekor larva instar 4 dan taruh dalam wadah kecil. b. Haluskan larva tersebut dan tambahkan 0,5 ml larutan Phosphat Buffer Saline PBS 0,02 M, pH = 7. c. Aduk homogenat yang berisi larva dan larutan PBS 0,5 ml. d. Pindahkan homogenate tersebut kedalam microplat sebanyak 50 µl dengan mikropipet. e. Kedalam setiap sumur microplat tambahkan 50 µl larutan α-naftil asetat dan diamkan selama 60 detik. f. Lalu tambahkan reagen sebanyak 50 µl. 31 g. Selanjutnya dilakukan pembacaan aktivitas enzim esterase secara kuantitatif dengan menggunakan ELISA reader pada panjang gelombang 450 nm. 10 B. Uji Bioassay Kelambu celup Cypermethrin 100 EC 38 a. Siapkan kelambu yang telah dicelup dalam larutan Cypermethrin 100 EC dengan konsentrasi 100, 200, 300,400 dan 500 mgm 2 b. Pada kelambu tersebut dimasukkan 25 ekor nyamuk dewasa betina Culex quenquifasciatus. c. Nyamuk dewasa betina yang telah dimasukkan kedalam kelambu didiamkan selama 30 menit di dalam kelambu lalu dicatat jumlah nyamuk yang pingsanknock down. Setelah dicatat, nyamuk dikeluarkan dengan aspirator dengan perlahan, dan ditaruh didalam sebuah wadah paper cup tertutup kasa. d. Nyamuk diberi makan berupa larutan gula 10 yang diletakkan pada permukaan kasa di bagian mulut cup. e. Pengamatan dan penghitungan terhadap kematian nyamuk dilakukan setelah 24 jam pasca pemaparan di luar kelambu celup. Uji pendahuluan ditujukan untuk menentukan rentang konsentrasi insektisida yang efektif memberikan kematian pada nyamuk uji serta menentukan rentang waktu yang dibutuhkan untuk pemaparan atau kontak nyamuk dalam kelambu. 32

3.8 Alur Penelitian

Nyamuk yang mati maupun yang masih hidup setelah 24 jam ditaruh dalam paper cup kemudian dimasukkan dalam freezer -20 C atau diberi alhohol 70. Pengujian dilakukan pada minggu ke 1, 4, dan 8 pasca pencelupan 1. Kelompok 1 : konsentrasi Cypermethrin 100 mgm2 2. Kelompok 2 : konsentrasi Cypermethrin 200 mgm2 3. Kelompok 3 : konsentrasi Cypermethrin 300 mgm2 4. Kelompok 4 : konsentrasi Cypermethrin 400 mgm2 5. Kelompok 5 : konsentrasi Cypermethrin 500 mgm2 Pengujian memakai 5 kelompok perlakuan dan 3 kali ulangan Larva yang telah dikumpulkan dari lapangan dibiakkan hingga menjadi nyamuk dewasa Siapkan 25 ekor nyamuk dewasa betina untuk setiap perlakuan Pilih nyamuk betina sebagai sampel penelitian Larva dilaskukan uji esterase untuk melihat resistensi terhadap insektisida Diamkan nyamuk pada cup dengan diberi larutan gula selama 24 jam Amati kematian nyamuk pada 24 jam paska perlakuan Diamkan nyamuk didalam kelambu celup selama 30 menit Hasil dilakukan analisis data Amati kelumpuhan nyamuk pada menit ke 30 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Sampel

Karakteristik Sampel Jumlah keterangan lain 1. Nyamuk Culex quinquefasciatus 1.1. Betina dewasa 1.2 Larva instar 3-4 2. Usia nyamuk 3. Jumlah sampel tiap perlakuan konsentrasi 4. Konsentrasi Cypermethrin 100 EC 5. Jenis kelambu celup 450 ekor per satu kali ujiminggu 1 ekor per ulangan 1-2 hari setelah keluar dari pupa 25 ekor 100 mgm 2 , 200 mgm 2 , 300 mgm 2 , 400 mgm 2 , 500 mgm 2 Nilon

