Uji pendahuluan Cara Kerja Penelitian .1 Persiapan dan pengumpulan sampel

33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Sampel

Karakteristik Sampel Jumlah keterangan lain 1. Nyamuk Culex quinquefasciatus 1.1. Betina dewasa 1.2 Larva instar 3-4 2. Usia nyamuk 3. Jumlah sampel tiap perlakuan konsentrasi 4. Konsentrasi Cypermethrin 100 EC 5. Jenis kelambu celup 450 ekor per satu kali ujiminggu 1 ekor per ulangan 1-2 hari setelah keluar dari pupa 25 ekor 100 mgm 2 , 200 mgm 2 , 300 mgm 2 , 400 mgm 2 , 500 mgm 2 Nilon

4.2 Hasil Uji Esterase

Sebelum dilakukan pengujian utama, terlebih dahulu dilakukan uji esterase pada larva nyamuk untuk mengetahui status kerentanan nyamuk terhadap insektisida. Uji esterase dilakukan dengan metode Lee yang mengukur tingkat resistensi berdasarkan jumlah enzim esterase yang diproduksi oleh tubuh nyamuk. Dari hasil pada tabel 4.1 , rata – rata nilai AV dengan ELISA reader pada panjang gelombang 450 nm adalah 1.363 dan 1.101. Dari hasil tersebut, maka larva sampel uji termasuk kriteria sangat resisten. Hasil ini didasarkan pada penelitian Lee 1990 dengan kriteria 37 :  – 0,7 = sangat peka  0,7 – 0,9 = resisten sedang  0,9 = sangat resisten 34 Tabel 4.1 3 Nilai Absorbance Value AV larva uji pada ELISA Percobaan ke Nilai AV pada tiap ulangan Rata – rata nilai AV 1 2 3 4 5 1 1.257 1.483 1.508 1.333 1.240 1.364 2 1.311 1.479 1.369 1.347 1.310 1.101 Kriteria tersebut menunjukkan bahwa nyamuk Culex quinquefasciatus di daerah pengambilan sampel sudah resisten terhadap insektisida golongan Organofosfat, Karbamat, dan Piretroid. Pada keadaan normal, insektisida Organofosfat bekerja menghambat produksi enzim esterase pada tubuh nyamuk. Sedangkan pada keadaan resistensi, hambatan enzim esterase tidak dapat terjadi karena produksi enzim esterase yang berlebih pada tubuh nyamuk. Hambatan enzim esterase ini akan semakin besar seiring dengan banyaknya paparan nyamuk terhadap insektisida. 33

4.3 Hasil Uji Kelambu Celup Cypermethrin 100 EC 100 EC

a. Uji pendahuluan Setelah dilakukan uji esterase, dilakukan pula uji pendahuluan untuk mengetahui konsentrasi awal yang dapat dijadikan acuan untuk uji utama. Uji pendahuluan dilakukan dengan menggunakan 4 konsentrasi rendah, yaitu 20 mgm2, 40 mgm2, 80 mgm2, dan 100 mgm2 serta kontrol. Pengujian dilakukan dengan 3 kali pengulangan. Sampel uji yang digunakan untuk uji pendahuluan adalah nyamuk keturunan pertama F1 yang merupakan nyamuk biakan laboratorium. Pengamatan dilakukan dengan menghitung knockdown kelumpuhan nyamuk pada 30 menit pasca paparan dan kematian nyamuk 24 jam pasca paparan. Berdasarkan tabel 4.2 dan grafik 4.1 dapat diketahui bahwa semakin besar konsentrasi Cypermethrin 100 EC maka semakin banyak nyamuk yang mengalami kelumpuhan. 35 Tabel 4.2 Hasil kelumpuhanknockdown nyamuk pada uji pendahuluan Konsentrasi mgm 2 Knockdown 30 menit pada tiap ulangan ekor Knockdown 30 menit rata - rata ekor Presentase Knockdown 30 menit rata - rata Jumlah sampel ekor I II III Kontrol 10 20 1 1 1 1 10 10 40 1 1 1 1 10 10 80 2 1 1 1,3 13 10 100 2 2 2 2 20 10 Grafik 4.1 Kelumpuhanknockdown nyamuk pada uji pendahuluan Sedangkan hasil kematian nyamuk yang diamati dalam 24 jam pasca 30 menit perlakuan dapat dilihat pada tabel 4.3 dan grafik 4.2 5 10 15 20 25 20 40 80 100 K noc k D ow n Konsentrasi Cypermethrin mgm2