Ahmadiyah di Cikeusik Banten
                                                                                71
Presiden  Susilo  Bambang  Yudhoyono  SBY  yang  gagal  menegakkan  hukum secara  adil  dalam  kasus  yang  mengatasnamakan  agama.  Perlu  dicatat,  bahwa
Kepolisian RI dan Kejaksaan RI merupakan institusi negara di bawah koordinasi Presiden.  Jika  SBY  benar-benar  ingin  melakukan  penegakan  hukum,  maka
Presiden  seharusnya  lebih  menegaskan  kepada  institusi  dua  lembaga  negara tersebut.
36
Menyikapi  kasus  Ahmadiyah  di  Cikeusik,  Banten,  The  Wahid  Institute melakukan  investigasi  di  lapangan  dan  menjalin  kerjasama  dengan  lembaga
pemerintah  yang  memiliki  jaminan  hukum,  seperti,  Komisi  Nasional  Hak  Asasi Manusia  Komnasham.
37
Sedangkan  menurut  Ahmad  Suaedy,  The  Wahid Institute melakukan penyadaran melalui media massa, dan pendekatan ke lembaga
negara  DPR  RI.  Karena,  DPR  sebagi  lembaga  negara  yang  mempunyai  peran terhadap kebijakan-kebijakan negara.
38
Kemudian, The  Wahid  Institute  juga  mendesak  presiden  Susilo  Bambang
Yudhoyono  SBY  agar  mencabut  berbagai  kebijakan  diskriminatif  serta kebijakan  yang  mengekang  kebebasan  beragama  dan  berkeyakinan.  Kedua,
mendesak  Menteri  Dalam  Negeri  untuk  segera  membatalkan  Peraturan  Bupati Pandeglang  No.  5  Tahun  2011.  Ketiga,  mendesak  Bupati  Pandeglang  untuk
menghormati proses hukum dengan  tidak  melakukan penghakiman sepihak, serta
36
Ismail Hasani-Bonar dan Tigor Naipospos, Ahmadiyah dan Keindonesiaan Kita, 150.
37
Wawancara Pribadi dengan Subhi Azhari, pada 23 Desember 2013.
38
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Suaedy, pada 24 Desember 2013.
72
mencabut  pernyataan  bahwa  jemaat  Ahmadiyah  sebagai  pelanggar  SKB  Tiga Menteri dan penyebab konflik Sosial.
39
Selanjutnya,  alasannya  The  Wahid  Institue  melakukan  advokasi  kepada jemaat  Ahmadiyah di  Cikeusik,  Banten ialah, bahwa  setiap warga negara berhak
mendapatkan  jaminan  beragama  dan  berkeyakinan.  Namun,  dalam  peranya  The Wahid Institute mengalami kendala yang cukup berat. Contohnya,  para penegak
hukum  tidak  adil  dan  tidak  objektif  menangani  kasus  kekerasan  Ahmadiyah Cikeusik,  Banten.  Karena  pelaku  kekerasan  hanya  di  hukum  ringan  dan  tidak
memberikan efek jera terhadap pelaku kekerasan tersebut.
40
Secara umum, menurut Subhi Azhari, advokasi yang di lakukan The Wahid Institute  terhadap  kasus  di  atas  tersebut  yaitu,  pertama,  mendorong  negara
ataupun  pengambil  kebijakan  untuk  mengamanatkan  konstitusi  kepada  setiap warga  negara  untuk  memeluk  agama  yang  dianutnya.  Kedua,  pendekatan  secara
politisi yakni dengan para pengambil kebijakan, aparatus negara untuk mendorong menjalankan  amanat  konstitusi.  Bahkan,  The  Wahid  Institute  juga  melakukan
demonstrasi dan dengar pendapat dengan pemerintah. Ketiga, menghimbau kepada masyarakat sipil untuk memperkuat jejaring di
setiap  berbagai  daerah  yang  memiliki  isu  yang  sama  dalam  menjamin  hak-hak umat beragama. Keempat, pada level  grassroot,  The Wahid  Institute bergerak di
bidang  pendidikan  untuk  memberikan  pemahaman  terhadap  pemuka  agama  dan
39
http:www.elsam.or.idindex.php?id=1361lang=inact=viewcat=c302, diunduh
pada 6 Maret 2013.
40
Wawancara Pribadi dengan Alamsyah M. Dja’far, pada 10 Januari 2014.
73
kelompok  masyarakat  tentang  jaminan  konstitusi  setiap  warga  negara  dan pentingnya hak-hak beragama, serta memperkuat resolusi konflik.
The  Wahid  Institute  juga  mendorong  para  kiai  pesantren  untuk  memahami keislaman  dan  mengkaji  literatur-literatur  keislaman  yang  menekankan  pada
aspek  perlindungan  hak-hak  beragama.  Kemudian,  The  Wahid  Institute melakukan  pendampingan  terhadap  korban  kekerasan  agama  yang  terdiskrimasi
hak-haknya, baik itu hak individu maupun kelompok, seperti halnya Ahmadiyah, Syiah, GKI Taman Yasmin, dan HKBP Filadelfia Bekasi.
41
Sejauh  ini,  peran  yang  dilakukan  The  Wahid  Institute  terhadap  jemaat Ahmadiyah  di  Cikeusik  Banten  yaitu,  melalui  pendekatan  ke  Presiden  SBY  dan
DPR  RI  sebagai  lembaga  tertinggi  negara.  Lalu,  dalam  segi  hukum  The  Wahid Institut bekerjasama dengan LBH Jakarta. Sedangkan, pada level masyarakat The
Wahid Institue hanya melakukan investigasi di lapangan. Akan  tetapi,  The  Wahid  Institue  mempunyai  alasan  kuat  dalam  membela
korban  yang  menimpa  jemaat  Ahmadiyah  di  Cikeusik,  Banten.  Bahwa  semua orang  berhak  memeluk  agama  sesuai  dengan  kepercayaanya  dan  berhak  untuk
beribadah  sesuai  dengan  UUD  1945  Pasal  19  Ayat  1  dan  2.  Begitu  juga  dengan undang-undang kovenan hak sipil dan politik tahun 2005 Pasal 18 Ayat 1 dan 2.
Oleh karenanya, kekerasan terhadap jemaat Ahmadiyah tidak dibenarkan apapun alasannya.
Apa  yang  sudah  dilakukan  oleh  The  Wahid  Institute  dalam  membela kebebasan  beragama  dan  kelompok  minoritas  pasti  mengalami  kendala  yang
41
Wawncara Pribadi dengan Subhi Azhari, pada 23 Desember 2013.
74
cukup  berat.  Misalnya,  adannya  sikap  para  pengak  hukum  yang  tidak  bersikap adil,  tidak  profesioanal,  dan  tidak  objektif  dalam  menangani  kasus  kekerasan
Ahmadiyah.  Selain  itu,  sikap  intoleran  pemerintah  daerah  terhadap  aliran kepercayaan  dan  kelompok  minoritas.  Seperti  halnya,  peraturan  gubernur  dan
peraturan bupati yang membatasi kegiatan jemaat Ahmadiyah. Dengan
demikian, untuk
mencegah tindakan
kekerasan yang
menagatasnamakan  agama,  The  Wahid  Institute  melakukan  workshop,  seminar, dan  dialog  mengenai  toleransi  dan  kebebasan  beragama  di  Indonesia.  Dengan
adanya  pelatihan  tersebut  setidaknya  masyarakat  mengetahui  nilai-nilai  toleransi dan kebebasan beragama dalam kehidupan beragama dan bernegara.
                