LAPAROTOMI INSTRUMEN PENGUKUR NYERI

2.14 LAPAROTOMI

Merupakan istilah yang digunakan untuk tindakan operasi yang membuka kavum abdomen. Istilah diperkenalkan oleh Thomas Bryant, seorang ahli bedah yang berasal dari Inggris. Berasal dari bahasa Yunani, “lapara” yang artinya jaringan lunak yang berada antara tulang iga dan tulang panggul. Sedangkan “tomi” adalah tindakan insisi pada atau memotong pada bagian tersebut. Tindakan laparotomi bisa merupakan tindakan untuk mendiagnosa ataupun sebagai tindakan untuk menghilangkan gangguan yang menjadi dasar tindakan laparotomi 39 .

2.15 INSTRUMEN PENGUKUR NYERI

Alat pengukur derajat nyeri yang paling sering digunakan adalah Verbal DescriptorRater Scale VDSVRS, Numerical Rating Scale NRS, dan Visual Analogue Scale VAS dikemukakan pada tahun 1948 oleh Keele, didasarkan pada 3-5 tingkat nyeri numerik yang menggambarkan kata “tidak nyeri”, “nyeri sedikit” slight, “nyeri ringan”, “nyeri sedang”, “nyeri berat”. Sementara itu Downie dkk pada tahun 1978 menggambarkan NRS sebagai garis horizontal atau vertikal yang ujung-ujungnya diberi nilai “0” menandakan tidak ada nyeri dan “10” menandakan nyeri yang berat 40 . NRS sering dipakai oleh peneliti sebagai alat ukur tunggal maupun bersama-sama dengan VDS. Alat ukur VAS dikembangkan 70 tahun lalu dan mungkin saat ini menjadi yang paling luas digunakan untuk mengukur nyeri. Skala ini berupa garis lurus, biasanya panjangnya 100 mm, atau kadang-kadang 150 dan 160 mm. Ujung kiri garis ini melambangkan “tidak ada nyeri sama sekali” dan ujung kanannya melambangkan “nyeri yang tak tertahankan”. Pasien diminta untuk menandai satu titik pada garis itu yang menggambarkan tingkat nyeri yang dia rasakan. Intensitas nyeri ini diukur dari ujung garis yang paling kiri sampai tanda yang ditunjuk pasien, biasanya menggunakan satuan militer. Tingkat nyeri ini lalu dicatat sebagai nomor antara 0 sampai 100. Selain posisi horizontal, VAS juga dapat diposisikan vertikal, dan hasilnya tetap valid. Pada Universitas Sumatera Utara umumnya VAS mudah digunakan, namun pada periode paska bedah VAS agak sulit untuk digunakan karena efek zat anestesia, mual dan penglihatan kabur 40 . Dalam kajian pustakanya Coll dkk merekomendasikan VAS sebagai alat ukur nyeri paska bedah, bahkan untuk operasi rawat sehari day surgery. Rekomendasi ini dikeluarkan mengingat alat ini telah digunakan secara luas, kualitasnya secara metodologis baik dan penggunaannya mudah, hanya menggunakan beberapa kata sehingga kosa kata tidak menjadi persoalan 41 . Willianson dkk melakukan kajian pustaka atas tiga skala ukur nyeri dan memberikan kesimpulan antara lain : VAS secara statistik paling kuat strukturnya karena dapat menyajikan data dalam bentuk rasio, perlu dicatat bahwa data VAS tidak selalu terdistribusi normal dan pasien tidak selalu menggunakan seluruh area skala, penggunaan VAS berulang dapat bervariasi sebanyak 20, tingkat kesalahan penggunaan VAS dapat dikurangi dengan penjelasan yang baik kepada pasien, pasien dengan keterbatasan kognitif lebih sulit melaporkan rasa nyerinya, termasuk pula lebih sulit menggunakan VAS sebagai alat ukurnya, orang tua dan anak-anak yang kurang memiliki kemampuan abstrak lebih menyukai alat ukur verbal dari pada VAS. 40,41,42 Nilai VAS antara 0 sampai 40 skala 0-100 dianggap sebagai tingkat nyeri yang rendah dan digunakan sebagai target untuk tatalaksana analgesia. Nilai 5-44 berat. Nilai VAS 50 atau lebih membuat pasien merasa tidak nyaman sehingga perlu diberikan obat analgesik penyelamat rescue analgetic. 41,42,43 Perubahan nilai VAS juga turut mempengaruhi kepuasan pasien. Penurunan nilai VAS kira-kira 10 skala 0-100 atau 15 dirasakan sebagai “nyeri menurun sedikit”. Penurunan 20-30 atau rasio 33 dianggap sebagai penurunan nyeri secara bermakna bagi pasien. Penurunan VAS hingga 66 dianggap sebagai penghilangan nyeri yang substansial. 42,43 Universitas Sumatera Utara

2.16 KERANGKA KONSEP

Dokumen yang terkait

Perbandingan Efek Parasetamol 1 gr/6 jam Intravena dan Ketorolak 30 mg/6 jam Intravena Untuk Penanganan Nyeri Paska Pembedahan Seksio Sesaria Dengan Anestesi Regional Blok Subaraknoid

1 60 119

Perbandingan Efektivitas Kombinasi Fentanyl Patch 12,5 µg/jam dan 25 µg/jam dengan Ketorolak 30 mg Intravena pada Pascabedah Ortopedi Ekstremitas Bawah | Rini | Jurnal Anestesi Perioperatif 823 3040 1 PB

0 0 8

Perbandingan efek parasetamol 1 gr 6 jam intravena dan Ketorolak 30 mg 6 jam intravena untuk penanganan nyeri paska pembedahan seksio sesaria dengan anestesi regional blok subaraknoid

0 0 22

Perbandingan efek parasetamol 1 gr 6 jam intravena dan Ketorolak 30 mg 6 jam intravena untuk penanganan nyeri paska pembedahan seksio sesaria dengan anestesi regional blok subaraknoid

0 0 4

Perbandingan efek parasetamol 1 gr 6 jam intravena dan Ketorolak 30 mg 6 jam intravena untuk penanganan nyeri paska pembedahan seksio sesaria dengan anestesi regional blok subaraknoid

0 0 14

Perbandingan efek parasetamol 1 gr 6 jam intravena dan Ketorolak 30 mg 6 jam intravena untuk penanganan nyeri paska pembedahan seksio sesaria dengan anestesi regional blok subaraknoid

1 1 27

Perbandingan efek parasetamol 1 gr 6 jam intravena dan Ketorolak 30 mg 6 jam intravena untuk penanganan nyeri paska pembedahan seksio sesaria dengan anestesi regional blok subaraknoid

0 0 6

Perbandingan efek parasetamol 1 gr 6 jam intravena dan Ketorolak 30 mg 6 jam intravena untuk penanganan nyeri paska pembedahan seksio sesaria dengan anestesi regional blok subaraknoid

0 0 13

Perbandingan Efektivitas antara Gabapentin 600 mg dan Gabapentin 900 mg Kombinasi dengan Ketorolak 30 mg 8 Jam sebagai Analgesia Pascabedah pada Total Abdominal Histerektomi dengan Anestesi Umum | Camary | Jurnal Anestesi Perioperatif 898 3274 1 PB

0 0 7

Efek Ketorolak 30 Mg Intravena Sebagai Preemptive Analgesia Pada Operasi

0 0 51