4.2 Hasil Uji Esterase

Sebelum dilakukan pengujian utama, terlebih dahulu dilakukan uji esterase pada larva nyamuk untuk mengetahui status kerentanan nyamuk terhadap insektisida. Uji esterase dilakukan dengan metode Lee yang mengukur tingkat resistensi berdasarkan jumlah enzim esterase yang diproduksi oleh tubuh nyamuk. Dari hasil pada tabel 4.1 , rata – rata nilai AV dengan ELISA reader pada panjang gelombang 450 nm adalah 1.363 dan 1.101. Dari hasil tersebut, maka larva sampel uji termasuk kriteria sangat resisten. Hasil ini didasarkan pada penelitian Lee 1990 dengan kriteria 37 :  – 0,7 = sangat peka  0,7 – 0,9 = resisten sedang  0,9 = sangat resisten 34 Tabel 4.1 3 Nilai Absorbance Value AV larva uji pada ELISA Percobaan ke Nilai AV pada tiap ulangan Rata – rata nilai AV 1 2 3 4 5 1 1.257 1.483 1.508 1.333 1.240 1.364 2 1.311 1.479 1.369 1.347 1.310 1.101 Kriteria tersebut menunjukkan bahwa nyamuk Culex quinquefasciatus di daerah pengambilan sampel sudah resisten terhadap insektisida golongan Organofosfat, Karbamat, dan Piretroid. Pada keadaan normal, insektisida Organofosfat bekerja menghambat produksi enzim esterase pada tubuh nyamuk. Sedangkan pada keadaan resistensi, hambatan enzim esterase tidak dapat terjadi karena produksi enzim esterase yang berlebih pada tubuh nyamuk. Hambatan enzim esterase ini akan semakin besar seiring dengan banyaknya paparan nyamuk terhadap insektisida. 33

4.3 Hasil Uji Kelambu Celup Cypermethrin 100 EC 100 EC

a. Uji pendahuluan Setelah dilakukan uji esterase, dilakukan pula uji pendahuluan untuk mengetahui konsentrasi awal yang dapat dijadikan acuan untuk uji utama. Uji pendahuluan dilakukan dengan menggunakan 4 konsentrasi rendah, yaitu 20 mgm2, 40 mgm2, 80 mgm2, dan 100 mgm2 serta kontrol. Pengujian dilakukan dengan 3 kali pengulangan. Sampel uji yang digunakan untuk uji pendahuluan adalah nyamuk keturunan pertama F1 yang merupakan nyamuk biakan laboratorium. Pengamatan dilakukan dengan menghitung knockdown kelumpuhan nyamuk pada 30 menit pasca paparan dan kematian nyamuk 24 jam pasca paparan. Berdasarkan tabel 4.2 dan grafik 4.1 dapat diketahui bahwa semakin besar konsentrasi Cypermethrin 100 EC maka semakin banyak nyamuk yang mengalami kelumpuhan. 35 Tabel 4.2 Hasil kelumpuhanknockdown nyamuk pada uji pendahuluan Konsentrasi mgm 2 Knockdown 30 menit pada tiap ulangan ekor Knockdown 30 menit rata - rata ekor Presentase Knockdown 30 menit rata - rata Jumlah sampel ekor I II III Kontrol 10 20 1 1 1 1 10 10 40 1 1 1 1 10 10 80 2 1 1 1,3 13 10 100 2 2 2 2 20 10 Grafik 4.1 Kelumpuhanknockdown nyamuk pada uji pendahuluan Sedangkan hasil kematian nyamuk yang diamati dalam 24 jam pasca 30 menit perlakuan dapat dilihat pada tabel 4.3 dan grafik 4.2 5 10 15 20 25 20 40 80 100 K noc k D ow n Konsentrasi Cypermethrin mgm2 36 Tabel 4.3 5 Hasil kematian nyamuk dalam 24 jam pada uji pendahuluan Konsentrasi mgm 2 Kematian nyamuk pada tiap ulangan ekor Kematian nyamuk rata - rata ekor Presentase Kematian nyamuk rata - rata Jumlah sampel ekor I II III Kontrol 10 20 10 10 40 1 1 2 1,3 13 10 80 2 1 2 1,67 16,7 10 100 2 2 2 2 20 10 Grafik 4.2 Hasil kematian nyamuk setelah 24 jam pasca paparan Dari uji pendahuluan didapatkan hasil bahwa dengan konsentrasi Cypermethrin 100 EC 20 mgm2, 40 mgm2, 80 mgm2, dan 100 mgm2 hanya menyebabkan sekitar 20 kematian nyamuk. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nyamuk ini masihdapat bertahan terhadap perlakuan dengan Cypermethrin 100 EC. Hal ini dimungkinkan karena nyamuk yang digunakan untuk uji 5 10 15 20 25 20 40 80 100 K e m a ti a n Konsentrasi Cypermethrin mgm2